Anda di halaman 1dari 23

PAPER BIOKIMIA

ENERGI DAN METABOLISME BASSAL

Disusun oleh :
Dearesty Melinda Setyorini (1606830436)
Firial Afra Raisa Mumtaz (1606884975)
Khansa Zahroosita Fatikasari (1606894282)
Risma Berliana (1606885561)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS


INDONESIA
2016

1
1. Metabolisme Makronutrien
Metabolisme merupakan istilah untuk menjelaskan interkonversi senyawa kimia yang
ada dalam tubuh, jalur yang diambil oleh tiap molekul, hubungan antarmolekul, serta
mekanisme yyang mengatur aliran metabolit melalui jalur-jalur metabolisme. Terdapat tiga
kategori untuk menggolongkan jalur-jalur metabolic: (1) Jalur Anabolik, yaitu jalur-jalur
yang berperan dalam sintesis senyawa yang lebih besar dan kompleks dari precursor yang lebih
kecil, misalnya sintesis protein dan asam amino serta sintesis cadangan triasilgliserol dan
glikogen. Jalur anabolic ini memiliki sifat endotermik. (2) Jalur katabolic, memiliki peran
dalam penguraian molekul besar, sering melibatkan reaksi oksidatif, dan bersifat eksotermik,
menghasilkan ekuivalen pereduksi dan ATP terutama melalui rantai respiratorik. (3) Jalur
amfibolik, berlangsung di persimpangan metabolisme, bekerja sebagai penghubung antara
jalur katabolic dan anabolic, misalnya siklus asam sitrat.
Metabolisme normal mencakup adaptasi terhadap masa kelaparan, aktivitas fisik,
kehamilan, dan menyusui. Kelainan metabolism dapat terjadi karena defisiensi gizi, defisiensi
enzim, sekresi abnormal hormon, atau efek obat dan toksin. Kebutuhan akan bahan bakar
metabolic relative konstan sepanjang hari karena aktivitas fisik rata-rata meningkatkan laju
metabolic hanya sekitar 40%-50% di atas laju metabolik basal. Metabolisme basal adalah
sejumlah energi minimal yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan proses tubuh.
Pola dasar metabolisme ditentukan oleh sifat alamiah makanan yang kemudian terdapat
jalur yang memproses berbagai produk utama pencernaan. Terdapat kebutuhan untuk
mengolah produk pencernaan dari karbohidrat, lipid, dan protein makanan. Produk-produk ini
masing-masing terutama adalah glukosa, asam lemak dan gliserol, serta asam amino. Semua
produk pencernaan dimetabolisme menjadi suatu produk umum, yaitu asetil-KoA yang
kemudian dioksidasi oleh siklus asam sitrat.

2
Gambar 1.1 Garis besar jalur-jalur untuk katabolisme karbohidrat, protein, dan lemak dari
makanan.
1.1 Energi yang dihasilkan pada metabolisme karbohidrat
Glukosa menempati posisi sentral dalam metabolism baik tanaman, hewan, dan banyak
mikroorganisme. Glukosa juga relative kaya akan energy potensial, dengan demikian dapat
menjadi bahan bakar metabolic yang baik. Salah satu pemanfaatan glukosa adalah glikolisis
untuk menyediakan ATP dan metabolic intermediates. Glikolisis merupakan rute utama
metabolism glukosa dan juga jalur utama untuk metabolism fruktosa, galaktosa, dan
karbohidrat lain yang berasal dari makanan.
Seperti yang telah diketahui, total jumlah ATP pada metabolisme karbohidrat adalah
38 ATP. Perincian hasil ATP pada proses ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Rincial hasil ATP pada metabolisme karbohidrat.

3
1.2 Energi yang dihasilkan pada metabolisme lipid
Untuk dapat mengoksidasi asam lemak pada otot, hati, dan jaringan adiposa dari
trigliserida untuk menghasilkan ATP, trigliserida harus pertama-tama diuraikan menjadi
gliserol dan asam lemak, proses ini disebut lipolysis. Hasil energy yang dihasilkan dalam
metabolisme lemak lebih banyak daripada metabolism karbohidrat dan protein, karena dari
hasil proses lipolysis, gliserol dan asam lemak dikatabolis dengan jalur yang berbeda dimana
gliserol dikonversikan menjadi gliseraldehid-3-fosfat, sebuah komponen yang juga dihasilkan
saat katabolisme glukosa. Sedangkan asam lemak dikatabolisasi dengan jalur berbeda dan
menghasilkan lebih banyak ATP. Jalur katabolisasi asam lemak yaitu oksidasi asam lemak
yang disebut oksidasi beta. Oksidasi beta dapat menghasilkan banyak ATP karena pada saat
pemindahan electron dari FADH2 dan NADH di rantai respiratorik menyebabkan terbentuknya
fosfat berenergi tinggi. Contohnya pada Asam Palmitat, terbentuk empat fosfat berenergi tinggi
untuk setiap tujuh molekul asetil KoA pertama yang dibentuk oleh oksidasi beta palmitat (7 x
4 = 28 ATP). Total terbentuk 8 mol asetil-KoA, dan masing-masing menghasilkan 10 mol ATP
pada oksidasi dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan 8 x 10 = 80 ATP sheingga total
menjadi 108. Dua ATP harus dikurangi untuk pengaktifan awal asam lemak sehingga hasil
bersih permol asam palmitat adalah 106 ATP.
Hal ini yang menyebabkan mengapa jumlah ATP dari hasil metabolisme lipid lebih
banyak dari hasil metabolism karbohidrat, dikarenakan ada oksidasi beta pada asam lemak
terlebih dahulu.
1.3 Energi yang dihasilkan dari metabolisme protein
Selama proses pencernaan, protein diurai menjadi asam amino. Tidak seperti
karbohidrat dan trigliserida yang disimpan, protein tidak disimpan untuk penggunaan
kedepannya, justru asam amino akan dioksidasi untuk menghasilkan ATP atau digunakan
untuk sintesis protein baru untuk pertumbuhan dan perbaikan tubuh manusia. Protein dari sel
yang sudah using dipecah menjadi asam amino. Beberapa asam amino rantai peptidanya
dibentuk ulang, dan protein-protein baru disintesis sebagai proses daur ulang. Hepatosit
mengkonversi beberapa asam amino ke asam lemak, badan keton, atau glukosa. Sel diseluruh
tubuh mengoksidasi sejumlah kecil asam amino untuk menghasilkan ATP melalui siklus Krebs
dan rantai transport electron. Namun, sebelum asamamino dapat dioksidasi, mereka harus
dikonversti terlebih dahulu ke molekul yang meruupakan bagian dari siklus Krebs seperti
asetil-KoA. Sebelum dapat masuk ke siklus Krebs, kelompok amino (NH2) harus dihilangkan
terlebih dahulu, proses ini disebut deaminasi. Jumlah ATP yang dihasilkan pada metabolism
protein sama dengan hasil ATP pada metabolism karbohidrat karena tidak melakukan tahap
lain yang membutuhkan ATP sebelum masuk ke siklus krebs.
4
2. Korelasi Metabolisme makronutrien
2.1 Pengantar
Terdapat empat jenis nutrien dalam makanan yang kita makan, di antaranya
makronutrien, vitamin, air, dan mineral. Karena dalam makronutrien terdapat kata makro,
jenis- jenis nutrien yang masuk ke dalam kelompok ini tentunya adalah nutrien dalam bentuk
yang besar. Makronutrien terbagi lagi menjadi tiga, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak/ lipid.
Keberadaan dari makromolekul ini sangat penting sebagai penyedia energi untuk aktivitas
tubuh.
Tidak hanya sebagai penyedia energi, makronutrien juga memiliki dua fungsi lain, di
antaranya sintesis dan penyimpanan. Tubuh kita membutuhkan proses pertumbuhan sel dan
jaringan, baik untuk mengalami proses tumbuh itu sendiri, maupun untuk meregenerasi sel dan
jaringan yang telah rusak. Dalam hal tersebut, makronutrien akan menyintesis bahan dasar
yang dibutuhkan untuk keberlangsungan pertumbuhan sel. Tubuh kita memiliki kemampuan
untuk menyediakan cadangan sumber energi, yang berfungsi ketika tubuh belum atau tidak
menerima asupan nutrien. Makronutrien yang telah kita konsumsi, apabila berada pada keadaan
berlebih, akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk glikogen dan lemak. Glikogen dan lemak ini
berfungsi sebagai cadangan penyedia energi saat tubuh kita belum/ tidak mendapat asupan
nutrien.
Makronutrien, berupa senyawa yang kompleks, menyebabkan tubuh tidak bisa
mengubah makronutrien menjadi energi. Untuk itu, diperlukan proses penyederhanaan
makronutrien dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Karbohidrat
dapat dicerna dan diubah menjadi energi apabila berubah menjadi monosakarida (hal yang
paling umum adalah diubah dalam bentuk glukosa), lipid (trigliserida) berubah menjadi asam
lemak dan gliserol, dan protein berubah menjadi asam amino. Penyederhanaan senyawa
makronutrien dapat dilihat pada gambar 2.1.

5
Gambar 2.1 Proses penyederhanaan makronutrien.
Sumber: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/metabolisme.pdf
2.2 Keterkaitan Metabolisme Makronutrien
Metabolisme mencakup seluruh proses kimiawi yang dilakukan oleh sel- sel di dalam
tubuh manusia. Metabolisme memiliki tujuan utama. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk
mendapatkan energi, dengan cara menghasilkan energi tersebut, yang akan digunakan untuk
menjaga homeostasis dan fungsi- fungsi esensial tubuh lainnya.
Energi tersebut didapatkan dari makromolekul yang didapatkan dari makanan yang kita
makan. Uniknya, tubuh kita memiliki prinsip tersendiri dalam pemakaian makromolekul
tersebut. Prinsip tersebut mendefinisikan prioritas dari pemakaiannya. Prinsip tersebut
menjelaskan bahwa makromolekul pertama yang akan digunakan adalah karbohidrat. Dengan
kata lain, karbohidrat merupakan penyuplai energi utama. Prioritas kedua setelah karbohidrat
adalah lemak. Setelah lemak, makromolekul yang digunakan adalah protein. Namun, protein
ini bersifat sangat jarang untuk digunakan, apabila jumlah karbohidrat dan lemak mencukupi.

Gambar 2.2 Nutrient pool.


Sumber: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/metabolisme.pdf

6
Makromolekul yang digunakan untuk metabolisme, baik katabolisme, maupun
anabolisme, digambarkan dalam bentuk nutrient pool. Makromolekul yang ada di nutrient pool
ini berada dalam plasma. Pada gambar 2.2, dapat dilihat bahwa makromolekul yang dimaksud
adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Sebagai penyedia energi tubuh, dianjurkan, kita mendapatkan komposisi karbohidrat
sebesar 55% dari total kalori makanan yang kita makan. Bila diperhatikan, komposisi
karbohidrat dapat dikatan besar. Hal ini dikarenakan karbohidrat, selain penyedia energi utama
tubuh, merupakan satu- satunya energi yang bisa dimetabolisme oleh otak.
Karbohidrat dapat diubah menjadi energi apabila senyawanya telah diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana, yaitu monosakarida. Monosakarida yang umum ditemui dalam
pembentukan energi adalah glukosa.
Terdapat beberapa kondisi terkait pemakaian dari glukosa. Pertama, jika kondisi
glukosa dalam darah normal, maka glukosa akan dugunakan untuk membentuk energi, lewat
serangkaian mekanisme, di antaranya glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan
transpor elektron. Jika kondisi kadar glukosa lebih dari normal, glukosa akan mengalami proses
glikogenesis, yaitu pembentukan glukosa menjadi glikogen. Pada beberapa kondisi, seperti
keterbatasan simpanan glikogen, kelebihan glukosa akan menyebabkan terjadinya lipogenesis,
yaitu pembentukan glukosa menjadi lemak. Jika kondisi kadar glukosa kurang dari normal,
glikogen akan mengalami proses glikogenolisis, yaitu perombakan glikogen menjadi glukosa.
Hal ini mengatur kadar glukosa untuk tetap dalam keadaan normal/ homeostasis.
Seperti karbohidrat, lemak harus diabsorbsi menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu
asam lemak dan gliserol. Dalam darah, kandungan utama yang berasal dari lemak adalah asam
lemak. Berbeda dengan karbohidrat, dianjurkan untuk kita mengkonsumsi lemak sebesar 30%
dari total kalori makanan yang kita makan. Selain dari makanan langsung, tubuh kita
mendapatkan lemak dari hasil konversi makromolekul lain, yaitu karbohidrat, lewat proses
lipogenesis. Kemudian, lemak akan mengalami proses lipolisis, yaitu pemecahan lemak
menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol kemudian dapat digunakan untuk
membentuk energi.
Makromolekul yang terakhir adalah protein. Proporsi protein yang dikonsumsi adalah
15% dari total kalori yang kita makan. Protein dapat digunakan oleh sel- sel tubuh dalam bentuk
asam amino. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, protein akan digunakan apabila kadar
karbohidrat dan lemak tidak mencukupi. Protein dapat berperan sebagai penyedia energi
dengan mekanisme sebagai berikut. Asam amino dari protein akan mengalami proses
gluconeogenesis, yaitu pembentukan senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa.

7
Jika diperhatikan, terdapat keterkaitan antara jalur pembentukan energi dari
karbohidrat, lemak, dan protein. Keterkaitan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Keterkaitan jalur metabolisme makromolekul (karbohidrat, lemak, dan protein).
Sumber:
http://www.napavalley.edu/people/briddell/Documents/BIO%20105/_START_HERE_ch17_l
ecture.pdf
Dari gambar, dapat dilihat bahwa keterkaitan antara karbohidrat, lemak, dan protein
terdapat dari beberapa mekanisme pembentukan energi yang memiliki jalur yang sama.
Asam lemak dari makromolekul lemak akan berubah menjadi asetil coA, sedangkan
gliserol akan mengikuti proses pembentukan senyawa dengan tiga karbon, yaitu asam piruvat.
Proses perubahan asam lemak dapat dilihat pada gambar 2.4, sedangkan perubahan gliserol
dapat dilihat pada gambar 2.5.

8
Gambar 2.4 Proses perubahan asam lemak menjadi asetil coA.

Gambar 2.5 Proses perubahan gliserol menjadi gliseraldehid-3-fosfat (bahan yang


masuk ke dalam proses glikolisis)
Sumber: Nelson, D., Lehninger, A., Cox, M. and Nelson, D. (2004). Lecture notebook
for Lehninger principles of biochemistry, fourth edition. 4th ed. New York: W.H. Freeman.

9
Berbeda dengan lemak yang memiliki dua jalur berbeda, protein memiliki tiga jalur
yang berbeda. Jenis- jenis asam amino akan berubah menjadi asam piruvat, asetil coA, atau
langsung masuk ke dalam siklus asam sitrat/ siklus krebs.
Alanin, triptofan, sistein, serin, glisin, dan treonin akan diubah menjadi asam piruvat.
Proses perubahan jenis- jenis asam amino ini dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Proses perubahan alanin, triptofan, sistein, serin, glisin, dan treonin
menjadi asam piruvat.
Sumber: Nelson, D., Lehninger, A., Cox, M. and Nelson, D. (2004). Lecture notebook
for Lehninger principles of biochemistry, fourth edition. 4th ed. New York: W.H. Freeman.

10
Triptofan, lisin, fenilalanin, tirosin, leusin, isoleusin, dan treonin akan masuk dalam
jalur metabolisme dalam bentuk asetil coA. Proses perubahan jenis- jenis asam amino ini dapat
dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proses perubahan triptofan, lisin, fenilalanin, tirosin, leusin, isoleusin,
dan treonin menjadi asetil coA.
Sumber: Nelson, D., Lehninger, A., Cox, M. and Nelson, D. (2004). Lecture notebook
for Lehninger principles of biochemistry, fourth edition. 4th ed. New York: W.H. Freeman.

11
Jalur masuk asam amino ke dalam siklus krebs terdiri dari tiga, yaitu dalam bentuk
ketoglutarat, suksinil coA, dan oksaloasetat. Prolin, glutamat, glutamin, arginin, dan histidin
akan masuk ke dalam siklus krebs dalam bentuk ketoglutarat (gambar 2.8). Metionin,
isoleusin, treonin, dan valin akan masuk dalam bentuk suksinil coA (gambar 2.9). Asparagin
dan aspartat akan masuk dalam bentuk oksaloasetat (gambar 2.10).

Gambar 2.8 Proses perubahan prolin, glutamat, glutamin, arginin, dan histidin
menjadi ketoglutarat.

12
Gambar 2.9 Proses perubahan metionin, isoleusin, treonin, dan valin menjadi
suksinil coA.

13
Gambar 2.10 Proses perubahan aspargin dan aspartat menjadi oksaloasetat.
Sumber: Nelson, D., Lehninger, A., Cox, M. and Nelson, D. (2004). Lecture notebook
for Lehninger principles of biochemistry, fourth edition. 4th ed. New York: W.H. Freeman.

Setelah itu, setiap substrat dari makromolekul karbohidrat, lemak, dan protein, akan
melanjutkan tahap- tahap tersebut sampai tahap akhir pembentukan energi.

14
3. Adaptasi metabolik
3.1 Metabolisme Selama Absorptive State
Segera setelah makan, nutrisi mulai masuk ke dalam darah. Mengingat kembali bahwa
makanan tertelan yang mencapai aliran darah terutama berupa glukosa, asam amino, dan
trigliserida (dalam kilomikron). Dua keunggulan metabolik dari absorptive state adalah
oksidasi glukosa untuk produksi ATP, yang terjadi di sebagian besar sel-sel tubuh dan
penyimpanan molekul bahan bakar berlebih untuk kedepannya digunakan diantara waktu
makan, yang terjadi terutama pada hepatosit, adiposit, dan serat otot rangka. Reaksi berikut
mendominasi selama absorptive state:
1. Sekitar 50% dari glukosa yang diserap dari makanan tertentu teroksidasi oleh sel-sel di
seluruh tubuh untuk menghasilkan ATP melalui glikolisis, siklus krebs, dan rantai
transpor elektron.
2. Kebanyakan glukosa yang masuk hepatosit diubah menjadi glikogen. Dalam jumlah
sedikit dapat digunakan untuk sintesis asam lemak dan gliseraldehid 3-fosfat.
3. Beberapa asan lemak dan trigliserida yang disintesis di dalam hati tetap ada, tetapi
hepatosit kebanyakan membentuk menjadi VLDL, yang membawa lipid ke jaringan
adiposa untuk disimpan.
4. Adiposit juga mengambil glukosa yang tidak diambil dari hati dan mengubahnya
menjadi trigliserida untuk disimpan. Secara keseluruhan, sekitar 40% glukosa yang
diabsorpsi dari makanan diubah menjadi trigliserida, dan sekitar 10% disimpan dalam
bentuk glikogen di otot rangka dan hepatosit.
5. Kebanyakan lipid (terutama trigliserida dan asam lemak) disimpan dalam jaringan
adiposa; hanya sebagian kecil yang digunakan untuk reaksi sintesis. Adiposit
mendapatkan lipid dari kilomikron, VLDL, dan dari reaksi sintesis mereka sendiri.
6. Banyak asam amino diserap yang masuk hepatosit dideaminasi menjadi asam
keton,baik yang dapat masuk ke siklus krebs untuk produksi ATP maupun digunakan
untuk mensintesis glukosa atau asam lemak.
7. Beberapa asam amino yang masuk hepatosit digunakan mensintesis protein (misalnya
protein plasma).
8. Asam amino yang tidak diambil hepatosit digunakan di sel-sel tubuh lain untuk sintesis
protein atau bahan kimia regulator seperti hormon atau enzim.

15
Gambar 3.1 Prinsip Jalur Metabolik Selama Absorptive State
Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed.

Berikut merupakan hormon-hormon yang terdapat pada regulasi dari metabolisme selama
absorptive state.
Proses Lokasi Hormon Perangsang
Utama
Difusi terfasilitasi glukosa Kebanyakn sel Insulin
ke dalam sel
Transpor aktif asam Kebanyakan sel Insulin
amino ke dalam sel
Glikogenesis (sintesis Hepatosit dan serat otot Insulin
glikogen)
Sintesis protein Semua sel tubuh Insulin, hormon tiroid,
insulinlike growth factors
Lipogenesis (sintesis Sel adiposa dan hepatosit Insulin
trigliserida)
Tabel 3.1 Regulasi Hormonal dari Metabolisme Absorptive State
Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed.

16
3.2 Metabolisme Selama Post-absorptive State
Setelah 4 jam setelah makan terakhir, absorpsi nutrisi dari usus halus hampir selesai,
dan kadar glukosa darah mulai jatuh karena glukosa terus meninggalkan aliran darah dan
masuk ke sel-sel tubuh sementara tidak ada yang diserap dari saluran pencerrnaan. Dengan
demikian, tantangan utama metabolisme selama post-absorptive state adalah untuk menjaga
tingkat glukosa darah normal 70-110 mg/ 100 mL (3,9-6,1 mmol/ liter). Homeostasis
konsentrasi glukosa darah sangat penting untuk sistem saraf dan sel-sel darah merah karena
alasan-alasan berikut:
a. Molekul bahan bakar dominan untuk produksi ATP dalam sistem saraf adalah glukosa,
karena asam lemak tidak dapat melewati sawar blood-brain.
b. Sel darah merah semua mendapatkan semua ATP mereka dari glikolisis glukosa karena
mereka tidak memiliki mitokondria, jadi siklus krebs dan rantai transpor elektron tidak
terjadi.
Selama post-absorptive state, baik produksi glukosa dan konservasi glukosa bantu
menjaga tingkat glukosa darah: hepatosit memproduksi molekul glukosa dan mengirimkan
mereka ke dalam darah, dan sel-sel tubuh lainnya beralih dari glukosa yang dijadikan bahan
bakar alternatif untuk produksi ATP menjadi menghemat glukosa yang langka. Reaksi utama
dari post-absorptive state yang menghasilkan glukosa sebagai berikut:
1. Pemecahan glikogen hati. Selama puasa, sumber utama glukosa darah adalah glikogen
hati, yang dapat menyediakan sekitar pasokan 4 jam glukosa. Glikogen hati terus
menerus terbentuk dan dipecah sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Lipolisis. Gliserol yang dihasilkan oleh pemecahan trigliserida di jaringan adiposa, juga
digunakan untuk membentuk glukosa.
3. Glukoneogenesis menggunakan asam laktat. Selama latihan, jaringan otot rangka
memecah glikogen yang disimpan dan memproduksi beberapa ATP secara anaerob
melalui glikolisis. Beberapa asam piruvat yang dihasilkan diubah menjadi asetil CoA,
dan beberapa diubah menjadi asam laktat, yang berdifusi ke dalam darah. Dalam hati,
asam laktat dapat digunakan untuk glukoneogenesis, dan glukosa yang dihasilkan
dilepaskan ke dalam darah.
4. Glukoneogenesis menggunakan asam amino. Pemecahan sederhana protein dalam otot
rangka dan jaringan lain melepas dalam jumlah besar asam amino, yang kemudian
dapat dikonversi menjadi glukosa oleh glukoneogenesis di hati.
Meskipun dari semua cara ini tubuh memproduksi glukosa, tingkat glukosa darah tidak
dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama tanpa perubahan metabolik lebih lanjut.
Dengan demikian, penyesuaian besar harus dilakukan selama post-absorptive state untuk
17
menghasilkan ATP sambil melestarikan glukosa. Reaksi-reaksi berikut ini menghasilkan ATP
tanpa glukosa:
5. Oksidasi asam lemak. Asam lemak yang dikeluarkan oleh lipolisis trigliserida tidak
dapat digunakan untuk produksi glukosa karena asetil CoA tidak dapat langsung diubah
menjadi asam piruvat. Tapi kebanyakan sel dapat mengoksidasi asam lemak secara
langsung, menjadi asupan ke dalam siklus krebs sebagai asetil CoA dan menghasilkan
ATP melalui rantai transpor elektron.
6. Oksidasi asam laktat. otot jantung dapat menghasilkan ATP secara aerobik dari asam
laktat.
7. Oksidasi asam amino. Di hepatosit, asam amino dapat teroksidasi langsung untuk
menghasilkan ATP.
8. Oksidasi badan keton. Hepatosit juga mengkonversi asam lemak menjadi badan keton,
yang dapat digunakan oleh jantung, ginjal, dan jaringan lain untuk produksi ATP.
9. Pemecahan glikogen otot. Sel otot rangka memecah glikogen menjadi glukosa 6-fosfat,
yang mengalami glikolisis dan memberikan ATP untuk kontraksi otot.

Gambar 3.2 Prinsip Jalur Metabolik Selama Post-absorptive State


Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed.

Berikut merupakan hormon-hormon yang terdapat pada regulasi dari metabolisme


selama post-absorptive state.

18
Proses Lokasi Hormon Pemicu Utama
Glikogenolisis (pemecahan Hepatosit dan serat otot Glukagon dan epinefrin
glikogen) rangka
Lipolisis (pemecahan Adiposit Epinefrin, norepinefrin,
trigliserda) insulinlike growth factors,
hormon tiroid, dan lain-lain
Pemecahan protein Kebanyakann sel tubuh, Kortisol
terutama serat otot rangka
Glukoneogenesis (sintesis Hepatosit dan sel korteks Glukagon dan kortisol
glukosa dari ginjal
nonkarbohidrat)
Tabel 3.2 Regulasi Hormonal dari Metabolisme Post-absorptive State
Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed.

4. Kaitannya dengan keseimbangan energi. BMR, faktor yang mempengaruhi, DIT,


Pedoman umum gizi seimbang, Penghitungan kebutuhan kalori.
4.1 Berat badan manusia sangat penting untuk diperhatikan
Kita telah mempelajari berbagai bahan makanan (3 makromolekul utama bagi manusia)
saatnya kita masuk ke dalam aplikasi makanan yang masuk ke dalam tubuh kita yang kemudian
akan mengalami perombakan hingga menghasilkan energi. Berbagai macam penyakit tidak
menular umumnya bermula dari pola makan yang tidak baik dan berdampak pada berat badan.
Di sisi lain, tubuh kurus juga mengindikasikan kekurangan nutrisi atau kelainan yang bisa saja
berarti penyakit. (Grooper, Sareen. 2013)

4.2 BMI (Body Mass Index)

Gambar 4.1 Rumus penghitungan BMI (awal).

Keterangan : Weight dalam kilogram dan height dalam meter.


Nilai BMI Status
BMI < 18,5 kg/m2 Kurus
BMI 18,5 24,9 kg/m2 Sehat
BMI 25 29,9 kg/m2 Gemuk

19
BMI 30 34,9 kg/m2 Obesitas 1
BMI 35 39,9 kg/m2 Obesitas 2
BMI > 40 kg/m2 Obesitas 3
Tabel 4.1 Klasifikasi BMI pada manusia
Sareen S. Gropper, Jack L. Smith. 2012. Advanced Nutrition and Human Metabolism.
Cengage Learning. Page 276

4.3 BMI dengan beberapa metode perhitungan menggunakan jenis kelamin, usia, dan
lebar siku untuk menentukan ideal body weight.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, BMI tidak hanya didasarkan pada berat
badan dan tingi badan, melainkan juga jenis kelamin dan usia. Bahkan Devine Formula
menggunakan lebar siku sebagai salah satu poin untuk mengukur BMI dengan perhitungan dan
tabel tertentu. Intinya cara penghitungannya menggunakan beberapa indikator, lalu dikalikan
dengan index yang telah disepakati para ahli (Groper, Sareen).

Gambar 4.2 Rumus penghitungan BMI dengan memperhatikan jenis kelamin dan usia.
Sumber: Sareen S. Gropper, Jack L. Smith. 2012. Advanced Nutrition and Human
Metabolism. Cengage Learning

4.4 Komposisi tubuh manusia


Tubuh manusia terdiri dari beberapa zat, menurut Sareen Grosper dan tim dalam buku
Advance Nutrition and Human Metabolism, badan laki-laki terdiri dari 15% lemak, 44,8% otot,
14,9% tulang, dan 25,3% komponen lainnya. Sedangkan wanita memiliki lebih banyak lemak
yakni 27%, 36% otot, 12% tulang, dan 25% komponen yang lain. Kaitannya dengan
mengetahui komposisi tuuh manusia terutama lemak dan membandingkan antara laki-laki dan
perempuan, karena memang respon metabolisme keduanya berbeda. Saat ini, telah banyak
metode untuk menghitung komposisi badan

4.5 Keseimbangan energi : Obesitas


Idealnya energi masuk sama dengan energi keluar. Asupan energi berasal dari makanan
yang mengalai proses katabolisme kemudian kita mengeluarkan melalui aktivitas fisik kita.

20
Kesalahan manusia masa kini adalah konsumsi banyak tetapi tidak diimbangi dengan aktivitas
sehingga terjadilah obesitas. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination
Surveys (NHANES), laju penduduk di U.S yang mengalami obesitas meningkat tajam di abad
21 ini.

4.6 Komponen pengeluaran energi


Terdapat 4 cabang aliran energi tubuh yang diidentifikasi ke dalam energi dasar, panas,
aktivitas fisik, dan termoregulator.
Basal Metabolic Rate (BMR) or Resting Energy Expenditure. BMR merepresentasikan
jumlah energi yang dibutuhkan seorang untuk menjalankan kehidupan dasar seperti bernapas,
detak jantung, fungsi ginjal, dan peredaran darah (istilahnya dalam kondisi tidur yang hampir
bangun). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran Metabolic Rate yakni :
1. Makanan/Diet : protein akan lebih meningkatkan BMR daripada lipid dan
karbohidrat. Ini terjadi karena proses deaminasi asam amino relatif cepat.
2. Efek hormon tiroid : meningkatkan konsumsi oksigen, sintesis protein.
3. Aktivitas saraf simpatis : meningkatkan sekresi katekolamin. Kaitannya dengan
aktivitas hati.
4. Latihan fisik : seorang yang terlatih untuk olahraga, di posisi istirahat pun akan
membiasakan dirinya untuk melakukan metabolisme cepat.
5. Jenis kelamin : BMR perempuan lebih kecil dari laki-laki karena wanita
terdapat lebih banyak lemak.
6. Umur : BMR menurun seiring penambahan umur.
7. Massa otot : kaitannya dengan jaringan lemak. (Kuntarti. 2012)
Resting Metabolic Rate. RMR adalah kondisi pengukuran energi dalam keadaan
normal. Jika BMR diukur dalam keadaan puasa 12 jam, RMR hanya 2-4 jam (istilahnya
istirahat saja). Biasanya 10% lebih tinggi dari BMR dan kira-kira 65-80% dari total
pengeluaran energi perhari.
Efek panas setelah makan adalah komponen respon metabolisme pada makanan.panas
yang dihasilkan merefleksikan proses kerja tubuh dalam mengkatabolisme makanan. Protein
memiliki thermic effect terbesar meningkatkan 20-30% dari energi pengeluaran total.
Pengeluaran energi pada aktivitas fisik bisa berbeda-beda karena beberapa faktor
seperti ; intensitas, durasi, dan frekuensi juga efisiensi.

21
Pengaturan panas adalah proses adaptasi, berbeda dengan proses panas setelah makan.
Perubahan metabolisme bisa terjadi ketika terjadi kenaikan suhu lingkungan, bisa juga karena
trauma, luka, kondisi psikis, dan lain sebagainya.

Gambar 4.3 Komponen pengeluaran energi


Sareen S. Gropper, Jack L. Smith. 2012. Advanced Nutrition and Human Metabolism.
Cengage Learning

22
Daftar Pustaka :
1. Muchtadi, Deddy, 1993. Modul 1 : Sumber, Fungsi, dan Kecukupan Kosumsi Zat
Gizi.
2. Sareen S. Gropper, Jack L. Smith. 2012 Advanced Nutrition and Human Metabolism-
Cengage Learning
3. Robert K. Murray, Darryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W. 2013 Rodwell-
Harper's Illustrated Biochemistry. McGraw-Hill Medical
4. Kuntarti. 2012. Nutrisi Normal. [Internet]. Tersedia di
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/nutrisinormal2012.pdf
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed. United
States of America: Wiley, 2014.
6. Kuntarti. 2006. Metabolisme. [Internet] Tersedia di
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/metabolisme.pdf
7. http://www.napavalley.edu/people/briddell/Documents/BIO%20105/_START_HERE
_ch17_lecture.pdf
8. Nelson, D., Lehninger, A., Cox, M. and Nelson, D. (2004). Lecture notebook for
Lehninger principles of biochemistry, fourth edition. 4th ed. New York: W.H. Freeman.
9. Biochemistry. McGraw-Hill Medical
10. Kuntarti. 2012. Nutrisi Normal. [Internet]. Tersedia di
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/nutrisinormal2012.pdf
11. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14th Ed. United
States of America: Wiley, 2014.
12. Barrett, K., Barman, S., Boitano, S. and Brooks, H. (2012). Ganongs Review of
Medical Physiology. 24th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.
13. Martini, F., Nath, J., Bartholomew, E. (2012). Fundamentals of Anatomy and
Physiology. 9th ed. Pearson Education, Inc.

23

Anda mungkin juga menyukai