Esofagitis Korosif
Esofagitis Korosif
ESOFAGITIS KOROSIF
Pembimbing:
Dr. Sofyan Effendi, Sp.THT-KL
Oleh:
Annisa Mulyandini, S.Ked (04108705078)
Dian Destriyanah, S.Ked (04104705307)
Irwin Fitriansyah, S.Ked (04108705029)
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
beberapa keadaan, seperti pada fase akut, fase laten dan fase kronis. Pada fase
akut, esofagitis akut mudah dikenali karena berlansung cepat dan biasanya
penyebabnya lebih mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis
yang membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya
sudah menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif pada
fase laten dan kronis juga lebih sulit.1
1.2 Tujuan
Mengetahui definisi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan pada esofagitis korosif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan lapisan otot yang berbentuk seperti tabung yang
memanjang, mulai dari vertebra servikal 6 sampai torakal 11, atau dari hipofaring
sampai ke lambung, dengan panjang lebih kurang 23 sampai 25 cm. Dalam
keadaan normal, lumen esofagus kolaps, dan berbentuk pipih. Secara umum
esofagus dapat dibagi dalam 3 lokasi anatomi yaitu : 6, 8
1. Pada daerah leher esofagus berada pada garis tengah leher, di belakang laring
dan trakea, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan arteri tiroid inferior
dan vena tiroid inferior, aliran limfe pada daerah ini adalah kelenjar limfe
paraesofagus servikal dan jugularis inferior.
2. Daerah torakal bagian atas esofagus lewat di belakang percabangan trakea,
bronkus kiri, lalu ke belakang atrium kiri selanjutnya masuk ke daerah abdomen
melalui hiatus esofagus pada diafragma, pembuluh darah di daerah ini adalah
percabangan aorta torakalis, vena azygos dan vena hemiazygos, aliran limfenya
terdiri dari kelenjar limfe mediastinum superior, parabronkial, hilus, dan
paraesofagus.
3. Bagian esofagus abdominal yang panjangnya hanya 1,25 cm, berada pada
permukaan posterior lobus kiri hati, permukaan kiri dan depan esofagus
abdominal diliputi oleh peritonium, pembuluh darah pada daerah ini adalah
cabang arteri gastrikus kiri, arteri frenikus inferior, dan vena gastrikus kiri, aliran
limfenya terdiri dari kelenjar limfe gaster kiri, retrokardia, dan celiaca.3
Persarafan esofagus berasal dari nevus vagus (parasimpatis) dan ganglion
simpatis, esofagus bagian servikal disarafi oleh nervus laringeus rekuren, di
bagian torakal nervus vagus membentuk fleksus esofagial kemudian bercabang 2
membentuk bagian kiri depan dan kanan belakang. 10
4
Gambar 1. Anatomi Esofagus 9
Secara histologi esofagus tidak memiliki lapisan serosa, 3 lapisan esofagus dari
luar ke dalam yaitu :8
1. Lapisan paling luar terdiri dari 2 lapisan otot; yang terluar lapisan otot
longitudinal, dan pada bagian dalam lapisan otot sirkuler.
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari serat elastis dan fibrous, lapisan ini
merupakan lapisan yang terkuat dari esofagus.
5
3. Lapisan paling dalam (lapisan mukosa) yang merupakan sel-sel epitel
squamosa, terbagi atas lamina propia dan muskularis mukosa.
Lapisan otot pada bagian sepertiga atas dari esofagus merupakan lapisan otot
lurik, sedangkan dua pertiga bawah adalah lapisan otot polos.8
6
sedangkan zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan
bila telah diserap oleh darah. Esofagitis ini disebut juga esofagitis kaustik karena
disebabkan oleh zat kimia kaustik.1
7
2.6 Patofisiologi Esofagitis Korosif
Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh
dengan merubah struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan
kovalen pada sel.5
1. Basa kuat
Tertelan basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair (liquefactum
necrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan melarutkan
protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur
membran sel. Ion hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan
jaringan kolagen sehingga menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan
jaringan (kontraktur), trombosis pada pembuluh darah kapiler, dan produksi panas
oleh jaringan.5
Jaringan yang paling sering terkena pada kontak pertama oleh basa kuat
adalah lapisan epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Esofagus
merupakan organ yang paling sering terkena dan paling parah tingkat
kerusakannya saat tertelan basa kuat dibandingkan dengan lambung, Dalam 48
jam terjadi udem jaringan yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas,
selanjutnya dalam 2-4 minggu dapat terbentuk striktur.5
2. Asam kuat
Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis
menggumpal (coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial
yang akan menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi
jaringan di bawahnya dari kerusakan. Lambung merupakan organ yang paling
sering terkena pada kasus tertelan asam kuat, pada 20% kasus usus kecil juga
dapat terkena. Keropeng dan bekuan protein yang terbentuk mengelupas dalam 3-
4 hari digantikan oleh jaringan granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi pada
proses ini. Komplikasi akut yang terjadi adalah, muntah akibat dari spasme
pylorik, perforasi dan perdarahan saluran cerna. Jika zat asam terserap oleh darah
menyebabkan asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut, dan kematian.5
8
2.7 Gambaran Klinis Esofagitis Korosif
9
Berdasarkan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase :1, 4, 5
1. Fase akut
Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan dispnea,
disfagia, rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia, nyeri dada dan
perut, mual dan muntah, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan :
1. Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-kadang disertai
perdarahan.
2. Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas seperti : stidor, suara serak,
disfoni atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk.
3. Tanda-tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih pada
palatum, udem laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.
2. Fase laten
Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu
badan menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik,
akan tetapi sebenarnya proses masih berjalan dengan membentuk jaringan parut
(sikatriks).
3. Fase kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan
parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa timbul adalah
fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko kanker saluran cerna.
Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus
esofagitis korosif antara lain : 5
1. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu dijaga
agar jalan nafas tetap baik.
2. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai lambung,
usus, saluran pernafasan, dan pembuluh darah.
10
3. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan
perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan hipovolemia.8
4. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan
terjandinya asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan fungsi
multiorgan.
5. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis dapat
terjadi fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.
11
1. Pemeriksaan radiologi4
a. Foto torak dan abdomen
Pada fase akut, foto polos dengan posisi leteral dan pastero-anterior dapat
memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada mediastinum, pneumotorak,
cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah diafragma. Pemeriksaan
esofagogram dapat membantu untuk melihat adanya striktur maupun perforasi.
Gambaran adanya striktur esofagus biasanya lumen yang menyempit, pinggir
yang tidak rata, tapi bisa juga rata, tampak kaku, dan pada umumnya terjadi pada
bagian dekat arkus aorta.
12
Gambar 3. Mukosa esofagus yang hancur.12
b. CT-Scan
Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam
mendeteksi adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan pada
organ lain sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih dini.
2. Pemeriksaan laboratorium5
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat
tanda-tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin untuk
melihat tanda-tanda keracunan sistemik.
b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu menjaga
keseimbangan cairan.
13
3. Pemeriksaan endoskopi dengan esofagoskopi.1, 5
Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian atau
jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan
esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui
ulkus tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi.
Esofagoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda
perforasi saluran cerna yang jelas, udem atau nekrosis saluran nafas yang hebat,
dan pasien dengan hemodinamik tidak stabil, dengan alasan meningkatkan resiko
terjadinya cedera yang lebih parah.
Derajat luka bakar pada esofagus yang ditemukan pada esofagoskopi dapat
dibagi menjadi : 4
Derajat I : eritema dan udem mukosa.
Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.
Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).
Derajat III : ulkus yang dalam, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan atau abu-
abu.
Derajat IV : perforasi.
14
Gambar 5. Mukosa esofagus setelah tertelan basa kuat.
15
atau esofagus. Sedangkan pada kasus asam kuat atau basa kuat cair
pemberian susu atau air ditakutkan akan merangsang muntah sehingga
dapat menyebabkan perforasi dinding esofagus.
2. Perawatan instalasi gawat darurat
a. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, jantung, dan pemasangan IVFD,
pemberian CaCl2 pada pasien yang tertelan zat hidrogen florida dapat
mencegah cardiac arrest oleh karena hipokalsemia.
b. Pengendalian jalan nafas, karena dapat terjadi udem pada jalan nafas,
maka monitoring harus sesegera mungkin, peralatan untuk intubasi
maupun trakeostomi harus siap.
c. Pengosongan lambung dan dekontaminasi
Jangan merangsang timbulnya muntah karena akan menyebabkan
terjadinya paparan ulang zat kaustik ke mukosa esofagus yang bisa
memperparah derajat luka bakar.
Metode bilas lambung dengan cara-cara tradisional yang menggunakan
pipa orogastrik dengan kaliber yang besar seperti menggunakan Edwals
orogastric tube dikontraindikasikan untuk kasus tertelan asam kuat
maupun basa kuat karena resiko perforasi dan aspirasi trakea yang tinggi.
Penggunaan naso-gastric tube (NGT) sangat baik pada kasus tertelan asam
kuat karena dapat mencegah masuknya zat kaustik ke usus kecil.
d. Pembedahan segera dilakukan jika terdapat perforasi, mediastinitis atau
peritonitis.5,13
3. Terapi medikamentosa
a. Antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum
antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif.
b. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol
dapat mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat
mengurangi resiko terjadinya striktur.
c. Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dipertimbangkan karena penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan striktur terjadi berdasarkan derajat
kerusakan jaringan.
16
Menurut literatur lainnya, penatalaksanaan esofogitis korosif dilakukan
dalam 24 jam pertama setelah tertelan zat kaustik, pasien harus diberi cairan
parenteral dan diobservasi akan kemungkinan mediastinitis, fistel trakea-esofagus,
perforasi lambung, peritonitis, pneumonia, dan udem laring. Kurang lebih 24 jam
setelah kejadian dilakukan esofagoskopi dengan anastesia umum endotrakea
untuk menentukan apakah ada luka bakar di esofagus. Jika terdapat luka bakar
esofagoskopi dihentikan, esofagoskop tidak boleh dilanjutkan melalui daerah luka
bakar untuk menghindari terjadinya perforasi esofagus. Jika pada esofagoskopi
tidak ditemukan luka bakar, pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit dalam 2-3
hari setelah luka bakar pada daerah mulut dan orofaring cukup membaik dan
dapat minum peroral secukupnya. Bila pada esofagoskopi terdapat luka bakar
harus dipasang pipa nasogaster polietilen yang kecil untuk pemberian makanan
dan mempertahankan lumen esofagus. Terapi kortikosteroid harus dimulai dan
diteruskan sampai 6 minggu, biasanya hari pertama 200-300 mg sampai hari ke-3,
setelah itu diturunkan bertahap setiap 2 hari dengan dosis maintenance 2x50 mg
perhari. Antibiotik spektrum luas diberikan sampai pemeriksaan radiologi
esofagus dengan kontras menunjukkan penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-
3 minggu atau 5 hari bebas demam. Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri. Segera setelah pasien dapat menelan cairan, biasanya 3-4 hari setelah
kejadian, diberikan antibiotik peroral untuk mendapatkan efek topikal pada
jaringan granulasi. Pemberian makanan yang mengandung partikel yang dapat
berkumpul di jaringan granulasi jangan 14 diberikan dulu sampai ada bukti
penyembuhan mukosa secara radiografi dengan kontras.1,6
Esofagogram dibuat pada minggu ke 3 dan pada minggu ke 6, jika terbukti
ada pembentukan striktur setelah terapi kortikosteroid dihentikan, businasi
dimulai. Pada luka bakar berat, pipa untuk pemberian makanan tidak dikeluarkan
sampai resiko pembentukan striktur terlampaui. Pipa makanan atau tali harus tetap
terpasang pada pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya
lumen secara total.1,13
Pasien dengan striktur korosif esofagus dapat ditanggulangi dengan
dilatasi atau rekontruksi esofagus. Dilatasi dapat dilakukan dengan metode
17
mekanis prograd, metode mekanis retograd dari Tucker, dan metode hidrostatik,
menggunakan busi berisi air raksa. Dilatasi dilakukan dengan bantuan
esofagoskopi, selama sekali sampai 2 kali seminggu, bila keadaan pasien lebih
baik dilakukan sekali 2 minggu, sekali sebulan, sekali 3 bulan dan seterusnya
sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya
kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomose
ujung ke ujung (end to end).6
18
Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Esofagitis Korosif
19
3. Mediastinitis, perikarditis, pleuritis, fistel trakeoesofageal, fistel esofagealaorta,
and peritonitis.
4. Pembentukan striktur dalam 2-4 minggu.
5. Obstruksi saluran lambung ke duodenum.
6. Pardarahan saluran cerna.
7. Gejala keracunan sistemik akibat terserapnya zat ke dalam darah.
8. Cardiac arrest oleh karena hipokalsimia akibat hidrogen florida.
9. Karsinoma sel skuamosa, dapat terjadi dalam 40 tahun setelah paparan.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22