Anda di halaman 1dari 16

BAB I KASUS Identitas Nama Usia Alamat Agama Suku Pekerjaan Tanggal Masuk Tanggal Konsultasi

: Tn. J : 51 tahun : Kp. Cibadak RT 005/007, Sukabumi : Islam : Sunda : Pegawai Negeri : 01 Agustus 2013 : 02 Agustus 2013

Anamnesis Autoanamnesis Keluhan Utama Keluhan Tambahan Riwayat Penyait Sekarang : Sakit menelan sejak 3 bulan yang lalu : Tenggorokan terasa penuh, hidung tersumbat, mual : Pasien datang dari UGD RS Syamsudin Sukabumi dengan keluhan sakit saat menelan sejak 3 bulan. Selama 3 bulan ini pasien mengaku hanya bisa makan makanan lunak (seperti bubur, puding) dan makan dalam jumlah sedikit. Selama 3 bulan dirasakan sakit menelan, pasien mengaku pernah ke dokter THT sebanyak 2x dan diberikan obat namun obat yang diberikan tidak dapat masuk ke lambung, dirasakan obat yang diminum keluar lagi. Pasien mengeluhkan tenggorokan terasa penuh, penuh dirasakan seperti banyak dahak kemudian dilakukan nebulazer sedikit membaik dan dapat makan makanan lunak dalam porsi lebih banyak. Pasien mengeluh hidung tersumbat dirasakan 3 bulan yang lalu, hidung dirasakan penuh namun tidak dirasakan ada sekret atau darah yang keluar. Riwayat batuk disangkal oleh pasien. . Pasien merasa terasa terbakar dibagian dada (heartburn), rasa tidak enak pada bagian perut dan terasa mual dirasakan oleh pasien. Selama sakit menelan pasien merasa berat badan turun 6 kg dalam 3 bulan. : Selama keluhan sulit menelan, tenggorokkan terasa penuh dengan dahak dan hidung tersumbat pasien melakukan nebulazer sebanyak 1x dan dirasakannya keluhan sedikit membaik, pasien merasa dapat menelan
1

Riwayat Pengobatan

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

makanan lebih banyak dan dahak di tenggorokan sedikit berkurang Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat gastritis sejak usia muda ( usia 20 tahun) Riwayat alergi dan asma disangkal Riwayat batuk lama disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat alergi dan asma disangkal Riwayat batuk lama disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal Riwayat tumor dan keganasan disangkal Pemeriksaan Fisik Status Generalisata Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos mentis Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 88 kali/menit Pernapasan : 18 kali/menit Suhu : 36,4 oC

Kepala dan leher Kepala : Normocephal, deformitas (-) Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, isokor Hidung : Septum nasi di tengah, sekret-/-, mukosa basah Thorax Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: : : :

Pergerakan dinding dada simetris Vocal premitus teraba simetris Sonor pada kedua lapang paru Bunyi nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

: : : :

Ictus cordis tidak terlihat Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis kiri ICS IV Batas-batas jantung dalam batas normal Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : Tampak cembung, sikatriks (-) Auskultasi : Bising usus 5x/menit Palpasi : Supel, nyeri tekan dalam pada daerah epigastrium (+), massa (-)
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 2

Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen

Extremitas Akral pada kedua ekstremitas hangat, Capillary refill time < 2 detik a. Pemeriksaan Fisik THT Aurikula Dextra Sinistra Dextra : Lesi (-), massa (-), deformitas (-) Sinistra : Lesi (-), massa (-), deformitas (-) Canalis Akustikus Eksternus Dextra : Hiperemis (-), laserasi (-), sekret (-), serumen (-), massa (-), edema (-) Sinistra : Hiperemis (-), laserasi (-), sekret (-), serumen (-), massa (-), edema (-) Membran Timpani Dextra : Intak, reflex cahaya (+) Sinistra : Intak, refleks cahaya (+) Cavum Nasi Dextra Sinistra

: Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), hipertrofi konka(-), deviasi septum (-) : Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), hipertrofi konka(-), deviasi septum (-)

Nasopharynx Oropharynx Pallatum Mole : Hiperemis (-/-), edema (-/-) Tonsil : Hiperemis (-/-), edema (-/-), tonsil T1/T1 kripta melebar (-/-), detritus(-/-), pus (-/-) Uvula : Hiperemis (-), edema (-) Maksilloasial : Simetris, nyeri tekan (-)

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran Diagnosis Banding Odinofagia e.c suspek refluks esofagitis Odinofagia e.c suspek infeksi esofagitis Pemeriksaan Penunjang 01 Agustus 2013 Hemoglobin Leukosit
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

: 13,9 gr/dL : 6700/uL


3

Hematokrit : 40,6 % Trombosit : 233.000/uL Gula Darah Sewaktu : 103 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang Foto Cervical

Esofagogram

Interpretasi : - Tampak kontras mengisi esofagus, bagian 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal - Mukosa tampak ireguler pada esofagus bagian 1/3 proksimal dan 1/3 tengah - Tidak tampak filling defect/ filling afect Kesan : - Esofagitis pada esofagus bagian 1/3 proksimal dan 1/3 tengah - Tidak tampak massa Diagnosis Kerja Odinofagia e.c suspek refluks esofagitis

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

Penatalaksanaan Medikamentosa Cefotaxime IV Ranitidine IV Ambroxol Syrup Rhinofed Syrup Dexanta Syrup

- 2x1 - 2x1 - 3x1 - 3x2 - 3x1

Non-Medikamentosa Diet cair Follow Up Pasien: 02-08-2013 S : Pasien masih merasakan sakit saat menelan, tenggorokkan terasa penuh dahak O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos mentis Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 80 kali/menit Pernapasan : 18 kali/menit Suhu : 36,0 oC SGOT : 23,2 U/L SGPT : 14,3 U/L GDS : 112 mg/dl Ureum : 24,6 mg/dl Kreatinin : 0,88 mg/dl Natrium : 143 mmol/L Kalium : 4,03 mmol/L Calsium : 9,3 mmol/L Clorida : 111 mmol/L

P :

Cefotaxime IV Ranitidine IV Ambroxol Syrup Rhinofed Syrup Dexanta Syrup

- 2x1 - 2x1 - 3x1 - 3x2 - 3x1

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

Follow Up Pasien: 03-08-2013 S : Pasien masih merasakan sakit saat menelan, tenggorokkan terasa penuh dahak O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos mentis Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 82 kali/menit Pernapasan : 20 kali/menit Suhu : 36,0 oC GDS : 100 mg/dl

P :

Cefotaxime IV Ranitidine IV Ambroxol Syrup Rhinofed Syrup Dexanta Syrup

- 2x1 - 2x1 - 3x1 - 3x2 - 3x1

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. Neurofisiologi Menelan Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. Fase Oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari. Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik). Fase Faringeal Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 7

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring. 2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior. Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : 1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 8

proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. 2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer. Peranan Sistem Saraf Dalam Proses Menelan Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

Anatomi Esofagus Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (Cervikal 6) sampai ke lambung (Torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esofagus pada awalnya berada di garis tengah kemudian berbelok ke kiri dan kembali ke tengah setinggi mediastinum (T7) kemudian berdeviasi ke kiri ketika melewati hiatus diafragma. Lengkunganesof agus dilihat dari sisi anteroposterior mengikuti lengkungan dari vertebra torakal. Perkembangan esophagus dimulai pada minggu keempat pembuahan, dimana pada minggu tersebut terbentuk suatu diverticulum laringotrakea pada bagian ventral dari foregut. Divertikulum tersebut terus berkembang ke arah kaudal kemudian akan dipisahkan dari tabung laringotrakea oleh septum trakeoesofageal. Rekanalisasi dari tabung esophagus ini terus berkembang sampai minggu ke delapan. Pada esofagus normal terdapat 3 penyempitan yaitu pada pertemuan antara faring dan esofagus (Cervikal 6 atau 15 cm dari incisivus atas), pada persilangan arkus aorta dan bronkus kiri (Torakal 4-5 atau setinggi 25 cm dari incisivus atas) dan pada hiatus diafragma (Torakal 10 atau 40 cm dari incisivus atas. Lumen esofagus mempunyai diameter yang berbeda pada tiap-tiap lokasi serta mempunyai kemampuan elastisitas yang tinggi. Ukuran diameter lumen esofagus pada masing-masing penyempitan.

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

Diameter Lumen Esofagus Lokasi Krikofaring Arkus aorta Bronkus kiri Diafragma Diameter Transversa (mm) 23 24 23 23 Diameter AP (mm) 17 19 17 23

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam ke luar yaitu lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa. Pada lapisan mukosa terdapat epitel gepeng bertingkat tidak berkeratin, lapisan submukosa terdapat serabut kolagen yang tebal dan serabut elastin serta kelenjer mukus dan plexus Meissner. Lapisan otot terdiri dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas esofagus terdapat otot lurik dan sepertiga bawah terdapat otot polos, sedangkan sepertiga tengah terdapat campuran otot polos dan otot lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler sedangkan bagian luar mempunyai serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian bawah esofagus menebal membentuk spingter kardia. Plexus Myentericus Auerbach terdapat di antara kedua lapisan otot ini. Esofagus diperdarahi oleh cabang tiroidea inferior dari trunkus tiroservikalis, dari aorta t orakalis desenden, cabang gastrikus sinistra dari arteri celiac dan dari cabang phrenikus inferior sinistra dari aorta abdominal. Esofagus dipersarafi oleh serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus dan serabut simpatis dari trunkus simpatikus.Aliran limfe dari esofagus segmen servikal, torakal dan abdominal, masuk ke kelenjer servikal dalam, kelenjer mediastinum posterior dan kelenjer gastrikus. Fisiologi Esofagus Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan, juga dalam proses menelan. Terdapat 3 fase proses menelan yaitu fase oral (bucal), fase faringeal dan fase esophageal. Pada fase oral, makanan yang masuk ke dalam mulut dikunyah, dilubrikasi oleh saliva dan dirubah menjadi bolus kemudian didorong masuk ke faring dengan bantuan elevasi lidah ke palatum. Fase faringeal dimulai bila bolus makanan ini telah berkontak dengan mukosa faring. Adanya reflek akan mendorong bolus memasuki orofaring, laringofaring dan terus ke esofagus. Pada saat ini hubungan ke nasofaring, rongga mulut dan laring akan tertutup. Setelah makanan masuk ke esofagus, spingter atas esofagus akan tertutup dan dengan gerakan peristaltik akan mendorong bolus makanan ke bawah. Sebelum peristaltik ini sampai di bagian bawah esofagus, spingter bawah akan berelaksasi sehingga dapat menyebabkan lewatnya cairan ke lambung. Gerakan peristaltik pada bagian bawah esofagus akan mendorong bolus makanan ke lambung kemudian menutup spingter bawah esofagus, fase ini disebut fase esofageal. Spingter atas esofagus berfungsi

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

10

dalam proses menelan sedangkan spingter bawah berfungsi mencegah terjadinya refluks cairan lambung ke esofagus. ESOFAGITIS Definisi Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi secara akut maupun kronik (Widayarti Sudiarto, 1994). Esofagitis kronik adalah peradangan yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kinia yang bersifat korosif,, misalnya berupa asam kuat, basa kuat dan zat organik. Contoh-contoh tersebut dapat merusak esofagus jika diminum atau ditelan dan apabila diserap oleh darah hanya akan menyebabkan keracunan saja. Klasifikasi Esofagitis a. Esofagitis Peptik (Refluks) Esofagitis peptik merupakan suatu keadaan dimana mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan lambung atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam pepsin atau cairan empedu. Etiologi Refluks cairan lambung atau duodenum

Gejala Klinis Rasa terbakar didada (heartburn) nyeri nyeri di daerah ulu hati, rasa mual. Patofisiologi Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik) Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh kontak berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang mengandung pepsin ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini menunjukkan esofagitis peptik. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Esofagoskopi : Tidak didapatkan kelainan yang jelas (blackstone), ciri khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai dari daerah perbatasan esofagus gaster (garis) ke proksimal daerah esofagus.

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

11

Penatalaksanaan Pengobatan untuk esofagitis refluks antasida dengan atau tanpa antagonis H2, receptor. Tindakan pembedahan untuk menghilangkan refluks hanya dilakukan pada mereka dengan gejala refluks menetap walaupun telah memberikan pengobatan optimal. b. Esofagitis Refluks Basa Esofagitis Refliks Basa yaitu terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus, misalnya pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi atau esofagojejenostomi. Etiologi Esofagitis refluks basa : disebabkan oleh adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklorid yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus.

Gejala Klinis Rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi kadang-kadang terjadi hematemesis berat. Patofisiologi Esofagitis Refluks Basa Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklond yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi esofagitis basa. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologi : Kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada keadaan pasca operasi. Pemeriksaan Endoskopi : Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif, eksudat dan pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis Penatalaksanaan Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan, apabila penyakit ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya. c. Esofagitis Infeksi Esofagitis infeksi di bagi lagi menjadi: Esofagitis Candida
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 12

Esofagitis Candida terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus, metabolisme hidrat arang terutama proses menua. Etiologi Gangguan sistem kekebalan, motilitas esofagus, gangguan metabolisme hidrat arang terutama pada proses menua. Gejala Klinis Disfagia, adinofagia. Pada beberapa penderita mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan ke lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau terasa disepanjang vertebra torakalis, sinistra. Patofisiologi Esofagitis Candida Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada keadaan lebih berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila infestasi jamur masuk ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah, tukak yang kecil makin besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi esofagitis Kandida (Moniliasis). Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Endoskopi : Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan selaput tebal dan berwarna putih seperti susu kental tersebar di seluruh esofagus, terutama pada 2/3 distal. Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160 Pengobatan Nystatin 200.000 unit diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang dimakan setiap 2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan standar, cukup efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten terhadap Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap hari dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obatobat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole, Amphotericine dan Miconazole. Esofagitis Herpes Esofagitis Herpes disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks. Etiologi Infeksi virus herpes zoater.
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 13

Gejala Kinis Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain. Patofisiologi Esofagitis Herpes Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang lama dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan penyakit stadium terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa popula atau vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya menjadi tukak yang besar. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan klinik : Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit. Pemeriksaan Endoskopi : Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat. Pemeriksaan Radiologi : Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik. Penatalaksanaan Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi lokal diberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam. Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan dan Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah kejadian atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang. d. Esofagitis yang Disebabkan oleh Bahan Kimia Esofagitis yang di sebabkan oleh bahan kimia terbagi menjadi: Esofagitis Korosif Esofagitis korosif terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri. Etiologi Disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asamkuat, basa kuat dan zat organik (cair, pasta, bubuk dan zat padat). Bahan alkali (detergent / NaOH murni).
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 14

Gejala Klinis Gejala yang sering timbul adalah disfagi (kesulitan menelan), odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal. Patofisiologi Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis. Esofagitis Karena Obat. Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditelan dan tertahan di esofagus yang kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi. Gejala Klinis Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus, disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini. Patofisiologi Esofagitis Karena Obat RL atau kapsul yang ditelan kemudian tertahan di esofagus mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan lumen esofagus oleh desakan organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena peradangan, tumor atau akalasia, menelan pil dalam posisi tidur dapat menyebabkan esofagitis karena obat. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Esofagoskopi : Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan pseudomembran atau eksudat. Penatalaksanaan Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi esofagus dapat sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk minum obat dalam posisi tegak (tidak berbaring) dan disertai air yang cukup banyak.
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 15

DAFTAR PUSTAKA

Cummings CW, et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th Ed. Philadelphia: Mosby Inc;2005. Bailey BJ, et al. Head & Neck Surgery: Otolaryngology. 4th ed. Lippincot Williams & Wilkin;2006. Harrison TR, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Ed. McGrawHill;2008 Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS

16

Anda mungkin juga menyukai