Anda di halaman 1dari 3

Uji Organoleptik Susu

Menurut Maheswari (2004) warna susu yang normal adalah putih kekuningan.
Warna putih disebabkan karena refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-
butiran lemak, protein dan garam-garam didalam susu. Warna kekuningan
merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna normal
tersebut, kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan atau kehijauan.
Warna kebiruan kemungkinan diakibatkan adanya bakteri Bacilus cyanogenes atau
kemungkinan susu ditambah air. Warna kemerahan sering disebabkan adanya butir
eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah mengalami sakit, khususnya
Mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan merupakan refleksi kandungan
vitamin B kompleks yang relative tinggi. Pengujian organoleptic menunjukkan susu
berwarna putih normal hal ini menunjukkan susu berkualitas baik dan layak untuk
dikonsumsi. Uji organoleptic menunjukkan bau susu normal sehingga dapat
disimpulkan kualitas susu baik dan layak untuk dikonsumsi. Menurut Lukman (2009)
susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam-
asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam
karena adanya pertumbuhan mikroba dalam susu, atau bau lain yang menyimpan
akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Rasa susu agak
manis yang berarti susu dalam kondisi baik dan layak dikonsumsi. Adapun
kekentalan susu masuk dalam nilai sedang yang keadaannya tidak terlalu encer
maupun terlalu kental.

Uji didih atau pemasakan susu menunjukkan warna susu tetap berwarna
putih, dan aromanya lebih pekat dibandingkan sebelum dipanaskan, rasanya pun
berubah menjadi lebih hambar rasa manis yang sebelumnya terasa akibat
dipanaskan rasa manisnya berkurang atau menjadi hambar, setelah dipanaskan
konsistensi susu menjadi kental dan pada saat dimiringkan terdapat butir-butir putih
di dinding tabung hal ini menunjukkanbahwa kualitas susu kurang baik untuk
dikonsumsi. Sudarwanto (2005) menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri dapat
melakukan fermentasi pada susu sehingga merubah laktosa menjadi asam laktat
sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan, jika masih menyatu dan
homogen maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.

Uji Alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada
selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein.
Pada penambahan alcohol 70% ke dalam susu segar setelah dihomogenkan
terdapat butir-butir susu yang berarti hasilnya positif. Menurut Sudarwanto (2005)
susu terlihat positif pada penambahan 10 ml Alcohol 70%, yang menandakan
adanya kemungkinan susu yang positif pada uji alcohol dapat disebabkan oleh susu
mulai masam, terdapat kolustrum dan permulaan adanya mastitis.

Profil kulit telur bergantung pada jenis ayam dan jenis warna yang
disekresikan ada warna putih, coklat, dan biru. Warna putih kerabang memberikan
angka refleksi 5 dan coklat memberikan refleksi 4. Berdaasarkan pengamatan
Telura ayam A menunjukkan warna coklat muda dimana nilai refleksinya adalah 40
sedangkan telur ayam B menunjukkan warna coklat tua yang angka refleksinya
adalah 45.

Kebersihan kerabang A tergolong bersih, kelicinan kerabang agak kasar,


bentuk kerabang bulat, dan keutuhan kerabang utuh, Kebersihan kerabang B
tergolong bersih, kelicinan kerabang licin, bentuk kerabang lonjong dan keutuhan
kerabang utuh. Dari profil diatas dapat disimpulkan kualitaas telur ayam A maupun
B masih baik dan massih layak dikonsumsi.

Kesegaran telur dapat diuji dengan tekhnik peneropongan telur (Candling)


Metode peneropongan (candling) menggunakan sorotan sinar lampu dapat
dilihat bagian dalam isi telur seperti kantung hawa, kuning telur, keretakan pada
kuning telur, adanya bercak-bercak darah dan pertumbuhan embrio. Telur yang
akan diperiksa diarahkan ke sinar dari candler sambil diputar untuk melihat
kemungkinan adanya kelainan isi telur seperti tinggi kantung hawa, adanya
bercak dan kematian embrio yang menunjukkan warna hitam. Pengukuran
kantung udara dilakukan karena makin tua umur telur maka makin besar atau
tinggi kantung hawa. Dari hasil pengujian telur A memiliki ketinggian 1cm dan
telur B memiliki ketinggian 0,5 cm, dari kedua telur dapat disimpulkan telur B
lebih segar dibandingkan telur A.

Kesegeran telur juga dapat diuji dengan uji apung. Telur dimasukkan
kedalam wadah yang berisi campuran konsentrasi garam 10% dengan 100 ml
air. Perendaman dalam air garam menggunakan prinsip telur yang baru
dikeluarkan mempunyai kantung hawa relative kecil sehingga telur akan
tenggelam bila dimasukkan ke dalam larutan air garam 10% atau air biasa.
Dengan bertambahnya umur telur maka kantung hawa akan membesar dan
telur akan melayang sampai mengambang di permukaan larutan air garam
10%. Dari hasil pengamatan telur A mengapung dan telur B mengapung dapat
disimpulkan Telur B lebih segar dibandingkan telur A.

Indeks kuning telur dipengaruhi dari tingginya kuning telur. Umur telur
mempengaruhi elastisitas membrane vitelin yang menyebabkan kuning telur
melemah. Selain itu juga kekuatan dan elastisitas dan membrane vitalin
dipengaruhi oleh factor ukuran telur, temperature penyimpanan, ph putih telur
dan kekentalan putih telur (Heath, 1976). Melemahnya membrane vitelin dia
mati dengan mengukur indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 dan 0,50
dengan nilai rata-rata 0,42. Semakin bertambahnya umur telur indeks kuning
telur semakin menurun karena penambahan ukuran kuning telur sebagi akibat
perpndahan air. Dari pengamatan indeks telur A adalah 0,2750 dan indeks telur
B adalah 0,2736 dapat disimpulkan kedua telur dalam pengujian bukan telur
segar.
Indeks Albumen adalah perbandingan tinggi albumen dengan setengah
jumlah dari panjang dan lebar albumen dikalikan 100%. Menurut Buckle (1978)
indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai dengan 0,174. Apabila telur
disimpan semakin lama indeks albumen akan semakin kecil, ini disebabkan
karena putih telur semakin encer. Dari hasil pengukuran indeks Albumen telur A
adalah 0,55 dan indek Albumwn telur B adalah 0,56. Jika dilihat dari indeks
Albumen kedua telur masih segar dan layak untuk dikonsumsi.

Sudarmanto, Gunawan, 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS, Graha
Ilmu, Yogyakarta

Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Heath, J.L. 1976. Factors Affecting the Vitelline Membrane og Hens Egg. Poultry Sci. 55:936-
942.

Anda mungkin juga menyukai