Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

HERNIA INGUINALIS, HERNIOTOMY


RUANG OK RSUD LAWANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgikal

Oleh
RISYDA MARIFATUL KHOIROT
115070207111030
KELOMPOK 7 PSIK A REGULER 2011

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

HERNIA INGUINALIS

1. DEFINISI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia
terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia (R. Sjamsuhidayat, 2004)
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis
externa/medialis (Mansjoer A, dkk 2000).
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas
kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat
kongenital (Cecily L. Betz, 2004).
2. KLASIFIKASI
Menurut lokalisasi
1. Hernia Inguinalis
Indirek: batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran spermamasuk
ke dalam kanalis inguinalis
Direk: batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior
2. Hernia Diafragma
Hernia yang melalui diafragma
3. Hernia Umbilikal
Batang usus melewati cincin umbilical
4. Hernia Femoralis
Batang usus melewati femoral ke bawah ke dalam kanalis femoralis
5. Hernia Scrotalis
Batang usus yang masuk ke dalam kantong skrotum
Hernia insisi menurut sifatnya
1. Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengedan, dan masuk jika berbaring
atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala.
2. Hernia Ireponibel
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan
oleh perlekatan isi kantong pada peritoneal
3. Hernia Inkarserata/Hernia Strangulata
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/ terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut
3. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
a. Kongenital/cacat bawaan. Sejak kecil sudah ada, prosesnya terjadi intrauteri, berupa
kegagalan perkembangan
b. Herediter (kelainan dalam keturunan)
c. Umur (hernia dijumpai pda semua umur)
d. Jenis kelamin, Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
e. Didapat, seperti mengedan terlalu kuat, mengangkat barang-barang yang berat
f. Keadaan yang dapat menyebabkan tekanan intraabdominal di anatranya ;
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat
defekasi, dan mengejan pada saat miksi, hipertropi prostat
g. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka.
h. Kelemahan otot dinding perut
i. Anulus internus yang cukup lebar
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Benjolan pada regio iunginale, di atas ligamentum inguinal, yang mengecil bila
pasien berbaring.
2. Bila pasien mengejan atau batuk, mengangkat berat, maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
3. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan
mual.
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta
sakit diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Pada laki-laki isi henia dapat mengisi skrotum
(Sjamsuhidayat, 2004; Arif Mansjoer, 2000).
6. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pasien diperiksa dalam keadaan berdiri dan diminta untuk mengejan, Pada saat
pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan
di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Benjolan yang
terlihat di atas lipat paha menunjukkan hernia inguinalis, sedang di bawah lipat paha
menunjukkan hernia femoralis. Pada hernia yang telah terjadi incarserata atau
strangulasi maka disekitar hernia akan terlihat eritema dan udema
b. Auskultasi
Auskultasi pada hernia ditentukan oleh isi dari hernia, jika isi dari hernia adalah usus
maka akan terdengar peristaltik usus. Sedangkan jika isi hernia omentum tidak akan
terdengar apa-apa.
c. Palpasi
Pada palpasi akan teraba benjolan berbatas tegas, bisa lunak atau kenyal
tergantung dari isi hernia tersebut. Untuk membedakan hernia inguinalis lateralis dan
medialis dapat digunakan 3 cara:
1) Finger test
Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus.
2) Siemen test
Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbul di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
3) Tumb test
Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
4) Diapanoskopi
Untuk melihat apakah ada cairan atau tidak, dilakukan untuk membedakan
dengan hidrocele testis. Caranya dengan menyinari scrotum dengan senter yang
diletakkan di belakang scrotum.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang foto roentgen biasanya tidak diperlukan untuk
mendiagnosis hernia. Rontgen hanya diperlukan untuk hernia interna, misalnya hernia
diafragmatica. Sedangkan USG bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis massa
yang berada di dalam dinding abdomen atau untuk menyingkirkan diagnosis
bengkaknya testis.
Jika dicurigai adanya hernia strangulata, maka bisa dilakukan pemeriksaan
radiologik berupa:
a. Foto rontgen dada untuk menyingkirkan adanya gambaran udara bebas (sangat
jarang terjadi).
b. Foto abdomen PA dan posisi supine untuk mendiagnosis obstruksi VU untuk
mengidentifikasi daerah diluar rongga abdomen.
c. CT Scan atau USG bisa juga digunakan untuk penegakan dignosis:
- Spigelian atau hernia obturator
- Pada pasien dengan bentuk tubuh yang kurang baik.
7. PENATALAKSANAAN
Penanganan hernia ada dua macam:
1) Konservatif
a. Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam cavum
peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia
reponibilis dengan cara memakai dua tangan.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alcohol atau kinin di daerah
sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau
penyempitan sehingga isis hernia keluar dari cavum peritonii.
c. Sabuk Hernia
Diberikan pada pasien dengan hernia yang masih kecil dan menolak dilakukan
operasi. Bentuk kepala sabuk seperti kepala ular. Kepala sabuk ditempatkan
tepat di pintu hernia supaya menghalangi keluarnya organ intra abdomen.
2) Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada:
- Hernia reponibilis
- Hernia irreponibilis
- Hernia strangulasi
- Hernia incarserata
Tujuan operasi hernia:
- Reposisi isi hernia
- Menutup pintu hernia
- Mencegah residif dengan memperkuat dinding perut
a) Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b) Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong
hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c) Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus
dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
8. KOMPLIKASI
1) Terjadi pelekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi
hernia tidak dapat dimasuki kembali, keadaan ini disebut hernia irrepponsibilis. Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering
menyebabkan keadaan irreponsibel adalah omentum, karena mudah melekat pada
dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus
besar lebih sering menyebabkan irreponsibel dari pada usus halus.
2) Terjadi tekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk,
keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan
vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata.
3) Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah,
dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah
benjolan menjadi merah dan pasien menjadi gelisah (Arif Mansyoer, 2000).
HERNIOTOMY
MANAJEMEN PERIOPERATIF HERNIA INGUINALIS

PRE OPERASI
1. Anamnesa
Terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status perkawinan, dll. keluhan
saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi. riwayat penyakit yang sedang/ pernah
diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi. Alergi obat, obat yang sedang digunakan
Riwayat anestesi/ operasi sebelumnya, menjadi acuan dalam pertimbangan anestesi.
kebiasaan sehari-hari yang mempengaruhi anestesi, keadaan umum, dan sistem organ.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan dari kepala sampai ujung kaki, serta pemeriksaan syaraf
cranial untuk mengetahui adakah gangguan atau kelainan lain pada tubuh.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan secara rutin meliputi darah lengkap, urin (protein, reduksi, dan sedimen),
foto dada terutama (untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien berusia diatas
40 tahun). Elektrokardiografi pada anak, bronkospirometri pada pasien tumor paru, fungsi
hati pada pasien ikterus, fungsi ginjal pada pasien hipertensi/mengalami gangguan miksi.
4. Konsultasi dengan bagian medis lain
Lakukan konsultasi kepada bagian medis bila ditemukan adanya kelainan atau
gangguan dari sistem tubuh misalnya, penyakit dalam, neurologi, psikiatri, dll.
5. Klasifikasi Status Fisik (ASA)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien,American
Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas :
a. ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental
b. ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional.
c. ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi.
d. ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi.
e. ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
operasi.
f. ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
g. E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA di ikuti
huruf E (misalnya 1 E atau 2 E)
Pemilihan tehnik anestesi
Berdasarkan atas usia, status fisik, jenis pembedahan, keterampilan dan
pengalaman ahli bedah serta keterampilan dan pengalaman dokter dan perawat anestesi.
1. Indikasi anestesi umum
Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin dianestesi
umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti, pembedahan abdomen yang luas,
pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerlukan pengendalian pernafasan, serta penderita dengan gangguan mental.
2. Indikasi anestesi regional
Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi bedah
ekstremitas bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar rektumperineum.
Kontra indikasi absolut regional anestesi tidak boleh diberikan apabila pasien menolak,
infeksi pada tempat suntikan, hipovolema berat, syok, koagulopati atau mendapat terapi
antikoagulan, fasilitas resusitasi yang minim, kurang pengalaman atau tanpa didampingi
konsultan anestesia

Persiapan alat dan obat anestesi


1. Persiapan alat
1) Persiapan mesin anestesi antara lain, Canester yang berisi sodalime. 3
2) Persiapan alat-alat intubasi, Scope yang terdiri dari Stetoskop, laringo-scope. Pilih bilah
atau daun (blade) Tubes atau pipa trakea, pilih nomor sesuai usia Menjaga
agar airway atau jalan nafas tetap bebas Diperlukan juga tape atau plester untuk fiksasi
Connector, Suction Spuit 10 cc.
3) Alat-alat intravena line
2. Persiapan Obat
1) Obat Anestesi Intravena
Natrium tiopental : induksi anestesi umum., operasi/tindakan yang singkat, sedasi
anestesi regional, dan mengatasi kejang eklamsia atau epilepsi.
Propofol (diprivan 1%, fresofol 1%, recofol). obat anestesi umum yang bekerja
cepat, efek obatnya dicapai dalam waktu 30 detik.
Ketamin (ketalar, anesject). obat anestesi umum yang bekerja cepat.
Menyebabkan Perubahan kesadaran disertai analgesik kuat (anestesi disosiatif).
Midazolam (dormikum). obat induksi tidur jangka pendek untuk premedeksi,
induksi, dan pemeliharaan anestesi.
Diazepam (valium). sebagai ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, antikonvulsi dan
amnesia. diindikasikan untuk sedasi sebelum melakukan tindakan pengobatan utama
atau intervensi seperti kardioversi, kateterisasi jantung, endoscopi, prosedur radiologi,
bedah minor.
2) Obat anestesi Inhalasi
Obat anestesi dihirup bersama udara pernapasan kedalam paru-paru, masuk
kedalam darah dan sampai di jaringan otak dan mengakibatkan anestesia.
Gas anestesi (N2O gas gelak)
Obat Anestesi Inhalasi (volatile)
- Halotan
- Enfluran
- Isofluran
- Desfulran
- Sevofluran
Obat pelumpuh otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neromuskular sehingga menimbulkan
kelumpuhan pada otot rangka.
1) Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
- Pavulon (pankuronium bromida).
- Vekuronium (norkuron).
- Rokuronium (esmeron).
- Trakrium (atrakurium besilat).
2) Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin).
4) Obat Analgetik Narkotik
- Morfin.
- Pethidin.
- Fentanyl.
Analgetik nonnarkotik
- Ketorolak (Toradol, Remopain).
Obat Anestesi Regional
Bupivacaine 0,5% ( Marcaine 0,5% ), Lignocaine HCL, Prilocaine 5% Amethocaine
HCl, Procaine HCl, Mepivacaine HCl 4%
Obat Resuitasi
Obat Anticholinergik yaitu sulfas atropine Obat furosemid/Lasix
Persiapan pasien Sebelum hari operasi
Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi
lambung, karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif, pasien dewasa puasa 6-8 jam,
pada anak cukup 3-5 jam. Dan gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan (cincin, gelang,
kalung) dilepas serta bahan kosmetik (lipstik, cat kuku), di bersihkan sehingga tidak
mengganggu pemeriksaan.
Kosongkan juga kandung kemih dan bila peelu lakukan katerisasi, bersihkan lendir
dari saluran napas. Jangan lupa memberikan informed consent kepada keluarga dan
membuat izin pembedahan/anestesi secara tertulis. Sebelum pasien masuk kamar
operasi harus mengenakan pakaian khusus (diberi tanda dan label, terutama pada bayi).
Pemeriksaan tentang fisik pasien dapat diulangi di ruang operasi.3
Premedikasi
Premedikasi adalah penberian obat-obatan 1 atau 2 jam sebelum induksi secara
oral, intramuskular, intravena maupun perrektal. Adapun tujuan dari pemberian
premedikasi adalah, menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekuatiran,
memberikan ketenangan, membuat amnesia dan memberikan analgesi), juga untuk
memudahkan/memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari anestesi serta mengurangi
jumlah obat-obatan anestesi.
Adapun obat-obat yang dapat diberikan antara lain :
Sulfas atropin, 0,1 mg/kgBB
Diazepam per oral 10-15 mg untuk pereda kecemasan.
Pethidin 50 mg untuk mengurangi nyeri atau kesakitan.
Simethidin/ranithidin 150 mg untuk mengurangi ph asam cairan lambung,
Ondacetron, 2-4 mg untuk mengurangi mual-muntah pascabedah.
6. Penatalaksanaan Tindakan Anestesi Terhadap Pasien yang Menjalani Operasi
Hernioraphy pada HIL Inkarserata.
Berikan pre-oksigenisasi dengan oksigen 100% 2-3 liter selama 3-5 menit sebelum
induksi. Untuk Induksi dan intubasi di lakukan bila operator yaitu dokter bedah sudah siap.
Setelah induksi dan intubasi maka operasi dilakukan. Induksi dilakukan dengan
menggunakan penthotal 4 6 mg / kgBB atau propofol 2 2,5 mg / kgBB. Untuk inhalasi
diberikan nitrous oksida: oksigen dipakai 50:50 dengan konsentrasi volatile yang rendah.
Berikan pelumouh otot nondepolarisasi yaitu, atrakurium 0,3-0,6 mg/kgBB atau esmerron
0,6 mg/kgBB, bila pasien sudah rileks maka dapat lakukan intubasi.
Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk mencegah
aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien dengan lambung
penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat pengisap lendir dan pipa lambung.
Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau telentang dengan posisi kepala
lebih rendah. Awali dengan penberian 02 100% (praoksigenisasi) selama tiga sampai lima
menit kemudian berikan obat pelumpuh otot nondepolarisasi dosis (prekurarisasi).
Suntikan obat induksi cepat diberikan sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid
ditekan ke arah posterior (sellick manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot
depolarisasi diberikan. Setelah itu dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Bila pipa
endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff) segera dikembangkan.7

INTRA OPERASI
1) Monitoring Intraoperatif
Kontrol tekanan darah systole dan diastole tidak boleh naik diatas 20% baseline
atau turun 20% dibawah baseline, dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor
automatik atau dengan tensimeter manual. Monitoring pada nadi dapat dilakukan dengan,
tehnik palpasi (merasakan dengan tangan) dan dibantu dengan alat elektronika / pulse
oximetri dan juga stethoscope untuk mendengarkan detak jantung. Pernapasan dapat
dilihat pada monitor,bila ada gangguan dapat di pantau dengan pemasangan saturasi,
dapat dilakukan melalui suatu monitor dengan alat sensor yang dipasang pada jari utuk
melihat nadi dan saturasi oksigen. Monitoring Diuresis dilakukan untuk mengetahui
adanya kekurangan cairan atau gangguan pada ginjal. Monitoring pemberian cairan infus
perlu dilakukan agar pasien tidak mengalami kekurangan cairan akibat puasa maupun
pembedahan.7Monitoring suhu badan dengan menggunakan thermometer secara manual
atau dengan monitor outomatik.
2) Ekstubasi
Setelah operasi selesai, obat anestesi dihentikan pemberiannya. Berikan oksigen 4-
6 liter dalam waktu 5-15menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir. Bila perlu
berikan obat anticholinesterase (prostigmin 0,04 mg/kgbb) dan atropin 0,02 mg/kgbb. Jika
masih ada depresi nafas oleh narkotik-analgesik berikan Narkotik Antagonis (Nalolxone)
0,1-0,4 mg secara intravena. Ekstubasi dilakuakan saat pasien masih teranastesi/tidur
dalam, untuk mengurangi traumatis dan mencegah batuk. Dikerjakan bila nafas
spontannya adekuat, keadaan umumnya baik serta tidak ada resiko aspirasi pulmonal
dan tidak memerlukan intubasi awake atau rapid sequence induction.
POST OPERASI
Penatalaksanaan Pascaanestesi di recovery room.
Ruang pemulihan atau Recovery room (RR) disebut juga unit perawatan
pascaanestesi atau postanesthesia caru unit ( PACU ). Setelah operasi selesai pasien
dibawa ke ruang pemuluhan atau ke ruang rawat intensif bila ada indikasi. Di ruang
pemulihan dilakukan pemantauan atau monitor sampai pasien sadar betul. Yang harus di
monitor antara lain, keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,
sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dll.9
Awasi keadaan vital penderita secara saksama, periksa tekanan darah, frekuensi
nadi dan frekuensi pernapsan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit
pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Perbaiki defisit yang
masih ada (cairan, darah, nyeri, mualmuntah,menggigil karena hipotermia,dll). Seluruh
pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-
40% selama pemulihan.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat
dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi postoperatif menilai keadaan umum
sebelum pasien dipindahkan ke ruang perawatan, dapat dipakai aldrete score untuk orang
dewasa dan steward Score untuk anak dengan berbagai kriteria penilaian.
Nilai score yang normal 8 -10, pasien dapat di pindahkan ke ruang perawatan
ataupun pulang bila pasien rawat jalan, tetapi atas ijin dokter anestesi yang bertugas

MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. Pre operasi :
Pengkajian : ditujukan pada nyeri, ada tonjolan pembengkakan daerah inguinal, cemas,
tingkat pengetahuan pasien tentang hernia dan penanganannya. Pengkajian juga
ditujukan pada riwayat.
Diagnosa keperawatan : masalah keperawatan yang bisa muncul adalah gangguan
kenyamanan, kecemasan, kurang pengetahuan dan resiko tinggi terjadi infeksi.
Intervensi keperawatan (secara umum)
1) beri posisi kepala tempat tidur ditinggikan,
2) bila hernia turun/menonjol dimasukan kembali secara manual,
3) anjurkan menggunakan sabuk hernia,
4) beri analgesik sesuai advise,
5) hindari manuever yang bisa meningkatkan tekanan intra abdominal : batuk kronik,
angkat berat, mengedan secara kuat dan
6) anjurkan untuk kompres dingin pada daerah yang bengkak.

Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan hernia dengan
keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada saat berdiri, penurunan
toleransi terhadap aktifitas, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur.
Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil : Tidak merasa sakit, postur tubuh rileks, tidak mengeluh, mampu tidur atau
istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji dan catat karakteristik nyeri, gunakan skala nyeri dengan pasien, rentangkan
ketidaknyamanan dari 0-10, selidiki dan laporkan nyeri dengan tepat.
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses atau peritonitis.
Memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.
b. Demonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi seperti napas dalam.
Rasional : Dengan memfokuskan kepada perhatian tertentu, menurunkan ketegangan
otot, meningkatkan rasa memiliki dan kontrol atau menurunkan rasa kurang nyaman.
d. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan ketegangan abdomen yang bertambah dengan terlentang.
e. Dorong ambulasi dini.
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
f. Beri analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi lain
( Doengoes, 2000:511).
intra operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap luka,
peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Doengoes, 2000:
502).
Tujuan : Tidak terjadi infeksi, mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor
resiko dan aturan pengobatan individual.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, klien akan menunjukkan penyembuhan
dengan bukti tepi luka utuh, menyatu atau jaringan granulasi.
Intervensi :
a. Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi luka. Peningkatan pembengkakan dan
kemerahan, pemisahan luka, peningkatan atau drainase, purulen, peningkatan suhu
tubuh
Rasional : Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dan
aliran limfe dimanifestasikan dengan edema, kemerahan dan peningkatan drainase
penurunan epitelisasi ditandai dengan pemisahan luka, patogen yang bersikulasi
merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh.
b. Pantau penyembuhan luka
Rasional : Luka bedah dengan tepi disatukan oleh jahitan biasanya sembuh dengan
proses primer jaringan granulasi tak tampak dan jaringan pembentukan parut minimal.
c. Lakukan langkah untuk mencegah infeksi: cuci tangan sebelum dan sesudah
mengganti balutan, gunakan sarung tangan sampai luka tetutup
Rasional : Tindakan ini membantu mencegah masuknya mikro organisme kedalam luka
d. Ganti balutan atau perban sesuai aturan dengan menggunakan teknik aseptik.
Rasional : Perban atau balutan yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan
bakteri, dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi resiko kontaminasi bakteri.
e. Beritahu dokter jika luka tampak merah dan bernanah, pemisahan ujung luka, luka
sangat lembek, jumlah leuklosit diatas normal, ambil contoh luka untuk tes kultur dan
sensitifitas.
Rasional : Keadaan tersebut mengidentifikasi infeksi luka kultur mambantu
mengidentifikasi milkroorganisme yang menyebabkan infeksi sehingga ditentukan terapi
antibiotik yang tepat. Laboratorium tentang sensitifitas akan mengidentifikasi antibiotik
yang efektif melawan organisme tersebut.
f. Berikan antipiretik jika terdapat demam
Rasional : Antipiterik memperbaiki mekanisme termostatik dalam otak untuk mengatasi
demam.
g. Beri perawatan perineal dua kali sehari sesuai prosedur ketika kateter foley mulai
dipasang, setelah kateter di lepas laporkan masalah berkemih (terbakar, sakit, keluar
sedikit dorongan, sering dengan jumlah yang sedikit).
Rasional : Membersihakan bagian genital membantu mengurangi jumlah bakteri yang
lewat. Kerusakan saluran kencing dan infeksi adalah masalah utama yang berhubungan
dengan kateter menetap dalam kandung kemih.
b. Post operasi
Dihubungkan dengan pembedahan umum lainnya seperti masalah resiko tinggi infeksi,
masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan lukaoperasi, dan pendidikan
pasien untuk perencanaan pulang.
Hernia inguinalis lateralis reponibilis dilakuakn tindakan bedah elektif karena di takutkan
akan terjadi komlikasi yaitu Herniatomy dan Herniagrafi.
Bedah elektif adalah kanalis di buka, isi hernia di masukkan kantong di ikat dan di lakukan
bassiny plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernia inkarserata dan strangulasi dilakukan bedah darurat yaitu cincin hernia di cari dan
di potong usus dilihat apakah vital atau tidak bila vital dikembalikan ke rongga perut dan
bila tidak di lakukan reseksi usus dan Anastomisis.
Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
Tujuan : pasien mampu mobilisasi
Kriteria Hasil : -pasien mampu melakukan pergerakan secara bertahap
-pasien bisa beraktifitas mandiri
Rencana :
Beri motivasi & latihan pada pasien untuk beraktifitas
R/ : meningkatkan perasaan untuk beraktivitas
Ajarkan teknik mobilisasi di tmpat tidur
R/ : melatih menggerakan anggota tubuh
Anjurkan keluarga untuk memotivasi dan membantu melatih mobilisasi pasien
R/ : keluarga punya peran penting membantu pasien
Tingkatkan aktifitas secara bertahap
R/ : meningkatkan mobilitas pasien

Anda mungkin juga menyukai