Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TRAKSI

DI SUSUN OLEH :
NAMA : FRANKY RUMNGEVUR
NIM : 010 01 123
PRODI : S1 KEPERAWATAN

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AMANAH
MAKASSAR 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan RidhoNya kepada kami sehinggah kami dapat menyelesaikan
tugas SISTEM MOSKULOSKLETAL dengan judul asuhan keperawatan pada
pasien dengan traksi yang di berikan oleh dosen yang bertanggung jawab
terhadap mata kuliah ini sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Kami menyadari bahwa isi dalam tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan,oleh karena itu,segala saran baik masukan maupun kritikan
sangat kami harapkan. apabila saran, masukan dan kritikan tersebut sifatnya
dapat membangun dan sekaligus dapat melengkapi segalah kekurangan
yang ada pada tugas ini.

Dalam penyusunan tugas ini kami mendapat kendala dalam hal pencarian
data-data yang berhubungan dengan judul materi ini, namun masalah
tersebut dapat di atasi dengan baik, dengan adanya buku-buku dan media-
media yang memuat judul tugas ini sehingga kami sangat bersyukur dan
berterima kasih kepada buku-buku dan media-media yang memuat judul
tugas ini.
Makassar,10 Oktober 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .
B. Tujuan .
C. Rumusan masalah .
D. Metode penulisan .

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi traksi
B. Tujuan pemasangan traksi
C. Jenis jenis traksi
D. Prinsip prinsip traksi efektif
E. Komplikasi dan pencegahan

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
B. Diagnose Keperawatan
C. Intervensi
D. Evaluasi

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa tulang, femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga
reposisi tidak dapat di lakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya
tarikan kebagian tubuh. Traksi di gunakan untuk meminimalkan spasme otot,
untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan
patahan tulang. Untuk itu, traksi di perlukan untuk reposisi dan imobilisasi
patah tulang panjang. Traksi di gunakan untuk menahan kerangka pada
posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan
bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan pencegahan
komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi.

Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan pengunaan traksi dan


pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes,
dan perokok (Altman, 1999). Kadang traksi harus di pasang dengan arah
yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang di inginkan.
Indikasi traksi adalah pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan
lunak sudah rileks, berat yang di gunakan harus diganti untuk memperoleh
gaya tarikan yang di inginkan. Penjelasan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada klien traksi akan di bahas dalam makalah ini.

B. Tujuan makalah ini di susun bertujuan untuk


1. Memahami konsep dasar, pemasangan traksi.
2. Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan traksi.
3. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah system musculoskeletal
C. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, meliputi:
1. Konsep dasar traksi, terdiri dari defenisi, tujuan, jenis jenis traksi, prinsip
prinsip traksi efektif, komplikasi dan pencegahannya.
2. Asuhan keperawatan pada klien dengan traksi, terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi.

D. Metode penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan literature, dan
browsing dengan berbagai sumber buku dan website yang menjelaskan
mengenai traksi yang ada.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagia tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan,
mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah
ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi
diperlukan untuk reposisi dan imobilisasi pada tulang panjang.

B. Tujuan pemasangan traksi


Tujuan dari traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme
otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat
penyembuhan, untuk menjaga mereka imobilisasi sedang mereka bersatu.

C. Jenis jenis traksi


1. Traksi skeletas adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang
cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins
(kawat) ke dalam. Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang di
aplikasikan langsung ke skeleton melalui pins, wire atau buat yang telah
dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987;Styrcula, 1994a dan Osmond,
1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi
skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi
dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan
traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
2. Traksi kulit (skin traksi) adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plaster langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek (48 -72 jam). Traksi kulit
menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh
yang terkena melalui jaringan 7 lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999). Hal ini biasa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi
adhesive dan nonadhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical
(Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Di karenakan traksi kulit di
aplikasikan ke kulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan
kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987;Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4kg) (Taylor, 1987; Osmond,
1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang
pendek dan lebih sering manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi
serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan
(Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
3. Traksi manual merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat di
berikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins. Traksi ini
menujukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di
bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus
constant. Traksi manual di gunakan untuk mengurangi fraktur sederhana
sebelum aplikasi plester atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan
selama pemasangan traksi dan jika ada kebutuhan secara temporal
melepaskan berat traksi (Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).

D. Prinsip prinsip traksi efektif


Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontra traksi (gaya yang bekerja
dengan arah yang berlawan). Umumnya berat badan klien dan pengaturan
posisi tempat tidur mampu memberikan kontra traksi. Kontra traksi harus di
pertahankan agar traksi tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar
reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering di
gunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya di berikan sebagai
traksi intermitten.

Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut :


1. Traksi skelet tidak boleh putus.
2. Beban tidak boleh di ambil kecuali bila traksi di maksudkan intermitten.
3. Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika
traksi di pasang.
4. Tali tidak boleh macet.
5. Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur
atau lantai.
6. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur.

E. Komplikasi dan pencegahan


Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang
terpasang traksi adalah sebagai berikut :
1. Dekubitus, pencegahannya
1) Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan
intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2) Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misalnya
pelindung siku) sangat membantu perubaha posisi.
3) Konsultasikan pengunaan tempat tidur khusu untuk mencegah kerusakan
kulit.
4) Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan
dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.
2. Kongesti paru pneumonia, pencegahannya
1) Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
2) Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
3) Konsultasikan dengan dokter mengenai pengunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan data dasar menunjukkan klien
beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
4) Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu di berikan terapi sesuai
indikasi.
3. Konstipasi dan anoreksia, pencegahannya
1) Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas
gaster.
2) Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai pelunak
tinja, laksatif, supposituria, dan enema.
3) Kaji dan catat makanan yang di sukai klien dan masukkan dalam program
diet sesuai kebutuhan.
4. Stasis dan infeksi saluran kemih, pencegahannya
1) Pantau masukkan dan keluaran berkemih.
2) Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan
berkemih setiap 2 3 jam sekali.
3) Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan
dengan dokter untuk menanganinya.
5. Thrombosis vena profunda, pencegahannya
1) Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
2) Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
3) Pantau klien dari adanya tanda tanda thrombosis vena dalam dan
melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :
Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan terpasang
traksi.
Adanya tanda tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku klien
akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup lama.
Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.
Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.
Integritas kulit.
System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan, dekubitus.
System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.
System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan nafsu
makan (anoreksia).
System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.
System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan pada
kardiovaskuler.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda homa
positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan
adanya thrombosis vena dalam.

Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :

1. Status neurology.
2. Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
3. Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
4. Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
5. Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).
6. Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral
dingin).
7. Status nutrisi (anoreksia).
8. Nyeri.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan
dengan traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer
tidak efektif, pembedahan.
C. Intervensi keperawatan
1. Dx. Keperawatan : kurang pengetahuan mengenai program terapi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan klien mengenai program terapi bertambah.
kriteria hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukan
pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1. Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan dasar.
2. Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien mengetahui tujuan
pemasanngan traksi.
3. Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/ membuat pasien lebih
koperatif.
4. Dorong partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu dalam proses
kemandirian pasien.
2. Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan dan
alat traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukan penurunan ansietas.
Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan
perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1. Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/ membantu klien
untuk mengerti mengenai regimen terapi.
2. Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu
dilakukan. R/ membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
3. Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/ memantau
keadaan klien setelah dilakukan pemasangan traksi.
4. Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif. R/
membantu mengkaji tingkat ansietas klien.
5. Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/ support dan
dukungan akan mengurangi ansietas yang dialami klien.
6. Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama program
terapi.
3. Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menyebutkan peningkatan kenyamanan.
Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1. Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat.
R/ membantu posisi klien lebih nyaman.
2. Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3. Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas batas traksi. R/ membantu
dalam sirkulasi ke area traksi.
4. Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/ membantu
mencegah terjadi nya dekubitus.
5. Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam mengidentifikasikan
terjadinya gangguan komplikasi dan rencana perawatan selanjutnya.
4. Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting)
berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien
mampu melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat makan,
mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1. Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari hari, seperti makan, mandi,
dan berpakaian. R/ membantu klien dalam ADL.
2. Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk
memenuhi perawatan dirinya secara mandiri.
3. Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.
5. Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses
penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukkan mobilitas yang meningkat.
Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan. Menggunakan alat
bantu yang aman.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak
diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2. Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/ mencegah
terjadinya kaku otot dan sendi.
3. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam menentukkan
program terapi selanjutnya.
4. Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari komplikasi
akibat ketidaksejajaran.
6. Dx. Keperawatan : resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi integritas kulit.
Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu dalam
pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2. Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misalnya
pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan sangat membantu
perubahan posisi.
3. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah kerusakan
kulit.
4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan
dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penangananya. R/ membantu
dalam intervensi dan penatalaksanaan lebih lanjut.

D. Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan
dan kriteria hasil.
1. Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman
terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam
rencana perawatan.
2. Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan
dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
3. Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4. Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan
toileting.
5. Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan,
menggunakan alat bantu yang aman.
6. Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau
tidak terjadi luka tekan lebih luas.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari
traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam
usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada
dua tipe utama traksi : traksi skeletal dan traksi kulit, dimaa didalam nya
terdapat sejumlah penanganan. Prinsip traksi adalah menarik tahanan yang
diaplikasikan pada bagia tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan
menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang
disebut dengan counter traksi.
B. Saran
Diharapkan setelah mempelajari konsep dasar dan asuhan keperawatan
traksi, mahasiswa/mahasiswi keperawatan dapat mengaplikasikan kedalam
tindakan secara baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan System Moskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai