Anda di halaman 1dari 2

Ada beberapa cara untuk mengetahui reliabilitas suatu tes, diantaranya adalah:

1. Metode bentuk paralel (equivalent)

Pendekatan reliabilitas bentuk paralel dilakukan dengan memberikan sekaligus dua bentuk tes yang paralel satu sama lain, kepada
sekelompok subjek (Azwar, 2011: 59). Sesuai dengan namanya, yaitu ekuivalen maka tes yang hendak diukur reliabilitasnya dibuat identik.
Setiap tampilannya, kecuali substansi item yang ada dapat berbeda. Kedua tes tersebut sebaiknya mempunyai karakteristik sama.
Karakteristik yang dimaksud termasuk, misalnya: mengukur variabel yang sama, mempunyai jumlah item sama, struktur sama, mempunyai
tingkat kesulitan sama dan mempunyai petunjuk, cara skoring dan interpretasi yang sama (Sukardi, 2013: 129). Berikut ini adalah langkah-
langkah melaksanakan tes reliabilitas secara ekuivalen:

Tentukan subjek sasaran yang hendak dites. Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut. Administrasikan hasilnya secara
baik. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan untuk yang kedua kalinya pada grup tersebut. Korelasikan kedua hasil tes
skor (Sukardi, 2013: 130).

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, atau koefisien reliabilitas

X = skor total soal seri A

Y = skor total soal seri B

N = jumlah responden

2. Split-half method

Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil-genap. Membelah atas item-item awal dan item-
item akhir yaitu separuh jumlah pada nomor-nomor awal dan separuh pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir
(Arikunto, 2012: 107-108). Rumus yag digunaan tetap memakai korelasi product moment,
Berbeda dengan metode pertama dan kedua yang setelah ditemukannya koefisien korelasi langsung ditafsirkan reliabilitasnya, maka dengan
metode ketiga ini tidak dapat demikian. Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan, baru diketahui reliabilitas separo tes.
Untuk mengetahui seluruh reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-Brown

Sebuah tes hasil belajar dikatakan reliabel apabila dua kali atau lebih pengujian menunjukan hasil yang stabil. Stabilitas ditunjukan oleh
korelasi antara skor yang diperoleh dari kedua pengujian (Purwanto, 2013: 156). Pelaksanaan metode ini adalah sebagai berikut:

Misalnya pada bulan November disajikan suatu bentuk tes misalnya tes PAI kepada peserta didik kelas X SMA.
Setelah beberapa waktu setelah tes pertama, misalnya saja pada bulan Desember tes PAI tersebut diteskan kembali kepada peserta
didik kelas X SMA.
Skor perolehan dari kedua tes tersebut kemudian dikorelasikan untuk mengestimasi reliabilitas tes (Surapranata, 2006: 93).

Jarak atau selang waktu antara tes pertama dengan tes kedua sebaiknya tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu jauh. Jika terlalu dekat,
hasilnya banyak dipengaruhi oleh ingatan peserta didik tentang jawaban yang diberikan pada saat pengukuran pertama. Sebaliknya, jika
selang waktu terlalu lama bisa terjadi adanya suatu perubahan pengetahuan dan pengalaman peserta tes sehingga hal ini dapat
mempengaruhi reliabilitasnya.

Note that a reliability coefficient does not provide any information about what is actually being measured by a test!

A reliability coefficient only indicates whether the attribute measured by the test whatever it isis being assessed in a consistent, precise
way.

Whether the test is actually assessing what it was designed to measure is addressed by an analysis of the test's validity.

TEST-RETEST

Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara ini kurang mengena karena
tercoba akan masih ingat akan butir-butir soalnya.

Metode pengujian reliabilitas test-retest digunakan pada saat ingin diketahui seberapa konsisten respon dari seorang
peserta tes di waktu yang berbeda (Crocker & Algina, 1986).
Alright, the next explanation is about the reliability coefficient, It is possible to quantify the reliability of
a test in the form of a reliability coefficient. secara sederhana, apa yang dimaksud the reliability
coefficient adalah tinggi rendahnya realibilitas yang secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka.
Realibilitas suatu tes pada umumnya dituliskan secara numerik dalam bentuk koefisien. Apabila
koefisiennya tinggi maka menunjukkan relibilitas yang tinggi, sebaliknya jika koefisiennya rendah maka
realibilitas tesnya juga rendah. Coefficient reliability ini digambarkan dengan angka between 0 and 1.00.

According to the book of Arthur, testing for language teachers page 31, this book said that the ideal
reliability coefficient is 1, which means indicating perfect reliability, and if the reliability coefficient is
zero, it means indicating no reliability. However, we cant expect to find a test with perfect reliability.
Biasanya we will see the reliability of a test as a decimal, for example seperti dihalaman 32, Lado (1961)
says that good vocabulary, structure and reading tests are usually in the 0.90 to 0.99 range. Nah jadi
angka decimal 0.90 or 0.99 itu yang dimaksud koefisien realibilitas.

Sampai disini, apakah ada pertanyaan?

Selanjutnya adalah methods to estimate reliability coefficients:

Untuk mendapatkan koefisien realibilitas, the requirement is to have two sets of scores for comparison.
Jadi untuk melihat konsistensi atau reabilitas suatu tes, kita memerlukan dua tests sebagai
perbandingan.

Metode pertama adalah test-retest method.

1. The subjects take the same test twice. Pada metode ini, subject diberikan ujian dengan suatu soal
yang kemudian diujikan kembali soal tersebut pada subject atau kelompok atau siswa-siswa yang
sama tetapi pada waktu yang berbeda. Pengetes hanya memiliki satu seri tes atau soal tetapi
dicobakan dua kali. Kemudian hasil dari kedua tes tersebut dihitung korelasinya. Kelemahan dari
metode ini adalah masalah waktu, if the second administration of the test is too soon after the
first, the subjects are likely to recall items and making the same responses, maka reabilitasnya
juga akan berdampak tinggi tetapi tidak benar. Sedangkan jika jarak antara test pertama dan
kedua terlalu lama, maka kemungkinan besar berdampak pada koefisien reabilitas menjadi lebih
kecil.

2. Metode kedua adalah Split half method. The subject take the test only once, but each subject is
given two scores. Soal di uji cobakan kepada peserta didik dan hasilnya dibelah atau dibagi
menjadi dua, yaitu misalnya bagian angka genap dan bagian angka ganjil. Dalam hal ini, jumlah
butir soal harus genap. Misalkan ada 50 soal, kemudian di bagi dua, menjadi 25 untuk masing-
masing. One score is for one half of the test, the second score is for the other half. Kemudian, kita
hitung score masing-masing dua test tadi seperti test ini di lakukan dua kali, kan dibagi dua
tadi.kedua skor hasil bagian/belahan dikorelasikan dengan rumus.

Untuk memudahkan, contohnya bisa dilihat di appendix 1 pada halaman 158 Arthurs book.

Nah di table 1 itu, soal yang diujikan ke student sudah di bagi, bisa dilihat di score on one part
and score on other part.

Anda mungkin juga menyukai