Indikator POLA ASUH ORANG TUA
Indikator POLA ASUH ORANG TUA
Daftar Pustaka:
Anisa, Siti. 2005. Kontribusi Pola Asuh Orang tua terhadap Kemandirian Siswa Kelas II
SMA Negeri 1 Balapulang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2004/2005 . Skripsi.
Universitas Negeri Semarang. http://etd.eprints.ums.ac.id (diakses pada tanggal 14
Agustus 2011 pukul 16.15)
Anonim. Pola Asuh Orang Tua. http://www.Dep.Dik.Nas/Go.Id (diakses pada tanggal 14
Agustus 2011 pukul 15.43)
Atkinson, Rita et.al. Pengantar Psikologi Edisi Kesebelas. Batam : Interaksara
Gunarsa, Singgih. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Menurut Edwards (2006), pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku,
diktator dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak
alasan. Dalam pola asuh ini biasa ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan-
aturan tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan di balik
aturan tersebut.
Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya
bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa yang
diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua maka tidak
akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak
segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi dalam
komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik
dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Orang tua mungkin berpendapat bahwa anak memang harus mengikuti aturan
yang ditetapkannya. Apa pun peraturan yang ditetapkan orang tua semata-mata demi
kebaikan anak. Orang tua tak mau repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku
seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek (Marfuah,2010).
Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, seperti ia merasa tidak
bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, tidak mampu
menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving-nya buruk), kemampuan
komunikasinya buruk, kurang berkembangnya rasa sosial, tidak timbul kreatif dan
keberanianya untuk mengambil keputusan atau berinisiatif, gemar menetang, suka
melanggar norma, kepribadian lemah dan menarik diri. Anak yang hidup dalam suasana
keluarga yang otoriter akan menghambat kepribadian dan kedewasaannya
(Marfuah,2010).
Menurut Edwards (2006), Seharusnya orang tua mengajari anak-anak mereka dengan
empat cara:
1. Memberi contoh. Cara utama untuk mengajari remaja adalah melalui contoh.
Remaja sering kali mudah menyerap apa yang kita lakukan disbanding dengan
apa yang kita katakana. Jika kita mengatakan untuk berbicara dengan sopan
kepada orang lain, tetapi kita masih berbicara kasar kepada mereka, kita telah
menyangkal diri kita sendiri. Perbuatan lebih berpengaruh dibandingkan dengan
kata-kata.
2. Respon positif. Cara kedua untuk mengajari remaja adalah melalui respon positif
mengenai sikap mereka. Jika kita mengatakan kepada remaja betapa orang tua
menghargai mereka karena telah mengikuti nasehat orang tua, mereka akan
mengulangi sikap tersebut.
3. Tidak ada respons. Orang tua juga mengajari remaja dengan cara mengabaikan
sikap. Sikap-sikap yang tidak direspon pada akhirnya cenderung tidak diulangi.
Dengan kata lain, mengabaikan perilaku tertentu bisa jadi mengulani perilaku
tersebut, khususnya jika perilaku-perilaku tersebut bersifat mengganggu.
AAA