Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MODIFIKASI PERILAKU

“KONSEP SELF-CONTROL”

OLEH :

NADHIFAH ELFITASARI 16010664004

NI KADEK SRI HARTA DVIKARYANI 16010664014

MIFTA HAYU ALIZYA 16010664022

ACHMAD MOCHAMMAD 16010664036

SALMA WIDYANINGSIH 16010664064

KELAS 2016 B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari hampir seluruh kegiatan yang dilakukan


dipengaruhi oleh self-control. Tingkah laku individu ditentukan oleh dua variabel yakni
variabel internal dan variabel eksternal. Sekuat apapun stimulus dan penguat eksternal, perilaku
individu masih bisa dirubah melalui proses kontrol diri (Skinner dalam Alwisol, 2009). Artinya
meskipun kondisi eksternal sangat mempengaruhi, dengan kemampuan kontrol diri individu
dapat memilih perilaku mana yang akan ditampilkan. Di saat kita marah namun kita lebih
memilih untuk bersabar dan berbicara dengan nada tenang, atau ketika kita memilih untuk
berhenti melakukan suatu kebiasaan karena dampak yang ditimbulkan, hal-hal tersebut
merupakan salah satu contoh dari adanya self-control yang dilakukan oleh individu.

Self-control merupakan tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Self- control
terjadi ketika seseorang atau individu mencoba untuk mengubah cara bagaimana seharusnya
individu tersebut berpikir, merasa, atau berperilaku (Muraven & Baumeister, 2000). Self-
control merupakan kenderungan individu untuk mempertimbangkan berbagai konsekuensi
untuk perilaku tertentu (Wolfe & Higgins, 2008). Dijelaskan kembali bahwa self-control adalah
kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika
dihadapkan dengan godaan-godaan (Hofmann, Baumeister, Förster, & Vohs, 2012). Sehingga
kesimpulannya self control merupakan sebuah kontrol yang dilakukan individu untuk
mempertimbangkan berbagai konsekuensi, menahan dan mengarahkan suatu hal ke arah yang
lebih baik. Ada banyak contoh yang menunjukkan berbagai permasalahan yang sering muncul
dalam kehidupan ini banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam
mengendalikan diri, seperti tawuran antar pelajar, mengambil hak milik orang lain (mencuri,
merampok, korupsi), tidak dapat mengatur dirinya dan tidak mampu mengetahui sesuatu yang
seharusnya dilakukan oleh diri individu .

Self control self control juga sangat diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam
pelanggaran norma keluarga, sekolah dan masyarakat. Individu yang memiliki kontrol diri
yang rendah kemungkinan besar akan melakukan pelanggaran norma-norma seperti contoh
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Rendahnya self control individu ini dipegaruhi oleh
berbagai faktor/ variabel, seperti gender, kepribadian, faktor luar seperti lingkungan, politik,
spiritual, dsb.
Self control sebenarnya juga merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para
psikolog dalam membantu individu yang mengalami masalah/ gangguan untuk memperbaiki
kondisi psikologis dan perilaku nya. Penggunaan metode self control ini bisa diterapkan pada
individu yang ingin lepas dari suatu kebiasaan yang merugikan, seperti pada individu yang
ingin berhenti dari kebiasaan merokok . Namun metode ini ternyata ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan agar hasil yang didapatkan bisa sesuai dengan tujuannya. Dalam
makalah ini kelompok kami akan menjabarkan materi mengenai self control, mulai dari
definisi, konsep-konsep, desain, hingga contoh penerapan nya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Self-Control

Kontrol diri merupakan salah satu kompentensi diri meliputi perilaku baik, konstruktif,
serta keharmonisan dengan individu lain yang harus dimiliki oleh setiap individu (Mulyani,
2016). Perilaku individu ditentukan oleh dua variabel, yaitu variabel eksternal dan internal.
Menurut Alwisol (2009, dalam Mulyani, 2016) perilaku individu masih dapat diubah melalui
proses kontrol diri, terlepas sekuat apapun faktor eksternal yang mempengaruhi. Hal ini berarti,
pengendalian diri individu memegang peranan untuk memilih perilaku mana yang akan
ditampilkan. Pusat dari konsep pengendalian diri adalah kemampuan untuk menghiraukan
tanggapan bati, serta menekankan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dengan
menahan diri dari tekanan yang menyimpang.

Menurut Santrock (1998, dalam Mulyani, 2016) kemampuan pengendalian diri


diperlukan oleh individu untuk mengontrol diri supaya tidak terlibat dalam perilaku yang
menyimpang dari norma. Self control yang berkembang dengan baik juga dapat membantu
individu untuk memilih perilaku mana yang baik sehingga individu dapat terhindar dari
perilaku yang menyimpang.

B. Jenis-jenis self control.

Menurut Lazarus (1976, dalam Mulyani 2016) terdapat tiga jenis self control, yaitu:

1. Over control.
Kontrol diri yang berlebihan yang dilakukan oleh individu sehingga individu terlalu
serung untuk menahan diri untuk melakukan reaksi terhadap rangsangan yang muncul.
Individu yang melakukan over control cenderung kesulitan dalam menunjukkan
ekspresinya dalam menghadapi kesulitan situasi yang dihadapi.
2. Under control.
Kecenderungan individu dalam mengekspresikan apa yang dirasakannya tanpa
perhitungan yang matang. Individu yang under control cenderung akan menjadi lepas
kendali dalam hal apapun yang mengakibatkan kesulitan untuk mengambil keputusan.
3. Appropriate control.
Kontrol individu dalam mengendalikan diri secara tepat. Kontrol diri ini akan
membantu individu dalam mengendalikan rangsangan sehingga dapat menghasilkan
dampak negatif lebih kecil serta membantu individu untuk mampu berhubungan dengan
lingkungan dan beradaptasi secara tepat.

C. Aspek-aspek self control.

Aspek self control dapat digunkan untuk mengukur self control individu. Terdapat tiga jenis
aspek self control, antara lain:

1. Behavioral control.
Kemampuan individu dalam mengendalkan diri pada suatu keadaan yang tidak
menyenangkan. Kemampuan mengontrol diri diperinci menjadi kemampuan
mengontrol pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi
perilaku (stimulus modifiability). Kemampuan mengontrol pelaksanaan adalah
kemampuan untuk mengendalikan situasi, sedangkan kemampuan memodifikasi
perilaku adalah kemampuan untuk mengetahui bagaiman dan kapan stimulus yang
tidak dikehendaki akan dihadapi.
2. Cognitive control.
Kemampuan individu dalam mengendalikan diri dalam mengolah informasi
kedalam suatu kerangka kognitif sebagai proses adaptasi psikologis dalam menghadapi
tantangan. Dengan informasi yang dimiliki individu mengenai keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi hal tersebut dengan berbagai
pertimbangan.
3. Decisional control.
Kemampuan individu dalam mengendalikan diri dengan cara memilih tindakan
berdasarkan sesuatu yang diyakini. Kontrol diri ini sangat berguna dalam menentukan
pilihan baik dengan kesempatan individu dalam memilih berbagai kemungkinan
tindakan.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi self control.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self control adalah faktor genetik dan faktor
lingkungan (Logue, 1995. dalam Mulyani, 2016). Faktor genetik yang dapat mempengaruhi
dalam pengendalian diri adalah usia. Self control berkembang seiring bertambahnya usia
individu. Pada anak-anak, perilaku cenderung bersifat impulsif dan lebih dapat mengendalikan
diri seiring pertambahan usia. Tetapi hal ini tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan
pengendalian diri pada orang dewasa. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan self control terutama adalah orang tua. Model pengasuhan orang tua mulai dari
cara merespon kegagalan anak, mengajarkan disiplin pada anak, cara orang tua
mengekspresikan amarah (dengan penuh emosi atau mampu menahan diri) adalah tahap awal
anak belajar untuk mengendalikan diri.

Self control sangat berperan dalam kehidupan individu agar individu tidak terlibat
dalam pelanggaran norma keluarga maupun norma masyarakat. Pelanggaran norma yang
muncul bisa dikarenakan oleh rendahnya self control dan sikap orang tua yang salah.

E. Desain dan Strategi Self-Control

Modifikasi perilaku digunakan untuk menangani salah satu permasalahan pengendalian diri
seseorang. Dengan pemberian modifikasi perilaku, maka tujuan individu untuk memunculkan
perilaku atau menghilangkan perilaku yang merugikan. Dalam modifikasi perilaku, terdapat
beberapa tahapan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Menspesifikasikan masalah dan menetapkan tujuan


Penspesifikasian masalah penetapan tujuan modifikasi perilaku digunakan sebagai
acuan untuk mengetahui perilaku yang akan diubah dan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan modifikasi perilaku. Penetapan beberapa tujuan modifikasi perilaku
dituliskan dalam bentuk kuantitatif. Tujuan yang ditetapkan ini menurut Mager (Martin.
G & Pear. J, 2015) merupakan pernyataan yang bersifat 'tidak tajam'. Pernyataan 'tidak
tajam' bisa saja dapat digunakan untuk mengidentifikasi tujuan modifikasi. Selanjutnya
untuk mengidentifikasi performa dilakukan penajaman kembali. Menurut Mager,
langkah-langkah yang dapat digunakan untuk melakukan proses penajaman adalah:
a. Menuliskan tujuan.
b. Membuat daftar hal yang ingin dikatakan atau dilakukan (sebagai bukti pencapaian
tujuan).
c. Pada kelompok individu dengan tujuan yang sama, dapat dilakukan pemilihan
individu yang telah memenuhi tujuan dan yang belum memenuhi tujuan.
d. Membuat daftar perilaku yang dapat membantu anda meraih produk tertentu.
2. Membuat komitmen untuk berubah
Membuat komitmen untuk berubah dapat membantu konsistensi dalam
melakakukan proses modifikasi perilaku. Komitmen untuk berubah berbentuk
pernyataan-pernyataan atau berupa tindakan-tindakan yang dapat menunjukan indikasi
pentingnya perubahan perilaku pada individu Perri & Richards (Martin. G & Pear. J,
2015).
Probabilitas tinggi keberhasilan mengubah perilaku mensyaratkan adanya tindakan-
tindakan untuk menjaga komitmen itu tetap kuat. Berikut langkah-langkah yang dapat
dilakukan:
a. Daftarlah semua manfaat yang akan diterima setelah mengubah perilaku.
b. Menyatakan komitmen ke publik.
c. Membuat catatan kecil di tempat-tempat yang sering dilihat sebagai pengingat.
d. Menyiapkan beberapa daftar pernyataan sebagai penguat dan mempertahankan
komitmen.
e. Merancang cara-cara untuk menghadapi godaan dalam menghadapi godaan.
3. Mengambil data dan menilai penyebab-penyebab masalah
Langkah selanjutnya yaitu, mengambil data terkait kemunculan perilaku yang
menunjukan masalah yang ingin diubah. Data yang diambil yaitu; kapan, dimana dan
seberapa sering permasalahan itu muncul. Catatan-catatan kecil atau penggunaan
program app di smartphone atau perantai lainnya yang dapat digenggam tangan, dapat
digunakan sebagai pencatat frekuensi perilaku yang muncul dalam sehari.
Menganalisis antesenden yang terdapat pada frekuensi masalah yang telah
direkam dan konsekuensi langsung yang mempertahankan permasalahan itu. Observasi
awal sangat penting sekali untuk menganalisis antensenden bagi perilaku yang tidak
diinginkan, konsekuensi langsung yang mempertahankan beberapa kondisi untuk tidak
dihilangkan, dan konsekuensi langsung atau ketiadaan bagi perilaku yang
dikembangkan. Informasi dan data yang didapat sangat berguna untuk langkah program
selanjutnya.
4. Merancang program
Dengan adanya antesenden tertentu, maka perilaku tertentu selalu memiliki
konsekuensi tertentu. Pengembangan masing-masing variabel ini menyediakan area
yang subur bagi penyeleksian teknik-teknik pengendalian diri.
a. Pengelolaan antensenden
Adapun kelas-kelas antesenden yang dapat mengatur perilaku, yaitu:
1) Instruksi
2) Modeling
3) Panduan fisik
4) Lingkungan sekitar
5) Orang lain
6) Waktu dalam sehari
7) Operasi motivasi
b. Mengelola perilaku
Dalam tahap ini, jika perilaku yang bermasalah cenderung sederhana seperti
mengucapkan kata-kata kotor, atau berjalan di kelas saat proses belajar
berlangsung, dapat diasatasi dengan antesenden dan konsekuensi. Tetapi ketika
perilaku lebih komplek maka terlebih dahulu dapat melakukan pemfokusan pada
perilaku itu sendiri.
c. Mengelola konsekuensi
Salah satu strategi untuk merekayasa kejadian-kejadian konsekuen adalah
mengeliminasi penguat tertentu yang tanpa sengaja sudah menguatkan perilaku
yang tidak diinginkan di situasi spesifik. Strategi kedua untuk merekayasa
konsekuensi adalah mencatat dan menggrafikan perikau target. Strategi ketiga
adalah menerima penguatan spesifik ketika perbaikan atau bahkan hanya bertahan
di program diperlihatkan ke publik.
5. Mencegah kembalinya perilaku bermasalah dan membuat pencapaian tujuan anda
bertahan lama
Fenomena kemundurun biasa terjadi pada saat individu sudah mencapai tujuan dari
modifikasi perilaku. Fenomena ini biasanya muncul ketika individu tersebut sudah
mendapat hasil yang diinginkan secara terus menerus. Akan tetapi perilaku tersebut bisa
saja tidak betahan lama dan cenderung kembali pada kondisi awal (Marlatt & Parks,
1982 pada**). Variabel antensenden, perilaku dan konsekuensi menjadi hal yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan ketika merancang program serta dapat digunakan
sebagai analisis penyebab-penyebab terjadinya kemunduran dan bagai mana
mencegahnya.
a. Penyebab kemunduran akibat antesenden
Salah satu strategi yang dapat digunakan sebagai pencegahan kemunduran
adalah dengan mengenali penyebab yang mungkin dan mengambil sejumlah
langkan untuk meminimkannya.
b. Penyebab kemunduran akibat spesifikasi respons
Kemunduran kadang terjadi akibat individu kurang memberikan perhatian yang
cukup kepada komponen respons program pengendalian diri yang telah dibuat.
Ada beberapa strategi tambahan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan hasil
program. Setiap strategi memiliki tiga faktor yang sama yaitu antesenden, respon perilaku dan
konsekuensi. Strategi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Melakukan langkah-langkah pengendalian diri lebih sering. Dengan menaikan


intensitas penggunaan teknik-teknik pengendalian diri, maka kemampuan pengendalian
diri akan menjadi lebih baik.
2. Menghadirkan sistem teman pendukung. Kehadiran orang lain yang mendukung
program mampu mencegah terjadinya kemunduran.
3. Strategi ketiga adalah dengan cara menandatangani kontrak perilaku denga orang
tertentu yang bersedia mendukung program pengendalian diri.

F. Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Sumber terjadinya self control atau pengendalian diri dalam kehidupan seseorang ada
dua yakni sumber internal yang berasal dari dalam diri dan sumber eksternal yang berasal dari
luar. Oleh sebab itu adanya teknik self control dapat diterapkan dalam kehidupan seseorang
yang memiliki masalah dan tidak dapat mengatur perilaku. Contohnya seperti memperbaiki
apa yang menurut seseorang tidak tepat dalam dirinya dalam mengahadapi suatu masalah.

Dalam hal ini, dapat dilihat contoh dari riset yang berkaitan dengan self-control. Yakni
hasil penelitian dari Meirina Ramdhani mahasiswi Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang tahun 2013. Penelitian ini berjudul “Penerapan teknik kontrol diri untuk mengurangi
konsumsi rokok pada kategori perokok ringan”. Adapun gambaran abstrak dari penelitian ini
sebagai berikut :

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan permasalahan utama para perokok aktif


yang mulai menyadari bahaya akibat rokok. Kesulitan untuk berhenti merokok berkaitan
dengan kemampuan individu untuk mengontrol dirinya (self-control). Tujuan dari penelitian
ini untuk mengembangkan teknik kontrol diri untuk mengurangi konsumsi rokok. Pendekatan
penelitian ini adalah rangkaian kasus (case series). Subjek berjumlah 4 orang perokok laki-laki
usia dewasa yang biasa merokok tidak lebih dari 10 batang per hari (kategori ringan). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa keempat subjek mengalami penurunan konsumsi rokok per
hari, yang dapat dilihat dari kondisi awal sebelum diberikan intervensi, kondisi pada proses
intervensi, kondisi setelah intervensi dihentikan dan tahap tindak lanjut.
Hal ini juga dapat dilihat dari penelitian Heriansyah dan Rahayu (2017) mahasiswi
bimbingan dan konseling universitas mulawarman. Penelitian ini berjudul “Teknik Self
Control Untuk Mengatasi Masalah Obesitas”. Adapun isi dari penelitian ini adalah,
mengurangi intensitas makan yang berlebihan agar tidak mengalami obesitas atau kelebihan
berat bedan. Untuk menerapkan teknik self control, peneliti menerapkan langkah-langkah
berdasarkan teori Martin dan Pear (2015). Hasil dari penelitian ini adalah subjek mampu
mengontrol pola makan dengan dasar komitmen yang kuat dari diri individu. Hal ini karena
individu merasa memiliki tujuan untuk menurunkan berat badan.

Contoh yang lain dalam kehidupan sehari-hari yakni :

1. Pengendalian diri emosi marah


2. Pengendalian diri terhadap godaan membolos
3. Pengendalian diri terhadap menyontek
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kontrol diri merupakan salah satu kompentensi diri meliputi perilaku baik, konstruktif,
serta keharmonisan dengan individu lain yang harus dimiliki oleh setiap individu. perilaku
individu masih dapat diubah melalui proses kontrol diri, terlepas sekuat apapun faktor eksternal
yang mempengaruhi. Hal ini berarti, pengendalian diri individu memegang peranan untuk
memilih perilaku mana yang akan ditampilkan. Pusat dari konsep pengendalian diri adalah
kemampuan untuk menghiraukan tanggapan bati, serta menekankan kecenderungan perilaku
yang tidak diinginkan dengan menahan diri dari tekanan yang menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiasari & Malihah, Z. (2018). Perilaku cyberbullying pada remaja dan kaitannya dengan
kontrol diri dan komunikasi orang tua. Jurnal Ilm. Kel. & Kons. 11(2), 145-156

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.

Baumeister, R. F., Muraven, M., & Tice, D. M. (2000). Ego depletion: A resource model of
volition, self-regulation, and controlled processing. Social Cognition, 18(2), 130– 150.

Heriansyah, M & Rahayu. S.M. (2017). Teknik self control untuk mengatasi masalah obesitas.
[versi elektronik]. Jurnal Bimbingan dan Konseling, 1(2). Diunduh dari
https://www.gci.or.id/assets/papers/jambore-konseling-3-2017-209.pdf.

Martin, G., & Pear, J. (2015). Modifikasi Perilaku: Makna dan penerapannya (edisi
kesepuluh). (Y. Santoso, penerjemah). Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyani. (2016). Bimbingan kelompok teknik modeling untuk meningkatkan self control.
Proposal penelitian, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Diunduh dari
http://repository.upi.edu/23487/5/S_PPB_1102451_Chapter2.pdf.

Ramdhani, Meirina. (2013). Penerapan teknik kontrol diri untuk mengurangi konsumsi rokok
pada kategori perokok ringan. [versi elektronik]. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi,
1(3). Diunduh dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/view/1691.

Wolfe, S. E., & Higgins, G. E. (2008). Self-control and perceived behavioral control: an
examination of college student drinking. psychology in criminal justice, 4(1).115-117.

Anda mungkin juga menyukai