Anda di halaman 1dari 20

Karsinoma Parotis

Gabriel Enrico Pangarian


102010208

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061


Email: gabriel.enrico24@gmail.com

Pendahuluan
Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula
dan sublingual. Kelenjar saliva minor berjumlah ratusan dan terletak dirongga mulut. Kelenjar
parotis merupakan salah satu kelenjar liur terbesar yang terdiri dari 2 lobus. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar eksokrin yang terdiri dari ductus dan aciner. Dapat terjadi banyak kelaninan
berupa radang, batu serta tumor baik yang bersifat jinak maupun ganas. Salah satunya adalah
tumor ganas kelenjar liur.

Beberapa tumor ganas sering sulit dibedakan dari yang lain pada pewarnaan rutin
(hematoksilin-eosin). Hanya 20-25% dari tumor kelenjar parotis, 44-50% dari tumor kelenjar
submandibular dan > 70% dari tumor kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor yang
mengarah kepada suatu keganasan. Walaupun, 75-80% dari tumor kelenjar parotis berlokasi di
kelenjar parotis, umumnya kebanyakan berubah ke arah tumor ganas dengan perbandingan
40:10:1 untuk tumor ganas pada kelenjar parotis, kelenjar submandibular dan kelenjar
sublingual.Didalam makalah akan dibahas mengenai penyebab, ciri-ciri, terapi dan bagamana
cara mencegah terjadinya kanker parois dengan tujuan pembaca mengetahui ciri-ciri kanker
maupun radang kelenjar air liur dan limfe, jika ditemukan gejala-gejela kanker ataupun
peradangan parotis dapat segera dikenali dan diobati secepat mungkin dengan harapan penderita
kanker dan radang parotis semakin berkurang di Indonesia.
Anamnesis
1
Sebelum saya menjelaskan mengenai tindakan anamnesis apa saja yang harus saya
lakukan, terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan anamnesis atau
anamnesa. Anamnesa sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien, dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yakni segala hal yang diceritakan kepada pasien.1

Dan pada kasus ini, tindakan anamnesis yang dapat kita lakukan dalam kasus ini harus
memperhatikan kondisi pasien secara keseluruhan terlebih dahulu. Maksudnya, disini kita harus
melihat kondisi pasien apakah sadar sepenuhnya, atau kondisinya tidak sadarkan diri dan
sebagainya. Kalau dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anamnesis, maka
langsung dilakukan tindakan, untuk kemudian proses anamnesisnya dapat dilakukan setelahnya,
atau kepada orang lain yang dekat dengan pasien. Dan berdasarkan kasus, pasien adalah laki-laki
dewasa yang berusia 60 tahun, dan ke poliklinik dalam keadaan yang bisa dikatakan sadar
sepenuhnya, karena dapat menjelaskan keluhan yang dideritanya. Sehingga anamnesis yang
dapat dilakukan adalah anamnesis langsung terhadap pasien.1

Dalam anamnesis kasus ini, karena tidak ada diagnosis kerjanya, jadi anamnesis
didasarkan pada diagnosis banding atau differential diagnosis yang ada. Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah anamnesis langsung
terhadap pasien tersebut. Dan bentuk anamnesis yang pertama dilakukan adalah menanyakan
identitas pasien, misalnya nama pasien, tempat-tanggal lahir, agama, alamat, dan sebagainya.
Kemudian bagian dari anamnesis yang harus ditanyakan dan paling penting adalah keluan utama.
Keluhan utama penting, karena hal ini yang mendasari mengapa pasien datang berobat ke rumah
sakit atau pergi ke dokter, dan dapat juga menjadi acuan bagi kita sebagai seorang dokter dalam
menentukan diagnosis.1

Berikut percakapan dalam bentuk tanya jawab yang dapat ditanyakan kepada pasien,
dalam kasus seperti ini.

2
Identitas pasien
Keluhan utama
Ada keluhan apa bapak, sehingga datang kemari ?
Riwayat Penyakit Sekarang (Umum Garis besar)
Keluhan yang bapak alami, sudah berapa lama bapak rasakan atau bapak derita ?
(Akan dijawab sejak 6 bulan yang lalu)
Apakah bapak merasakan rasa nyeri pada benjolan yang bapak rasakan ? Jika
di jawab iya, tanyakan bagaimanakah intensitas dari rasa nyerinya. Apakah hilang
timbul, atau nyerinya terus menerus.
Bagaimana dengan perkembangan ukuran benjolan yang terdapat di bawah
telinga kanan bapak, apakah semakin membesar, atau ukuran tetap sama seperti 6
bulan yang lalu ?
Apakah benjolan yang bapak derita ini disertai dengan timbulnya demam ?
Apakah benjolan yang bapak rasakan, berpengaruh terhadap berat badan bapak ?
(Meningkat/stabil/menurun)
Apakah bapak merasa berdebar-debar ?
Apakah bapak merasa lebih banyak berkeringat, walaupun bapak tidak melakukan
aktifitas fisik seperti berolahraga ?
Apakah bapak merasakan tangan bapak gemetar ?
Apakah bapak merasakan adanya kelainan pada mata bapak, yakni penglihatan
kabur ?
Apakah bapak menjadi mudah gugup atau gelisah ?
Apakah ada penglihatan double ?
Apakah bapak merasa cepat lelah ?
Apakah leher merasakan adanya pembesaran pada leher bapak ?
Apakah ada keluhan lain, selain keluhan benjolan yang bapak sampaikan ? (Mata
kanan sulit untuk menutup secara sempurna)
Sudah sejak kapan mata bapak tidak dapat menutup sempurna ? (1 bulan yang
lalu)
Apakah sebelumnya bapak pernah mengalami kecelakaan atau benturan yang
cukup kerasa pada daerah mata bapak ? (Berkaitan dengan mata pasien yang tidak
dapat menutup sempurna)
Apakah ada rasa nyeri ketika bapak berusaha untuk menutup mata bapak ?
Apakah ada gangguan penglihatan, misalnya pandangan terlihat kabur, buram dan
sebagainya ?
Apakah bapak sebelumnya pernah mengonsumsi obat-obatan terkait dengan
keluhan bapak ?

3
Apakah ada keluhan lain selain keluhan-keluhan yang telah bapak sebutkan
sebelumnya, seperti pilek, batuk, diare, dan sebagainya ?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya bapak pernah pergi ke klinik atau rumah sakit, terkait dengan
keluhan yang sama, yang telah bapak sampaikan ?
Riwayat pribadi, riwayat sosial, dan sebagainya
Bagaimana dengan kebiasaan makan bapak, apakah bapak menerapkan kebiasaan
makan yang sehat ?
Bagaimanakah dengan aktivitas bapak sehari-hari ? (Tanyakan yang berkaitan
dengan pekerjaannya Apakah sering terkontaminasi dengan zat-zat yang
bersifat karsinogenik atau tidak)
Bagaimana ibu/bapak kesehatan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya ?
Apakah di keluarga bapak ada yang menderita hal yang sama ? (Riwayat penyakit
keluarga)

Pada intinya, sebagai seorang dokter anamnesis tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal
tersebut harus dilakukan, sebab hal tersebut dapat membantu kita dalam menegakkan diagnosis.
Kemudian yang, setelah kita menanyakan mengenai keluhan utama, kita dapat menanyakan
mengenai riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan juga riwayat pribadi, sosial,
dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa anamnesis merupakan sesuatu yang penting
sebelum kita memulai proses pemeriksaan fisik terhadap pasien. Berikut kita bisa melihat
gambar dari anamnesis.1

Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien datang berobat. Disini kita
melihat, meraba, mengetuk dan menggunakan stetoskop pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain:2

Pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, pernafasan, nadi, tekanan darah


Inspeksi
o Kesadaran pasien yang datang berobat
o Terlihat adanya benjolan pada bawah telinga
o Dilihat bila ada perubahan warna pada daerah yang benjol, atau bila ada lesi
lainnya

4
o Biasanya terlihat adanya pembengkakan pada bagian yang membengkak hingga
mandibular dan leher
o Adanya kekakuan pada wajah, biasanya kesulitan menggerakan wajah pada
bagian yang mmengalami benjolan
Palpasi
o 4S : site size shape - surface
o Adanya benjolan baik kenyal atau keras, konsistensinya, dan juga suhu
o Terabanya nyeri atau tidak dapat membedakan jenis dari benjolan tersebut
o Teraba bila ada pembengkakan wajah hingga leher. Dapat juga sampai ke
supraclavicular
o Raba benjolan apakah dia terfiksai pada dasar dan kulit atau tidak
Perkusi
o Tidak dilakukan

Auskultasi
o Hanya memeriksa bila ada keluhan pada badan

Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan
diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan radiologik (foto
polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)2

a. Pemeriksaan Histopatologik
1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk
diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat keakuratan
yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94% pada tumor
jinakBiopsi aspirasi jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar
58-98 % dengan spesifitas 71-88%. Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan
komplikasi yang minimal.Selain untuk menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan
ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi
preoperative.Keakuratan FNAb bergantung pada ketrampilan citopatologist.2

2. Bedah Diagnostik

5
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan enukleasi
massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor, terutama pada
adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk tumor parotis adalah
reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi
nervus fasialis.Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi
tumor yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis.Cara ini memeastikan batas
jaringan sehat yang adekuat disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus
tidak hanya bersifat diagnostic, tetapi juga kuatif.cara ini jarang dilakukan dan
biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi.
Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insis terbuka berguna dalam diagnostic
histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.2

b. Pemeriksaan Radiologi
Sialografi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air atau minyak
langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian anastesi topical pada
daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus yang
kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan dengan
menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan
untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar
2 cm kedalam duktus..Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk
kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar
submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis.Film biasa
sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak, seperti
batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras disuntikan secara lembut melalui
kateter kedalam kelenjar sampai penderita merasakan adanya tekanan tetapi tidak
melewati tititk ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik,
oblik, dan anteriposterior.Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan sedikit sari
buah lemon.Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang.Normal jika seluruh
media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam kelenjar 24
jam setelah test ini pasti abnormal

6
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut dalam air
dan lemak.Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan kontras yang paling
popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan gangguan kronis kelenjar parotis seperti
sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus seperti striktur.sialografi
tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari massa keganasan. Sialografi
merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan aKut kelenjar yang baru terjadi.3

c. CT-Scan

Gambar 1. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa berbatas tegas dalam kelenjar
parotis kiri, yang telah terbukti sebagai adenoma pleomorfik

Gambar 2. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kiri potongan axial leher

7
d. MRI

Gambar 3.Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher

CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan


luasnya.Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.3

Kelenjar Liur

Kelenjar parotis berlokasi di belakang mandibula di sebelah muskulus pterigoideus dan


melebar ke daerah praaurikular di bawah angulus mandibula.Ke arah medial kelenjar biasanya
melewati muskulus maseter dan ramus vertical mandibula.Kelenjar di bagi menjadi lobus
profunda dan superficial oleh nervus fasialis yang keluar dari foramen stylomastoideus.Tujuh

8
puluh pesen kelenjar parotis berada di superficial dari permukaan nervus fasialis,duktus
Stensen,duktus parotis,berasal dari duktus intralobular yang besar dan lewat dekat ramus bukalis
nervus fasialis.Lalu masuk rongga mulut dekat pada gigi molar II atas.4

Gambar 4. Kelenjar Parotis, Kelenjar Submandibula, Kelenjar sublingual

Kelenjar liur terdiri dari tiga pasang kelenjar besar dan ratusan kelenjar kecil di mukosa
mulut,terutama selaput lender palatum.Glandula parotidea menghasilakn liur serosa,kelenjar
submandibula menghasilkan cairan yang lebih kental (mukus).

Kelenjar parotis dan submandibula masing-masing mengalirkan sekretnya melalui


saluran tunggal dan panjang di mulut.Kelenjar sublingual mengeluarkan cairannya melalui
berbagai slauran halus yang pendek yang bermuara di kiri dan kanan frenulum lidah.

Kelainan pada kelenjar liur besar meliputi tumor jinak maupun ganas,batu di
duktus,infeksi bacteria maupun virus,dan berbagai gangguan autoimun yang jarang
ditemukan.Pada kelenjar mukosa ditemukan kisat retensi dan tumor.4

Fungsi utama kelenjar liur adalah :


1. Memelihara hygiene mulut dan gigi
2. Menyiapkan makanan pada waktu mengunyah, mengecap dan menelan
3. Permulaan dari fase awal pencernaan karbohidrat
4. Pengaturan tak langsung hidrasi tubuh4

Tumor Ganas parotis

9
Tumor ganas parotis, atau kelenjar ludah lainnya pada tingkat permulaan tidak mudah
dibedakan dari benjolan yang bersifat benigna. Kadang-kadang hasil keganasan ini hanya dapat
diketahui pada saat pemeriksaan potong beku atau pemeriksaan parafin. 5

Beberapa tanda-tanda yang mencurigakan akan keganasan parotis antara lain:

- Tumor keras dan berbatas tidak tegas


- Parese/paralise nervus fasialis
- Tumor yang ulseratif
- Tumor yang tumbuh cepat
- Tumor dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
- Tumor parotis dengan gambaran metistase di paru-paru.4,5

Gambaran histopatologi Ca Parotis

Tumor ganas parotis: Adeno ca parotis, adenocystic carcinoma


Tumor jinak parotis: adeno polymorphic atau mixed tumor, warthin tumor, adenoma
monomorphic5

Etiologi

Etiologi tumor parotis belum diketahui dengan pasti, dicurigai adanya keterlibatan
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor predisposisinya antara lain terapi radiasi,
terhirup debu silica ataupun nitrosamine. Konsumsi tembakau dan alcohol dikatakan memiliki
hubungan dengan peningkatan risiko tumor Warthin.Suatu penelitian menunjukkan bahwa virus
Epstein-Barr dapat menjadi penyebab.Namun, peran infeksi virus dalam patogenesis tumor
parotis masih belum jelas. Radiasi derajat rendah juga menjadi factor risiko.
Penelitian terhadap virus seperti Epstein Barr virus sebagai faktor etiologi kecuali untuk
karsinoma yang tidak berdiferensiasi, hal ini pun tidak berperan untuk infeksi virus sebagai
faktor patogenesis keganasan kelenjar saliva.6

Epidemiologi

Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar antara 3-
6% dari semua neoplasma kepala dan leher. Kelenjar parotis yang paling sering terkena yaitu
sekitar 80% lalu kelenjar submandibula yang lebih kurang 10-15% serta kelenjar sublingual dan

10
kelenjar liur minor lebih kurang 5%. Angka kejadian neoplasma maligna kelenjar parotis lebih
kurang 0,5% dari seluruh neoplasma.5

Neoplasma kelenjar liur biasa terjadi pada orang-orang yang berada di dekade ke 6.
Neoplasma benigna biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dan lebih sering terjadi pada
wanita sedangkan neolpasma maligna diatas 60 tahun dan tersebar merata pada wanita dan pria.
Neoplasma kelenjar liur lebih sering terjadi pada orang dengan ras Kaukasia.5

Gejala Klinis

Pada umumnya, karsinoma parotis tidak terasa adanya rasa sakit dan juga asymptomatic (80%
kasus), namun ada juga yang mengeluhkan adanya rasa sakit pada 30% pasien. Sakit tersebut
menandakan adanya invasi ke arah perineural yang dapat dijadikan sebagai penanda adanya
keganasan pada pasien yang mengalami tumor parotis.5

Sekiranya 20% pasien mengeluhkan adanya rasa kaku atau paralisis pada wajah yang
menandakan indikasi prognosis buruk karena sudah adanya metastasis ke nodus yang berdekatan
dengan nervus fasialis.

Trismus diindikasikan pada pasien yang tumornya sudah berinvasi kea rah temporomandibular.
Dysphagia juga dirasakan bila tumor sudah sangat dalam, dan juga adanya rasa sakit pada
telinga.5

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya tumor parotis didasarkan pada dua teori utama yaitu :

1 Teori Sel Cadangan, Yaitu merupakan teori yang paling banyak digunakan.Teori ini
menyatakan bahwa pertumbuhan sel sel tumor dipicu oleh pertumbuhan sel sel
cadangan (stem cell) yang berasal dari sistem duktus kelenjar parotis. Tipe tumor
bergantung pada tipe stemcell dan dari diferensiasi stem cell pada tahap transformasi
sel normal menjadi sel tumor. Stem cell dari duktus intrkalaris akan berkembang
menjadi karsinoma kistik adenoid dan karsinoma sel asinik. Stem cell dari duktus
ekskretoris akan berkembang menjadi karsinoma mukoepidermoid. karsinoma sel
skuamosa, dan karsinoma duktus salivaorius.7

11
2
Teori Multiseluler,menyatakan bahwa pembentukan sel sel tumor kelenjar ludah
berkembang dari diferensiasi sel sel unitnya. Sebagai contoh, karsinoma sel
skuamosa berkembang dari epitel duktus ekskretorius, dan karsinoma sel asinik
berkemban dari sel asini.7

Terapi Keganasan/Karsinoma parotis

Di RSCM/FKUI terapi untuk keganasan parotis yang bersifat rokar adarah parotidektomi
totalis dengan. pengangkatan atau preservasi saraf fasialis. Bila saraf terkena, saraf ini
seluruhnya atau sebagian di angangkatan saraf fasialis akan mengakibatkan kelumpuhan otot
wajah untuk selamanya. Bila kelenjar getah bening terkena metastase; kelenjar ini diangkat en
bloc bersama parotisnya. Dalam hal ini dilakukan deseksi leher radikal (radical neck dessection)
dan paroidektomi totalis; dengan atau tanpa pengankatan saraf fasialis. Radioterapi diberikan bila
tumor inoperabel atau tidak terangkat seluruhnya pada operasi. Pemberian khemoterapi pada
tumor ganas parotis lanjut hasilnya masih belum memuaskan.2

1. Operasi
Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis adalah melalui pembedahan.
Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi
superfisial atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilais.
Parotidektomi superfisial adalah tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar
parotis lobus superfisial. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor
dengan seluruh bagian kelenjar parotis. pada keadaan yang sudah lanjut dimana tumor
sudah meluas ke jaringan sekitar dilakukan parotidektomi radikal, yaitu pengangkatan
massa tumor dengan mandibulektomi, pemotongan kulit atau otot dan pemutusan
nervus fasilais. Insisi awal dibuat di preaurikularis.Insisi kemudian diperlebar kearah
posterior, kemudian secara bertahap ke inferior dan medial pada lekukan leher.
Untuk tumor ganas kelenjar parotis, parotidektomi total atau extended
parotidectomy biasanya dianjurkan. Invasi langsung pada saraf menghalangi
perlindungan bagian saraf tersebutdari keganasan.Harus dilakukan potongan beku
untuk menyingkirkan adanya invasi saraf, dan invasi ini selalu terjadi pada bagian
kranial.jika mungkin, dilakukan cangkok saraf pada waktu reseksi bedah.5

2. Radiasi

12
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan pembedahan, terapi
radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek menguntungkan jika digabungkan
dengan pembedahan yaitu meningkatkan hasil terapi.Selain itu berperan sebagai terapi
primer untuk tumor yang sudah tidak dapat direseksi.Ada tiga keadaan di mana terapi
radiasi merupakan indikasi, yaitu untuk tumor-tumor yang sudah tidak dapat direseksi;
untuk tumor-tumor yang kambuh pasca bedah; dan tumor derajat tinggi yang
dikhawatirkan kambuh pada tepi daerah operasi. Terapi radiasi juga merupakan
indiksasi untuk keganasan derajat rendah tetapi tepi daerah operasi masih menjadi
tanda tanya atau kurang adekuat. Radiasi telah terbukti dapat memberantas secara
permanen tumor-tumor yang tidak dapat lagi dilakukan pembedahan dan tumor yang
kambuh setelah pembedahan.5
3. Kemoterapi
Secara umum, tumor kelenjar liurberespon buruk terhadap kemoterapi, dan kemoterapi
adjuvan saat ini diindikasikan hanya untuk paliatif.Doxorubicin dan agen berbasis
platinum yang paling sering digunakan untuk menginduksi apoptosis dibandingkan
dengan obat doxorubicinyang berbasis menangkap sel tumor.Agen berbasisplatinum,
dalam kombinasi dengan mitoxantrone atau vinorelbine, juga efektif dalam
mengendalikan keganasan kelenjar liur yang berulang. Suatu bentuk baru dari
fluoropyrimidine 5-fluorouracil disebut meningkatkan aktivitas melawan sel-sel ganas
dan memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal yang telah terbukti ampuh
melawan kanker ganas kelenjar saliva, selain itu mempotensiasi efek radioterapi
denganaktivitas apoptosis yang meningkat.4,5

Penyulit pasca Operasi Parotis

Selain penyulit umum (perdarahan, infeksi, dsb.) ada beberapa komplikasi khusus pasca
parotidektomi.

1. Fistel liur. Ludah yang tidak kering dari luka operasi. Har ini dapat disebabkan masih
banaknya bagian kelenjar yang mengeluarkan ludah ke arah luka atau duktus stenosus
tersumbat. Balut tekan dapat membantu penyembuhan. Kadang-kadang radiasi
diperlukan untuk mempercepat fibrosis sehingga luka menutup. Fistel liur yag tidak
sembuh-sembuh sebaiknya deksplorasi.
2. Syndroma FreY.

13
Penderita mengalami berkeringat di daerah operasi sewaktu makan. Hal ini disebabkan
gangguan persarafan kulit karena regenerasi yang salah dari cabang saraf
auriculotemporalis yang terpotong. Keluhan biasanya tidak menganggu banyak. Dengan
penjelasan, penderita dapat menerima kelainan ini.
3. Parese/paralise saraf fasialis.
Manipulasi saraf fasialis meskipun tanpa memutus saraf, dapat.mengakibaikan parese
saraf fasialis yang sifatnya temporer. Parese ini dapat mengakibatkan keratitis, karena
mata sulit tertutup dengan baik. Pemotongan cabang saraf mengakibatkan paralise. otot
yang -bersangkutan. Grafting saraf dapat membantu untuk memulihkan persarafan wajah.
Hasilnya tidak selalu memuaskan.2,4

Pencegahan

Hindari faktor-faktor predisposisinya antara lain terapi radiasi, terhirup debu silica ataupun
nitrosamine, konsumsi tembakau (merokok), alcohol, kurangi terpapar radiasi matahari dan
selalu menjaga kebersihan.4

Prognosis

Prognosis dari kasus karsinoma parotis ini, sebetulnya tidak dapat ditentukan secara pasti.
Akan tetapi, prognosis dari kasus karsinoma ini biasanya akan mengarah ke arah yang buruk,
atau dubia et malam. Namun apabila mendapatkan penanganan, dan tindakan yang cepat, serta
tepat, ada kemungkinan prognosis diharapkan menjadi baik.2

Diagnosis banding

Parotitis epidemika

Radang pada kelenjar liur antara lain parotitis akut (sering disebut gondongan/Mumps),
parotitis supuratifa akut, dan sialadenitis kronik. Gondongan atau Parotitis adalah penyakit
karena infeksi virus mumps yang menyerang beberapa lokasi diantaranya kelenjar ludah di
bawah lidah, kelenjar ludah di bawah rahang dan dibawah telinga.6

14
Carcinoma Submandibular

Glandula submandibular termasuk salah satu dari kelenjar air liur utama, selain kelenjar parotis
dan kelenjar sublingual. Insidens terjadinya tumor pada submandibular sekiranya 50%,
dibandingkan kelenjar parotis yang mencapai 75-80% angka kejadian. Pada karsinoma
submandibular, memiliki etiologi dan bentuk morfologik yang sama dengan karsinoma parotis.
Hanya berbeda dengan angka kejadian dan juga posisi timbulnya tumor.

Pemeriksaan Fisik

Proses pemeriksaan fisik yang dilakukan tentunya adalah pemeriksaan fisik secara umum
dan juga pemeriksaan secara lokal, yang sudah saya jabarkan secara garis besar di halaman
sebelumnya. Berikut ini, akan saya jelaskan berdasarkan urutan pemeriksaan fisik secara lokal,
yang meliputi inspeksi, dan palpasi pada pasien penderita parotitis.

Pada inspeksi pasien dengan radang parotis, biasanya akan ditemukan adanya
pembengkakan pada kelenjar parotis, yang bermanifestasi berupa terbentuknya benjolan di
kelenjar parotis pasien; sementara pada proses palpasi pasien, biasanya akan ditemukan adanya
nyeri tekan pada pembengkakan tersebut; sementara perkusi dan auskultasi, biasanya diabaikan,
karena tidak terlalu membantu dalam menegakkan diagnosis terkait dengan keluhan pasien, akan
tetapi perkusi dan asukultasi tetap dapat dilakukan pada rongga thorax, atau abdomen, untuk
mengetahui, apakah pasien juga memiliki kelainan pada abdomen atau rongga thoraxnya.6

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan serologi dapat menggunakan complement fixation test, hemagglutination-


inhibition yang dideteksi adalah IgG pada stadium konvalesen.Pada pemeriksaan laboratorium
yang rutin kita dapat menemukan jumlah sel-sel darah putih menurun (leukositopenia), dan
mungkin terdapat limfositosis relatif, sel radang PMN dan bakteri dalam saliva, amilase serum
mungkin meningkat. Pada pemeriksaan sialografi menunjukkan pelebaran dari duktus perifer.1

Etiologi

15
Salah satu penyebab parotitis adalah mumps, golongan paramyxovirus yang terdiri dari
satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul lipoprotein.Parotitis supuratif akut
disebabkan oleh infeksi non virus yang sering timbul pada orang dewasa dengan keadaan lemah
dan dehidrasi yang dirawat di rumah sakit, contohnya pada keadaan pascabedah. Organisme
penyebab yang sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus beta hemolitikus, dan yang lebih jarang adalah organisme Gram negatif.2,6

Sialadenitis kronik disebabkan oleh faktor obstruktif maupun non obstruktif tapi biasanya
terdapat bersama sialolithiasis (batu kelenjar liur) yang rekurens, sumbat mukus, atau striktura,
dikenal sebagai sialodoektasis.6

Manifestasi Klinis

Parotitis supuratif akut bermanifestasi mendadak timbul rasa nyeri dan nyeri tekan pada
kelenjar dengan eritema pada kulit di atasnya. Kelenjar teraba keras, dan pada pemijatan akan
mengeluarkan cairan purulen dari duktus Stensen. Sialadenitis kronik ditandai dengan
pembesaran kelenjar liur berulang, disertai rasa nyeri, nyeri tekan dan sering terdapat pus pada
duktus. Kadang mungkin terdapat pembengkakan terbatas yang tumbuh lambat dalam periode
berbulan-bulan atau bertahun yang dapat menyerupai tumor. Juga terdapat penurunan fungsi
kelenjar liur (hiposialisa).2

Epidemiologi

Tidak ada epidemiologi yang jelas, terkait dengan epidemiologi dari parotitis ini. Tapi,
faktor resiko yang dapat memungkinkan terjadinya parotitis ini adalah orang lanjut usia, yang
hygiene mulutnya kurang baik, dan akibat pemasangan pipa lambung, kemudian pasca bedah
atau operasi dari kelenjar parotis sendiri.2

Patofisiologi

16
Pada bagian ini, saya akan coba menjelaskan proses peradangan. Peradangannya sendiri
muncul sebagai pembesaran kelenjar difus, atau nyeri tekan; dan respons peradangan yang
muncul itu terjadi setelah infeksi atau cedera jaringan, dimana peradangan dapat mendahului
suatu respons imun atau dicetuskan olehnya; kemudian terdapat dua stadium pada reaksi
peradangan akut, yakni vaskular, dan seluler.7

Pada stadium vascular peradangan, dimulai hampir segera setelah cedera atau ketika
terjadi infeksi atau terpanjan toksin, dimana arteriol di atau dekat tempat cedera mengalami
vasokonstriksi secara singkat, lalu vasodilatasi (relaksasi) berkepanjangan, kemudian konstriksi
singkat ini menarik sel endotel terposah dengan dinding arteriol, yang memungkinkan sel darah
putih bergerak dini ke tempat infeksi atau cedera; selanjutnya terjadi vasodilatasi yang terutama
disebabkan oleh degranulasi sel mast dan pelepasan perantara kimia; kemudian dilatasi arteriol
menyebabkan peningkatan tekanan cairan di kapiler-kapiler sebelah hilir, dan bersamaan dengan
itu, histamine, dan zat kimia lain akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sekita,
dan peningkatan permeabilitas kapiler disertai dengan tingginya aliran darah menyebabkan
peningkatan perpeindahan filtrate plasma ke dalam ruang intertitium, dan hal ini menyebabkan
pembengkakan dan edema ruang interstitium dan peningkatan viskositas darah yang tersisa
dalam kapiler; terkadang sel darah merah dapat bergerak menuju area sekitar sel yang terkena.7

Sementara pada stadium selular peradangan, dimana pada stadium ini dimulai setelah sel
darah putih dalam darah berpindah ke area cedera atau infeksi, kemudian sel darah putih dan
trombosit tertarik ke daerah tersebut oleh zat-zat kimia yang dihasilkan dari sel yang cedera, sel
mast, melalui pengaktidan komplemen, dan pembentukan sitokinin yang terjadi setelah antibody
berikatan dengan antigen; kemudian tertariknya sel darah putih ke area cedera disebut sebagai
kemotaksis, dan begitu berada di area tersebut, berbagai stimulant menyebabkan sel endotel
kapiler dan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesi
komplementer; kemudian sel darah putih melekat pada sel endotel, sehingga sel darah putih
bergerak ke perifer kapiler yang disebut dengan marginasi, dan proses ini ditandai dengan
terjadinya emigrasi sel darah putih sepanjang kapiler yang kemudian mengelilingi dan
memfagositosis sel yang rusak; trombosit yang memasuki area tersebut merangsang pembekuan
untuk mengisolasi infeksi, dan mengontrol pendarahan, dan sel-sel yang tertari ke daerah cedera,
akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan.7

17
Kemudian, nyeri tekan yang dirasakan oleh pasien sendiri, terjadi karena adanya proses
peradangan, kemudian nyeri tersebut timbul oleh karena nosiseptor atau reseptor nyeri menerima
rangsangan tekan, dan kemudian stimulus nyeri tersebut, berupa rangsangan tekan tersebut
disalurkan ke medulla spinalis oleh serabut A , dan melalui traktus neospinotalamus, dan traktus
paleospinotalamus, rangsangan nyeri tersebut akan menuju ke korteks somatosensorik, yang
akhirnya muncul, dan dapat dirasakan sebagai rasa sakit, atau rasa nyeri.7

Penatalaksanaan dan Pencegahan

Pada parotitis imunisasi dapat melindungi diri dari kemungkinan terjangkit parotitis.
Karena situasi yang mendesak, pengobatan yang segera dengan antibiotik iv diperlukan. Koreksi
dehidrasi, kompres hangat dan analgetik diberikan untuk menghilangkan gejala simtomatik, dan
higiene mulut baik harus diperhatikan. Jika terdapat infeksi melanjut, walaupun sudah dilakukan
penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin diperlukan. Terapi radiasi
dengan dosis total berkisar 400 sampai 600 rad dengan kecepatan 200 rad per hari digunakan
untuk mengurangi sekresi parotis dan juga menurunkan peradangan.2

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin yaitu orkitis, pankreatitis, tuli telinga perseptif, dan
meningoensefalitis.6

Prognosis

Prognosis dari kasus ini dapat dikatakan baik, apabila mendapat penangangan yang cepat,
dan tepat; namun tidak menutup kemungkinan prognosis menjadi buruk, apabila penanganan
kasus ini, tidak dilakukan dengan cepat dan tepat.6

Kesimpulan

18
Berdasarkan hasil penjelasan yang telah saya paparkan pada makalah ini, pasien yang
berusia 60 tahun yang datang dengan keluhan benjolan di bawah telinga kanannya, dan gangguan
untuk menutup mata secara sempurna, memiliki kemungkinan menderita karsinoma parotis,
parotitis epidemika; namun, jika dilihat dari keluhan-keluhan, dan hasil pemeriksaan fisik yang
telah dilakukan, besar kemungkinan, bahwa pasien menderita kelainan pada kelenjar parotisnya,
yakni karsinoma parotis, yang diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening sebagai akibat
respon imun tubuh, yang menganggap sel kanker merupakan sel yang tidak normal.

Daftar Pustaka

19
1. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis.Edisi 1. Jakarta : Bidang Penerbit Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14.
2. Sjamsuhidajat R,Jong Wim De.Buku ajar ilmu bedah.Edisi 2.Jakarta:EGC;2004.h.381-6.
3. Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2010.h.219-26.
4. Schwartz,Seymour I.Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.Jakarta:EGC;2002.h.257-9.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI; 2008.h.384-94.
6. Adams George L. Gangguan-gangguan kelenjar liur. Dalam: Adams GL, Boies LR,
Higler PH. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC;2004. h.305-9.
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi.Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.h.81-389.

20

Anda mungkin juga menyukai