Anda di halaman 1dari 61

RESUME SKENARIO 4

Gynecologic Hormon Disorder


SP BLOK 12

102010101036 Amalia Rizqia Afdalina.


112010101016 Annisa Kinanti Asti
112010101020 Devani Bagus Aprinda
112010101024 Radityo Priambodo.
112010101043 Mukhammad Harfat K.
112010101046 Vincentius Baskhara S.
112010101071 Stefen Andrean
112010101074 Fairuztya Naila Maris.
112010101077 Arief Karimauv
112010101087 Galuh Dharanindya I.M
122010101037 Farmitalia Nisa Tristanti
122010101045 Dimes Atika Permanasari
122010101052 Aulia Suri Agung
122010101058 Gilang Vigorous Akbar E.C
122010101059 Meytika Fauziah Sugiartanti
122010101087 Elisa Ratnasari

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1
Skenario 4: Gynecologic Hormonal Disorders

Ny Kiki usia 46 th datang dengan keluhan siklus menstruasi tidak teratur (heavy
periods) sejak 2 tahun yang lalu. Dia mengeluh hot flushes dan vaginal dryness.
Dia mengalami menarke pada usia 12 tahun, dan siklus menstruasi irregular sejak 3
tahun yang lalu dan seringkali nyeri hebat saat haid. Penderita mempunyai anak 1
meskipun tidak pernah KB. Pemeriksaan fisik : TB 150 cm, BB 60 kg, TD 100/60
mmHg, HR 70x/menit, RR 16x/menit. Pemeriksaan ginekologis: fluxus (+), blood
inactive, porsio: didapatkan bentukan seperti kutil ukuran 2x2 cm, uterus kesan
membesar. Pada pemeriksaan Pap Smear didapatkan gambaran estrogenic smear.
Penderita telah dialkukan kuretase dan diapatkan hasil PA: simple hiperplasi
endometrium. Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil mioma uteri dan tumor
ovarium. Dokter menjelaskan kemungkinan diberi terapi hormon dan atau operasi.

2
Mind Map

3
endometriosis pause
Tumor Polip
Vagina Servik Ganas
Hiperplasia
s Endometrium

Karsin mioma uteri


oma
GANGGUANKarsinoma
MENSTRUASI

Kelainan / Gangguan Menstruasi


Kelainan menstruasi yang biasanya dijumpai dapat berupa kelainan siklus atau
kelainan dari jumlah darah yang dikeluarkan dan lamanya perdarahan. Kelainan menstruasi
tersebut antara lain :
1. POLIMENOREA
Polimenore adalah siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari), perdarahan yang
kurang lebih sama atau lebih banyak Dari haid biasa.
Wanita dengan polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam
sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak
dari biasanya.

Penyebab
Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada
wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan
sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Ketidak seimbangan hormon
tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi (pelepasan sel telur) atau
memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal
sehingga didapatkan menstruasi yang lebih sering. Gangguan keseimbangan hormon dapat
terjadi pada :
- Pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama
- Beberapa tahun menjelang menopause
- Gangguan indung telur
- Stress dan depresi
- Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
- Penurunan berat badan berlebihan
- Obesitas
- Olahraga berlebihan, misal atlit
- Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll

4
- dsb
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus
menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan
hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea
dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan
hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur).
Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan
keturunan.
Pengobatan
Tujuan terapi pada penderita polimenorea adalah mengontrol perdarahan, mencegah
perdarahan berulang, mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam
tubuh, dan menjaga kesuburan. Untuk polimenorea yang berlangsung dalam jangka waktu
lama, terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan
pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien
yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan
kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.

2. OLIGOMENOREA
A. Pengertian
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang lebih dari 35
hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan
mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus
menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai
amenorea sekunder.
Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus
menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi lebih jarang terjadi.
Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa
tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu
merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus,
hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya
menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam tubuh. Pada
kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik.

5
Oligomenore yang terjadi pada remaja, seringkali disebabkan karena kurangnya sinkronisasi
antara hipotalamus, kelenjar pituari & indung telur. Hipotalamus mengatur pengeluaran
hormon yang mengatur kelenjar pituari. Kemudian kelenjar pituari akan merangsang
produksi hormon yang mempengaruhi pertumbuhan & reproduksi. Pada awal & akhir masa
reproduksi wanita, beberapa hormon tersebut dapat menjadi kurang tersinkronisasi, sehingga
akan menyebabkan terjadinya haid yang tidak teratur.

B. Etiologi
Oligomenore biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan
endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau sebab
sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.
Oligomenore dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana kadar
androgen lebih tinggi dari kadar pada wanita normal.
Oligomenore dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor yang
mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan
ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.
Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium folikular,
perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba
memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada :
1. Gangguan indung telur, misal : Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS)
Stress dan depresi
2. Sakit kronik
3. Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
4. Penurunan berat badan berlebihan
5. Olahraga berlebihan, misal atlit
6. Adanya tumor yang melepaskan estrogen
7. Adanya kelainan pada struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah
menstruasi
8. Penggunaan obat-obatan tertentu, dsb.

C. Manifestasi Klinis
Periode siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari sekali, dimana hanya didapatkan 4-9
periode dalam 1 tahun.

6
Haid yang tidak teratur dengan jumlah yang tidak tentu. Pada beberapa wanita yang
mengalami oligomenore terkadang juga mengalami kesulitan untuk hamil.
Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin mengalami
osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki resiko besar untuk
mengalami kanker uterus.

D. Pengobatan
Pengobatan oligomenore tergantung dengan penyebab, berikut uraiannya :
Pada oligomenore dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang mendekati
menopouse tidak memerlukan terapi.
Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan
oligomenore.
Oligomenore sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki ketidakseimbangan hormonal.
Terapi ini disesuaikan dengan hormon apa yang lebih dibutuhkan. Contoh : Pada oligomenore
yang disebabkan estrogen yang terlalu rendah maka terapi yang dapat diberikan adalah KB
Hormonal yang mengandung estrogen, seperti : Lynoral, Premarin, Progynova, dll.
Pada oligomenore yang disebabkan progesteron yang terlalu rendah maka terapi yang dapat
diberikan adalah KB Hormonal yang mengandung estrogen, seperti : postinor. Pada
oligomenore yang disebabkan keduanya memiliki ketidakseimbangan hormonal yang sama
untuk jumlah estrogen dna progesteron yang kurang, maka dapat dilakukakn terapi dengan pil
kombinasi yang mengandung estrogen dan progesteron dengan jumlah seimbang seperti :
Mycrogynon 50, Ovral, Neogynon, Norgiol, Eugynon, Microgynon 30, Mikrodiol, Nordette,
dll.
Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan. Adanya tumor yang
mempengaruhi pengeluaran hormon estrogen, maka tumor ini perlu di tindak lanjuti seperti
dengan operasi, kemoterapi, dll

E. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress emosional pada
penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan
buruk bila oligomenore mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.

3. MENORAGIA

7
Menoragia adalah jumlah perdarahan haid yang berlebihan (lebih dari 80 ml ) dan metroragia
adalah perdarahan per vaginam antara dua siklus haid. Pada haid normal, jumlah darah yang
keluar tidak lebih dari 40 ml dan berhenti setelah proses pengelupasan endometrium berakhir.
Pada sebagian wanita terjadi perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml (menoragia)
atau terjadi perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid (metroragia) atau campuran
(menometroragia). Pada sebagian kasus, penyebab keadaan ini tidak jelas.
Sejumlah penyebab menoragia adalah :
Mioma uteri
Polip endometrium atau polip servik
Endometriosis
Infeksi
Efek samping kontrasepsi
Menoragia , metroragia atau menometroragia yang berlarut larut akan menyebabkan anemia.

GEJALA
Gejala menoragia antara lain :
Perdarahan fase menstruasi yang berlebihan
Perdarahan diantara dua siklus haid
Nyeri mengejang pada abdomen bagian bawah
Lesu

PENYEBAB
Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan penyebab yang pasti dan sejumlah penyebab yang
diduga dapat menyebabkan menoragia adalah :

1. ABORTUS - spontan atau provokatus

8
2. KEHAMILAN EKTOPIK umumnya berupa metroragia akibat terjadinya proses
lepasnya implantasi hasil konsepsi di daerah tuba yang menyebabkan perdarahan pada
endometrium yangberada dalam uterus.
3. GANGGUAN HORMONAL hipotiroid (kadar tiroksin rendah) dapat
menyebabkan gangguan siklus haid.
4. ENDOMETRIOSIS sel endometrium mengadakan migrasi keluar rongga rahim
angara lain kedalam ovarium atau kedinding uterus
5. INFEKSI antara lain klamidia atau penyakit radang panggul ( PID pelvic
inflamatory disease ).
6. MEDIKAMENTOSA konsumsi antikoagulan yang mengganggu proses
pembekuan darah.
7. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM AKDR (IUD) alat kontrasepsi yang
dimasukkan ke dalam rongga rahim dan dapat bersifat sebagai benda asing sehingga
memicu terjadinya perdarahan per vaginam yang tidak normal.
8. KONTRASEPSI HORMONAL seperti kontrasepsi oral kombinasi atau injeksi
depoprovera.
9. MIOMA UTERI- tumor miometrium (otot uterus)
10. POLIP tonjolan kecil bertangkai yang tumbuh dari endometrium dan seringkali
disebabkan oleh mioma uteri (pedunculated submucous myoma ).
11. GANGGUAN PERDARAHAN leukemia dan penyakit von Willebrand.
12. KEGANASAN sebagian besar kasus adalah yang berasal dari endometrium dan
sejumlah kecil berasal dari miometrium.

HASIL PENELITIAN
Pada sebagian besar kasus , penyebab pasti gangguan haid ini tidak diketahui. Penelitian
menemukan adanya bahan kimia tertentu yang berada dalam uterus dan berkaitan dengan
proses haid. Endotelin adalah bahan kimia yang membantu menghentikan perdarahan haid,
pada kasus menoragia kadar endotelin lebih kecil dibandingkan normal.

METODE DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik pada kasus menoragia antara lain adalah:
1. Pemeriksaan umum
2. Anamnesa medik menstruasi
3. Pemeriksaan ginekologi

9
4. Hapusan Pap Smear
5. Pemeriksaan darah
6. Ultrasonografi transvaginal
7. Biopsi endometrium

PILIHAN TERAPI
Terapi menoragia tergantung pada penyebab dan meliputi antara lain :
Medikamentosa inhibitor prostaglandin , terapi pengganti hormonal dan antibiotika
Dilatase dan Kuretase (D&C)
Mengganti jenis kontrasepsi
Pembedahan - pengangkatan tumor, polip , mioma atau terapi kehamilan ektopik.
Terapi latar belakang penyakit - Hipotiroia atau gangguan pembekuan darah.
Histerektomi

Kesimpulan
Menoragia adalah jumlah perdarahan haid yang berlebihan
Metroragia adalah perdarahan diluar siklus haid.
Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya penyebab pasti
Menoragia umumnya disebabkan oleh polip mioma uteri endometriosis infeksi
dan beberapa jenis metode kontrasepsi
Pilihan terapi antara lain : medikasi dan D & C atau ablasi endometrium

4. METRORAGIA
Perdarahan diluar haid disebut metroragia, yaitu perdarahan yang terjadi dalam masa
antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik
pada alat genital atau oleh kelainan fungsional, perdarahan ini juga dapat disebabkan oleh
keadaan yang bersifat hormonal dan kelainan anatomis. Pada kelainan kelainan hormonal
terjadi gangguan proses hipotalamus hipofise, ovarium dan rangsangan estrogen dan
progesterone dengan bentuk perdarahan sebagai berikut : terjadi dalam menstruasi, bersifat
bercak dan terus menerus dan perdarahan menstruasi berkepanjangan.
Sebab sebab organik

10
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada :
a. serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio persionis uteri, ulkus pada portio uteri,
karsinoma servisis uteri.
b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang berlangsung,
abortus inkomplitus, molahidatidosa, kariokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis
uteri, sarcoma uteri, mioma uteri.
c. Tuba falopi, seperti KET, radang tuba, dan tumor tuba.
d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Sebab sebab fungsioanal
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik dinamakan
perdarahan fungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara
menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan
masa akhir fungsi ovarium.
Pada kelainan anatomis terjadi perdarahan karena adanya gangguan pada alat alat kelamin
diantaranya pada mulut rahim ( keganasan, perlukaan dan polip). Pada badan rahim (mioma
uteri atau tumor rahim ), polip pada lapisan dalam rahim, keguguran atau penyakit trofoblas,
keganasan ). Sedangkan pada saluran telur atau tumor tuba sampai keganasan tuba.

Pengobatan
Pengobatan terhadap kelainan ini pada remaja (gadis) dengan pengaturan secara
hormonal sedangkan untuk wanita menikah mempunyai anak dengan memeriksa alat kelamin
dan bila perlu dilakukan kuretase dan pemeriksaan patologi untuk memastikannya. Untuk
menegakkan kepastian dan mengurangi keluhan, sebaiknya dilakukan konsultasi kedokter
ahli. Bentuk gambaran klinis gangguan hormonal dengan perdarahan yaitu perdarahan rahim
menyimpang, menometroragia (perdarahan diluar menstruasi).

5. AMENOREA
Definisi
Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut
normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah
menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-
hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat (lihat artikel menstruasi).
Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu:

11
1. Amenorea primer
Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya
menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer
terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi
2. Amenorea sekunder
Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi
selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea <jumlah darah
menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa.
Angka kejadian berkisar antara 1 5%

Penyebab
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:
Pubertas terlambat
Kegagalan dari fungsi indung telur
Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
Gangguan pada susunan saraf pusat
Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat
dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal

Gambar 1. Himen Imperforata

12
Macam Gangguan Penyebab Amenorea

ENVIRONMENT

COMPARTMENT IV
CENTRAL NERVOUS
SYSTEM

HYPOTHALAMUS

GnRH

COMPARTMENT III
ANTERIOR
PITUITARY

FSH LH

COMPARTMENT II
OVARY

COMPARTMENT I ESTROGEN PROGESTERON

UTERUS

MENSIS

Figure 1. Compartment I,II,III,IV

1. Gangguan pada Kompartemen I


Sindroma Asherman
Terjadi kerusakan endometrium akibat tindakan kuret berlebihan terlalu dalam
sehingga terjadi perlekatan intrauteri. Perlekatan akan menyebabkan obliterasi
partial pada rongga uterus, ostium uteri interna, dankanalis servikalis.
Penanganan sindroma Asherman dilakukan dengan melakukan dilatasi kuret
untuk menghilangkan perlekatan. Saa tini visualisasi langsung menggunakan
histeroskopi dan dengan memakai alat gunting dan kateter untuk
menghilangkan perlekatan memberikan hasil lebih baik dibandingka ndengan
tindakan dilatasi kuret membuta.Selanjutnya, dipasang IUD untuk mencegah
perlekatan pascaoperasi.Untuk memacup ertumbuhan endometrium dan
mengembalikan siklus haid diberikan stimulus estrogen 2,5 mg setiap hari
selama 3 minggu dan progestin 10 mg setiap hari pada minggu ke-3.

13
EndometritisTuberkulosa
Agenesis DuktusMulleri
Sindroma Insensitivitas Androgen
2. Gangguan pada Kompartemen II
Sindroma Turner
Premature Ovarian Failure
Sindroma Ovarian Resisten Gonadotropin
Sindroma Sweyer
3. Gangguan pada Kompartemen III
Adenoma Hipofisis Sekresi Prolactin
Sindroma Sheehan
4. Gangguan pada Kompartemen IV
Amenorea Hipotalamus
SindromaKallmann
Penurunan Berat Badan Berlebih
- Anoreksia nervosa
- Bulimia

Tanda dan gejala


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan atau
tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut
pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal
sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa
yang menyebabkan terjadinya amenorea. Perkembangan pubertas pada wanita normal
digambarkan melalui Stadium Tanner yaitu :

Stadium
Stadium
Tanner
Perkembangan Perkembangan Tanner
Usia (perkembanga
Payudara Rambut Pubis (Perkembanga
n rambut
n Payudara)
Pubis)

14
Papila payudara
Pertumbuha
Belum ada
n Awal 1 1
mulai rambut pubis
(8-10 tahun)
menggunung

Seperti Seperti
Thelarche Adrenarche Adrenarche
2 1
(9-11) untuk Stadium untuk Stadium
2 2

Adrenarche
2 2
(9-11)

Puncak
Pertumbuha
3 3
n
(11-13)

Menarche
4 4
(12-14)

Dewasa
5 6
(13-16)

Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka
diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam
rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic

15
Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.
Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat
dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid
dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin
dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka
Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen
terhadap lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila
penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk
mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi
amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah,
penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki
lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi
atau eksisi (operasi kecil)
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang
memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki
keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi
(USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi
non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina
berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe,
dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon
testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam
reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa
pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria
namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan
intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi

16
karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma
rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi
(melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen
setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam
rahim
B. Gangguan Indung Telur
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan
indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi
penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung
telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat
infeksi atau proses autoimun
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
C. Gangguan Susunan Saraf Pusat
1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan
amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau
kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin.
Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin
dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan
berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan
tumor
2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan
Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus.
Pengobatan sesuai dengan penyebabnya
3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan
fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional
membutuhkan bantuan psikiater

17
TUMOR VULVA
Tumor Jinak Vulva
Tumor jinak di daerah vulva yang banyak dijumpai adalah kista kelenjar bartholini dan
fibroma vulva

1. Kista Kelenjar Bartholini


Adalah tumor vulva yang paling lazim. Ini muncul sebagai suatu pembengkakan di
bagian posterolateral pada introitus, biasanya secara unilateral.Kista biasanya berdiameter 2
cm, tetapi dapat sampai 8 cm, kista itu mengandung lendir yang storil bila ditusuk kecuali
yang mengalami pembesaran. Ini biasanya asiptomatik. Infeksi sekunder kadang-kadang
terjadi sehingga menimbulkan abses bartholini
Terapi
Dengan marsupialisasi pada kelenjar untuk menciptakan saluran fistulous diantara
kista atau dinding duktus dan kulit. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista
dikeluarkan dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuat pada kulit
sayatan.

Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini disebabkan oleh E coli, streptokokus, sering timbul pada
gonorea, pada bartholinitis akut kelenjar membesar merah, nyeri dan lebih panas dan pada
daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya / jika
duktus tersumbat, mengumpul didalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat
menjadi sebesar telur bebek. Radang pada glanuda bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholini.

Klasifikasi
Infeksi pada gld bartholini dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Bartholini akut
Bartholini akut ini dapat berupa pembengkakan pada grandula bartholini dan
dapat pula berwujud abses bartholini.
b. Bartholini kronik
Bartholini kronik dapat berwujud sebagai kista bartholini. Kista bartholini ini
terbentuk karena infeksi yang berulang dan akhirnya dapat menahun dalam bentuk

18
kista.
Bartholini akut dan kronis hanya bisa dibedakan dengan melihat durasi waktu
terjadinya yaitu mendadakn / berulangkali.

Tanda dan Gejala


Ada 2 jenis infeksi pada bartholini linitis, pada kedua jenis infeksi tersebut
akan memberikan gambaran yang berbeda
Bartholinitis Akut
Pada pasien yang mengalami bartholinitis akut ini akan merasakan keluhan berupa
kelenjar membesar, merah dan merasa nyeri pada daerah tersebut bahkan sampai
daerah perineum serta rasa panas, pada tahap ini isi dari kelenjar yang membengkak
cepat sekali menjadi nanah yang dapat dikeluarkan melalui duktus. Bila duktus /
saluran grandula bartholini ini tersumbat luka, nanah akan menggumpal di dalamnya
dan menjadi abses yang kadang-kadang abses ini akan membesar sebesar telur bebek.
Bartholini Kronis
Bartholini kronis yang berwujud kista bartholini pada umumnya penderita sudah tidak
mengeluh rasa nyeri dan panas seperti yang terdapat pada bartholiniitis akut. Pada
kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan. Akan tetapi kadang-kadang
dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan pada coitus.
Kista bartholini biasanya berdiameter sekitar 2 cm tetapi dapat sampai 8 cm. Kista itu
mengandung lendir yang steril bila ditusuk, ini biasanya asimptomatik. Infeksi
sekunder kadang-kadang terjadi sehingga menimbulkan abses bartholini
Kista bartholini biasanya kecil antara ukuran ibu jari dan bola pingpong, tidak terasa
nyeri dan tidak menganggu coitus bahkan kadang-kadang tidak didasari penderita.
Tetapi ada pula yang sebesar telur ayam
Patofisiologi
Infeksi genetalia pada wanita yang biasanya terjadi dengan jalan bersetubuh dan
jarang sekali dengan jalan lain. Vulvoginitis dan gonorrhea pada anak-anak perempuan terjadi
lewat tangan, handuk dan sebagainya dari orang yang menderita gonorrhea. Masa inkubasi
berbeda-beda yaitu beberapa jam sampai 2 atau 3 hari. Bila saluran bartholini tersebut dapat
pecah melalui mukosa atau kulit, kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren / menjadi kista.
Penatalaksanaan
Jika kitsa tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan apa-apa akan
tetapi jika sebaliknya perlu dilakukan tindakan pembedahan (Wiknjosastro, 1999 : 272).

19
Ada 2 teknik bedah dalam penatalaksanaan kista bartholini yaitu dengan ekstirpasi dan
narsupialisasi

2. Fibrioma Vulva
Fibrioma vulva merupakan tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat vulva, bertangkai dan
berllokausasi seringkali dibibir besar (labium mayus). Diameternya dapat beberapa
sentimeter, sampai mempunyai berat beberapa kilogram. Pengobatan fibroma vulva, adalah
dengan jalan memotong tangkainya serta menjahit kembali sehingga tidak terjadi perdarahan.
Bidan dilapangan yang menemukan fibroma vulva sebaiknya mengkonsultasikan dengan
puskesmas atau dokter ahli.

20
TUMOR VAGINA
Tumor kistik Vagina

1 Kista Inklusi
Kista inklusi merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di vagina. Lokasi tumor
umumnya 1/3 bawah vagina dan posterior atau lateral. Tumor ini tumbuh pada jaringan
epidermal yang berada di lapisan mukosa vagina. Jaringan tersebut terperangkap dan tumbuh
pada bagian tersebut akibat penjahitan robekan atau laserasi perineum yang kurang sempurna.
Komponen kelenjar yang terperangkap menghasilkan cairan dan membentuk kista.
Batas tegas dengan gerakan yang terbatas dan masaa berisi cairan musin yang kental.
Permukaan dinding kista dilapisi oleh epitel skuamosa yang terstratifikasi, pada ukuran dan
kondisi tertentu (dispareunia).
Terapi : Eksisi
2 Kita Gartner (Gartner duct cyst)
Kista ini berasal dari sisa kanalis wofii yang disebut juga duktus gartner yang berjalan di
permukaan anterior dan bagian atas vagina. Diameter kista sangat tergantung pada ukuran
duktus dan kapasitas tampung cairan di dalamnya sehingga dapat pada ukuran yang relatif
kecil hingga besar untuk mendorong vagina ke arah tengah lumen atau malahan dapat
memenuhi lumen dan mencapai introitus vagina.
Terapi : Insisi dinding anterolateral vagina dan eksisi untuk mengeluarkan kista dari sisa
kanalis wolfii ini

Tumor Padat Vagina

1 Fibroma Vagina
Tumor ini berasal dari proliferasi fibroblas di jaringan ikat dan otot polos vagina. Ukurabn
bervariasi dari nodul keci hingga tumor polipoid ukuran besar. Ukuran besar mengalami
degenerasi miksomatosa sehingga konsistensinya lunak dan kistik.
Terapi eksisi

21
TUMOR SERVIKS
Kista Naboti

Gambaran umum
Epitel kelenjar endoservik tersusun dari jenis kolumner tinggi yang sangat rentan terhadap
infeksi atau epidermidisasi skuamosa. Gangguan lanjut infeksi atau proses restrukturisasi
endoservik menyebabkan metaplasia skuamosa maka muara kelenjar endoservik akan
tertutup. Penutupan muara duktis kelenjar menyebabkan sekret tertahan dan berkembang
menjadi kantong kista. Kista ini dapat berukuran mikro hingga makro dan dapat dilihat secara
langsung oleh pemeriksa.

Gambaran klinik
Kista nabothi tidak menimbulkan gangguan sehingga penderita juga tidak pernah
mengeluhkan sesuatu terkait dengan adanya kista ini. Pada pemeriksaan inspekulo, kista
nabothi terlihat sebagai penonjolan kistik di area endoservik dengan batas yang relatif tegas
dan berwarna lebih muda dari jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh timbunan cairan
musin yang tertangkap di dalam duktus seketorius kelenjar endoservik. Pada beberapa
keadaan, pembuluh darah di mukosa endoservik (di atas kista) menjadi terlihat lebih nyata
karena pemguluh darah berwarna merah menjadi kontras di atas dasar yang berwarna putih
kekuningan. Kista nabothi yang berada pada pars vaginalis endoservik menunjukkan adanya
epitel kolumner yang ektopik dan kemudian mengalami metaplasia skuamosa. Semakin jauh
keberadaan kista nabothi menunjukkan semakin luasnya zoa transisional ekto dan endoservik.

Terapi
Tidak diperlukan terapi khusus untuk kista nabothi

POLIP SERVIX

A PENGERTIAN
Polyp Cervix yaitu tumor jinak yang tumbuh menonjol dan bertangkai dibagian
permukaan saluran leher rahim. Benjolan dapat berukuran beberapa mm hingga
beberapa cm yang biasanya tampak saat dilakukan pemeriksaan dalam.

22
Polip merupakan suatu adenoma maupun adeno fibroma yag berasal dari selaput
lendir endoserviks. Polip serviks tumbuh dari kanal serviks dengan pertumbuhan ke
arah vagina. Tangkainya dapat panjang hingga keluar dari vulva. Terdapat berbagai
ukuran dan biasanya berbentuk gelembung-gelembung dengan tangkai yang kecil.
Secara histopatologi, polip serviks sebagian besar bersifat jinak (bukan merupakan
keganasan) dan dapat terjadi pada seseorang atau kelompok polulasi. Polip serviks
memiliki ukuran kecil, yaitu antara 1 hingga 2 cm. Namun, ukuran polip dapat melebihi
ukuran rata-rata dan disebut polip serviks raksasa bila melebihi diameter 4 cm. Epitel
yang melapisi biasanya adalah epitel endoserviks yang dapat juga mengalami metaplasi
menjadi lebih kompleks. Bagian ujung polip dapat mengalami nekrosis serta mudah
berdarah. Polip ini berkembang karena pengaruh radang maupun virus. Polip
ednoserviks diagkat dan perlu diperiksa secara histologik.
Jenis polip serviks:
1 Polip ektoserviks yaitu Polip serviks dapat tumbuh dari lapisan permukaan luar
serviks. Polip ektoserviks sering diderita oleh wanita yang telah memasuki periode
paska-menopause, meskipun dapat pula diderita oleh wanita usia produktif.
Prevalensi kasus polip serviks berkisar antara 2 hingga 5% wanita.
2 Polip endoserviks yaitu pertumbuhan polip berasal dari bagian dalam serviks.
Biasanya Pada wanita premenopause (di atas usia 20 tahun) dan telah memiliki
setidaknya satu anak. Meskipun pembagian polip serviks menjadi polip ektoserviks
dan endoserviks cukup praktis untuk menentukan lokasi lesi berdasarkan usia,
namun hal itu bukan merupakan ukuran absolut untuk menetapkan letak polip
secara pasti.

B PENYEBAB
Penyebab timbulnya polip serviks belum diketahui dengan pasti. Namun sering
dihubungkan dengan radang yang kronis, respon terhadap hormon estrogen dan
pelebaran pembuluh darah serviks. Penampilan polip serviks menggambarkan respon
epitel endoservik terhadap proses peradangan. Polip servik dapat menimbulkan
perdarahan pervaginam, perdarahan kontak, pasca coitus merupakan gejala yang
tersering dijumpai. Polip servik yang terjadi sebagai akibat stroma local yang menutupi
daerah antara kedua celah pada kanalis servik. Epitellium silinder yang menutupi polip
dapat mengalami ulserasi polip serviks pada dasarnya adalah suatu reaksi radang,

23
penyebabnya sebagian besar belum diketahui. karena pada dasarnya adalah reaksi
radang, maka ada kemungkinan :
1 radang sembuh sehingga polip mengecil atau kemudian hilang dengan sendirinya
2 polip menetap ukurannya
3 polip membesar.

C TANDA DAN GEJALA


Biasanya, tidak akan ada gejala untuk polip serviks tetapi pada waktu penyakit ini akan
ditandai oleh:
1 Abnormal pendarahan vagina yang terjadi antara periode:
a Menstruasi
b setelah menopause
c setelah hubungan seksua
d dan setelah douching.
2 Polip serviks bisa meradang tetapi jarang menjadi terinfeksi periode normal berat
atau menoragia keluarnya lendir putih atau kuning, sering disebut keputihan.
Gejala utamanya adalah terjadinya perdarahan diluar haid yang warnanya lebih
terang dari darah haid. Terutama timbul setelah melakukan senggama (Perdarahan
Paska Senggama = Post Coital Bleeding = PCB). Perlu dipertimbangkan juga
adanya kanker leher rahim jika ditemukan PCB. Walaupun kadang kadang polip
cervix dapat berulang, namun 99% polip cervix bersifat jinak.
Banyak polip serviks tidak memberikan gejala tetapi ada gejala utama adalah dasar
diagnosa perdarahan intermitten dan gejala-gejala umum ke-3 bentuk abnormal
tersebut:
a Leukorea yang sulit disembuhkan.
b Terasa discomfort dalam vagina
c Kontak berdarah dan Terdapat infeksi.
Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai:
a Jaringan bertambah
b Mudah berdarah
c Terdapat pada vagina bagian atas
Makroskopis
Dapat tunggal atau multipel dengan ukuran beberapa centimeter, warna kemerah
merahan dan rapuh. Kadang kadang tangkainya jadi panjang sampai menonjol
dari introitus. Kalau asalnya dari portio konsistensinya lebih keras dan pucat
dengan tangkai yang tebal.
Histologi
Berasal dari mukosa yang dilapisi oleh 1 lapis epitel yang terdiri dari sel sel

24
silindris yang tinggi, yang khas berasal dari endocervix, dengan kelenjar cervix
dan stroma dari jaringan ikat yang halus disertai oedem dan infiltrasi sel bulat.
Sering pula disertai ulserasi pada ujungnya yang menyebabkan terjadinya
perdarahan. Banyak polip servic yang menunjukkan metaplasia yang luas, disertai
infeksi, menyerupai permulaan dari carcinum, Ca epidermoid kadang kadang
berasal dari polip.

D FAKTOR RESIKO
Faktor risiko memiliki polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes mellitus
dan vaginitis berulang dan servisitis, polip serviks tidak pernah benar-benar terjadi
sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita usia reproduksi. Yang
paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan usia 40 sampai 50 tahun. Hal ini
juga mengatakan bahwa polip serviks dapat ditemukan pada insiden yang memicu
produksi hormon. Wanita hamil memiliki risiko yang lebih tinggi karena perubahan
tingkat hormon, mungkin dari peningkatan produksi hormon beredar juga

E PENATALAKSANAAN
Bila dijumpai polip serviks, dokter dapat mengambil 2 macam tindakan:
1. konservatif, yakni bila ukuran polip kecil, tidak mengganggu, dan tidak
menimbulkan keluhan (misal sering bleeding, sering keputihan).
2. agresif, yakni bila ukuran polip besar, ukuran membesar, mengganggu aktifitas, atau
menimbulkan keluhan. Tindakan agresif ini berupa tindakan curettage atau
pemotongan tangkai polip. Tindakan kauter ini bisa dilakukan dengan rawat jalan,
biasanya tidak perlu rawat inap. Untuk tindakan pengobatan selain curettage untuk
saat ini belum ada. Tapi untuk polip-polip yang ukurannya kecil (beberapa
milimeter) bisa dicoba pemberian obat yang dimasukkan melalui vagina, untuk
mengurangi reaksi radang. Setelah pemberiannya tuntas, diperiksa lagi, apakah
pengobatan tersebut ada efeknya pada polip atau tidak. Jika tidak, maka untuk
pengobatannya dengan kauterisasi.
Bila polip mempunyai tangkai kurus, tangkainya digenggam dengan forsep polip dan
diputar beberapa kali sampai dasar polipnya terlepas dari jaringan servik dasarnya. Bila
terdapat perdarahan pervaginam abnormal, maka diperlukan curettage di RS untuk
menyingkirkan keganasan servik dan endometrium.
Polip yang mudah terlihat dengan tangkai yang tipis dapat disekam dengan klem arteri

25
atau forcep kasa dan dipluntir putus. Dianjurkan mengkauterisasi dasarnya untuk
mencegah perdarahan dan rekurensi. Pasien yang mempunyai banyak polip mungkin
terbaik diterapi dengan cara konisasi sehingga setiap polip yang tidak terlihat didalam
kanalis tidak akan diabaikan. Biasanya, polipektomi cervix harus dilakukan bersama
dengan suatu kuretase.

26
KANKER SERVIKS

PREVALENSI
Kanker serviks merupakan jenis keganasan tertinggi di Indonesia dan merupakan
penyebab terbanyak kematian kanker ginekologi di dunia. Diperkirakan di seluruh dunia
setiap tahun ditemukan sekitar 500.000 kasus baru. Kanker servik merupakan hasil akhir dar
lesipra kenker yang berjalan pelan tetapi progresif, sehingga tedeksi dan penanganan lesi pra
kanker merupakan faktor yang paling penting untuk menurunkan angka kejadian kanker
serviks.

ETIOLOGI
Seperti kanker kebanyakan keganasan lain, penyebab pasti kanker serviks masih sulit
ditemukan secara pasti, akan tetapi sangat erat hubngannya dengan perilaku seksual.
Sampai saat ini infeksi Human Papiloma Virus (HPV) terutama tipe 16 dan 18 dikatakan
paling banyak berperan pada kejadian kanker serviks yang penting, karena telah cukup
banyak penelitian yang membuktikan bahwa terdapat 2 jenis protein / gen (E6 clan E7) pada
HPV yang akan menghambat kerja protein pada manusia (Rb dan p53) yang bertugas untuk
mengatur pertumbuhan/pembelahan sel pada jalur yang normal, sehingga epitel serviks
berkembang tidak terkendali.
Disamping HPV, infeksi Herpes Simplex Virus (HPV) tipe II dan infeksi lain masuk HIV
berpotensi sebagai penyebab kanker serviks

FAKTOR RISIKO
Meskipun penyebab sulit untuk dideteksi, terdapat beberapa faktor risiko yang ebrperan
penting pada kejadian kanker serviks antara lain :
1. Perilaku seksual wanita maupun pria
a. Aktivitas seksual < 20 tahun
b. Pasangan seksual > 1 orang (multiple)
c. Rentan terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual)
2. Riwayat kanker serviks pada ibu / saudara
3. Merokok
4. Daya tahan tubuh yang rendah
a. HIV/AIDS
b. Penyakit menahun

27
5. Paritas
6. Keadaan social ekonomi dan pendidikan yang rendah

PERJALANAN PENYAKIT
Kanker serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dari perubahan intraepitel, yang
pada akhirnya berkembang menjadi kanker serviks invasiks setelah 10 tahun atau lebih. Telah
diketahui bahwa permulaan pertumbuhan penyakit ini dimulai dariperbatasan antara epitel
ektoserviks yang merupakan epitel skuamus dengan epitel endoserviks yang merupakan
epitel columnar. Daerah pertemuan ini kemudian dikenal dengan daerah Transformasi
(Transformation Zone), atau disebut juga dengan squamocolumnar junction yang sangat
rawan dan merupakan tempat awal perkembangan kanker serviks. Pada perkembangan
selanjutnya kanker serviks menjalar kea rah luar (ektoserviks) ataupun kea rah dalam
(endoserviks). Pengamatan yang cermat pada Daerah Transformasi ini menjadi kunci
keberhasilan penemuan awal Kanker Serviks Uteri.

STADIUM KANKER CERVIX


Terdapat dua cara untuk menyatakan Stadium Klinis Kanker Serviks Uteri, yang pertama
ialah yang dianjurkan oleh FIGO (The International Federation of Gynecology and
Obstetrics), dan yang kedua ialah anjuran oleh UICC (Union Internationale Contre le
Cancer ), yaitu klasifikasi TNM(tumor,nodes,metastase). Sampai saat ini untuk kanker
serviks, penentuan stadium klinis FIGO lebih banyak digunakan.

Stadium Kanker Serviks menurut FIGO


Karsinoma pra invasive
Stadium O Larsinoma In Situ . karsinoma intra epitel

Karsinoma invasif
Stadium I Karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke uteris diabaikan)
Stadium Ia Karsinoma pre klinis, diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopik
Stadium Ia I Invasi stroma secara mikroskopik minimal
Stadium 1a 2 lesi ditentukan secara mikroskopik dan dapat diukur Batas atas infasi
tidak melebihi 5 mm basal epitel, permukaan atau kelenjar, Dari tempat
asalnya, dan dimensi kedua, dengan penyebaran horizontal tidak
meleibih 7 mm Lesi yang lebih besar dianggap stadium lb.

28
Stadium lb Lesi dengan dimensi lebih besar dari stadium 1a2, secara klinis terlihat
atau tidak
Stadium II Karsinoma meluas melebihi serviks, tetapi belum melebar ke dinding
Karsinoma meliputi vagina tetapi belum mencapai 1/3 bawah
Stadium I1a Karsinoma belum jelas ke parametrium
Stadium IIb Karsinoma sudah mencapai parametrium
Stadium III Karsinoma sudah meluas ke dinding pelviks
Pada pemeriksaan rectal, sudah tidak didapatkan daerah bebas kanker
antara tumor dengan dinding pelviks
Tumor mencapai 1/3 bawah vagina
Semua kasus dengan hidronefosis atau non fungsi ginjal
Stadium IIIa Belum meluas ke dinding pelviks
Stadium IIIb Meluas ke dinding pelviks, dan atau hidornefrosis atau non fungsi ginjal
Stadium IV Karsinoma sudah meluas melebihi pelvis atau secara klinis sudah
meliputi mukosa kandung kemih atau rectum
Stadium IVA Meluas ke organ sekitar
Stadium IVb Meluas ke organ yang jauh

DIAGNOSIS
Seperti penyakit ginekologi pada umumnya untuk menegakkan diagnosis perlu suatu
prosedur yang meliputi ; anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis dan
pemeriksaan penunjang lain

ANAMNESIS
Anamnesis meliputi anamnesis umum tentang identifikasi diri, keluarga, riwayat
perkawinan, persalinan dan program KB, hal-hal yang menjadi faktor risiko terjadi kanker
serviks, serta anamnesis khusus tentang keluhan utama dan gejala-gejala lain yang menyertai

TANDA DAN GEJALA


Pada lesi pra kanker sering tidak ditemukan, atau kalau ada berupa perdarahan setelah
bersenggama, lekore atau pengeluaran cairan encer dari vagina.
Pada karsinoma in situ mungkin tidak tampak kelainan makrospik atau mungkin hanya
berupa tukak superficial kecil.

29
Sering gejala kelainan pada serviks muncul sebagai perdarahan sesudah senggama, yang
kemudian bertambah menajdi metroragia dan selanjutnya dapat menjadi menoragia.
Pada lesi invasive ke luar cairan kekuning-kuningan terutama bila lesi nekrotik. Cairan ini
berbau dan dapat bercampur dengan darah. Bila terjadi perdarahan kronis, maka dapat timbul
gejala-gejala anemia.
Nyeri pelvis atau hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang
panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosacral maka harus diingat kemungkinan
hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar para aorta yang meluas ke akar saraf lumboscral.
Rasa nyeri di daerah panggul dan tungkai bawah akiabt infiltrasi tumor ke saraf. Hal ini
biasanya berasal dari proses kanker di kelenjar getah bening dan dinding panggul yang
kemudian meluas megenai plexus sacral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran
mengenai kelenjar getah bening para aorta yang lebih tinggi. Gejala hematuria atau
perdarahan perrektal timbul bila tumor sudah menginvasi vesikaurinaria atau rectum.
Bengkak pada tungkai dan daerah inguinal diakibatkan oleh obstruksi saluran getah bening di
daerah lumbal.
Pada stadium lanjut dapat menimbulkan gejala kaheksida, iritasi vesica urinaria and rectum,
fistel vesikovaginal atau rektovaginal. Gejala lain, dapat timbul akibat anak sebar di organ-
organ dalam rongga abdomen, paru-paru, tulang dan hati
Nyeri dengan lokasi dan derajat ssuai dengan luas tumor dapat disebabkan oleh tumor yang
nekrotik, radang panggul, atau penekanan oleh tumor ke saluran kencing / hidornefrosis

CARA PEMERIKSAN
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan antara lain
1. Pemeriksaan sederhana dengan inspekulo, pemeriksaan dalam vagina (vaginal Touch)
2. Pemeriksaan rectal (Rectal Touch)
3. Hausan mulut rahim / Pap smear / Pap test
4. Koposkopi
5. Biopsi
6. Dilatasi dan kuretase
7. Konisasi
8. Pemeriksaan penunjang lain (Laboratorium,radiologi,radiologi,USG,endoskopi)

PENATALAKSANAAN
Sampai dengan stadium IIa HIseterktomi radikal disertai dengan pengambilan kelenjar
getah bening pelviks (operasi Radikal Wertheim) merupakan pilihan pertama, kadang perlu

30
tambahan/ajuvan sitostatika atau radiasi, bergantung pada temuan saat operasi dan hasil
pemeriksaan patologi
Untuk stadium IIb sampai III, pengobatan dengan penyinaran / radio terapi dan atau
sitostatiska merupakan pilihan terbaik, sedangkan untuk stadium akhir pengobatan paliatif
lebih dianjutkan

KRITERIA PENILAIAN
Berbeda dengan penyakit lainnya, pada penyakit ganas . kanker umumnya tidak dikenal
istilah sembuh, karena belum ada satu cara apaun yang dapat memastikan sudah tidakada lagi
sel ganas di dalam tubuh setelah dilakukan pengoabtan.
Oleh karena ini pengawasan lanjutan pada kanker sangat penting dan keberhasilan
pengobatan dinyatakan dengan daya tahan hidup selama 3 atau 5 tahun. (3 5 Years Survival
Rates)
1. Untuk respons pengobatan baik operasi, radiasi maupun kemoterapi digunakan
beberapa istilah: Complete Response, bila secara klinis sudah tidak didapatkan tumor
2. Partial Response, bila terdapat pengurangan tumor minimal 50%
3. No Response, bila pengurangan tumor kurang dari 50%
4. Progression, bila setelah pengobatan justru bertambah besar
5. Residif, bila setelah respons komplit penyakit muncul kembali

31
Polip Endometrium
A.DEFINISI
Polip endometrium adalah massa atau jaringan lunak yang tumbuh pada lapisan
dinding bagian dalam edometrium dan menonjol ke dalam rongga endometrium.Pertumbuhan
sel-sel yang berlebih pada lapisan endometrium (rahim) mengarah pada pembentukan polip.

B.ETIOLOGI
Penyebab polip endometrium tidak diketahui secara pasti, namun faktor hormonal
berperan penting dalam timbulnya polip endometrium.Polip endometrium terjadi karena :
Adanya bagian endometrium yang sangat sensitif terhadap hormon estrogen sehingga
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dan besar dibandingkan bagian endometrium yang
lain.
Produksi hormon yang abnormal yaitu hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh
hormon progesteron.

C.PATOFISIOLOGI
Polip endometrium sering didapati terutama dengan pemeriksaan histeroskopi.Polip
berasal antara lain dari adenofibroma, mioma, submukusum, plasenta.Insiden tidak diketahui
Paling sering pada perempuan berumur 30-59 tahun.Kurang dari sepertiga memperlihatkan
endometrium fungsional.Bsa memperlihatkan hiperpasia kistik bisa menonjol.

D.FAKTOR RISIKO
Berikut beberapa faktor risiko yang meningkatkan seseorang terkena polip
endometrium :
Obesitas atau kegemukan
Menjalani operasi temoxifen, obat kemoterapi untuk kanker payudara
Hipertensi atau tekanan darah tinggi

E.TANDA DAN GEJALA


Gejala dan tanda pada polip endometrium adalah :
Perdarahan haid yang tidak teratur
Perdaahan antara haid

32
Perdarahan vagina setelah menopause
Infertilitas
Polip endometrium dapat berkembang pada wanita pre atau post menopause.Wanita yang
postmenopause mungkin hanya mengalami perdarahan bercak.

F.PENGOBATAN
Berikut tes dan prosedur untuk menegakkan diagnosa polip endometrium :
USG Transversal
Sebuah perangkat yang ramping berbentuk tomgkat di tempatkan di vagina yang akan
menggambarkan endometrium penderita.
Histereskopi
Sebuah alat kecil yang disertai dengan kamera bercahaya dimasukkan melalui vagina dan
serviks masuk ke dalam endometrium.Histereskopi memungkinkan dokter melihat secara
langsung bagian dalam endometrium sekaligus mengangkat polip.
Kuretase
Tujuan dari kuret adalah mengangkat polip endometrium dengan cara mengikis dinding
bagian dalam endometrium, hal ini bertujuan untuk engumpulkan spesimen untuk pengujian
laboratorium.

33
Endometriosis
BATASAN
Jaringan menyerupai endometrium baik kelenjar maupun stroma yang berada di luar
kavum uteri. Lokasinya dapat berada disekutar pelvic, ligamentum latum, ligametum
sakrouterina, tuba falopii, uterus, ovarium, usus, kandung kencing, dinding vagina dll.
Penyakit ini bersifat jinak tetapi dapat mengadakan invasi ke jaringan sekitar. Bentuk
bervariasi, bias berupa lesi tipikal, plaque atau nodul berwarna hitam, coklat gelap, kebiruan
dll, atau berupa kista endometrioma.

PENYEBAB DAN PATOFISIOLOGI:


Banyak teori yang menerangkan faktor penyebab endometriosis, antara lain : retrograde
menstruasi (Sampson). Transformasi celomic epithelium, penyebaran limfatik dll. Namun
ternyata masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Pada penelitian-penelitian terakhir
telah ditemukan beebrapa hal yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, meskipun
belum tuntas benar dan masih ada beberapa hal yang belum sepakat. Terdapat beberapa
pendekatan untuk menjelaskan patofisiologi endometriosis, yaitu :
1. Genetik : diduga banyak lokus gen yang saling terkait dan bersama faktor
lingkungan barulah fenotip endometriosis ini muncul. Galactose-1-phosphate uridyl
transferase (GALT) dan Glutathion S-Transferase M 1 (GSTM) 1) adalah gen yang
diduga kuat berperan
2. Faktor lingkungan : dioxin merupakan bahan polusi yang sebagian masuk dari
makanan. Dioxin diduga mempengaruhi kerja organ reproduksi, reseptor beberapa
hormone reproduksi dan dapat menekan kegiatan sistim imun dan fungsi limfosit-T
3. Biologi kanker : sel endometrium mampu mengadakan proliferasi, tumbuh dan
megnadakan invasi
4. Imunobiologi : baik humoral maupun seluler

GEJALA KLINIS
1. Nyeri
2. Infertilitas
3. Tumor . pendesakan
Keluhan nyari berhubungan dengan haid. Dapat juga berupa nyeri pelvic sanggama,
berkemih, defekasi, berak darah yang siklik, dll. Tergantung dari lokasi endometriosis tapi
tidak pada stadiumnya.

34
CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Anamnesis : setiap nyeri yang berhubungan dengan siklus haid
2. Pemeriksaan fisik / ginekologi : colok dubur didapatkan nodul-nodul di daerah kavurn
douglasi dan sakrouterina yang nyeri
3. USG : bias didapatkan kista endometrioma
4. Laproskopi diagnostic : merupakan pemeriksaan utama dan pasti
Hampir semua lesi endometriosis termasuk lesi yang minimal dapat terlihat. Selain itu
akan terliaht warna dan stadium endometriosis. Pewarnaan dapat mendekan endometriosis
aktif atau non aktif. Lesi aktif berwarna merah, coklat, kehitaman atau hemoragik sedangkan
lesi non aktif berwarna putih, kuning, abu-abu, Bila memungkinkan dapat dilakukan bipsi
untuk pemeriksaan histology yang berguna untuk melihat jumlah kandungan komonen
kelenjer atau stroma. Lesi aktif banyak mengandung komponen kelenjar sedang lesi nin
dometriosis aktif dan yang banyak mengandung komponen kelenjar yang mempunyai
respons baik terhadap terapi hormonal.
Saat laparoskopi ditentukan klasifikasi/stadium endometriosis yang penting untuk
menetapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. Di RSU Dr.
Soetomo Surabaya digunakan cara klasifikasi revised America Fertility Society.(Klasifikasi
rAFS terlampir)

DIAGNOSIS BANDING
1. Adenomiosis
2. Radang pelvis dengan tumor adneksa

PENATALAKSANAAN
Penanganan endometriosis lebih bersifat simtomatis dan sangat tergantung pada keluhan
penderita; nyeri, tumor atau infertilitas.
Penanganan endometriosis meliputi :
1. Medikamentosa
2. Operasi
3. Kombinasi

Endiometriosis minimal-ringan, aktif


Eliminasi lesi dengan eksisi atau koagulasi kauter bipolar. Lesi yang terletak di daerah
vital atau tidak dapat dilakukan koagulasi secara maksimal sebaiknya dilanjutkan dengan
pengoabtan hormonal. Pengobatan lanjutan dengan hormone masih merupakan perdebatan,

35
setelah dilakukan eliminasi semua lesi. Beberapa ahli memberikan tetapi hormonal dengan :
Medroxy Prooooooooooooooogesterone Acetate (MPA) 10mg/hari tiap 8 jam 9terutama
untuk nyeri ) atau Danazol 200 mg/hari tiap 8 jam selama 3-6 bulan . pada wanita yang ingin
punya anak dapat dilanjutkan dengan penanganan infertilitas.

Endometriosis minimal-ringan, non aktif


Kauterisasi lesi dan bila setelah tindakan masih megeluh nyeri sebaiknya diberikan
analgetika/antiprostagladin

Endometriosis sedang-berat, aktif


Pada wanita yang ingin punya anak, saat laparokopi dilakukan koagulasi atau bila
didaptkan kista dilakukan aspirasi kista. Selanjutya dilakukan pengobatan hormonal selama 3
bulan. Tujuannya untuk mengurangi proses vaskularisasi pada ovarium, sehingaa kista tidak
mudah pecah. Mudah mengupasnya, jumlah perdarahannya sedikit dan kerusakan pada
jaringan ovarium menjadi minimal. Jenis sediaan hormonal yang dipilih adalah GnRH
agonist atau Danazo, kemudian dilakukan tindakan laparoskopi operatif dan selanjutnya
dilanutkan lagi dengan pengobatan hormonal 3 bulan. Setelah itu dilanjutkan penanganan
infertilitas selama 12 bulan.
Pada wanita yang tidak ingin punya anak dapat langsung dilakukan tindakan operatif dan
dilanutkan dengan pengobatan hormonal

Endometriosis sedang-berat, non-aktif


Segera dilakukan tindakan operatitf, kauterisasi atau kistektomi
Dari data didapatkan bahwa sebagian besar kehamilan terjadi pada 12-24 bulan pertama
pasca pengobatan hormonal terakhir. Ini perlu diperhatikan karena angka kekambuhan cukup
tinggi 20% per tahun, eperlu pertimbangan untuk dilakukan fertilisasi infitro

36
Hiperplasia Endometrium
adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara berlebihan. Kelainan ini bersifat
benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan
uterus . Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi menderita hiperplasia endometrium.

Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki resiko
tinhggi :
1 Sekitar usia menopause
2 Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3 Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak )
4 Penderita Diabetes melitus
5 Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin pada
kasus menopause
6 PCOS polycystic ovarian syndrome
7 Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor

Keluhan utama hiperplasia glandulare adalah perdarahan uterus abnormal dengan spektrum
histologis yang luas.
Terdapat 2 golongan :
1 Simple Hyperplasia
2 Complex Hyperplasia
dengan dua subgolongan : dengan atau tanpa atypia
Complex Atypical Hyperplasia memiliki potensi keganasan paling tinggi dimana sekitar20
30% tanpa pengobatan akan mengalami perubahan ke karsinoma endometrium

PEMERIKSAAN
Pada penderita perdarahan uterus abnormal yang disertai dengan faktor resiko harus
dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan hiperplasia endometrium :
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding cavum

37
uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan
memasukkan cairan kedalam uterus.
Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini juga
dapatmenegakkan diagnosa keganasan uterus.

TERAPI
Pada sebagian besar kasus , terapi hiperplasia endometrium atipik dilakukan dengan
memberikan hormon progesteron. Dengan pemberian progesteron, endometrium dapat luruh
dan mencegah pertumbuhan kembali. Kadang kadang disertai dengan perdarahan per
vaginam.
Besarnya dosis dan lamanya pemberian progesteron ditentukan secara individual.
Setelah terapi , dilakukan biopsi ulang untuk melihat efek terapi.
Umumnya jenis progesteron yang diberikan adalah Medroxyprogetseron acetate (MPA) 5
10 mg per hari selama 10 hari setiap bulannya dan diberikana selama 3 bulan berturut turut
Pada pasien hiperplasia komplek harus dilakukan evaluasi dengan D & C fraksional
dan terapi diberikan dengan progestin setiap hari selama 3 6 bulan
Pada pasien hiperplasia komplek dan atipik sebaiknya dilakukan histerektomi kecuali bila
pasien masih menghendaki anak.
Pada pasien dengan tumor penghasil estrogen harus dilakukan ekstirpasi

38
Mioma Uteri
BATASAN
Suatu tumor jinak lapisan miometrium rahim, dengan sifat :
1. Konsistensi pada kenyal
2. Berbatas jelas dan memiliki pseudokapsul
3. Bias soliter atau multiple dengan ukuran mulai dari mikroskopis sampai >50 kg

Letak tumor bias :


1. Submukus
2. Intra mural
3. Subserus
4. Intraligamenter
5. Servik
6. Bertangkai (pedunculated)
7. Parasitic (wandering)

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi leiomioma uteri belum dapat dijelaskan secara lengkap. Diduga setiap tumor
berasal dari original single muscle cell, setiap leiomioma adalah monoclonal dan semua
berasal dari satu progenitor miosit. Disebutkan juga tumor tersebut berasal dari totipotential
primitive cell atauimmature muscle cell dest dalam miometrium, yang berproliferasi
akaibat rangasangan terus menerus oleh hormone estrogen, sehingga terbentuk tumor yang
terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat fibrus dan banyak pembuluh darah.
Tumor sering ditemukan pad wanita masa reproduksi, terutama usia 40-50 tahun, tumor
jarang ditemukan sebelum menarke dan dapat mengalami regresi setelahmenopause. Tumor
bertambah besar pada kehamilan dan pada pemberian hormone estrogen.
Saat ini ada pandangan lain yang menyebutkan bahwa pathogenesis leiomioma uteri
adalah adanya transformasi neoplasmatik yang mungkin merupakan mutasi somatic
miometrium normal ke leiomioma yang dipengaruhi oleh hormone estrogen, progestron dan
factor pertumbuhan local seperti : epidermal growth factor, insulin like growth factorl dan
platelet-derived growth factor,1 Reseptor estrogen dan progesterone banyak didapatan pada
leiomioma uteri. Walaupun inisiator mutasi somatic tidak helas, namun efek mitogenik
progesterone dapat meningkatkan perkembangan mutasi somatic. Proliferasi mioma
merupakan interaksi komplek dari estrogen, progesterone dan factor pertumbuhan local,
namun semuanya itu terjadi setelah adany ainisiasi dari tumor formation. Diduga komponen

39
genetic ikut berperan dan akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi mutasi pada 2 gen, yaitu
HMGI9C) dan HMGI9Y) yang muncul pada perkembangan mioma uteri.

GEJALA KLINIS
1. Bias tanpa gejala;
2. Atau timbul gejala berupa:
Rasa penuh atau berat pada perut bagian bawah sampai teraba benjolan yangpadat
kenyal
3. Gangguan haid atau perdarahan abnormal uterus (30%)
a. Menoragi
b. Metroragi
c. dismenore
4. gangguan akibat penekanan tumor :
a. disuria / polakisuria
b. retensi urine
c. Overflow incontinence
d. Konstipasi
e. Varises
f. Edena tungkai

CARA PEMERIKSAAN / DIAGNOSIS


1. Anamnesis tentang keluhan dan riwayat penyakit
2. Palpasi abdomen : didapatkan tumir di daerah atas pubis atau abdomen bagian bawah
dengan konsistensi padat kenyal, berdungkul, tidak nyeri, berbatas jelas, mobil bila
tidak ada perlekatan
3. Pemeriksaan bimanual : tumor tersebut menyatu atau berhubungan dengan rahim
4. Pemeriksaan USG pada kasus terpilih
5. Kuret pemeriksaan PA pada kasus perdarahan
6. Pemeriksaan PA bahan operasi

DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor solid ovarium
2. Adenomiosos
3. Kelainan bawaan rahim
4. Tumor solid rongga pelvis non ginekologis
5. Kehamilan
6. Miosarkoma

PENYULIT
1. Perdarahan sampai anemia
2. Torsi pada yang bertangkai

40
3. Infeksi
4. Degenerasi merah (deegnerasi karneus) sampai nekrotik
5. Degenerasi ganas (miosarkoma)
6. Degenerasi hialin dan degenerasi kistik
7. Infertilitas

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tergantung pada :
1. Ukuran tumor
2. Keluhan atau komplikasi
3. Umur danparitas penderita
I. Ukuran mioma kurang dari -12 minggu
1. Tanpa keluhan / komplikasi.
Tidak tergantung umur dan paritas, hanya dilakukan pengawasan dengan
pemeriksaan berkala setiap 3 6 bulan sekali. Apabila terjadi pembesaran atau
timbul komplikasi dipertimbangkan operasi.
2. Dengan keluhan . komplikasi perdarahan dilakukan :
a. Koreksi anemi dengan transfuse bila Hb<8gr%
b. Kuret, dikerjakan bila Hb>8gr%, kecuali pada perdarahan profus.
c. Tujuan kuret :
- Menghentikan perdarahan
- Pemeriksaan PA menyingkirkan kemungkinan keganasan atau penyakit lain.
Bila tidak didapatkan keganasan, tindakan selanjutnya tergantung pada umur
paritas penderita
d. Umur < 35 tahun dan masih menginginkan anak dilakukan terapi konservatif, bila
gagal dipertimbangkan operasi
e. Umur > 35 tahun dengan jumlah anak > 2 dilakukan tindakan operasi.

II. Ukuran mioma lebih 12 minggu


Dengan taupun tanpa keluhan / komplikasi, dilakukan tindakan operasi. Bila ada
perdarahan dilakukan kuret dulu ntuk menghentikan perdarahan dan pemeriksaan
patologui anatomi (PA) setelah anemianya dikoreksi. Bila ada infeksi diberi antibiotic.

III. Pengobatan konservatif


1. Bila anemi beri tablet zat besi tiap 8 jam / hari
2. Pemberian kombinasi vitamin vitamin sehari 1 kali
3. Makanan Tingkat Kalori Tinggi protein (TKTP)
4. Pengawasan lanjutan secara berala setiap 3-6 bulan untuk melihat besar tumor dan
keluhan
5. Dapat dipertimbangkan pemberian obat-obat bertujuan mengurangi kadar estrogen
dan progesterone dalam darah (min : GnRH agonist)

41
IV. Tindakan operasi
1. Pada yang masih menginginkan naak,, bila mungkin dikerjakan miomektomi:
a. Selama pengawasan tumor membesar lebih dari 8 cm dengan USG
b. Keluhan perdarahan dan nyeri tidak teratasi dengan obat-obat
2. Pada usia 35-45 tahun dikerjakan histerektomi + unilateral salpingooforektomi.
3. Pada usia >45 tahun dikerjakan jisterektomi + bilateral salpingooforektomi

42
KANKER ENDOMETRIUM

PREVALENSI
Di Indonesia merupakan jenis keganasan ke 3 kanker ginekologi setelah kanker serviks
dan kanker ovarium. Di Amerika dan negera Eropa menempati urutan atas dengan insidens
3-4 kali lebih sering dibandingkan dengan Negara berkembang. Sebagian besar terdiagnosis
pada usia pasca menopause, hanya 5% yang terdiagnosis pada usia di bawah 40 tahun dan
hampir 70% terdiagnosis pada stadium awal

ETIOLOGI
Kanker endometrium banyak dikatikan dengan masalah hormonal, terutama disebabkan
rangasngan yang terus menerus estrogen pada endometrium, tanpa hamabtan progesterone.

FAKTOR RISIKO
1. Unopposed . inadequate opposed estrogen therapy
2. Obesitas
3. Hipertensi
4. Diabetes Mellitus
5. Nulliparritas
6. Early menarche dan late menopause
7. Chronic anovulation, polikistik ovarium
8. Riwayat keluarga kanker payudara, ovarium, colorectal
9. Penyakit hepar
10. Granulose cell tumor ovarium

PENCEGAHAN
Menghindari penggunan estrogen terus menerus tanpa progesterone
Menjaga berat badan ideal
Penggunaan kontrasepsi oral
Penangan dini perdarahan abnormal :
1. Simple hyperplasia
2. Hyperplasia atipik

GEJALA
1. Perdarahan per vaginam terutama pasca menopause
2. Fluor albus

43
3. Nyeri daerah pelvis
4. Gamabran Pap smear yang abnormal

DIAGNOSIS
1. Dilatasi dan kuretase
2. Histeroskopi / biopsy
3. Ultra Sonography (USG)

GAMBARAN PATOLOGI
1. Endometroid carcinoma
2. Papillary serous cardinoma
3. Clear cell carcinoma
4. Squamous cell carcinoma
5. Undifferentiated Carcinoma
6. Mixed type
7. Miscellanous epithelial tumor

STADIUM KLINIS KANKER ENDOMETRIUM


Stadium 0 :
Karsinoma insitu, tidak ada invasi ke stroma atau miometrium
Stadium I :
Karsinoma terbatas pada korpus
Ia : panjagn kavum uterus 8 cm atau kurang
Ib: panjang kavum uterus lebih dari 8 cm
Stadium II :
Karsinoma mengenai korpus dan servik
Stadium III :
Karsinoma meluas ke luar uterus tetapi elum ke luar panggul keci
Stadium IV :
Karsinoma meluas panggul kecil atau sudah mengenai mukosa kandung kencing atau rectum.
Edema bulosa tidak termasuk ke dalam stadium IV
SURGICAL STAGING
Stage I Terbatas pada corpus uteri
IA Terbatas pada endomen
IB Infiltrasi < 50% endometrum
IC Infiltrasi >50% endometrium
Stage II Meliputi corpus uteri dan serviks

44
IIA Terbatas pada endoserviks
IIB Infiltrasi pada stroma serviks
Stage III Sudah ada penyebaran ke pelvis
IIIA Mencapai lapisan serosa dan atau adnexa dan atau Sitologi cairan peritoneum
(+)
IIIB Metastase ke Vagina
IIIC Metastase ke dinding pelvis clan atau kelenjar paraaorta
Stage IV Metastase jauh
IVA Tumor mencapai buli-buli dan atau rectum
IVB Metastase pada kelenjar supraklavikuler, paru, hepar, tulang, otak

PENATALAKSANAAN
HIPERPLASIA
Hyperplasia Simpel
1. Progestian sekuensial
2. Oral pill
3. Progestin dosis tinggi
4. Induksi ovulasi
5. Histerektomi
Hiperplasia Atipik
Merupakan lesi pra kanker endometrium
Untuk penderita pasca menopause dianjurkan histerektomi
Penggunan progesterone dosis tingg masih bisa dipertimbangkan

CARCINOMA ENDOMETRIUM
Penanganan pre operatif meliputi :
Penilaian klinis besar rumot dan penyebarannya
Risiko operasi pada pasien seperti usia, obesitas, hipertensi, Diabetes mellitus (DM)

Stadium I
Histerektomi dengan Bilateral Salpingo Oophorectomy (BSO), bila perlu diberikan
radiasi pasca operasi
Stadium II
Histerektomi radikal
Histerektomi dengan sebelumnya diberikan radiasi (brachi terapi)

45
Penilaian kelenjar pelvic
Kemoterapi
Terapi hormone
Stadium III-IV
Debulking
Radiasi pasca operasi
Radiasi saja
Kemoterapi
Terapi hormone

46
TUMOR OVARIUM
TUMOR JINAK OVARIUM

Tumor Kistik Ovarium

1. Kista Folikel
Kista folikel adalah kista yang paling sering ditemukan di ovarium dan biasanya
berukuran sedikit lebih besar dari folikel pra ovulasi. Kista ini terjadi karena kegagalan
proses ovulasi dan kemuadian cairan folikel tidak diabsorbsi lagi. Kista ini jarang sekali
terjadi torsi, rupture atau perdarahan. Ada yang menghubungkan kista folikel dengan
gangguan menstruasi (perpanjangan interval antar menstruasi atau pemendekan siklus.
Gambaran klinik
Penemuan kista folikel dengan menggunakan pemeriksaan USG transvaginal atau
pencitraan MRI. Sebagian kista dapat mengalami obliterasi dalam 60 hari tanpa pengobatan.
Pil kontrasepsi dapat digunakan untuk mengatur siklus dan atresi kista folikel.
Terapi
Tata laksana kista folikel dapat dilakukan dengan melakukan pungsi langsung pada
dinding kista menggunakan laparoskopi. Akan tetapi, sebelumnya harus dipastikan dahulu
bahwa itu memang benar merupakan kista folikel, dan bukan kista neoplastik ganas.

2. Kista Korpus Luteum


Kista lkuteum terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus luteum atau perdarahan yang
mengisi rongga yang terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista lutein yaitu kista granulose
dan kista teka.
a. Kista Granulosa
Kista granulose merupakan pembesaran non neoplastik ovarium. Setelah ovulasi
dinding sel granulose mengalami luteinisasi. Pada tahap terbentuknya vaskularisasi baru,
darah terkumpul di tengah rongga membentuk korpus hemoragikum. Resorbsi darah di
ruangan ini menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum. Kista lutein yang persisten dapat
menimbulkan nyeri dan tegang dinding perut yang juga disertai amenore atau menstruasi
terlambat ( menyerupai gambaran kehamilan ektopik). Kista lutein juga bisa menyebabkan
torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri hebat atau perdarahan intraperitoneal yang
membutuhkan tindakan pembedahan segera.

47
b. Kista Teka
Kista ini tidak pernah mencapai ukuran yang besar . umumnya bilateral dan mengisi
caira jernih kekuningan. Kista teka seringkali dijumpai bersamaan dengan ovarium polikistik,
mola hidatidosa, korio karsinoma, terapi hcg, dan klomifen sitrat.
Kista ini tidak menimbulkan keluhan, dan tidak diperlukan tindakan bedah untuk
menangani kista ini. Kista ini dapat hilang secara spontan setelah evakuasi mola, terapi korio
karsinoma, atau penghentian stimulasi ovulasi dengan klomifen sitrat. Akan tetapi, apabila
terjadi rupture kista dan terjadi perdarahan ke dalam rongga peritoneum, maka diperlukan
tindakan laparotomi segera.

3. Ovarium Polikistik
Penyakit ini ditandai dengan apertumbuhan polikistik ovarium, amenore sekunder
atau oligomenore, dan infertilitas. Sekitar 50% dari pasien juga mengalami hirsutisme dan
obesitas.
Gambaran Klinik
Walaupun mengalami pembesaran ovarium, juga mengalami proses sklerotika yang
menyebabkan permukaannya berwarna putih tapa identitas seperti mutiara sehingga disebut
sebagai ovarium kerang. Ditemukan banyak folikel berisi cairan di bawah dinding fibrosa
korteks yang mengalami penebalan. Teka interna terlihat kekuningan karena mengalami
luteinisasi, sebagian stroma juga mengalami hal yang sama.
Diagnosis penyakit ini dibuat berdasarkan anamnesis yang mengarah pada beberapa
gejal di atas dan pemeriksaan fisik yang terarah. Riwayat menarke dan haid yang normal
kemudian berubah menjadi episode amenore yang semakin lama. Pembesaran ovarium dapat
dipalpasi pada sekitar 50% pasien . terjadi peningkatan 17 ketosteroid dan LH tetapi tidak
ditemukan terjadinya lonjakan FH. Pemeriksaan yang dapat diandalkan adalah USG dan
laparoskopi.
Terapi
Klomifen sitrat 50-100 mg per hari untuk 5-7 hari per siklus. Bisa juga ditambahakan HCG
untuk memperkuat efek pengobatan. Selain itu bisa juga diberikan progesterone karena
endometrium lebih banyak terpapar oleh estrogen.

48
KEGANASAN OVARIUM JENIS EPITEL

BATASAN
Neoplasma ganas ovarium yang berasal dari epitel selomik

PATOFISIOLOGI/ETIOLOGI
Belum jelas diketahui
Terutama terjadi apada daerah industry
Diduga partikel talk dan asbes melalui vagina-uterus masuk rongga peritoneum merupakan
bahan perangsang pada ovarium untuk menjadi neoplasma. Kehamilan tampaknya
mempunyai pengaruh proteksi untuk terjadinya keganasan ovarium. Gambaran jenis
histopatoligi (serus, endometrioid, mucinus, mesonephroid dan undifffereniated) tidak
banyak mempengaruhi dalam penentuan pengobatan

GEJALA KLINIK
Pada stadium awal/masih setempat (stadium I & II ) hampir tidak didapatkan gejala
klinis yang berarti, sehingga jarang penyakit ini terdiagnosis dalam stadium ini.
Pada stadium lanjut (stadium III & IV) dapat berupa keluhan-keluhan :
1. Penurunan berat badan, perut rasa tak enak-nyeri
2. Gangguan pencernaan mual muntah, sesak nyeri dada, perdarahan pervaginam.
Perubahan fisik : anemis, peningkatan lingkar abdomen, benjolan diperut bawah, asites, ileus

DIAGNOSIS
1. Dicurigai pada wanita berumur antara 40-60, dengan pembesaran ovarium 5 cm atau
lebih. Bila didapatkan derah-daerah yang solid dari tumir tersebut, tumor bilateral
dengan perlekatan-perlekatan pada organ visera dan omentum, serta adanya asites,
memperbesar kemungkinan keganasan dari tumir tersebut.
Makin lanjut stadium yang terjadi, makin banyak didapatkan gejala-gejala klinis
2. Laboratorium
Sampai saat ini belum ditemukan pertanda tumir yang spesifik Human Placenta Lactogen
(H.P.L),Carcino Embrio Antigen(C.E.A)
3. Pungi abdomen
- Pre operatif bila perlu dilakukan fungsi abdomen untuk pemeriksaan klinis dan
sitologik untuk membdekan antara asites maligna dan asite lainnya

49
- Bila didapat sel eksfoliatif yang ganas, maka hal ini tak dapat dipergunakan untuk
menentukan asal keganasan
- Dilakukan untuk tujuan simptomatik (dekompresi) atau untuk perbaikan
hemodinamik beberapa saat sebelum pembedahan
4. Laparoskopi
Dilakukan laparoskopi diagnostic bila perlu untuk membedakan dengan keadaan yang
dapat menjadi diagnosis banding atau untuk pemastian visual dalam rangka persiapan
pembedahan,
5. Ultrasonografi / CT-Scan
Tindakan ini dilakukan bila dipandang perlu untuk lebih meyakinkan hasil pemeriksaan
klinik
6. Histopatologi
Pemeriksaan histipatologi dari hasil pembedahan dipergunakan untuk penentuan
definitive adanya keganasan, jenis keganasan, derajat diferensil keganasa, kuas
penyebaran keganasan, yang berkaitan dengan penentuan stadium keganasan waktu
pembedahan.
Sediaan potong beku hanya menentukan ada tidaknya keganasan.

DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor rahim
2. Kehamilan ektopi k
3. Keberadangan adneksa
4. Tumor ovarium jinak

KOMPLIKASI
Umunya terjadi pada stadium lanjut, berupa :
1. Asites permagna, hipo priteinaemia
2. Ileus, akibat penyebaran tumor ke usus
3. Anemia, kakeksida

PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Dilakukan Total Abdominal Hysterectomy (TAH) + bilateral Sapingo O.pharectomy
(BSO) + omentektomi, dan bila tumir telah tumbuh di luar uterus dan andeksa diakukan
pengangkatan sebanyak mungkin dari masa tumor tersebut, sehingga sisa tumir tidak
lebih besar dari 12 cm khusunya pada stadium klinis ia yang masihmemerlukan organ

50
reproduksi, dengan ediaan potong beku didapatkan keganasan, maka pada saat ituhanya
dilakukan pengangkatan adneks yang mengandung tumor tersebut, sambil melakukan
pemeriksaan sitologi cairan / pembilasan daerah para colon dan suddiafragma dan
biopsy peritoneum / viscera yang dicurigai
Penatalaksanaan selanjutnya bergantung pada jenis keganasan dan tindakan diferensiasi
yang ditunjukkan.
Bila didapatkan tumor dengan potensi malignitas yang rendah, maka tidak diperlukan
tindakan pembedahan lanjutan ataupun pengobatan lainnya
Relaparotomi dilakukan bila pembedahan pertama tidak adekwat dan penderita dapat
serta berseid dibedah ulang, untuk dilakukan tindakan sebagaimana mestinya.

2. Kemoterapi/Sitostasik
Pada stadium I dan II setelah pembedahan adekwat diberikan Melphalan 0,2 mg/kg/hari
p.o untuk 5 hari setiap 4-6 minggu sebanyak 18 seri
Kegagalan denganpengobatan ini dilanjutkan dengan pemberian CAP
(Cyclophosphamide Adriamycine platinum)
Pada stadium III setelah pemdedahan dengan sisa tumor yang minimal diberikan
metaphalan dengan dosis dan cara yang sama sebanyak 24 seri
Kegagalan dengan oabt ini dialnjutkan dengan pemberian C.A.P
Pada stadium III setelah pembedahan dengan sisa tumor yang banyak atau stadium IV
diberikan C.A.P dengan dosis:
- Siklofosfamid : 500 mg/m2 i.v
- Adriablastin : 40 mg/m2 i.v
- Platinum : 50 mg/m2 drip dengan hidrasi dan diuretika
Diberikan tiap 21 hari bila keadaan memungkinkan , sampai 8 seri. Pemberian kemoterap
dilaksanakna setelahmemenuhi persyaratan
Pada keadaan yang memerlukan pemberian kemoterapi gabungan dengan toksisitas yang
lebih rendah, dipertimbangkan pemberian
- Mephalan 0,2 mg/kg/hari p.o untuk 5 hari setiap 4 minggu sebanyak 24 seri
- Platinum 50 mg/m2/drip dengan hidrasi dan diuretika di antara pemberian Mephalan,
sebanyak 8 seri

3. Radiasi
Pada kegagalan pengoabtan dengan sitostatika, penderita dikonsultasikan ke bagian radio
terapi untuk petimbangan pemberian radiasi.

51
4. Pembedahan Second Look
Pada kasus yang sama secara klinis tidak ditemukan tumor lagi setelah pemberian kemo
terapi berakhir, maka dilakukan pembedahan second look untuk mengetahui ada
tidaknya sisa tumor intra abdominal
Hasil eksplorasi dan histopatologi biopsy tempat yang dicurigai /diduga masih
mengandung tumir, menentukan rencana penanganan selanjutnya

5. Obat pemacu kekebalan


Selama masa pengobatan maupun evaluasi pasca pengobatan sampai 5 tahun diberikan
obat pemacu kekebalan secara berkala

Pengawasan lanjutan
1. Waktu pengobatan
Secara klinis diikuti perubahan berat badan, ada tidaknya asites, perubahan lingkar
perut, perubahan besar tumor yang tertinggal dan angka status fisik penderita
2. Pasca pengobatan
Dilakukan pengobatan klinis berkala untuk mendeteksi kemungkinan terajdi
kekambuhan tumor atau penyulit lain

52
Tumor Ovarium Solid

1 Fibroma
Tumor ini tidak jarang ditemukan. Dapat berupa benjolan kecil pada permukaan atas
dalam jaringan ovarium sendiri, atau dapat pula mempunyai ukuran yang besar sekali,
sehingga mengisi seluruh cavum abdominalis. Biasanya unilaterral. Pada tumor yang besar
biasanya sudah tidak jaringan parenchym yang normal. Tumor ini keras ditemukan, tetapi
pada beberapa tempat sering ditemukan ruangan-ruangan sebagai degenerasi kistik.
Permukaan dapat pulih atau putih kuning yang homogen dan bertrabekel.
Mikroskopis
Bentuknya berbeda- beda. Pada suatu bagian sel- selnya berbentuk stelata atau
fusiform, dengan banyak jaringan intercelulair, sehingga menyerupai jaringan keloid. Pada
bagian- bagian lain sel- sel berbentuk spindle(kumparan), dan bercampur dengan otot- otot
(fibromyoma). Kadang- kadang pula tulang rawan atau tulang/ fibrochrondoma atau fibro-
osteoma.
Gejala- gejala
Penderita merasa adanya suatu benjolan kadang- kadang disertai rasa berat dan sakit
di perut bagian bawah. Hampir tak ada pengaruh terhadap siklus haid, adanya terkadang-
kadang terjadi menorargi atau dismenorhoe; oleh karena beratnya sering terjadi torsi yang
parsial yang mengadakan obstruksi dari vena, sehingga timbul ascites.
Diagnosa
Sukar ditentukan, apalagi bila disertai dengan ascites. Biasanya diketahui pada waktu
operasi. Bila ditemukan tumor yang solid, yang unilateral pada waktu muda, mungkin
disebabkan fibroma ovari atau tumor Brenner.
Terapi Operasi
Setelah operasi biasanya gejala- gejala ascites dan hydrothorax akan hilang.
2 Tumor Brener
Jenis tumor ini baru saja dikenal pada tahun- tahun terakhir terutama berkat
penyelidikan Robert Meyer.
Makrosopis
Hampir menyerupai fibroma, bahkan ada kasus- kasus yang disangka sebagai
fibroma, kemudian ternyata adalah tumor brener.
Mikroskopis

53
Tumor ini memiliki gambaran mikroskopis yang karakteristik yaitu yang berupa
sarang- sarang sel epitel didalam matrik yang fibromateus. Penyebaran sel- sel ini di dalam
stroma mula- mula dissangka ganas, tetapi sel- sel tersebut menunjukan keseragaman yang
jelas, dengan tidak ada tanda- tand anaplastik sedikitpun. Sel- sel ini sering menunjukan
kecenderungan untuk berdegenerasi dibagian tengahnya, sehingga berisi masa sitoplasma
nyang sepintas lalu menyerupai ovum dalam folikel. Karena itu tumor dinamakan pula
oophorama folliculare.
Sifat lain yang menarik perhatian ialah adanya kecenderungan dari epitel untuk mengadakan
perubahan yang disebut mucinous transformation, sehingga dapat menyerupai cystadenoma
mucinosum biasa. Jadi kista- kista yang besar jenis mucinosum dapat berasal dari tumor
Benner.
Gejala- gejala
Tumor Benner jarang terjadi umurnya 50 tahun keatas. Jenis ini tidak memberikan
gejala yang khas, bahkan jenis yang kecil baru diketahui pada waktu operasi. Yang besar
dapat mencapi berat sampai beberapa kg dan gejala- gejalanya seperti pada fibroma.
Besarnya tiumor ini disebabkan oleh karena perubahan fibromateus di sekitar sarang- sarang
sel tadi oleh karena itu pada semua tumor yang fibromateus harus dicari gambaran sarang-
sarang sel tewrsebut.
Histogenesis.
Sebetulnya masih ada keragu- raguan mengenai asal usul tumor ini. Meyer
mengatakan bahwa tumor ini berasal dari pulau- pulau sel Walthard. Sel- sel ini berupa sel-
sel yang indifferent, berupa plaque- plaque squameus atau sebagai kumpulan kecil dari sel-
sel acini, pada atau sedikit dibawah permukaan ovarium, atau pada tuba, atau ligamentum-
ligamentum dari uterus. Green dkk, membuktikan bahwa tumor brenner ini dapat berasal dari
sumber lain, termasuk dari epitel permukaan ovarium, rete ovari dan stroma ovari. Lekukan
inti dari sel menyerupai biji kopi pada tumor Brener, mula- mula disangka bersifat
phatognomonis, tetapi kemudian ternyata bahwa gambaran ini tampak piula, pada tumor-
tumor lain. Walaupun biasanya dianggap jinak, tapi aa beberapa kasus yang menunjukan
tanda klinik dan histologis yang ganas. Ini biasanya disebabkan degenerasi maligna dari
sarang- sarang sel Brenner yang memberikan gambaran seperti ca epidemoid.
Tumor benner umumnya tidak memberikan pengaruh terhadap sifat sex. Juga tidak
berhubungan dengan adanya perdarahan fungsionil.
Terapi
Operasi

54
3 Tumor Ovarium solid lainnnya yang jinak
Yang termasuk di dalamnya :
Lymphangioma
Haemangioma
Fibroadenoma
Adenomyoma
Tumor tersebut diatas sangat jarang, diagnosa baru dibuat setelah pemeriksaan histologis.

55
Penyakit Medis Sistemik yang
Menyebabkan Perdarahan Uterus
Abnormal
Gangguan hemostasi: penyakit von Wilebrand, gangguan faktor II, V, VII, VIII, IX,
XIII, trombositopenia, gangguan platelets.
Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE.
Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, prolaktinoma, stress, olahraga berlebih.

56
PERDARAHAN UTERUS
DISFUNGSIONAL

BATASAN
Perdarahan Uteris Disfungsional (PUD) adalah perdarahan abnormal yang terjadi di
dalam atau di luar haid, oleh karena gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus-
hipofisis-ovarium-endometrium tanpa disertai kelainan organic genital

PATOFISIOLOGI
PUD dapat terjadi pada sikus ovulatorik maupun pada keadaan dengan folikel persiten

Pada siklus ovulatorik.


Perdarahan dapa terajdi pada pertengahan hadi ataupun bersama dengan haid. Perdarahan ini
disebabkan korpus luteum persiten dengan kadar estrogen yang rendah, sedangkan
progesterone terus terbentuk

Pada siklus Anovulatori,


Kadar estrogen tinggi maka endometrium mengalami proliferasi berlebihan (hiperplasi)
kadar progesterone rendah maka tebalnya endometrium tersebut tidak iikuti dengan
pembentukan penyangga yang baik, kaya pembuluh darrah dan kelenjar. Jaringan ini rapuh,
mudah melepaskan bagian permukaan, danmenimbulkan perdarahan. Perdarahan disatu
tempatbaru sembuh, timbul perdarahan di tempat lain, sehingga perdarahan tidak terjadi
secara bersamaa.

Jadi dasar perdarahan pada kasus anovulatorik ini disebabkan.


1. Endometrium yang tebal dan rapuh
2. Pelepasan endometrium yang tidak bersamaa
3. Tidak ada kolapus jaringan
PUD pada keadaan folikel persiten, erring dijumpai pada masaperimenopause, jarang pada
masa reproduksi. Oleh karena pengaruh estrogen yang terus menerus, endometrium mengalai
hiperplasi, baik jenis simple hiperplasi, adenomatus maupun atipik. Jenis adenomatus dan
atipik merupakan pembakal keganasan (pre cancerous), sehingga perlu penanganan khsusus.

57
GAMBARAN KHUSUS
1. Perdarhan dapat terjadi setiap waktui adlam siklus haid
2. Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit terus menerus atau banyak dan berulang-
ulang
3. Paling serng dijumpai pada masa menarke atau masa perimenopause.

ETIOLOGI
Penyebab PUD ini sukar diketahui dengan pasti
PUD sering dijumpai pada :
1. Sindroma polikistik ovarii
2. Obesitas
3. Imaturitas poros hipotalamik hipofise ovarium missal pada masa menarke
4. Anovulasi terlambat (late anovulation ) misalnya pada pra menopause
5. Gangguan kejiwaan

DIAGNOSIS
Anamnesis
Sangat penting untuk melakukan anamnesis cermat, perlu ditanyakan usia menarke,
siklus hadis setelah menarke, lama dan jumlah darh hadis, selain itu perlu ditanyakan apula
latar beakang kehidupan keluarha serta latar belakang emosionalnya penggunaan obet KB
dan terapi hormonl lain, riwayat penyakit, yang berhubngan dengan penyakit dalam (Intern)

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum dini ditujukan untuk megnetahui kemungkinan kelainan yang
menjadi sebab perdarahan. Perhatikan kemungkinan penyakit metabolic, penyakit sistematuk
lain atau penyakit menahun termasuk kelainan hemostasis

Pemeriksaaan Ginekologik
1. Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan organic yang dapat
menyebabkan perdarahan abnormal: misalnya : polip serviks, ulkus, perlukaan erosi,
radang, tumor, abortus, keganasa dll
2. Untuk menegakkan diagnosis pada gadis tak perlu dilakukan kuret
3. Pada wanita yang sudah menikah, sebaiknya dilakukan kuret untuk menegakkan
diagnosis.

58
4. Pda pemeriksaan histology, biasanya didapatkan endometrium hiperplasis USG
vaginal jika memungkinkan dilakukan untuk : kemungkinan hasil tebal endometrium
kelainan pathologis di cavum uteri.

DIAGNOSIS BANDING
Semua kelainan yang dapt menimbulkan perdarhan abnormal uterus.

PENATALAKSANAAN
Prinsip Pengobatan
1. Membuat diagnosis PUD, dengan menyingkirkan kemungkinan kelainan organic
2. Menghentikan perdarahan
3. Megnatur haid supaya normal kembali
4. Bila anemis (Hb <8 gr%) diberi transfuse

Menghentikan perdarahan
1. Kuret (tidak perlu MRS, kecuali bila akan ditransfusi)
Dilakukan untuk penderita yang sudah kawin
2. Obat-obat (prioritas pilihan, menurut nomor urut)
a. Esterogen
Biasanya dipilih estrogen alami seperti estoge konyugasi (conjugated estrogen)
misalnya Estradional Valerat. Estrogen jenis ini lebih menguntungkan, karena tidak
membenani hati dan tidak meningkatkan kadar rennin maupun gangguan pembekuan
darah. Jenis estrogen yang lain Etinil Estradio. Estrogen jenis ini dimetabolisme di
hati, sehingga lebih mengganggu fungsi hati.
Dosis
- Bila perdarahan banyak (profus): MRS, diberikan etinil estradio 0,05 mg/oral tiap 8
jam
- Bila perdarahan tidak banyak , dapat diberikan:
Benxoat estradional 20 mg i.m
Estradiol konyugasi 2,5 mg per oral 7-10 hari

b. Pil Kombinasi
Tujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual
Dosis

59
- Bila perdarahan banyak )profus) dapat diberikan 4 x 1 selama 7-10 hari, kemudian
dilanjutkan 1 x 1 selama 3-6 siklus

c. Progesteron
Tujuan pemberian progestron ini untuk memberikan keseimbangan pengaruh
pemberian estrogen
Progestero yang dipilih jenis progestero yang meolekulnya menyerupai progesterone
alami. Termasuk dalam jenis ini Medroxy Progesteron Acetate (MPA) dan
diprogesteron.
Progesterone yang androgenic (derivate testosterone) tidak banyak digunakan, karena
mempunyai efek androgenic (ance, tumbuh bulu, dsb) serta dapat menurunkan HDL
kolesterol
Dosis :
MPA 10-20 mg perhari selama 7-10 hari atau Norethisteron 2X5 mg, 7-10 hari.
Bila ada kontra indikasi pemberian estrogen, dapat dioberikan injeksi 100 mg i.m
Progesteron dengan tujuan untuk ketahann endometrium dan merangsang kontraksi
ritmik pada vasomot. Untuk keperluan in dapat digunakan Depot Medoxy Progesteron
Acetate (DMPA)

d. Senyawa Antiprostaglandin
Penggunaan senyawa antiprostaglandin terutama pada penderita dengan kontra
indikasi pemberian estrogen dan progesterone, misalnya kegagalan fungsi atau
keganasan.

Mengatur haid
Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan terapi untuk mengatur haid. Untuk mengatur
haid dapat diberikan
1. Pil oral selam 3-6 bulan
2. Prpgesteron 2 x 5 mg selam 10 hari dimulai pad ahari ke 14-15 haid

60

Anda mungkin juga menyukai