Anda di halaman 1dari 26

REFERAT MODUL

AGEN BIOLOGIS SEBAGAI TERAPI

PSORIASIS

Oleh :
Ridha Ramadina Widiatma

Pembimbing :
Trisiswati Indranarum

SMF/BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD DR. SOETOMO


SURABAYA
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan patogenesis

yang masih belum dapat dijelaskan secara pasti hingga kini. Psoriasis mempunyai

gambaran klinis, distribusi, derajat keparahan dan durasi penyakit yang bervariasi,

dengan lesi khas berupa eritroskuamosa1. Proses turn over epidermis secara

normal berlangsung selama 1421 hari, sedangkan pada psoriasis hanya

berlangsung 34 hari, sehingga terbentuk skuama tebal, kering dan kemerahan

yang kadang juga terasa nyeri. Pemendekan ini disertai perubahan diferensiasi dan

perubahan patologis di semua lapisan kulitnya2.

Prevalensi psoriasis bervariasi antara 1,52,6%3. Data dari beberapa rumah

sakit di Indonesia tahun 2003-2006 menunjukkan insiden psoriasis rata-rata

mencapai 96 kasus atau 0,4% dari 22.070 kunjungan kasus baru4. Etiologinya

belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan faktor genetik dan

limfosit T. Beberapa faktor pencetus psoriasis antara lain trauma, infeksi

Streptococcus -haemolyticus, stres dan perubahan iklim. Secara genetik terjadi

kelemahan lokus pada beberapa kromosom dan ketidakseimbangan Major

Histocompatibility Complex (MHC) yang akan mengaktifkan sistem imun

sehingga akan merusak sel kulit dan memacu inflamasi

Dalam kurun waktu 10-20 tahun belakangan ini patogenesis psoriasis telah

berubah drastis, hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal epidermis merupakan

proses sekunder akibat aktivasi sistem imun dalam lesi kulit yang diperantarai

oleh sel Th1 dan Tc1 (CD4+CD45RO+ dan CD8+CD45RO+). Dengan demikian
psoriasis merupakan T-cel mediated inflammatory disease. Bukti nyata dari

peran sentral sel Th1 dan Tc1 dalam paThogenesis psoriasis ditunjukkan dari hasil

penelitian DAB389 IL- 2 (bersifat toksis terhadap sel-sel yang mengekspresikan

IL-2R, dalam hal ini sel-sel yang paling utama mengekspresikan IL-2R ialah sel

Th1dan Tc1.

Obat-obat seperti metotreksat, siklosporin, kalsitriol, UVB dan PUVA

menunjukkan efektifitas pada psoriasis, tetapi karena memiliki sifat imunosupresi

global sehingga menyebabkan efek toksis tidak hanya terhadap sel-sel sistem

imun tetapi juga terhadap sel-sel di luar sistem imun. Berdasarkan pemahaman

patogenesis ini dikembangkanlah terapi yang bekerja pada molekul spesifik secara

tepat, yang dikenal sebagai terapi biologis. Obat-obat biologis ini berasal dari

sumber protein manusia dan hewan, yang bekerja dengan menghambat sistem

imun.

Bahan-bahan terapi biologis meliputi sitokin rekombinan, fusi protein, dan

antibodi monoklonal. Pemberian nama obat-obatnya berdasarkan bahan-bahan

tersebut, yaitu chimeric monoclonal (berakhir dengan -ximab), humanized

monoclonal (berakhiran zumab), human monoclonal antibodies (berakhiran-

umab) dan receptor-antibody fusion proteins (berakhiran -cept). Bahan tersebut

bekerja untuk menurunkan jumlah sel T yang patogen, menghambat migrasi dan

adhesi sel T, serta menghambat sitokin efektor. Obat-obat yang termasuk bahan

biologis adalah: adalimumab, efalizumab, etanercept, infliximab, dan alefacept.

Dari beberapa riset dan hasil penelitian, obat-obat biologis menunjukkan hasil

yang signifikan dan aman. Di Indonesia, obat-obat biologi ini baru diperkenalkan.

Terapi topikal sangat terbatas untuk pengobatan psoriasis sehingga masih


membutuhkan terapi sistemik. Semua obat tersebut mempunyai efek samping

yang serius untuk pemakaian yang lama.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Agen Biologis dan Klasifikasi Agen Biologis

Agen biologis ialah protein yang memiliki aktivitas farmakologik, yang

berasal dari material hidup, baik dari manusia, hewan, atau mikroorganisme, dan

dapat disintesis dalam jumlah besar dengan bantuan teknik rekayasa genetik

(recombinant DNA techniques). Beberapa tipe agen biologis antara lain :

1. Antibodi monoklonal: mengikat protein pada permukaan sel dan

mengubah aktivitas protein target tersebut.

a. Humanized: terbanyak digunakan, sejumlah asam amino bagian Fc

immunoglobulin manusia diganti dengan sekuens pengikat spesifik yang berasal

dari antibodi monoklonal murine. Karena kesamaan dengan protein manusia

normal dan rancangannya paling fleksibel, resiko timbul respon imun terhadap

bagian murine nya kecil. Nama bahan golongan ini diberi kode dengan akhiran:

zumab.

b. Primatized: sekuens monyet dalam human backbone.

c. Fully human: dikode dengan akhiran: umab.

d. Chimeric: penggabungan segmen manusia dengan mouse, dikode dengan

akhiran:ximab.
2. Sitokin atau faktor pertumbuhan (growTh factors) manusia hasil

rekayasa (recombinant human cytokines): molekul merupakan replika atau

fragmen dari protein manusia normal. Bahan menghasilkan efek dengan cara

berinteraksi dengan reseptor seluler normal.

3. Protein gabungan (fusion proteins): menggabungkan peptida atau

bagian dari protein manusia dengan toksin; atau berupa konstruksi fully human

antara bagian konstan (Fc) molekul imunoglobulin dengan binding site suatu

reseptor. Bahan jenis ini dikode dengan akhiran: cept.

Terapi biologis adalah protein yang dirancang untuk mengikat target-target

ekstraseluler (extracellular adhesion protein, reseptor, sitokin, dankemokin),

dengan tujuan memblok aktivasi molekuler yang terjadi, sehingga dapat

mencegah timbulnya reaksi imun yang diperantarai sel T dan/ sel B. Secara garis

besar, tujuan penggunaan terapi biologis adalah

1. Mentarget sel T patogenik,

2. Memblok aktivasi dan/migrasi sel T,

3. Menginduksi deviasi imun (induce immune deviation),

4. Memblok kerja sitokin.

Sampai saat ini, Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui

penggunaan alefacept, efalizumab, dan etanercept untuk pengobatan psoriasis

sedang dan berat, sedang infliximab dan adalimumab masih dalam tahap

penelitian.

2.2 Mekanisme Kerja Agen Biologis


Agen biologis efektif digunakan sebagai terapi psoriasis karena bekerja

pada target spesifik dalam paThogenesis psoriasis. Berdasarkan target spesifik

tersebut, agen biologis dalam terapi psoriasis dapat diklasifikasikan menjadi anti

sel T (efalizumab, alefacept) dan anti sitokin (etanercept, infliximab, adalimumab,

ustekinumab, secukinumab). Peran beberapa agen biologis dalam menghentikan

psoriasis dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1.

Pada Gambar 1 dijelaskan imunopatogenesis pada psoriasis dan

mekanisme aksi dari agen biologis. Dijelaskan bahwa terdapat pemicu awal

seperti trauma, infeksi , stress dan beberapa faktor lainnya yang mencetuskan

kaskade aktivasi sel imun non spesifik (sel dendrit, NK sel, dan keratinosit).

Aktivasi sel imun non spesifik mengeluarkan sitokin-sitokin inflamasi yaitu

Interferon alfa (IFNa), Tumor Necrosis Factor (TNF), Interleukin (IL)-1b, dan IL-

6 yang dapat mengaktifkan sel dendrit yang merupakan sentral dari system imun
pada tubuh, dimana sel dendrit dapat menghubungkan sel imun non spesifik

dengan sel imun adaptif. Sel Dendrit yang teraktivasi memasuki limfonodi dan

menyebabkan sel T naif berdiferensiasi menjadi sel T Helper (TH)17 dan TH1

yang menghasilkan IL-12 dan IL-23. Sel T efektor inilah yang akan bermigrasi ke

jaringan kulit dan mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-17A,IL-17F, IL-22

dari TH17, IFNc dan TNF- dari TH1.

Tabel 1. Agen Biologis pada terapi psoriasis

Agen Konstruksi Target Mekanisme Cara


Biologis Imunologis Molekular Kerja Pemberian
Infliximab Antibodi Inhibitor TNF Mengikat IV

Chimeric TNF untuk

(Manusia- menetralisir

Tikus) efeknya
Etanercept Protein Fusi : Inhibitor TNF Mengikat SK

reseptor TNF TNF untuk

dengan menetralisir

bagian Fc dan efeknya

IgG1
Adalimumab Antibodi Inhibitor TNF Mengikat SK

monoklonal TNF untuk

manusia mentralisir

efeknya
Ustekinumab Antibodi Inhibitor IL- Menghambat SK

Monoklonal 12/ IL-23 kerja Il-12

manusia dan IL-23

untuk
melawan

subunit p40

dan IL-12 dan

IL-23 ,

diisolasi dari

Ig manusia

transgenic

tikus

2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi

2.3.1 Indikasi

Psoriasis derajat parah dan keadaan khusus, yaitu pada pasien dengan

psoriasis keterlibatan area permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA) 10%

dan/atau nilai indeks kualitas hidup dermatologi (Dermatology Life Quality

Index/DLQI) > 10, disertai dengan salah satu dari 4 kriteria berikut :

1. Pasien yang tidak memberikan respon baik minimal 2 terapi sistemik standar

seperti Ciclosporin (CsA), etretinat/asitretin, Metotreksat (MTX), termasuk

fototerapi (PUVA,UVB)
2. Riwayat efek samping/hipersensitivitas pengobatan sistemik
3. Kontraindikasi terhadap terapi sistemik konvensional
4. Pada pasien psoriasis artritis karena potensi terjadi kerusakan sendi
Keadaan khusus, pada konferensi mengenai Konsensus Internasioanal

diketahui adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dan mengajukan proposal

mengenai pasien psoriasis dengan derajat keparahan ringan (ditentukan dengan

Physician Global Assessment (PGA) yang juga dapat menjadi kandidat dari

pengobatan sistemik dalam keadaan khusus, diantaranya :


1. Keterlibatan area luas pada kulit kepala yang tidak respon dengan obat topikal
2. Keterlibatan daerah yang tampak, seperti tangan (palmo plantar) dan wajah
3. Keterlibatan area yang resisten terhadap pengobatan topikal

2.3.2 Kontra Indikasi


Terdapat beberapa kontra indikasi terapi agen biologis pada psoriasis

antara lain :
1. Kehamilan
2. Laktasi
3. Usia < 18 tahun, kecuali ada pertimbangan khusus
4. Infeksi sistemik
5. Penyakit jantung (gagal jantung NYHA III/IV)
6. Keganasan
7. Kelainan neurologis

2.3.3 Pemilihan Agen Biologis


Tidak ada kriteria khusus dalam pemilihan agen biologis tertentu pada

psoriasis tipe plak.


Pada psoriasis artritis, agen biologis lini pertama yang digunakan adalah

inhibitor TNF- seperti adalimumab, infliximab dan etanercept. Sedangkan untuk

pilihan lini keduanya adalah ustekinumab dan secukinumab.

2.4 Jenis Agen Biologis


Berikut beberapa agen biologis yang sudah ada dan akan tersedia di

Indonesia antara lain :


2.4.1 Infliximab

Infliximab merupakan suatu antibodi monoklonal yang tersusun dari

imunoglobulin manusia dengan dua tempat ikatan. Infliximab mempunyai

chimeric binding sites, di mana sejumlah protein dikenali sebagai protein asing

oleh sistem imun manusia, sehingga meningkatkan potensi antibodi dan

menetralisir efeknya. Cara kerjanya secara spesifik menghambat TNF- .

Infliximab diberikan secara intravena melalui infus 5 mg/kg yang

diberikan selama 23 jam dimasukkan ke dalam 3 infus pada minggu pertama, 2

minggu sesudahnya dan pada minggu keenam, selama 6 minggu pertama

pengobatan. Terapi rumatan dilakukan setiap 8 minggu. Sebelum dilakukan terapi


sebaiknya dilakukan test PPD untuk skrining infeksi tuberkulosis laten.25 Hasil

laporan sebelumnya menunjukkan bahwa infliximab efektif untuk pengobatan

psoriasis dengan hasil signifikan tampak pada minggu kedua sesudah terapi.

Infliximab saat ini sudah mencapai phase III penelitian oleh FDA yang terbukti

sebagai monoterapi untuk pengobatan psoriasis dan psoriasis arThritis. Setelah

pemakaian selama 2 minggu menunjukkan perubahan nilai PASI dan DLQI

masing-masing mencapai 69% dan 61%. Faktor lain yang juga didapatkan adalah

pemberian infus secara regular sangat penting untuk mempertahankan efikasi.

Beberapa studi menunjukkan peningkatan infeksi antara lain infeksi

respiratori atas, TBC, histoplasmosis, PCP, kandidiasis dan moluskum. Efek

samping pemberian infliximab adalah reaksi infus. Reaksi yang timbul mulai dari

demam ringan dan panas sampai anafilaktik berat dan sindroma arteri koronaria

berat. Selain itu juga didapatkan gagal liver yang membutuhkan transplantasi

setelah diterapi dengan infliximab, namun kasus ini sangat jarang.

Keberhasilan terapi dinilai berdasarkan penelitian : PASI 75 pada 10

minggu dengan presentase 82% dengan dosis 5mg/kgBB dan 91% dengan dosis

10mg/kgBB

Pada pemakaian Infliximab diperlukan penapisan dan pemantauan pada

pasien antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Penapisan dan Pemantauan pada Infliximab

Sebelum Pengobatan Selama Pengobatan Setelah Pengobatan


Mencatat Psoriasis Area Mencatat follow up riwayat klinis

and Severity Index PASI//BSA/PGA, artritis dan pemeriksaan fisik

(PASI)/BSA/PGA,

artritis
Mencatat Indeks Mencatat HRQol dengan
Kualitas Hidup IKHD

Dermatologi (IKHD)
Riwayat penyakit : Pemeriksaan :
infeksi, keganasan, gagal
infeksi, keganasan, gagal
jantung, penyakit/gejala
jantung, penyakit/gejala
neurologis, kanker kulit,
neurologis
limfadenopati
Pemeriksaan : kanker Kontrasepsi

kulit, limfadenopati
Eksklusi TB
Bukti infeksi aktif
Kontrasepsi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

laboratorium laboratorium pada laboratorium

(pemeriksaan darah minggu ke-2 dan minggu (pemeriksaan darah

lengkap, enzim hati, ke-6 (pemeriksaan darah lengkap, enzim hati,

kreatinin serum, urin, tes lengkap, enzim hati, kreatinin serum, urin, tes

kehamilan,CRP, kreatinin serum, urin, tes kehamilan)

HBV/HCV, HIV) kehamilan)

2.4.2 Etanercept

Etanercept merupakan reseptor fusi protein manusia sepenuhnya yang

menghambat ikatan TNF- dengan reseptor permukaan sel, terdiri dari dua ligand

extraseluler dari reseptor p75 TNF- bergabung dengan Fc portion human IgG1.

Ikatan etanercept dengan TNF-, akan mencegah aktivitas TNF- pada

reseptornya di sel T dan sel lainnya. Ikatan TNF- secara biologis menjadi tidak

aktif, oleh karena banyak jalur proinflamasi yang bertanggung jawab terhadap lesi

psoriasis dihambat. Etanercept terbukti dapat mengurangi tanda dan gejala

rhematoid arThritis (RA), polyarticular course juvenille rhematoid arThritis,


ancylosing spondylitis, psoriasis dan psoriasis arThritis. Etanercept juga dapat

menghambat kerusakan struktur dan perbaikan fungsi fisik pada pasien RA dan

psoriasis. Etanercept diberikan secara subkutan dengan dosis 50 mg dua kali

seminggu selama 3 bulan, kemudian 50 mg satu kali perminggu atau 25 mg dua

kali perminggu dengan jarak pemberian 7296 jam. Bila terjadi penurunan efikasi

dapat dilakukan dengan meningkatkan dosis injeksi, menambah sinar ultraviolet,

steroid topikal poten jangka pendek dan penambahan agen sistemik lain (seperti

MTX dosis rendah atau acitetrin).

Efek samping etanercept dapat berupa reaksi kemerahan pada tempat

suntikan, reaksi yang muncul ada yang ringan dan ada yang berat. Belum ada

bukti yang menunjukkan terjadinya peningkatan neoplasma maligna walaupun

kasus limfoma pernah dilaporkan. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien

demyelinating dan congestive heart failure karena dapat memperberat penyakit.

Efek samping pada kulit berupa lupus, vaskulitis, eosinophilic celulitis like

reaction dan dermatitis granulomatous interstitial.

Keberhasilan terapi menggunakan etanercept dinilai berdasarkan

penelitian apabila didapatkan PASI 75 pada 12 minggu dengan presentase 34%

dan 24 minggu dengan presentase 44%.

Pada pemakaian etanercept diperlukan penapisan dan pemantauan pada

pasien antara lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penapisan dan Pemantauan pada Etanercept

Sebelum Pengobatan Selama Pengobatan Setelah Pengobatan


Mencatat Mencatat Follow up riwayat klinis
PASI/BSA/PGA, artritis PASI//BSA/PGA, artritis dan pemeriksaan fisik
Mencatat HRQol dengan Mencatat HRQol dengan Wanita usia subur

IKHD IKHD dharapkan tidak sampai

3 minggu setelah terapi

dihentikan
Riwayat penyakit : Pemeriksaan :
infeksi, keganasan, gagal
infeksi, keganasan, gagal
jantung, penyakit/gejala
jantung, penyakit/gejala
neurologis, kanker kulit,
neurologis
limfadenopati
Pemeriksaan : kanker

kulit, limfadenopati
Eksklusi TB
Bukti infeksi aktif
Kontrasepsi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

laboratorium laboratorium pada laboratorium setiap 3-6

(pemeriksaan darah minggu ke-4 dan minggu bulan (pemeriksaan

lengkap, enzim hati, ke-12 (pemeriksaan darah lengkap, enzim

kreatinin serum, urin, tes darah lengkap, enzim hati, kreatinin serum,

kehamilan,CRP, hati, kreatinin serum, urin, tes kehamilan)

HBV/HCV, HIV) urin, tes kehamilan)

2.4.3 Adalimumab

Adalimumab adalah antibodi monoklonal manusia yang tersusun oleh

beberapa variabel imunoglobulin manusia dengan dua binding sites. Adalimumab

mempunyai ekstrak protein asing dan diganti dengan protein manusia, jadi

semuanya berasal dari manusia. Mekanisme kerjanya selain berikatan dengan

TNF-, adalimumab juga menetralisir aktivitas biologis sitokin dengan


menghambat interaksi reseptor TNF- pada permukaan sel p55 dan p75.

Adalimumab membantu menurunkan jumlah TNF- sehingga dapat

memengaruhi siklus inflamasi pada psoriasis dan psoriasis arThritis. Adalimumab

diberikan secara subkutan dengan dosis 40 mg setiap 2 minggu untuk pasien

psoriasis dan psoriasis arThritis. Obat ini dapat digunakan secara terus-menerus

untuk rumatan. Adalimumab dapat digunakan sebagai monoterapi dan dapat juga

dikombinasikan dengan terapi sistemik lainnya seperti MTX atau dapat juga

diberikan bersama Non-Steroidal anti-inflammatory Drugs (NSAID). Sebelum

pengobatan dianjurkan untuk melakukan skrining untuk TBC laten. Hasil studi

terbukti bahwa adalimumab aman dan bermanfaat untuk psoriasis arThritis sedang

sampai berat yang tidak respons dengan NSAIDS. Berdasarkan randomized,

double- blind, placebo-controlled, selama 52 minggu hasil tampak pada minggu

ke-16, 71% pasien yang telah mendapat terapi adalimumab 40 mg setiap minggu

respons PASI mencapai 75 dibandingkan dengan plasebo 7%. Selain itu juga

dilaporkan bahwa terjadi perubahan kualitas hidup setelah mendapat terapi

adalimumab selama 24 minggu. Respons terhadap adalimumab cepat dengan

tingkat perubahan nilai PASI rata-rata 75/90 dan tampak pada minggu keempat.

Penggunaan adalimumab dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi.

Yang antara lain pernah dilaporkan deep fungal infection dan infeksi atipikal

lainnya, oleh karena itu sebaiknya obat dihentikan jika muncul tanda infeksi. Efek

samping lain sama dengan penggunaan TNF- inhibitor lainnya, namun jarang

terjadi, di antaranya adalah congestive heart failure, lupus like syndrome,

lymphoma, demyelinating disease dan peningkatan transaminase. Suatu eryThema


multiforme like reaction pada telapak tangan, kaki dan tempat injeksi pernah

dilaporkan.

Keberhasilan terapi menggunakan adalimumab dinilai berdasarkan

penelitian apabila didapatkan PASI 75 pada 16 minggu dengan presentase 71%.

Pada pemakaian adalimumab diperlukan penapisan dan pemantauan pada

pasien antara lain dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penapisan dan Pemantauan pada Adalimumab

Sebelum Pengobatan Selama Pengobatan Setelah Pengobatan


Mencatat Mencatat Follow up riwayat klinis

PASI/BSA/PGA, artritis PASI//BSA/PGA, artritis dan pemeriksaan fisik


Mencatat HRQol dengan Mencatat HRQol dengan Menggunakan

IKHD IKHD alatvkontrasepsi hingga

5 bulan setelah

pengobatan
Riwayat penyakit : Pemeriksaan :
infeksi, keganasan, gagal
infeksi, keganasan, gagal
jantung, penyakit/gejala
jantung, penyakit/gejala
neurologis, kanker kulit,
neurologis
limfadenopati
Pemeriksaan : kanker

kulit, limfadenopati
Eksklusi TB
Bukti infeksi aktif
Kontrasepsi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

laboratorium laboratorium pada laboratorium setiap 3-6

(pemeriksaan darah minggu ke-4 dan minggu bulan (pemeriksaan

lengkap, enzim hati, ke-12 (pemeriksaan darah lengkap, enzim

kreatinin serum, urin, tes darah lengkap, enzim hati, kreatinin serum,
kehamilan,CRP, hati, kreatinin serum, urin, tes kehamilan)

HBV/HCV, HIV) urin, tes kehamilan)

2.4.4 Ustekinumab

Ustekinumab ialah agen biologi baru hasil pengembangan Centocor, Inc.

untuk pengobatan psoriasis plakat moderate to severe. Target ustekinumab ialah

IL-12 dan IL-23, protein alami yang penting dalam regulasi sistem imun dan

berperan pula dalam immune-mediated inflammatory disorders. IL-23

menstimulasi subset sel Th memory yaitu sel Th17 untuk melepaskan IL-17, yang

merupakan penghubung antara aktivasi dan inflamasi sel T (menginduksi

pelepasan IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF- pada lesi psoriasis). Agen biologi tersebut

telah diterima oleh FDA untuk di reviewed sebagai agen terapi pasien psoriasis.

Sebuah randomized trial fase 2 menunjukkan ustekinumab sangat efektif dalam

pengobatan psoriasis plakat moderate to severe, dan 2 trial fase 3 telah

mengkonfirmasi hasil fase 2. Hasil yang diperoleh pada 766 pasien (fase 2) dan

1230 pasien (fase 3) dengan psoriasis plakat moderate to severe mendapatkan

pasien yang diobati dengan ustekinumab 45 mg atau 90 mg mencapai minimal

75% perbaikan pada minggu ke 12, dibandingkan plasebo (67% dan 66% versus

3%). Ustekinumab diberikan 1 x/bulan secara sub kutan untuk 2 dosis pertama,

dan selanjutnya tiap 12 minggu. Responders yang mengikuti seluruh terapi, dapat

mempertahankan perbaikan klinis, minimal 76 mingg Keberhasilan terapi

menggunakan adalimumab dinilai berdasarkan penelitian apabila didapatkan PASI

75 pada 16 minggu dengan presentase 71%.


Keberhasilan terapi menggunakan ustekinumab dinilai berdasarkan

penelitian apabila didapatkan PASI 75 pada 12 minggu dengan presentase 67%

dan pada 28 minggu dengan presentase 71-78%

Pada pemakaian adalimumab diperlukan penapisan dan pemantauan pada

pasien antara lain dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penapisan dan Pemantauan pada Ustekinumab

Sebelum Pengobatan Selama Pengobatan Setelah Pengobatan


Mencatat Mencatat Follow up riwayat klinis

PASI/BSA/PGA, artritis PASI//BSA/PGA, artritis dan pemeriksaan fisik


Mencatat HRQol dengan Mencatat HRQol dengan Menggunakan alat

IKHD IKHD kontrasepsi hingga 15

minggu setelah

pengobatan
Riwayat terapi : sinar Pemeriksaan :
infeksi, keganasan, gagal
UV, malignansi, infeksi
jantung, penyakit/gejala

neurologis, kanker kulit,

limfadenopati
Pemeriksaan : kanker Kehamilan

kulit, limfadenopati
Eksklusi TB Kepatuhan pengobatan
Bukti infeksi aktif
Risiko kardiovaskuler
Kontrasepsi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

laboratorium laboratorium setiap 3-6 laboratorium setiap 3-6

(pemeriksaan darah bulan (pemeriksaan bulan (pemeriksaan

lengkap, enzim hati, darah lengkap, enzim darah lengkap, enzim

kreatinin serum, urin, tes hati, kreatinin serum, hati, kreatinin serum,
kehamilan,CRP, urin) urin)

HBV/HCV, HIV)

2.4.5 Alefacept

Alefacept merupakan suatu fusi protein manusia seluruhnya yang terdiri

dari domain ekstraseluler pertama human LFA-3 yang bergabung dengan susunan

rantai CH2 dan CH3 IgG1 atau Fc portion human IgG1. LFA-3 diekspresikan

pada permukaan antigen presenting cells (APCs), sebagai suatu ligand untuk

CD2, yaitu suatu protein permukaan sel T yang matur dan sel-sel Natural Killer

(NK). Ikatan LFA-3 dengan CD2 berperan sebagai sinyal kostimulator yang

membantu aktivitas sel T. Selama antigen dipresentasikan, Alefacept menghambat

interaksi LFA-3 dan CD2 sehingga mencegah kostimulasi antara APC dan sel T.

Selain itu Fc domain IgG1 merusak ikatan reseptor FcRIII pada sel NK dan

makrofag yang menyebabkan terjadi apoptosis sel T. CD2 lebih tinggi pada

permukaan sel T memori dari pada sel T naive, sehingga alefacept akan mengikat

sel T memori (CD4+CD45RO+ dan CD8+CD45RO+) lebih banyak, dan

jumlahnya akan berkurang di dalam darah. Dengan demikian diharapkan dapat

terjadi perbaikan klinik pada lesi psoriasis.

Alefacept dapat diberikan intra muskuler (IM) dan intravena (IV) sekali

seminggu selama 12 minggu. Dosis yang direkomendasikan 7,5 mg IV sekali

seminggu atau 15 mg IM sekali seminggu. Satu kali pemberian alefacept dalam

serum dapat terdeteksi dalam waktu 6 jam, level puncak terjadi antara 24192

jam. Setelah diabsorpsi, waktu paruh rata-rata adalah 12 hari. Perbaikan psoriasis

dengan alefacept relatif lambat, respons pengobatan baru tampak setelah minggu

keempat. Hasil penelitian menunjukkan terjadi pengurangan skor PASI mencapai


5075% pada pasien yang diobati dengan alefacept. Dari pasien yang mendapat

dosis 7,5 mg IV didapatkan pengurangan PASI 5075% dalam waktu 2 minggu

setelah pengobatan, demikian juga dengan dosis 15 mg IM. Alefacept dapat

ditoleransi dengan baik tanpa insiden oportunistik atau keganasan yang

dilaporkan.

Dari data-data penelitian terhadap pasien yang telah menggunakan

alefacept untuk pengobatan psoriasis dilaporkan bahwa efek samping yang paling

sering adalah fatigue dan arthralgia yang terjadi secara intermiten selama

pengobatan. Nyeri sendi yang menetap didapatkan pada pasien yang sebelumnya

menggunakan terapi anti TNF- untuk psoriasis arThritis. Peningkatan fungsi

liver didapatkan pada pasien yang menggunakan alefacept bersama dengan

mehotrexate (MTX). Toksisitas alefacept pada liver dan ginjal belum pernah

dilaporkan. Penurunan .sel T CD4+ pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan

monitoring terhadap jumlah sel T CD4+ dan terapi tidak dilanjutkan bila jumlah

sel T CD4+ di bawah 250 selama terapi. Monitoring dilakukan setiap minggu

selama terapi dan baru dihentikan bila sel T CD4+ lebih dari 400 pada terapi

minggu keempat.

2.4.6 Efalizumab

Efalizumab merupakan suatu antibodi monoklonal rekombinan yang

berikatan dengan CD11a. Dengan berikatan pada CD11a, obat tersebut

menghambat interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1, yaitu molekul adhesi pada

permukaan sel yang mengatur sel-sel keratinosit dan sel-sel endotel pada plak

psoriasis. LFA-1 juga terdapat pada permukaan sel APC. Hambatan interaksi
antara LFA-1 dan ICAM-1 oleh efalizumab menyebabkan terjadinya 3 hal pada

proses inflamasi yaitu: penurunan efisiensi aktivitas sel T pada limfonodi,

terganggunya perjalanan sel T dari vaskuler ke jaringan dan menurunkan

reaktivasi sel T efektor memori pada tempat inflamasi.

Pemberian efalizumab secara subkutan dimulai dengan dosis 0,72

mg/kgBB/minggu. Pemberian dosis efalizumab single atau multiple secara

subkutan menyebabkan perubahan cepat pada permukaan sel CD11a yang

mengikat sel T dan mengatur ekspresi CD11a pada limfosit T dermis, epidermis

dan sirkulasi darah. Efek ini reversible dan dengan satu kali penyuntikan,

efalizumab langsung keluar dari sirkulasi, CD11a yang terikat kembali ke level

pretreatment dalam waktu 10 hari.

Efek samping pemakaian efalizumab umumnya jarang, keluhan yang

dirasakan antara lain rasa panas, demam, sakit kepala, myalagia, dan muntah yang

biasanya muncul pada saat injeksi pertama dilakukan. Efek samping lainnya

adalah limfositosis, leukositosis dan infeksi sehingga obat ini sebaiknya tidak

diberikan pada infeksi kronis dan riwayat infeksi rekuren. Hal lain yang harus

diperhatikan selama pemberian efalizumab adalah insidens trombositopenia dan

anemia hemolitik. Hubungan antara terapi efalizumab dan trombositopenia belum

diketahui, tetapi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan trombosit setiap bulan

selama 3 bulan pertama dan berikutnya setiap 3 bulan.

Efalizumab merupakan terapi biologis pertama untuk psoriasis, dan juga

sebagai pilihan pertama untuk hand and foot psoriasis, kegemukan dan pasien-

pasien yang tidak berespons dengan TNF- inhibitor.


Efalizumab dapat ditoleransi dengan baik, dan hal yang harus diperhatikan

adalah risiko memburuknya psoriasis selama atau sesudah terapi dihentikan. Dari

clinical trial pasien yang menghentikan terapi secara tiba-tiba menunjukkan

peningkatan keparahan psoriasis lebih buruk dibandingkan sebelumnya (rebound).

Psoriasis juga dapat bertambah luas selama terapi kemungkinan oleh karena

perubahan jenis penyakit yang muncul, untuk kasus seperti ini sebaiknya

sementara pasien dipersiapkan dengan terapi lainnya seperti sinar ultraviolet,

MTX, atau siklosporin.

2.5 Target Terapi


Target terapi dapat embantu dermatologis dalam menentukan kapan dan

bagaimana mencapaiperbaikan dengan algoritme terapi yang ada sehingga

perawatan pasien menjadi lebih baik. Target terapi didasarkan pada beratnya

gejala kulit dan dampak penyakit terhadap kualitas hidup (Health Related Quality

of Life/HRQol) penderita psoriasis.


Untuk mengukur besarnya gejala kulit pada psoriasis digunakan parameter

PASI atau luas permukaan tubuh yang terkena (BSA). Sedangkan untuk

mengetahui dampak psoriasis terhadap kualitas hidup pasien digunakan DLQI,

yang merupakan kuesioner dengan 10 pertanyaan tentang gejala dan perasaan,

aktivitas harian, kesenangan, pekerjaan dan sekolah, hubungan personal dan

pengobatan. Skor DLQI berkisar 0-30 dengan kategori seperti pada table 6.
Tabel 6. Skor DLQI pada psoriasis

Skor Efek psoriasis terhadap kehidupan penderita


0-1 Negatif
2-5 Ringan
6-10 Sedang
11-20 Berat
21-30 Sangat Berat

Penyakit sedang sampai berat memiliki skor PASI > 10 atau BSA > 10

atau DLQI > 10 (European Consensus Programme,2011). Psoriasis yang

melibatkan sejumlah besar area terbuka, menyerang hamper seluruh kulit kepala,

mengenai alat kelamin, disertai onikolisis atau onikodistrofi pada minimal 2 kuku

jari tangan, gatal yang menyebabkan garukan, da adanya plak rekalsitran, bias

dikelompokkan psoriasis sedang sampai berat.


PASI dan DLQI digunakan untuk menentukan target terapi. Pengobatan

dikatakan berhasil apabila mencapai PASI 75 (PASI berkurang sebanyak 75% dari

PASI awal) dan dikatakan gagal apabila tidak mencapai PASI 50. PASI antara 50

sampai 75 dengan DLQI < 5 dianggap berhasil, apabila DLQI > 5 dikatakan

gagal.
Penilaian target terapi pada obat-obat kerja cepat (infliximab) dilakukan

pada akhir terapi induksi hingga 16 minggu setelah terapi dimulai, sedangkan

untuk obat-obat yang awitannya lebih lambat (etanercept) penilaian dilakukan

sampai 24 minggu setelah terapi dimulai. Selama terapi rumatan, penilaian

dilakukan setiap 8 minggu.


Target terspi telah banyak digunakan sebagai perangkat yang tepat unuk

meningkatkan kualitas terapi dan telah diimplementasikan pada panduan terapi

psoriasis di beberapa negara. Jika target terapi tidak atau belum tercapai, bias

dilakukan beberapa tindakan seperti menaikkan dosis, mengurangi interval antar

terapi atau menambahkan obat lain (terapi kombinasi).


BAB III
PENUTUP

Pasien psoriasis moderate to severe, secara konvensional diobati dengan

terapi sistemik atau fototerapi di antaranya CsA, MTX, retinoids, ultraviolet A dan

psoralen (PUVA), dan ultraviolet B (UVB). Pengobatan tersebut sering tidak

memenuhi harapan pasien karena adanya efek samping yang signifikan seperti

toksisitas organ, kanker kulit, kurangnya efikasi yang berlangsung lama, dan

jadwal
pemberian obat yang tidak mudah.
Keterbatasan terapi konvensional dan pemahaman yang meningkat

mengenai dasar imunologis psoriasis telah menghasilkan penemuan dan

penggunaan agen biologis. Agen baru tersebut memberikan keuntungan klinis

bagi pasien yang memiliki kontra indikasi terhadap terapi konvensional. Hasil

clinical trials awal menunjukkan agen biologis memberikan high response rates

dan mengurangi collateral organ toxicity dan efek samping yang sering timbul

pada terapi imunosupresif sebelumnya. Walaupun agen biologis menunjukkan

kelebihan dibandingkan obat imunosupresif terdahulu, pemberian agen biologis

memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain harga agen biologis, biaya

pemeriksaan laboratorium untuk memonitor efek samping, potensi aktivasi infeksi

laten, terutama agen biologis dengan target TNF- seperti etanercept, infliximab,

adalimumab dan agen biologik yang mengakibatkan sitotoksis sel T memory

seperti alefacept, potensi efek yang tidak diinginkan seperti demyelinating

diseases, keamanan pemakaian jangka panjang (efalizumab yang telah disetujui

FDA kemudian ditarik dari peredaran karena efek samping fatal).


Terapi biologik merupakan langkah maju dalam terapi psoriasis plakat

moderate to severe, namun kemajuan tersebut bukanlah pencapaian akhir karena

belum mencapai terapi kausal psoriasis.

Anda mungkin juga menyukai