Anda di halaman 1dari 6

Cognitive Behavioral Therapy

(Semester Genap 2005/2006)

Tujuan :
1. Agar mahasiswa memahami mengenai Cognitive Behavioral Therapy
2. Agar mahasiswa mengerti teknik-teknik Cognitive Behavioral Therapy
3. Mahasiswa memahami prosedur dalam melakukan Cognitive Behavioral Therapy

Cognitive Behavioral Therapy (CBT), atau disebut juga dengan istilah Cognitive
Behavioral Modification merupakan salah satu terapi modifikasi perilaku yang
menggunakan kognisi sebagai kunci dari perubahan perilaku. Terapis membantu klien
dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien, untuk kemudian diganti
dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik.

Prinsip Dasar Cognitive Behaviour Therapy:


Kognisi merupakan proses yang memperantarai dalam proses belajar manusia.
Pikiran, perasaan dan tingkah laku saling berhubungan secara kausalaktivitas
kognitif seperti expectation, self statement, merupakan hal yang penting dalam
memahami dan memprediksikan psikopatologi dan perubahan terapi.
Proses kognitif dapat diinterpretasikan ke dalam paradigma perilakuan dan
teknik kognitif dapat dikombinasikan dengan prosedur perilakuan.
Terapis bekerjasama dengan klien untuk menilai perilaku dan proses kognisi
yang terganggu dan merencanakan pengalaman belajar baru untuk memperbaiki
kognisi, perilaku dan pola afektif.

Teknik dalam Cognitive Behavioral Therapy :


1. Cognitive Restructuring Methods
Konsep dasar Cognitive Restructuring Methods yaitu untuk membantu klien
mengidentifikasi pikiran-pikiran buruknya, kemudian menggantinya dengan pikiran-
pikiran yang lebih rasional dan realistis. Ada dua jenis Cognitive Restructuring
Methods :

a. Ellis s Rational-Emotive (Behavior ) Therapy


Masalah emosi berasal dari pernyataan irrasional ketika menghadapi
kejadian yang tidak sesuai dengan harapannya.
Mengajarkan klien mengubah pikiran irrasional menjadi pikiran rasional yang
lebih positif dan realistis.
Menantang pikiran irasional dengan memberikan interpretasi rasional
terhadap kejadian buruk yang menimpa klien.
Memberikan tugas rumah.

b. Becks Cognitive Therapy


Gangguan emosi karena adanya disfungsi berpikir (dichotomous thinking,
overgeneralization, magnification)
Mengidentifikasi disfungsi berpikir dan asumsi maladaptif yang menjelaskan
emosi yang tidak menyenagkan.
Menetralisir disfungsi berpikir testing realitas
Memberikan tugas rumah

2. Self Instructional Coping Methods (Meichenbaum)


Konsep Self Instructional Coping Methods yaitu mengganti pikiran negatif
menjadi positif.
Self instruction untuk mengubah perilaku
Langkah-langkah dalam Self Instructional Coping Methods :
Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan stress negative self
statement.
Melalui modelling atau behaviour rehearsal klien belajar self talk untuk
menetralisir negative self statement ketika situasi yang menimbulkan stress
muncul.
Mengajarkan klien self instruction (misalnya menarik napas panjang).
Mengajarkan klien self reinforcing setelah berhasil menguasai situasi.

3. Problem Solving Methods (Dzurilla & Golfried)


Asumsi dasar : problem solving mengandung proses perilakuan, baik overt
(tampak), atau kognitif yang menyediakan berbagai alternatif respon efektif untuk
menyelesaikan situasi problematis, dan meningkatkan kemungkinan memilih
respon-respon yang paling efektif dari berbagai alternatif tersebut.
Tujuan Pelatihan : bukan untuk memberikan solusi tetapi memberikan
ketrampilan umum supaya individu memiliki kemampuan menyelesaikan
berbagai problem secara efektif.

Tahap Problem Solving


1. Orientasi Umum
Menjelaskan dasar pikiran
Mengarahkan pemahaman yang merupakan bagian hidupnya.
Menekankan pada klien bahwa ia harus belajar mengenali situasi yang
terjadi dan responnya yang seharusnya tidak dimunculkan secara
otomatis
Klien dapat bertanya
Klien menceritakan situasi problematis yang dialami dan reaksi yang
berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya.
2. Definisi & Formulasi Problem
Pada mulanya klien menceritakan problem secara samar dan abstrak
(gambaran umum)
Klien harus belajar menceritakan problem secara spesifik dan
mendetail.
Tidak hanya menceritakan kejadian yang eksternal, tetapi juga pikiran
dan perasaan yang terlibat di dalamnya.
Klien belajar memisahkan informasi yang tidak relevan dan
memfokuskan pada informasi yang berhubungan dengan problemnya.
3. Membuat Alternatif
Setelah mendefinisikan masalah dnegan tepat, klien diinstruksikan
melakukan brainstorming tentang solusi-solusi yang mungkin dilakukan.
Setelah klien mengidentifikasi beberapa alternatif respon penting, ia
siap membuat keputusan berkaitan dengan strategi berikutnya.
4. Mengambil Keputusan
Membuat estimasi dari beberapa alternatif yang muncul
Memperkirakan kemungkinan efektivitas dan konsekuensi jangka
pendek dan panjang.
Membuat evaluasi.
5. Verifikasi
Setelah ditemukan pemecahan masalah, dibuat pelatihan
dan diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam tingkah lakunya.
Terapis perlu memotivasi dan membimbing klien untuk menerapkan
tingkah laku yang dipilih.
Mengevaluasi apa yang telah dilakukan.

Daftar Bacaan :
Martin, Garry & Pear, Joseph. 2003. Behavior Modification, What It Is and How To Do It,
7th Ed. Pearson Education International. New Jersey
elisa1.ugm.ac.id/files/neila_psi/TAQEB3cN/CBT.doc

Abstract

Objective: The present study sought to determine whether the 12session pre- to
posttest therapeutic gains that had been found by Deblinger, Lippmann, and Steer
(1996a) for an initial sample of 100 sexually abused children suffering posttraumatic
stress disorder (PTSD) symptoms would be sustained 2 years after treatment.

Method: These sexually abused children, along with their nonoffending mothers, had
been randomly assigned to one of three cognitive-behavioral treatment conditions, child
only, mother only, or mother and child, or a community comparison condition, and were
followed for 3 months, 6 months, 1 year, and 2 years after treatment.

Results: A series of repeated MANCOVAs, controlling for the pre-test scores, indicated
that for the three measures of psychopathology that had significantly decreased in the
original study (i.e., externalizing behavior problems, depression, and PTSD symptoms),
these measures at 3 months, 6 months, 1 year, and 2 years were comparable to the
posttest scores.
Conclusions: These findings suggest that the pre- to post-treatment improvements held
across the 2year follow-up period. The clinical and research implications of these
findings are discussed.
Resumen
Abstrak

Tujuan: Penelitian ini berusaha untuk menentukan apakah 12-sesi pra ke posttest
keuntungan terapi yang telah ditemukan oleh Deblinger, Lippmann, dan Steer (1996a)
untuk sampel awal 100 anak mengalami pelecehan seksual yang menderita gangguan
stres pasca trauma (PTSD) gejala akan dipertahankan 2 tahun setelah pengobatan.

Metode ini anak-anak mengalami pelecehan seksual, bersama dengan ibu nonoffending
mereka, telah secara acak ditugaskan untuk salah satu dari tiga kondisi perawatan
kognitif-perilaku, anak saja, ibu saja, atau ibu dan anak, atau kondisi perbandingan
masyarakat, dan diikuti selama 3 bulan , 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun setelah
pengobatan.

Hasil: Serangkaian analisis MANCOVA diulang, pengendalian untuk skor pre-test,


menunjukkan bahwa untuk tiga langkah dari psikopatologi yang mengalami penurunan
secara signifikan dalam studi asli (yaitu, eksternalisasi masalah perilaku, depresi, dan
gejala PTSD), langkah-langkah ini pada 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun sebanding
dengan skor posttest.

Kesimpulan: Temuan ini menunjukkan bahwa pra untuk perbaikan pasca perawatan
diadakan di periode follow-up 2 tahun. Implikasi klinis dan penelitian dari temuan ini
dibahas.
Resume
s

Anda mungkin juga menyukai