Anda di halaman 1dari 3

3.

Hubungan pendidikan kejuruan dan ketenagakerjaan


Teori Human Capital menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan didalam meningkatkan produktivitas kerja. Teori
ini merasa yakin bahwa pertumbuhan suatu masyarakat harus dimulai dari prodiktivitas individu.
Jika setiap individu memiliki penghasilan yang tinggi karena pendidikannya juga tinggi,
pertumbuhan msyarakat dapat ditunjang karenanya. Teori Human Capital ini menganggap bahwa
pendidikan formal sebagai suatu investasi, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Dari teori ini
timbul beberapa model untuk mengukur keberhasilan pendidikan bagi pertumbuhan ekonomi,
misalnya dengan menggunakan teknik cost benefit analisis, model pendidikan tenaga kerja dan lain
sebagainya.
Namun dalam kenyataannya, asumsi-asumsi yang digunakan oleh teori Human Capital
tidak selalu benar. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Cummings bahwa di Indonesia ternyata
menunjukkan kecenderungan yang tidak berbeda antara negara maju dan negara berkembang, yaitu
bahwa pendidikan formal hanya memberikan kontribusi kecil terhadap status pekerjaan dan
penghasilan lulusan pendidikan formal dibandingkan dengan faktor-faktor luar sekolah.
Teori Human Capital dianggap tidak berhasil, maka muncullah teori baru sebagai koreksi
terhadap teori sebelumya, yaitu teori kredensialisme. Teori ini mengungkapkan bahwa strukrur
masyarakat lebih ampuh dari pada individu dalam mendorong suatu pertumbuhan dan
perkembangan. Pendidikan formal hanya dianggap sebagai alat untuk mempertahankan status quo
dari para pemenang status sosial yang lebih tinggi.
Menurut teori ini perolehan pendidikan formal tidak lebih dari suatu lambing status
(misalnya melalui perolehan ijazah bukan karena produktivitas) yang mempengaruhi
tingginya penghasilan.
fungsi sistem pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting,
yaitu:
a. Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi sistem pendidikan dalam pemasok tenaga kerja
terdidik dan terampil sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja yangtersedia,
b. Dimensi kualitatif yang menyangkut fungsinya sebagai penghasil tenaga terdidik dan terlatih
yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan atau sebagai driving force (Hasibuan,
1987).
Fungsi pendidikan sebagai penghasil tenaga penggerak pembangunan (driving force)
cenderung lebih sesuai dengan teori Kredensialisme. Sistem pendidikan harus mampu membuka
cakrawala yang lebih luas bagi tenaga yang dihasilkan, khususnya dalam membuka lapangan kerja
baru. Pendidikan harus dapat menghasilkan tenaga yang mampu mengembangkan potensi
masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa termasuk cara-cara memasarkannya.
Kemampuan ini amat penting dalam rangka memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha.
Dengan demikian, lulusan system pendidikan tidak bergantung hanya kepada lapangan kerja yang
telah ada yang pada dasarnya sangat terbatas, akan tetapi mengembangkan kesempatan kerja yang
masih potensial.
Fungsi pendidikan sebagai pemasok tenaga kerja terdidik dan terlatih dapat diuji
berdasarkan kemampuannya dalam memenuhi jumlah angkatan kerja yang dibutuhkan oleh
lapangan kerja yang telah ada atau yang diperkirakan tersedia dalam suatu sitem ekonomi. Untuk
menguji kemampuan ini diperlukan perbandingan antara persediaan angkatan kerja yang dihasilkan
oleh sistem pendidikan dan latihan dengan kebutuhan tenaga kerja dalam lapangan kerja yanga ada
menurut kategori tingkat pendidikan pekerja. Terjadinya kelebihan persediaan tenaga kerja
berpendidikan dasar ini disebabkan oleh masih banyak tersedianya lapangan kerja pada sektor
tradisional dan sektor informal pada saat truktur tenaga kerja telah mulai bergeser ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan ini didukung pula oleh kenyataan bahwa kelebihan
persediaan tenaga kerja terjadi pada tingkat-tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan yang menjadi
akibatnya pengangguran tenaga terdidik atau lulusan Perguruan Tinggi akan terus bertambah setiap
tahun.
Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran dinegara kita adalah
terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal sehingga ketika mereka kehilangan
pekerjaan disektor formal, mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan pekerjaan
sendiri disektor informal. Justru orang-orang yang kurang berpendidikan bisa melakukan inovasi
menciptakan kerja, entah sebagai joki yang menumpang dimobil atau joki payung kalau hujan.
Salah satu penyebab pengangguran dikalangan lulusan perguruan tinggi adalah karena
kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah. Akibatnya lulusan yang dihasilkanpun
kualitasnya rendah sehingga tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pengangguran
terdidik dapat saja dipandang sebagai rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan. Namun bila
dilihat lebih jauh, dari sisi permintaan tenaga kerja, pengangguran terdidik dapat dipandang sebagai
ketidak mampuan ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang muncul secara
bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi.
Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh, misalnya
setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan artinya produktif
dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia.
Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.

Anda mungkin juga menyukai