Dampak Bandara Terhadap Lingkungan
Dampak Bandara Terhadap Lingkungan
Pada masa awal dunia penerbangan (awal abad ke-20), pengaruh buruk aktivitas
bandara terhadap lingkungan dan fasilitas umum lainnya tidak banyak mendapat
perhatian. Keluhan terhadap isu lingkungan sangat jarang terjadi. Perubahan
dramatis terhadap dampak lingkungan akibat pembangunan bandara dan
pengoperasiannya baru terjadi pada akhir I960-an. Sebagian dipicu oleh
kesadaran masyarakat yang makin tinggi terhadap masalah lingkungan pada
umumnya, juga didorong oleh kenyataan semakin buruknya kondisi lingkungan
suatu bandara. Terlebih adanya kenaikan tajam aktivitas penerbangan dan
adanya pesawat-pesawat terbang besar bermesin jet.
Polusi udara
Saalah satu dampak yang biasa terjadi pada suatu bandara dan mungkin
dampak yang paling sulit dikendalikan adalah kebisingan. Sejak mulainya era
pesawat terbang komersial bermesin jet pada 1959, terjadi perubahan yang
dramatis pada masalah kebisingan bandara dalam bentuk dan besarannya.
Bunyi atau suara baik berupa kebisingan maupun tidak, ditimbulkan oleh getaran
yang merambat melalui suatu medium, seperti udara, air atau logam. Bila suatu
objek bergetar, akan menimbulkan gangguan berupa variasi pada tekanan
atmosfer yang normal dalam skala kecil yang cepat. Kebisingan
dikarakteristikkan oleh tingkat bunyinya (sound level), spektrum frekuensinya,
dan variasinya terhadap waktu.
Jumlah operasi penerbangan setiap hari dan waktu terjadinya dapat sangat
memengaruhi tingkat gangguan yang dialami penduduk di sekitar bandara.
Suatu penelitian yang dilakukan di sekitar Bandara Heathrow, London, Inggris
menunjukkan, kebisingan akibat paparan sejumlah pesawat terbang merupakan
satu faktor paling penting yang memengaruhi tingkat gangguan pada
masyarakat.
Polusi udara
Polusi udara dan air merupakan dampak h'ngkungan yang paling serius dan
paling kompleks dalam pengembangan dan pengoperasian suatu bandara.
Polutan yang terkandung dalam gas buang mesin pesawat terbang terutama
terdiri atas carbon monoxide (CO), carbon dioxid (CO2), hydrocarbons, nitrogen
oxides (NOX), soof (jelaga), dan partikel lainnya. Gas buang ini juga mengandung
asam organik yang berbahaya serta polutan yang terbuang ke atmosfer
merupakan fungsi dari jenis pesawat terbang dan mesinnya, fasa operasi
pesawat terbang dan berapa Jama mesin pesawat terbang tersebut beroperasi
pada setiap fasa.
Untuk kebanyakan pesawat terbang bermesin jet, laju emisi polutan carbon
monoxide dan hydrocarbons paling besai terjadi ketika pesawat terbang sedang
taxi atau idle dan laju emisi nitrogen oxides paling besar terjadi ketika pesawat
terbang lepas landas. Penguapan bahan bakar dari tumpahan yang terjadi ketika
pengisian dan dari tangki bahan bakar dapat menimbulkan penambahan jumlah
polusi udara yang signifikan di bandara.
Sebanyak 25% polutan lainnya dihasilkan dari kendaraan para penumpang,
pekerja, dan tamu bandara. Polusi lainnya disebabkan oleh pemakaian bahan
bakar minyak yang digunakan oleh ground service equipments.
Polusi air
Polusi air umumnya berupa limbah, dapat terjadi secara langsung, dari
pembangunan dan pengoperasian bandara dan secara tidak langsung, dari
pengembangan lahan yang terimbas dengan kehadiran bandara.
Limbah ini berasal dari aktivitas Persia pan pembuatan makanan, pencucian, dai
penggunaan toilet yang hams dikelola. Pengolahan air limbah dimaksudkan
sebagai suatu usaha untuk mengurangi konsentrasi masingmasing polutan
dalam air buangan sehingga aman dibuang ke badan air penerima. Jadi,
pengolahan tidak memurnikan, tetapi memperbaiki kualitas.
Polusi air yang lebih berbahaya dapat disebabkah aktivitas overhaul pesawat
terbang. Polutan ini terutama berupa zat kimiaberacun dari pengelupasan cat
dan mengecat chrome bagian bagian mesin.
Selain sampah dalam bentuk limbah cair, limbah padat merupakan sisa
operasional bandar udara yang harus dibuang atau diolah menjadi bentuk lain
yang lebih ramah lingkungan.
Air larian dapat saja terpolusi oleh zat kimia pengendalian serangga dan
pembuangan salju dan es, tetesan bahan bakar dan oli di landas pacu, taxiways
dan apron, serta busa dari pemadam kebakaran.
Dampak suatu bandar udara terhadap tata guna lahan, pada dasarnya karena
bandar udara sering memerlukan lahan yang luas. Dampak ini dapat berupa atau
berkaitan dengan faktor ekonomi,pembangunan, atau visual.
Di luar batas bandara, dapat terjadi pembangunan hotel atau penginapan yang
tidak terkendali, kompleks perumahan, penyewaan kendaraan, dan berbagai
kegiatan komersial yang berkaitan dengan bandara yang dapat menimbulkan
kesan kumuh pengguna bandara, para pekerja atau penduduk di sekitar
bandara.
Dampak daur hidup tumbuhan dan hewan serta perubahan yang dapat terjadi
terhadap sirkulasi alami dan distribusi air sebagai akibat pembangunan dan
pengoperasian bandara mungkin memang tidak seserius akibat yang dibahas
sebelumnya. Akan tetapi,mungkin juga dapat merupakan faktor yang
tersembunyi dan membahayakan.
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan untuk mengurangi dan meminimalkan
dampak negatif keberadaan suatu bandara yang dilakukan oleh berbagai
komunitas penerbangan termasuk pihak regulator.
Dari sisi teknologi penerbangan, misalnya rancangan pesawat terbang masa kini
yang semaMn streamline akan mengurangi kebisingan (aerodynamic noise),
mesin pesawat terbang juga lebih efisien dalam pemakaian bahan bakar yang
berarti mengurangi kadar emisi berbahaya juga kebisingan yang lebih rendah.
Penggunaan biofuel beberapa tahun belakangan ini meski dengan kadar yang
masih rendah juga mengurangi tingkat emisi gas buang.
service equipments yang memakai bahan bakar minyak juga banyak yang dganti
dengan tenaga motor listrik.
1. Gangguan Fisiologis
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga
dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur
dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan
dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di
area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
Lama paparan
Spektrum suara
Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS
akan lebih besar
Kepekaan individu
Keadaan Kesehatan
3. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh
alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau
beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-
ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat
memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf
sensoris pendengaran.
4. Prebycusis
5. Tinitus
Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan
tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan,
karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah yang
terbawa ke rumah juga dapat menjadi penyebab stres kerja.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada
semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat
rnempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan ( Agung, 2008).
Seperti yang telah diartikan, stres merupakan masalah yang serius dalam
lingkungan kerja zaman modern ini. Stres berhubungan dengan biaya kesehatan
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan biaya jumlah absen dari pekerja
yang nilainya lebih dari 150 miliar rupiah. Hampir 15 % dari keseluruhan
penyakit akibat kerja berhubungan dengan stres yang dialami pekerja (David L
Goetsch, 2000).
5. Tuntutan beban kerja dapat memicu terjadinya stres apabila beban tersebut
sudah melebihi kemampuan pekerja. Tuntutan ini juga dapat memaksa pekerja
untuk menggunakan waktu dan perhatian seefisien mungkin seperti dalam hal
mengambil keputusan dan melaksanakan perintah. Pada akhirnya beban kerja
yang melebihi kemampuan pekerja dapat memicu terjadinya stres kerja.
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang
menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di
pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang
berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-
faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel : ( Agung, 2008)
2. Peran Individu dalam Organisasi. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan
perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan
sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja
tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah.
Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu
meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
4. Hubungan dalam Pekerjaan. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam
gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif
berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan
psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari
kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya
5. Struktur dan iklim Organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini
adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan
serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
Menurut Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres
pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
( Widyasari, 2007)
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil
penelitian mengenai stres pekerjaan :
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
Gangguan tidur
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri
dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan
tanda-tanda depresi
b) Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak
bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi
stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah
meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara
psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover ( Widyasari, 2007).