Anda di halaman 1dari 5

Nama : Eka Andri Irawan

Kelas : Reguler B1
Npm : 1116123016
Tugas : Contoh Perusahaan Yang Berhasil Dan Gagal Dalam Implementasi BPR
___________________________________________________________________________________

1. Perusahaan Yang Berhasil : PT. Kereta Api Indoensia


PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau dapat disingkat KAI atau juga PT KAI,
merupakan Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa
angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia meliputi angkutan
penumpang dan barang. Hampir semua jalur yang beroperasi memiliki layanan
angkutan kereta api penumpang yang dijalankan secara teratur.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada para pengguna jasa kereta api dan
meningkatkan efisiensi serta efektifitas proses bisnis internal maka PT. KAI melakukan BPR
dihampir semua proses bisnisnya sejak tahun 2010. Berikut ini beberapa tujuan BPR di PT.
Kereta Api Indonesia :

1. Memberikan pelayanan tambahan bagi penumpang KA dengan memperbanyak Channel


Reservasi dan pilihan cara pembayaran yang sebelumnya sangat terbatas.

2.Mengakomodasi variasi pilihan manajemen tarif, integrasi sistem dan database untuk
meningkatkan pelayanan dan retensi pelanggan PT KAI yang sebelumya belum terintegrasi.

3. Meningkatkan sistem keamanan terhadap calo ticket yang sebelumnya sangat lemah.

4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan sistem ticketing yang


sebelumnya kurang maksimal.

Implementasi BPR di PT. Kereta Api Indonesia.

BPR di PT. Kereta Api Indonesia ditandai dengan perubahan sistem secara terintegrasi
melalui sistem ERP. Perusahaan kereta api terbesar di Indonesia, secara resmi
mengimplementasikan solusi SAP ERP (Enterprise Resource Planning). Program SAP ini
implementasinya dimulai pada tanggal 1 Juni 2010, dari hal teknis hingga yang terkait
masalah sumber daya manusia untuk mengoperasikan program. Pada tanggal 1 Januari
2011, Sistem SAP ERP telah go-live.

Solusi SAP yang digunakan PT.KAI adalah MySAP CRM (Customer Resource
Management), sebuah strategi bisnis yang berbasis konsumen. Selain itu perusahaan juga
mengadopsi menggunakan dua jenis modul SAP yaitu FI (Finance) unuk mengurus segala
hal yang berkaitan dengan keuangan perusahaan dan HR (Human Resource) yang berguna
untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan karyawan seperti penggajian, manajemen
waktu, dan manajemen personalia.
Perubahan proses yang paling dapat dirasakan adalah pemesanan tiket dari offline
menjadi online melalui Rail Ticketing System. RTS ini merupakan sistem tiket penumpang KA
dengan sistem online. Dengan menggunakan sistem ini, Anda bisa melakukan reservasi tiket
tanpa harus datang ke stasiun. Bahkan dengan aplikasi KAI Access calon penumpang dapat
melakukan reservasi dan pembayaran melalui smartphone. Sangat praktis dan fleksibel,
bukan? Teknologi RTS ini juga memungkinkan pemesanan tiket KA dapat dilakukan 90 hari
sebelum keberangkatan. Untuk melakukan reservasi tiket ini dapat dilakukan pada seluruh
channel penjualan tiket KA yang sudah terkoneksi dengan RTS. Tentu saja hal ini
memberikan nilai tambah bagi konsumen dalam kemudahan mendapatkan tiket.

Inovasi teknologi RTS bertujuan memberikan kemudahan dalam pelayanan ticketing


penumpang KA. Calon penumpang dapat melakukan reservasi dan pembayaran tiket kapan
saja (anytime), dimana saja (anywhere), dengan media apa saja (anydevice). Segala
kemudahan yang diberikan tersebut difokuskan untuk meningkatkan pelayanan kepada
konsumen, kata Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro.

Sistem RTS ini menjadi salah satu perangkat bagi manajemen untuk memantau
perkembangan angkutan penumpang KA di seluruh wilayah pelayanan PT KAI. Dengan
demikian, ke depannya perusahaan dapat terus mengembangkan segala aspek yang
berkaitan dengan angkutan penumpang.

Analisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan BPR adalah sebagai berikut ini :

Pemilihan teknoogi yang tepat


Penerapan Teknologi SAP ERP menciptakan sebuah platform tunggal yang
terinterkonesi dengan keuangan, sumber daya manusia dan kegiatan operasional PT.
KAI lainnya, selain itu SAP ERP juga dapat membantu dalam strategi untuk menentukan
apakah sebuah rute yang dilalui oleh kereta api dapat ditambah frekuensinya atau
bahkan bisa dihapuskan.
Adanya komitmen dan rasa tanggung jawab yang kuat dari manajemen puncak serta
dukungan dari serikat pegawai yang bekerja didalamnya.
Komitmen PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk melakukan BPR dalam mendukung
strategi bisnis perusahaan terbukti dengan peningkatan alokasi dana sebanyak 7
(tujuh) kali lipat sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Selain itu dukungan dari
berbagai elemen di perusahaan sangat mendukung revolusi teknologi yang yang berjalan.
Melakukan pembinaan dan pelatihan kepada karyawan secara berkesinambungan.
PT. KAI memiliki program pengembangan yang terstruktur dan berkelanjutan untuk
meningkatkan kompetensi pekerja sejalan dengan sasaran strategis perseroan untuk
mewujudkan pelayanan jasa angkutan perkeretaapian berorientasi pelanggan (customer
oriented). Sasaran utama pengembangan SDM adalah mengubah pola pikir pekerja
untuk mendukung transformasi Perseroan menjadi service company.
Untuk pengembangan pekerja, diberikan program pendidikan pelatihan (Diklat) yang
disusun secara berjenjang dan berbasis kompetensi, yaitu mulai dari pengembangan
kompetensi dasar hingga tahap pengembangan profesional yang disebut EDP
(Executive Development Program) untuk tingkat General Manager, Vice President dan
Executive Vice President. Program EDP yang berdurasi 6 bulan melibatkan lembaga
pengembangan manajemen eksternal yang kredibel.
Adanya sinergi dan kerja sama antara perusahaan BUMN untuk mewujudkan bisnis
proses yang handal.
Dalam pelaksanaan BPR, PT KAI bekerjasama dengan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk untuk membangun E-Ticketing Monitoring Center (EMC). Pusat pengendalian sistem
data tiketing berbasis teknologi ini bertujuan untuk memberikan layanan terbaik kepada
seluruh pengguna jasa angkutan kereta api di wilayah Jabodetabek.
Direktur Utama PT. KAI menjelaskan, sistem ini dibangun untuk memastikan dan
menjamin keberlangsungan sistem dan perangkat secara tersentralisasi agar dapat
memonitor seluruh perangkat e-ticketing di 67 stasiun yang mengoperasikan 389 gate
dan 270 titik Point Of Sales (POS).
Secara terus menerus melakukan inovasi dan continuous improvement untuk menjaga
dan meningkatkan kualitas sistem.
Setelah melakukan serangkaian perubahan sistem pada berbagai proses, PT. KAI
secara berkelanjutan melakukan continuous improvement dan manajemen risiko serta
melakukan serangakian inovasi baru setiap tahunnya.
Salah satunya melalui mesin Cetak Tiket Mandiri (CTM) yang banyak ditempatkan di
stasiun-stasiun, calon penumpang yang telah mendapatkan kode booking dapat
langsung mencetak tiketnya sendiri dengan praktis. Masukkan kode booking dan klik
print/cetak maka tiket mendarat di tangan penumpang dengan mudahnya. Semakin
praktis, cepat dan mudah
PT KAI juga berupaya untuk memberikan pelayanan melebihi ekspektasi penumpang.
Stasiun yang bersih, nyaman, rapi, dan tertib juga dilengkapi fasilitas toilet yang bersih
dan kering, fasilitas charger gratis, hiburan live music, bahkan di beberapa stasiun besar
sudah banyak tenant kelas internasional sehingga membuat waktu yang dihabiskan
penumpang di stasiun semakin berkesan.
2. Perusahaan Yang Gagal : Manco Group
MANCO GULF GROUP, didirikan pada tahun 1981 di Kuwait dengan tujuan
menyediakan persediaan dan perawatan high end di beberapa area ke pemerintah dan
sektor swasta. MANCO menyediakan berbagai layanan berbasis pengetahuan utama yang
mencakup pengembangan sistem informasi yang sejalan dengan operasi bisnis inti, dan
dukungan dan pengembangan sistem.
MANCO telah melayani banyak organisasi pemerintah dan swasta baik lokal maupun
regional. MGG bekerja dengan organisasi pemerintah seperti Kementerian Pertahanan,
Kementerian Informasi dan Kementerian Minyak dll dan banyak organisasi swasta kecil dan
menengah lainnya, memenuhi persyaratan mereka di beberapa wilayah. Perusahaan ini
memiliki rasa hormat akan layanan dan dukungan berkualitas telah banyak hubungan
bermanfaat dari kontraktor yang standarnya sesuai.
Menurut Majed Al-Mashari dan Mohamed Zairi, Manco Group, pada tahun 1993 telah
berusaha melakukan reengineering terhadap supply chain mereka menggunakan konsep
ERP, dengan memakai perangkat lunak SAP R/3. Menurut studi yang dilakukan, sesudah
beberapa lamanya, mereka merasa gagal, meskipun telah mengeluarkan biaya US$ 2,8
juta. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kegagalan tersebut yaitu meliputi : keinginan
berlebih dari pengurangan tenaga kerja secara masif, lingkup dan fokus yang sangat lambat,
meremehkan peran komunikasi, kemajuan dan pengukuran kinerja lambat, kurang
kesadaran memiliki dan transfer pengetahuan, kecenderungan mengisolasi teknologi
informasi dari kegiatan bisnis, dan kurang kesiapan dalam fungsi teknologi informasi.

Analisis faktor yang mempengaruhi kegagalan BPR adalah sebagai berikut ini :

Beberapa eksekutif dan manajer teknologi informasi kurang memiliki komitmen dan
kurang menyisihkan waktu untuk melakukan analisis yang cukup pada waktu tahap
perencanaan dan implementasi BPR.
Beberapa eksekutif dan manajer teknologi informasi kurang memperhatikan
mengenai pendidikan dan pelatihan karyawan.
Keinginan Berlebih untuk Pengurangan Tenaga Kerja Secara Masif. Pengurangan
tenaga kerja secara masif agaknya dijadikan alasan utama perlunya reengineering
sehingga manajemen terlalu berharap dan ambisius melakukan hal ini tanpa persiapan
yang matang dan kurang mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi yang timbul.
Lingkup dan Fokus yang Sangat Lambat. Karena Tim reengineering menghadapi
problema teknis yang diakibatkan oleh pengurangan tenaga kerja secara masif.
Akibatnya, fokus pada reengineering menjadi buyar dan tim terjebak dalam menangani
dan menanggapi hal-hal teknis.
Pengukuran Kinerja yang lambat. Pengukuran kinerja adalah hal yang sangat
diperlukan dalam reengineering, untuk mengetahui dan mengendalikan kemajuan dan
memberikan kesadaran akan tujuan serta meningkatkan moral karyawan. Manco Group
tidak menindaklanjuti pengukuran kinerja secara tepat sehingga manfaat dari
pengukuran kinerja yang diharapkan tidak diperoleh.
Meremehkan Peran Komunikasi. Komunikasi sebetulnya sangat penting dalam
reengineering, karena komunikasi yang baik akan menghasilkan dukungan, komitmen,
dan tanggapan positif dari semua petugas yang terlibat dalam perubahan. Tim
reengineering Manco Group merasa bahwa mereka kurang berusaha secara sungguh-
sungguh melakukan komunikasi dengan baik, meskipun hal ini dianggap hal yang paling
sulit dalam reengineering.

Sumber Artikel :

http://study-ebusiness.blogspot.co.id/2013/03/isu-isu-seputar-bpr-dan-evolusi-bpr.html

http://fardianblog.blogspot.co.id/2009/03/bussiness-proses-reengineering-bpr.html

https://swa.co.id/swa/business-strategy/resep-kai-meracik-sistem-ti

https://saripitriyani.wordpress.com/2014/10/19/analisa-pemanfaatan-teknologi-informasi-
yang-diterapkan-pt-kai-persero/

http://sisfoku.blogspot.co.id/2014/03/cerita-kegagalan-implementasi-erp-pada.html

https://www.merdeka.com/jakarta/rail-ticketing-system-pesan-tiket-tinggal-klik-aja.html

https://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/2372790/pt-kai-gandeng-telkom-bangun-e-ticketing-
monitoring-center

Anda mungkin juga menyukai