Anda di halaman 1dari 6

KETUBAN PECAH DINI

1. Definisi
Ketuban pecah dini/KPD (premature rupture of membrane/PROM)

adalah kondisi dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia

kehamilan 37 minggu. Jika ketuban pecah pada usia kehamilan <37 minggu,

maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur (preterm

premature rupture of membrane/PPROM) (Soewarto, 2014).


2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan

mengalami ketuban pecah dini. Faktor klinis yang berhubungan dengan

PPROM meliputi status sosioekonomi yang rendah, konsumsi rokok, BMI

yang rendah, riwayat persalinan prematur, infeksi saluran kemih, perdarahan

selama masa kehamilan, dan amniosintesis (Mercer, 2005).


Delapan puluh lima persen morbiditas dan mortalitas neonatal

merupakan hasil dari prematuritas. PPROM berhubungan dengan 30-40%

persalinan prematur. PPROM terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan per

tahunnya di Amerika Serikat (Aagaard, 2005, Mercer, 2005).


3. Etiologi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri dari amnion

dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel

seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat dalam matriks

kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi

janin terhadap infeksi (Soewarto, 2014).


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang

terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apoptosis

membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti

infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator


seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang

aktivitas matrix degrading enzym (Soewarto, 2014).

Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah :

- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen


- Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal karena antara lain merokok.

Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melamahnya

selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi

rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia

pada selaput ketuban.

Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya

faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban

pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks,

solusio plasenta (Soewarto, 2014).

4. Diagnosis
Penentuan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan dengan

menanyakan riwayat keluar cairan dari vagina dan tanda lain persalinan,

melakukan palpasi abdomen terlebih dahulu untuk mengkonfirmasikan letak,

presentasi dan ukuran fetal. Selanjutnya pemeriksaan menggunakan spekulum

steril dilakukan untuk menilai ada atau tidak kebocoran air ketuban atau

adanya carian jernih pada vulva atau pada pembalut. Cairan ketuban memiliki

karakteristik bau yang khas dan adanya vernix caseosa dapat

menegakkan diagnosis. Vaginal touche (VT) tidak dianjurkan kecuali pasien

diduga inpartu. Hal ini karena VT dapat meningkatkan resiko


korioamnionitis, postpartum endometritis dan infeksi neonatus (Manuaba,

2009, Soewarto, 2014).


5. Pemeriksaan Penunjang
Mengukur pH vagina menggunakan kertas lakmus (Nitrazin test)

padaair ketuban akan didapatkan warna merah berubah menjadi biru. Hal ini

dikarenakan pH normal vagina adalah 4,5-6,0 , sedangkan cairan amnion

memiliki pH 7,1-7,3. Apabila diagnosis meragukan, dapat dilakukan USG

untuk menilai indeks cairan amnion. Normalnya volume cairan ketuban 250-

1200 cc, pada kasus ini akan ditemukan oligohidramnion. Selain menentukan

diagnosis, juga dilakukan penilaian tanda-tanda infeksi pada ibu berupa

peningkatan suhu >380 C, air ketuban keruh dan bau, leukosit >15000/mm3,

janin takikardia (Manuaba, 2009, Soewarto, 2014).


6. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau

eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2x500mg selama

7 hari). Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban

masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia

kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa

negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan

kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia

kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi, berikan

tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika

usia kehamilan 32-37 minggu terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik

dan lakukan induksi, nilai tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi

intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk

memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar


lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari

dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5mg setiap 6 jam sebanyak

4 kali (Soewarto, 2014).


2. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol intravaginal

tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tada infeksi berikan antibiotik dosis

tinggi dan akhiri persalinan.


- Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.

Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.


- Bila skor pelvik >5, induksi persalinan (Soewarto, 2014).
7. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada

usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal atau neonatal, persalinan

prematur, hipoksia janin karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

8. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini bervariasi, tergantung pada usia

kehamilan, adanya infeksi, faktor resiko/penyebab, dan ketepatan diagnosis

awal dan penatalaksanaan. Umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37

minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran prematur

(Manuaba, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Mercer B, Milluzzi C, Collin M. Periviable birth at 20 to 26 weeks of gestation:

proximate causes, previous obstetric history and recurrence risk. Am J

Obstet Gynecol. 2005 Sep. 193(3 Pt 2):1175-80.

Aagaard-Tillery KM, Nuthalapaty FS, Ramsey PS, Ramin KD. Preterm premature

rupture of membranes: perspectives surrounding controversies in

management. Am J Perinatol. 2005 Aug. 22(6):287-97.

Manuaba IAC, et al. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.

Jakarta: EGC; 2009. Hal.119-21.

Manuaba IBG. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-

2. Jakarta: EGC; 2004. Hal.73.


Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.

Hal.677-80.

Anda mungkin juga menyukai