Laporan Kasus Diare
Laporan Kasus Diare
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Alamat : Cipedah
ANAMNESIS/ALLOANAMNESIS
Keluhan Utama
5 hari Os BAB konsistensi cair, ampas tidak ada, lendir tidak ada, berbusa
tidak ada, darah tidak ada dan tidak berbau busuk, frekuensi 5 x. Keluhan disertai
muntah 1x berisi makanan dan cairan, darah tidak ada. Mual ada, perut tidak
kembung. Demam tidak ada. Batuk tidak ada.
3 hari BAB cair frekuensi 4x/hari, muntah tidak ada, demam tidak ada. Ibu Os
membawa Os berobat ke klinik dokter, setelah mendapatkan pengobatan keluhan
tidak ada perbaikan.
Os datang dengan keluhan BAB cair, tidak ada ampas lendir tidak ada, darah
tidak ada, tidak berbau busuk keluhan disertai demam muncul perlahan meningkat,
naik turun. Batuk tidak ada. Keluhan tidak disertai muntah, sesak napas, dan BAK
sering dan tidak ada kelainan. Os tampak lemas, rewel, nafsu makan menurun, banyak
minum.
Diare disangkal
Campak disangkal
Kejang demam disangkal
TB paru disangkal
Riwayat Pengobatan
Berobat ke dokter klinik, diberi obat anti diare, ibu Os lupa nama obatnya
pemberiannya 3 x 1, keluhan diare tidak ada perbaikan
Riwayat kelahiran
ANC teratur di bidan. Ibu tidak mengkonsumsi obat obatan selama kehamilan,
penyulit saat hamil disangkal.
Lahir spontan cukup bulan, lahir tunggal langsung menangis, cacat kongenital tidak
ada, BBL : 3300 gram, PBL : 49 cm, LK : ( ibu Os tidak tahu ).
Riwayat Imunisasi
Riwayat perkembangan
Riwayat makanan
Riwayat alergi
PEMERIKSAAN FISIK
TTV
Suhu : 37,80 C
RR : 24 x/menit
Antropometri
BB : 7,2 kg
TB : 71 cm
status generalis
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+).
Pupil isokor, mata cekung (+/+)
Hidung : normotia, serumen (+/+), nyeri (-/-)
mulut : bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), stomatitis (+), lidah
kotor (+), tonsil = T1 T1, faring hiperemis (-)
Pemeriksaan Toraks
Paru :
Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, retraksi interkosta (-), bagian
dada yang tertinggal (-)
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar ICS 5
Jantung :
Perkusi : Batas jantung kiri di ICS IV, 4 jari lateral linea midklavikula
sinistra dan batas jantung kanan 1 jari lateral linea parasternalis dekstra
Pemeriksaan Abdomen
Palpasi : abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
kembali cepat
Ekstremitas :
atas : edema (-/-), turgor kulit kembali cepat, sianosis (-), RCT < 2 detik
Bawah : edema (-/-), turgor kulit kembali cepat, sianosis (-), RCT < 2 detik
RESUME
Anamnesis
5 hari Sebelumnya
3 hari Sebelumnya
mulut : bibir kering (+), stomatitis (+), lidah kotor (+), faring hiperemis (-)
Pemeriksaan Abdomen
Working Diagnosis
BAB cair dengan frekuensi 13x, dari 5 hari sebelumnya sampai datang ke
puskesmas, disertai muntah 1x, demam muncul perlahan lahan, OS terlihat lemas,
rewel, nafsu makan menurun, banyak minum.
Pemeriksaan Fisik
Suhu : 37,80 C
Pemeriksaan Abdomen
Planning
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (HHTL)
Analisa Feses
Terapi
Infus KN3B
Cairan maintenence 7,2 x 100 = 720 ml
720 x 60/ 24 x 60 = 30 TPM mikro
Dialac 2 dd 1
Sanmol drop ( 1 ml : 120 mg ) 3 dd 0,8 mg
Zink pro 1 dd 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat lebih dari 3x/hari
dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak, dan berlangsung dalam waktu
kurang dari satu minggu (Mansjoer dkk, 1999).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003).
PATOFISIOLOGI
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam
lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg,
Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan
memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein
kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein
sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl - di kripta
keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke
dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi
seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan
enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan
obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan
hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan
neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas,
hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.
Diare karena gangguan motilitas usus
MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian
timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Daerah anus dan sekitarnya timbul
luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi
usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung
menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah
dan kesadaran menurun, diuresis berkurang.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan
tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul). Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Pada dehidrasi ringan terjadi
kehilangan cairan kurang dari 5%, Pada dehidrasi sedang terjadi kehilangan cairan antara
5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.
Derajat Dehidrasi
% Estimasi
Gejala & Keadaan Mulut/
Mata Rasa Haus Kulit Penurunan def.
Tanda Umum Lidah
BB Cairan
Minum Dicubit
Tanpa
Baik, Sadar Normal Basah Normal, kembali <5 50 cc
Dehidrasi
Tidak Haus cepat
Dehidrasi
Gelisah Tampak Kembali
Ringan Cekung Kering 5 10 50100
Rewel Kehausan lambat
Sedang
Letargik, Sangat Kembali
Dehidrasi Sangat Sulit, tidak
Kesadaran cekung sangat >10 100 cc
Berat kering bisa minum
Menurun dan kering lambat
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C.
jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan
Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN
kecuali pada S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan
pada penderita immunocompromised.
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik.
3. Duodenal intubation (biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan Giardiasis,
Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.
TATA LAKSANA
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya
sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,
walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja
yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita
tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga
upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral
walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-
mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar
natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan
natrium antara 40-60mEq/L.11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan
segera pemberian makanannya sesuai umur. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi
yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi
ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.
Rencana Terapi A
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-
hari :
< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB
>2 tahun : 100-200ml tiap BAB
Beri tablet Zink
Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis
Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan
1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Beri tablet zink selama 10 hari dengan
dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum
oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena
secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia,
gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam
(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu :
Rencana Terapi C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan
Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit
parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai
berikut :
Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg
BB, kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai
dehidrasi berat. (Depkes RI)
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita
akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut
waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana
biasanya. Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera
dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya
bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral
makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
Kolera :
Amebiasis:
Giardiasis :
Seng (Zinc)
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada
host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna
sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor
dalam sel epitel usus. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai
dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus
maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh
karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotic associated diarrhea) dan
travellerss diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut
pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam
pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya
diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali.
Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan
lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen,
kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor
toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno modulasi.
Prebiotik
Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang
minum ASI. Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang
minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang
diberi cereal yang disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan
penurunan angka kejadian diare. Penemmuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun
1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat
perbedaan penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana
pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu penelitian-
penelitian selanjutnya.
Komplikasi
Dehidrasi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :
Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal
Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Suraatmaja,
2005)
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni
pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul. Pernapasan ini
merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH
darah. (Suraatmaja, 2005)
Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala
yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan oralitadalah
cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline
55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normallanjutkan dengan
rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5% dextrose, perhitungkan untuk
24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L). hiponatremia sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu
memakai Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar
Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika
kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila <
2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4
jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4
jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2
mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan
perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila tidak diatasi
dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)
PENCEGAHAN
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric, termasuk
cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada
kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.
Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-
cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliagman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Vol.2. EGC : Jakarta.
2000, Hal.1355
2. Boediarso, Aswitha dkk. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare Buku Ajar Diare
Pegangan Mahasiswa. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I DITJEN PPM dan
PLP.1999. Hal.10
3. Suraatmaja, Sudaryat. Diare Akut. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Sagung
Seto. Jakarta.2005, hlm 15
4. Hegar B, Kadim M. Tatalaksana diare akut pada anak dalam Majalah kesehatan
Kedokteran indonsia Vol 1 No 06, 2003.
5. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen diare pada bayi dan
anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
6. Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and
consensus based guideline for acute diarrhea management Arch Dis Child
2001;85:132-42.
7. Keputusan MENKES RI No : 1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ke 5. Departemen Kesehatan RI, Direktorat
Jendral PP dan PL. 2007. Hal. 10
8. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
LAPORAN KASUS
DIARE AKUT DENGAN
RINGAN SEDANG
DISUSUN OLEH :
2007730068