Industri Pembuatan Sabun Dan Detergen
Industri Pembuatan Sabun Dan Detergen
1. SABUN
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang.
Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut.
Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras adalah NaOH dan alkali yang digunakan
pada sabun lunak adalah KOH. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa
minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak
dengan larutan alkali membebaskan gliserin. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak
hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
1.1 Sejarah Sabun
Awal
Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia kuno
adalah fakta tentang pembuatan sabun sudah diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di
tabung mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana hal tersebut adalah metoda
pembuatan sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan dari sabun itu.
Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir kuno terbiasa mandi. Papirus Eber,
dokumen kesehatan sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan tentang kombinasi minyak hewani
dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun yang berguna untuk
menyembuhkan penyakit kulit dan juga untuk membersihkan tubuh.
Disisi lain, orang Yunani kuno mandi untuk alas an estetik dan rupanya tidak
menggunakan sabun. Mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir, batu apung
dan abu. Tetapi pada abad ke 2 M, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan
dan pembersih. Setelah musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi
menurun. Menurunnya kebersihan pribadi dan berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa
sanitasi menambah beratnya wabah besar di abad pertengahan, dan khususnya Kematian Hitam
di abad ke-14. Pada abad ke-17, kebersihan dan mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak
tempat di Eropa. Mandi harian adalah adat yang biasa di Jepang saat abad pertengahan dan di
Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah perkumpulan populer di sabtu sore.
Zaman Pertengahan
Page 1
Membuat sabun adalah keahlian yang umum di Eropa pada abad ke-17. Minyak nabati
dan hewani digunakan dengan arang tanaman dan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun
yang lebih banyak lagi tersedia untuk mencukur, mencuci rambut, mandi dan mencuci. Italia,
Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun. Orang Inggris mulai membuat
sabun saat abad ke 12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622 karena Raja James I
mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun untuk $100.000 setahun. Pada abad ke-19, sabun
adalah pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak
dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa dan standar kebersihan meningkat.
Pembuatan sabun komersial di Amerika colonial dimulai pada tahun 1608 dengan
datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown,
Virginia. Sabun pertama kali dipatenkan oleh kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc pada tahun
1791. Dimana saat itu Leblanc membuat sabun dari soda abu atau sodium karbonat dari garam
biasa. Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian oleh Michel Eugene
Chevreul, kimiawan Perancis lainnya. Penelitiannya menjadi dasar untuk pembuatan sabun dari
lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu, pada pertengahan 1800-an penemuan oleh kimiawan
Belgia, Ernest Solvay membuat sabun dengan proses amonia, di mana juga menggunakan
sodium klorida untuk membuat soda abu.
Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk
mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika
tahun 1850. Hal ini mengubah sabun dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari.
1.2 Bahan Baku Pembuatan Sabun
1.2.1 Bahan Baku Utama
1. Minyak atau lemak
Bahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa
alkali (basa). Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya :
a. Tallow
Tallow adalah lemak hewani yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun.
Tallow merupakan produk yang didapat dari industri pengolahan daging yang diambil dari lemak
sapi dan domba. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari
Page 2
asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling
banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada
tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti oleat (60 ~ 65%) danasam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai
pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa
sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga
kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu.
d. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging
buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan
bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit.Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih
tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Page 3
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
i. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras
tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki
sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang
tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat
yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun (Friadi, 2009).
Salah satu minyak atau lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO).
RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit
tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Patterson (1992)
menyatakan bahwa minyak kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil) sebelum diolah lebih
lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching)
dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses pemurnian ini disebut
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi padat dan fraksi
cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng,
margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya. Menurut Departemen Pertanian
(2008), proses pemurnian RBDPO dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% palm fatty
acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan lainnya. Sifat fisikokimia RBDPO dapat dilihat pada
Tabel 1.
Page 4
Tabel 1. Sifat Fisikokimia RBDPO
Menurut Cavitch (2001) sabun yang terbuat dari RBDPO merupakan sabun yang
memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh adanya
asam lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka
sabun akan menjadi semakin keras. Stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari RBDPO juga sangat
tinggi (Yunita, 2009). Menurut Suryani et al. (2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat
kestabilan emulsi serta berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Komposisi asam lemak dalam
olein kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
2. NaOH
Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan
memiliki sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol.
NaOH sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan salah satu jenis
alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus.
Menurut Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan digunakan dalam
pembuatan sabun transparan dapat ditentukan dengan melihat besarnya bilangan penyabunan.
Page 5
Sifat-sifat fisika :
a. Berat molekul : 40 gr/mol
b. Titik didih pada 1 atm : 139 0C
c. Densitas : 2,130 gr/cm3
d. Hf0 kristal : -426,73 KJ/mol
e. Kapasitas panas pada 00C : 80,3 J/K.mol
(Perry, 1997)
Sifat-sifat kimia :
a. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air
b. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan air
c. Bereaksi dengan asam membentuk garam
d. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam air
e. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halida
f. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserin
g. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol
(Othmer, 1976)
1.2.2 Bahan Baku Pembantu
a. Air
Air digunakan untuk melarutkan NaOH dan NaCl mengurangi viskositas sabun cair
yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat sifat kimia dan fisika air
adalah sebagai berikut :
Page 6
1. Berupa zat cair pada suhu kamar
2. Berbentuk heksagonal
3. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna
4. Berat molekul : 18
5. Titik Beku pada 1atm, (0C) :0
0
6. Titik didih normal 1 atm, ( C) : 100
7. Densitas pada 300C, (kg/m3) : 995,68
b. Gliserin
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan ( additive ) pada sabun dan berfungsi sebagai
pelembab ( mouisturizer ) pada sabun. Sifat sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai
berikut :
1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis
2. Larut dalam air dan alcohol dengan semua perbandingan
3. Tidak larut dalam eter, benzene dan kloroform
4. Senyawa turunan alcohol (polialkohol) dengan tiga gugus OH
5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat
6. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab
7. Bereaksi dengan kalsium bisulfate membentuk akrolein
Page 7
1.3 Proses Pembuatan Sabun
Dari diagram alir di atas, maka dapat diuraikan proses pembuatan sabun, yaitu sebagai
berikut :
Bahan baku berupa trigliserin masuk ke dalam kolom hidrolizer dengan penambahan katalis
ZPO, akan terjadi proses hidrolisis dengan ditambahkannya uap air panas yang masuk pada suhu
230-250C dan tekanan 40-45 atm, sehingga trigliserin terpisah menjadi asam lemak dan
triglserin. Reaksi yang terjadi yaitu :
Asam lemak yang terbentuk lalu dimasukkan ke dalam flash tank agar suhunya turun dan
asam lemak yang dihasilkan menjadi lebih pekat, kemudian dimasukkan ke kolom high vacuum
still hingga proses destilasi, pada proses ini asam lemak akan menguap sedangkan zat yang tidak
diharapkan akan keluar melalui bawah kolom.
Uap asam lemak yang terbentuk kemudian dilewatkan ke dalam cooler sehingga dihasilkan
asam lemak yang berbentuk pasta murni lalu produk ini disimpan dalam holding tank.
Pada proses pembuatan sabun, bahan baku merupakan lemak yang dipompakan ke dalam
mixer, lalu ditambahakn NaOH dan diaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi proses
saponifikasi atau penyabunan. Reaksi yang terjadi adalah :
Page 8
R.COO.H +NaOH RCOO.Na + H2O
Lalu dimasukkan ke dalam blender dengan kecepatan rendah agar campuran homogeny, Pada
blender terjadi pencampuran dengan bahan-bahan lain yang dibutuhkan, seperti parfum, TCC,
dan sebagainya. Kemudian produk sabun telah jadi, dan untuk finishing diteruskan dengan
dipompa melalui jalur dipanaskan ke bar sabun untuk sabun batangan dengan menggunakan
tekanan, untuk menghasilkan detergen menggunakan pengering semprot sehingga diperoleh
sabun berupa serbuk atau bubuk , dan untuk sabun cair yang dikeluarkan dari bagian bawah alat
secara langsung kemudian diikuti dengan operasi pengemasan.
Analisis yang dilakukan pada sabun yang dihasilkan mengacu pada SNI
(1994) yang lengkapnya bisa dilihat pada Tabel 3.
Page 9
Sabun yang terbuat dari olive oil ini untuk formulanya aman dikonsumsi karena tidak
mengandung lemak hewani sama sekali.
c. Deodorant Soap
Sabun ini bersifat sangat aktif untuk menghilangkan aroma tak sedap pada bagian tubuh.
Tidak dianjurkan untuk kulit wajah karena memiliki kandungan yang cukup keras yang
dapat menyebabkan kulit teriritasi.
d. Acne Soap
Sabun ini dikhususkan untuk membunuh bakteri-bakteri pada jerawat. Seringkali sabun jerawat
ini mengakibatkan kulit kering bila pemakaiannya dibarengi dengan penggunaan produk anti
acne lain. Maka kulit akan sangat teriritasi, sehingga akan lebih baik jika memberi pelembab
atau clarning lotion setelah menggunakan acne soap.
e. Cosmetic Soap atau Bar Cleanser
Sabun ini memiliki formula khusus seperti pemutih. Cosmetic soap biasanya
memfokuskan formulanya untuk membersihkn hasil tertentu, seperti pada whitening facial soap
dan firming facial soap.
f. Superfatted Soap
Sabun ini memiliki kandungan minyak dan lemak lebih banyak sehingga terasa lembut
dan kenyal. Sabun ini sangat cocok digunakan untuk kulit kering karena di dalamnya terdapat
kandungan gliserin, petrolium dan beeswax yang dapat melindungi kulit dan mencegah iritasi
serta jerawat.
g. Oatmeal Soap
Sabun yang terbuat dari gandum ini mempunyai kandungan anti iritasi. Sabun gandum ini
lebih baik dalam menyerap minyak, menghaluskan kulit kering dan sensitif.
h. Natural Soap
Sabun alami ini memiliki formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah,
minyak nabati, ekstrak bunga, Aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua jenis kulit dan
kemungkinan membahayakan kulit sangat kecil.
Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik
karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik karena bersifat polar. Molekul sabun
Page 10
terdiri dari bagian kepala yang disebut gugus hidrofilik dan bagian ekor yang disebut gugus
hidrofobik. Gambar molekul sabun dapat dilihat pada Gambar .
Kotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa pada kulit karena adanya Air saja
tidak dapat mem adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut.
Sabun merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi
sebagai pembersih. Molekul sabun ters yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam
minyak, sedangkan bagian polar akan larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun
memiliki daya pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun
akan menempel pada kotoran dan bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan
mengakibatkan tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah
menarik kotoran terlihat pada Gambar 3.
2. DETERGEN
Pengertian deterjen pada umumnya mencakup setiap bahan pembersih termasuk sabun,
namun kebanyakan dihubungkan dengan deterjen sintetik. Deterjen mempunyai sifat tidak
membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah (Hart, 1998).
2.1 Sejarah Detergen
Page 11
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II
dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada saat ini
ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman,
biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun
1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu
lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun
menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS)
yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak
menghasilkan limbah busa.
Sepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan
mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras
apapun, akan menghilangkan sebagian saja bercak, kotoran dan partikelpartikel tanah. Air saja
tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu
yang telah lepas dari kain agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel
ke kain). Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan
kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak ratusan tahun
lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau lemak dan basa. Awalnya
orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa campuran abu dan lemak hewan dapat
membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses
pembuatan sabun telah dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama
yakni akan bergabung dengan mineral mineral yang terlarut dalam air membentuk senyawa yang
sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak kekuningan di kain atau mesin
pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring dengan
meningkatnya popularitas deterjen.
Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hydrogen sulfat.
Page 12
Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.
3. Dialkildimetilamonium Kationik
chloride
Page 13
4. Betaines Amfoterik
Surfaktan anionik membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari jumlahnya. Sifat
hidroliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya merupakan gugus sulfat atau sulfonat.
Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat ke bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang
mudah dihidrolisis. Beberapa contoh dari surfaktan anionik adalah linier alkilbenzen sulfonat
(LAS), alkohol sulfat (AS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin atau secondary alkane
sulfonat (SAS) (Miller,1930).
Page 14
Gambar 4 menampilkan jenis-jenis surfaktan yang banyak digunakan dalam deterjen. Di Asia
Pasific dan Amerika Latin, Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) merupakan senyawa surfaktan
anionik yang banyak digunakan dalam deterjen.
Penggunaan Surfaktan di seluruh dunia
Saat ini Linear Alkylbenzen Sulphonate (LAS) digunakan untuk menggantikan Alkyl
Benzen Sulphonate (ABS) karena relatif mudah terurai di dalam air (Nasir, 2011).
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal
putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapat yang tersedia secara umum adalah Natrium
Klorida (NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia, kaca, logam, kertas,
petrolium, sabun dan tekstil. Sabun pada umumnya merupakan garam natrium dengan beberapa
jenis asam lemak.
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian
bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam
campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya,
sebagai bahan pengisi detergen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan
Page 15
sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophospate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini
berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2005).
Builder merupakan zat yang digunakan untuk menunjang kinerja deterjen dalam
pelunakan air dengan cara membatasi kerja ion-ion kalsium dan magnesium. Builder dapat
berupa senyawa alkali yang mudah mengendap seperti natrium karbonat dan natrium silikat;
agen kompleks seperti Natrium Triphosfat atau asam nitroloacetic dan senyawa bersifat penukar
ion seperti asam polikarboksilat dan zeolit A.
Penggunaan STTP (sodium tripolifosfat) pada detergen sabun cuci sebagai builder
diketahui sebagai salah satu sumber utama pengendapan fosfat di dalam air (Bhatt, 1995). Siklus
fosfat melepaskan kalsium dan magnesium ke air dengan tujuan untuk pelarutan, pengemulsi,
pelarutannya ramah terhadap lingkungan dan berperan sebagai pengganti surfaktan. Karena
STTP berdampak membahayakan lingkungan, maka zeolit A digunakan sebagai alternative
builder detergent untuk merubah STTP. Dibandingkan dengan fosfat, zeolit A dapat ditambahkan
untuk mencegah pembentukan kelarutan garam anorganik yang sangat sedikit, ini adalah faktor
utama dalam pembentukan lapisan kotor pada bahan tekstil.
2.2.4 Bahan Pemucat (Bleaching Agent)
Efek pemucatan (bleaching effect) dari deterjen ditimbulkan melalui cara mekanis,
fisika dan atau secara kimia khususnya melalui perubahan atau penyisihan zat pewarna terhadap
objek yang mengalami proses pemucatan. Dalam proses pencucian, efek pemucatan dapat
ditimbulkan secara paralel. Mekanisme mekanis dan fisis utamanya efektif untuk menghilangkan
partikulat atau zat-zat yang mengandung olie. Pemucatan secara kimia dilakukan untuk
menghilangkan warna dan karat yang melekat pada serat.
Page 16
Anion-anion perhidroksil dapat mengoksidasi pengotor padat dan karat. Senyawa
perhidroksi yang banyak digunakan pada deterjen adalah Natrium Perborat (NaBO3.4H2O).
Senyawa bleaching lain yang sering digunakan adalah hipoklorit. Salah satu keunggulan utama
dari natrium perborat dapat dimasukan langsung sebagai bubuk dengan hasil cucian yang putih
dan relatif aman. Sebaliknya penambahan larutan pemutih klorin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan yang signifikan ke binatu dan menyebabkan perubahan warna. Klorin
cukup efektif digunakan sebagai pemutih dan disinfektan pada suhu yang rendah (Nasir, 2011).
2.2.5 Bahan tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk.
Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena
justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut.
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk
tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini
berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga
disebut antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada
umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan
bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk
mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi (Anonim, 2010).
Page 17
Membunuh atau menghambat pertumbu- Minyak cemara
han organisme yang dapat menye- senyawa
Antimicrobial babkan penyakit dan/atau bau ammonium
agents kuartener natrium
hipoklorit
Triclocarban
Triclosan
Page 18
Quaternary
Fabric softening
Memberi kelembutan ammonium
agents pada kain compounds
Colorless
Fluorescent
Membuat kain terlihat lebih cemer- fluorescing
whitening agents lang dan putih ketika terkena sinar compounds
Fragrance blends
Fragrances a. Menutupi bau
2.2.7 Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci.
Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini
dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06% (Anonim, 2010).
Page 19
2.3 Proses Pembuatan Detergen
2.3.1 Proses Sulfonasi
Alkilbenzen yang dimasukkan ke dalam sulfonator dengan penambahan sejumlah
oleum, menggunakan dominant bath principle untuk mengontrol panas pada proses sulfonasi dan
menjaga temperature tetap pada 550C. di dalam campuran sulfonasidimasukkan fatty tallow
alcohol dan oleum. Semuanya dipompa menuju sulfater, beroperasi juga dalam dominant bath
principle untuk menjaga suhu agar tetap pada kisaran 500 hingga 550C, pembuatan ini campuran
dari surfactant.
a. Sulfonasi
SO3H
R SO3H + H2SO4.SO3 R SO3H + H2SO4
Disulfonat
R SO3H + R R SO3 R
Sulfone 1 %
b. Sulfasi
Reaksi Utama
R-CH2OH + SO3H2O ROSO3H + H2O H= -325 sd -350 Kj/kg
Reaksi tambahan
R-CH2OH + R-CH2-OSO3H R-CH2-O-CH2-R + H2SO4
Page 20
Hasil sulfonasi (R I) dengan sulfasi (R II) ditambah NaOH terbentuk Na 5P3O11, kemudian terjadi
hidrasi.
Campuran ini dipompa ke upper story, dimana campuran ini disemprotkan dibawah
tekanan tinggi ke dalam high spray tower setinggi 24m, melawan udara panas dari tungku api.
Butiran kering ini adalah bentuk yang dapat diterima, ukuran dan densitas yang sesuai dapat
dibentuk. Butiran yang sudah dikeringkan di alirkan ke upper story lagi melalui lift yang dapat
mendinginkan mereka dari 1150C dan menstabilkan butiran. Butiran ini dipisahkan dalam
goncangan, dilapisi, diharumkan dan menuju pengemasan (Austin, 1996).
Alfa SFMe (-SFMe) yang diproduksi dari metil ester telah lama dikenal dan dipelajari
terutama sejak krisis minyak di tahun 1973. Alfa SFMe lebih banyak dipelajari sebagai surfaktan
yang diperoleh dari bahan baku mentah. Alfa SFMe belum mendapat posisi dalam surfaktan
Page 21
seperti LAS (Linear Alkylbenzene Sulphonate) atau AS (alcohol sulphate). Alasan mendasar dari
fakta diatas adalah teknologi sulfonasi alfa SFMe belum dikembangkan dengan baik. Alfa SFMe
dapat digunakan dalam deterjen sebagai surfaktan utama. Alfa SFMe tidak mengandung racun
(rendah) dan dapat dibiodegradsi. Masalah dalam proses sulfonasi adalah sebagai berikut :
- meningkatkan kualitas warna produk
- mengolah hasil samping garam disodium
- menghasilkan lumpur alfa SFMe berkonsentrasi tinggi
Page 22
Dalam kasus pembuatan alfa SFMe dari metil ester, metil ester C16 yang diperoleh dari
distilasi fraksinasi dapat langsung digunakan tanpa hidrogenasi, sementara metil ester C18 harus
dihidrogenasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Mekanisme reaksi sulfonasi terdiri dari 2
langkah. Reaksi pertama yaitu metil ester asam lemak (FAMe) disulfonasi dalam reaktor
sulfonasi dengan menggunakan gas SO3 membentuk sulfoanhydride. Pada reaksi ini digunakan
jumlah SO3 berlebih, yaitu sekitar 20-30 % mol. Reaktor ini bertipe silinder-falling film reactor
yang pada awalnya dikembangkan dan didesain untuk surfaktan seperti LAS dan AS. Hal yang
penting dari karakteristik reaktor ini adalah :
- pengontrolan gas difusi SO3 dengan mengalirkan udara antara cairan film organic
dan aliran gas sehingga hasil reaksi sulfonasi dapat tercapai.
- Membentuk film seragam pada dinding reaktor oleh penggunaan yang didesain
khusus, sehingga hasil reaksi seragan dapat diperoleh.
Produk-produk sulfonasi dapat dikirim ke unit esterifikasi dan pemutihan setelah
digesting. Produk yang telah didigested berwarna coklat gelap. Dalam unit esterifikasi dan
bleaching, produk-produk sulfonasi dibleach dengan menggunakan hydrogen peroksida yang
secara bersambungan dengan reesterifikasi menggunakan metanol. Ketika pemutihan H2O2
dilakukan dengan kehadiran alcohol seperti methanol, efek bleaching dapat tercapai
danreesterifikasi dapat diperoleh seperti pada skema dibawah. Kemudian langkah ini mengambil
bagian yang penting dalam peningkatan kualitasnya. Produk-produk yang telah diputihkan
dicampur dengan larutan NaOH untuk dinetralisasi. Metanolberlebih yang digunakan dalam
proses tersebut berfungsi untuk mengurangi viskositas dalam lumpur. Jika metanol tidak terdapat
dalam lumpur selama proses netralisasi, maka hasil samping (alfa SFNa2) akan terbentuk.
Metanol dalam lumpur yang telah dinetralisasi diuapkan dan direcovery dengan menggunakan
unit recovery MeOH dan dapat digunakan kembali. Langkah ini juga memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kualitas rasa dan slurry (Anonim, 2010)
Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :
a. Detergen Anionik
Alkil aril sulfonat
Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti
dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena,
Page 23
atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena).
Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena
(C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi
Fiedel-.Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat
degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.
Page 24
b. Detergen kationik
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam
asetat dan dapat larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl- Dihasilkan
dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi :
1. R-NH2 + 3 CH3Cl RN(CH2)2Cl + HCl
2. R2NH + 2 CH2Cl R2N(CH2)2Cl + HCl
c. Detergen nonionik
Pembuatan detergen nonionik adalah : Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung
kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan
pada suhu 150-220C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam
sulfur dan asam asetat glasial. Amina oksida Proses pembuatannya dengan
mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik Proses pembuatannya
yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil akrilat untuk
menghasilkan ester N-lemak--amino propionik. Kemudian disaponifikasi
dengan NaOH membentuk garam natrium.
Page 25
Produsen harus menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan yang menjamin
konsistensi pemenuhan persyaratan kriteria dan ambang batas sertifikasi ekolabel, pengendalian
dampak lingkungan serta pemenuhan penaatan peraturan perundang-undangan pengelolaan
lingkungan. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penjaminan sistem manajemen
lingkungan :
N
Aspek Lingkungan Persyaratan
o
Page 26
dalam SNI 06-4594-1998
Produsen harus menerapkan Sistem Manajemen Mutu yang menjamin konsistensi pemenuhan
standar mutu produk. Produk harus memenuhi Standar Mutu Produk SNI No. 06-4594-1998 versi terbaru,
kecuali pada parameter yang ditetapkan lain pada standar kriteria ini, dan produsen harus menerapkan
Sistem Manajemen Mutu, guna memberikan jaminan bahwa pengawasan terhadap mutu produk
dilaksanakan secara konsisten oleh produsen.
2.4.3 Kemasan
1. Bahan Kemasan
Page 27
Syarat utama bahan kemasan yang digunakan untuk produk serbuk deterjen ialah
kemasan harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang. Bila mungkin, kemasan produk
juga dapat digunakan kembali. Beberapa contoh bahan kemasan plastik yang dapat didaur
ulang : Polyethylene Terephthalate (PET) ; High Density Polyethylene (HDPE); Low Density
Polyethylene, (LDPE) ; Polypropylene (PP); Polystyrene (PS) ; dll.
a. Kemasan plastik
Harus memiliki simbol plastik daur-ulang pada kemasan dan kode jenis resinnya.
Kemasan atau label tidak boleh mengandung PVC atau bahan organik terklorinasi
Harus terbuat dari plastik yang dapat didaur ulang
b. Kemasan karton
Kemasan karton harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang
2. Kandungan logam berat
Total kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg dan Cr 6+) dalam kemasan (termasuk printing) <
100 ppm.
Page 28
laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang
canggih.
2. Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan
formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasnaya tidaka dijual dalam
partai kecil, tetapi dijual dalam partai besar (kemasan 25 kg).
3. Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-masing
produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang keunggulan
produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai contoh ada
sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan produk deterjen
dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila dibandingkan dengan
deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini bahwa hanya sedikit
orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan tersebut.
Page 29
deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan
investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu
mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak dapat
diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga), baik skala kecil maupun
menengah.
Sebagian besar deterjen bubuk yang dipasarkan ke kondumen termasuk dalam golongan deterjen
bubuk berongga.
1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai
tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman
yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah
turunan dari ammonia.
Page 30
Gambar 8. Cationic Detergent
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.
Page 31
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena
deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak
bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang
mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.
(Anonim,2010)
Gambar 10. Nonionic Detergent
Page 32
dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur dengan suatu larutan soda
kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk mengusir semua residu SO2 dan SO3, sehingga
dihasilkan udara bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Friadi, Ade. 2009. Pembuatan Sabun Padat dari RBDPs (Reefined Bleached Deodorized Palm
stearin). Medan. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Nasir, Subriyer. 2011. Pengolahan Air Limbah hasil Proses Laundry Menggunakan Filter
Keramik Berbahan Campuran Tanah Liat Alam dan Zeolit. Universitas Sriwijaya.
Perry, Robert H., Don W. green & James O. Maloney. 1999. Perry` Chemical Engineers`
Handbook. 7th Edition. McGraw Hill Book Company : New York, USA.
Pradipto. 2009. Pemanfaatan Minyak Jarak sebagai bahan Dasar Pembuatan Sabun Mandi.
Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
SNI. 1998. Standar Mutu Produk Sabun. SNI No. 06-4594-1998. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
Page 33
Page 34