Anda di halaman 1dari 29

1

LAPORAN PRAKTIK LAPANG TERPADU PSP 2016


DAERAH PENANGKAPAN IKAN

DAERAH PENANGKAPAN IKAN PADA BAGAN PERAHU DI PERAIRAN


BARRU, SULAWESI SELATAN

NOVTRI PAPULUNG
L23114314

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena
hidayah-Nya laporan ini dapat dibuat. Laporan mengenai Daerah Penangkapan
Ikan, ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah Daerah Penangkapan
Ikan. Adapun bahan laporan yang digunakan merupakan hasil dari praktik lapang
dan beberapa sumber seperti jurnal.
Terima kasih kami tuturkan kepada segala pihak yang membantu dalam
pembuatan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi orang-
orang yang membutuhkan, utamanya mengenai topik yang terkait dengan
Daerah Penangkapan Ikan. Penulis sadar laporan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran masih sangat diperlukan guna perbaikan ke
depannya.

Makassar, 7 November 2016

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTARISI............................................................................................................ 3

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4
DAFTAR TABEL....................................................................................................5
I. PENDAHULUAN...........................................................................................6
A. Latar Belakang...........................................................................................6
B. Tujuan........................................................................................................6
II. METODOLOGI PRAKTIK..............................................................................7
A. Waktu dan Tempat.........................................................................................7
B. Alat............................................................................................................. 7
C. Metode Praktik...........................................................................................7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................10
A. Gambaran umum lokasi praktik................................................................10
B. Deskripsi Kegiatan Penangkapan Ikan.....................................................11
C. Daerah Penangkapan Ikan.......................................................................16
D. Hasil Tangkapan.......................................................................................19
E. Parameter Oseanografi............................................................................21
IV. KESIMPULAN..........................................................................................28
A. Kesimpulan..............................................................................................28
B. Saran.......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
4

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman

1. Bagan perahu di kabupaten Barru...........................................................11


2. Rangka pada bagan perahu.....................................................................12
3. Mesin yang digunakan pada bagan perahu...............................................12
4. Jaring yang digunakan pada bagan perahu.............................................13
5. Roller yang digunakan pada bagan perahu..............................................14
6. Lampu yang digunakan pada bagan perahu.............................................15
7. Serok yang digunakan pada bagan perahu................................................15
8. Peta daerah penangkapan ikan..................................................................17
9. Hasil Tangkapan.........................................................................................20
10. Komposisi Hasil Tangkapan.......................................................................20
11. Hubungan suhu dengan produksi ikan Teri..............................................21
12. Hubungan suhu dengan produksi ikan Tembang.....................................22
13. Hubungan suhu dengan produksi ikan Bete-bete....................................23
14. Hubungan salinitas dengan produksi ikan Teri.........................................23
15. Hubungan salinitas dengan produksi ikan Tembang................................24
16. Hubungan salinitas dengan produksi ikan Bete-bete.................................24
17. Hubungan kecepatan arus dengan produksi ikan Teri..............................25
18. Hubungan kecepatan arus dengan produksi ikan Tembang....................26
19. Hubungan kecepatan arus dengan produksi ikan Bete-bete....................26
5

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Alat yang digunakan ............................................................................7


2. Jumlah Hasil Tangkapan.....................................................................19
6

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaring angkat adalah alat tangkap yang menggunakan jaring yang dalam
proses pengoperasiannya dilakukan dengan cara jaring diangkat setelah ikan
ssudah berkumpul diatas jaring. Alat tangkap yang termasuk dalam kategori
jaring angkat antara lain yaitu bagan tancap, bagan perahu dan bagan Rambo.
Bagan perahu adalah alat tangkap pasif yang dioperasikan pada malam hari
dengan menggunakan alat bantu cahaya untuk mengumpulkan ikan. Ikan-ikan
yang dominan tertangkap pada bagan perahu adalah pelagis kecil yang bersifat
fototaksis positif seperti ikan teri, ikan bte-bete, ikan tembang dll (Najamuddin,
2012).
Daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah perairan yang dapat
terjadinya interaksi antara sumberdaya perikanan dengan alat tangkap. Suatu
perairan dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan apabila memiliki
sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomi, dapat dioperasikan alat tangkap
dan aman bagi nelayan maupun aman bagi alat tangkap itu sendiri pada saat
pengoperasian berlangsung. Daerah penangkapan ikan dapat dibedakan
berdasarkan jenis ikan pada daerah tersebut maupun berdasarkan alat tangkap
yang dapat dioperasikan pada daerah tersebut (Nelwan, 2015).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui tidak semua perairan dapat
dijadikan sebagai daerah penangkapan ikan. Oleh karena itu praktek lapang
daerah penangkapan ini sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui
bagaimana penentuan suatu daerah penangkapan khususnya daerah
penangkapan untuk bagan perahu.

B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktik lapang tentang daerah penangkapan ini
adalah untuk mengetahui daerah penangkapan ikan di Kabupaten Barru.
7

II. METODOLOGI PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat


Praktik lapang ini dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 31 Oktober
2016 yang berlokasi di Lingkungan Matene, Kelurahan Tanete, Kecamatan
Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

B. Alat
Alat yang digunakan selama praktik lapang Daerah Penangkapan Ikan di
Barru, yaitu:
Tabel 1. Jenis dan Kegunaan alat yang digunakan
Alat Kegunaan
Bagan Perahu Sebagai alat tangkap yang digunakan dalam praktik lapang
Untuk mencatat semua data yang didapat dari hasil praktik
Alat Tulis
lapang
Untuk mempermudah praktikan selama praktek dalam menulis
Papan Alas
data-data yang telah didapatkan.
Penggaris Untuk mengukur panjang tubuh ikan hasil tangkapan
Untuk mengukur suhu perairan pada daerah penangkapan
Thermometer
ikan
Untuk mengukur kecepatan arus pada daerah penangkapan
Layangan Arus
ikan
GPS (Global
Position Untuk melihat titik koordinat fishing base dan fishing ground
System)
untuk mendokumentasikan segala kegiatan yang dilakukan
Kamera selama praktik lapang dan peralatan yang digunakan dalam
penanganan hasil tangkapan.

C. Metode Praktik
Dalam praktik lapang daerah penangkapan ikan praktikan melakukan
pengambilan data dengan beberapa metode sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi melibatkan mahasiswa untuk ikut melaut bersama nelayan untuk
menangkap ikan serta melihat langsung proses penangkapan ikan dan
mengetahui daerah penangkapan yang dioperasikan alat tangkap bagan perahu.
Ada beberapa data yang harus dikumpulkan yaitu:
a) Pengambilan titik kordinat fishing base dan fishing ground tiap hauling
dengan menggunakan GPS (global position system).
8

b) Pengukuran ikan hasil tangkapan dengan menggunakan penggaris.


c) Pengukuran suhu perairan pada daerah penangkapan dengan
menggunakan thermometer setiap hauling.
Air laut yang akan diukur suhunya diambil menggunakan wadah
timba/ember.
Thermometer diaktifkan kemudian dicelupkan setengah ke dalam wadah
yang berisi air laut.
Tunggu beberapa menit sampai angka pada layar thermometer tidak
mengalami perubahan, setelah tetap angka pada thermometer itulah
yang merupakan suhu permukaan laut.
d) Pengukuran kecepatan arus dengan menggunakan layangan arus setiap
hauling. Cara pengukurannya yaitu sebagai berikut:
Layangan arus di turunkan dan memegang ujung tali,
Setelah diturunkan, stopwatch dinyalakan, tunggu sampai tali terbentang
sempurna,
Setelah tali terbentang sempurna, stopwatch dimatikan,
jarak(m)
Hitung kecepatan arus dengan rumus : v= , (diketahui
waktu (s )

jarak/panjang tali 10 m).


e) Pengukuran salinitas dengan menggunakan salinometer setiap hauling.
Air laut yang akan diukur salinitasnya diambil menggunakan wadah
timba/ember.
Salinometer diaktifkan kemudian dicelupkan setengah ke dalam wadah
yang berisi air laut.
Tunggu beberapa menit sampai angka pada layar salinometer tidak
mengalami perubahan, setelah tetap angka pada salinometer itulah
yang merupakan suhu permukaan laut.

2. Wawancara
Wawancara bertujuan untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Mahasiswa
melakukan wawancara langsung dengan beberapa nelayan mengenai proses
penangkapan ikan dan daerah penangkapan dengan menggunakan bagan
perahu.
3. Studi Literatur
9

Studi literatur merupakan cara untuk membandingkan atau melengkapi


segala kekurangan yang ada pada kunjungan praktik lapangan dengan literatur
yang digunakan, dalam hal ini literatur yang berkaitan dengan daerah
penangkapan ikan dengan menggunakan bagan perahu.
10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum lokasi praktik


Praktik lapang daerah penangkapan ini dilakukan di Kota Barru yang
merupakan salah satu kota di Sulawesi Selatan tepatnya berada pada pesisir
pantai barat selat Makassar. Secara geografis Kabupaten Barrru terletak pada
koordinat 405'49" LS - 447'35"LS dan 11935'00"BT - 11949'16"BT. Kabupaten
Barru terdiri atas 7 (tujuh) Kecamatan dan 52 (lima puluh dua) kelurahan.
Berdasarkan data hasil praktik lapang, letak fishing base di pesisir laut
Kecamatan Tanete Rilau dengan posisi geografis S 04 2703.204, E 119 3551.
260 dan ditemukan letak fishing ground 1 : 0427'03.204"LS dan
11935'51.260"BT, fishing ground 2 : 0429'52.203"LS dan 11928'56.664"BT,
dan fishing ground 3 : 0429'46.876"LS dan 11929'00.207"BT.
Matene adalah sebuah desa yang terletak di Kabupaten Barru yang
mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Alat tangkap dominan yang
beroperasi di desa Matene adalah bagan perahu yang dikenal dengan bagan
pete-pete. Sebagai daerah pesisir tentunya memiliki potensi dibidang perikanan,
hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menjadikan hasil
tangkapan menjadiolahan ikan kering lalu dijual di pasar terdekat. Jika ditinjau
dari aspek sosial dapat disimpulkan bahwa masyarakat Matene sangat berbaur
antar warga karena tidak pernah terjadi permusuhan khususnya pada kalangan
nelayan itu sendiri sehingga aspek sosial mereka terbilang baik. Sedangkan
pada aspek ekonomi dapat dijabarkan bahwa taraf perekonomian masyarakat
Matene masih dalam kategori standar karena hanya perpatokan pada hasil
tangkapan, jika hasil tangkapan yang didapatkan menurun maka kondisi
perekonomian mereka juga ikut menurun karena pemasukan berkurang.
Alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Barru, khususnya di
Lingkungan Matene ini merupakan alat tangkap tradisional, yaitu bagan perahu.
Dengan menggunakan alat tangkap tersebut, ikan yang dominan tertangkap
adalah ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan teri, ikan peperek, ikan tembang, ikan
layur dll. Di Lingkungan Matene alat tangkap bagan perahulah yang merupakan
alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh masyarakat sekitar. Bagan perahu
ini dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan alat bantu cahaya
sebagai penarik ikan agar berkumpul di daerah penangkapan. Nelayan
mengoperasikan alat tangkapnya dan melakukan penangkapan di perairan yang
11

merupakan tempat yang sering dilakukan penangkapan, dalam hal ini penentuan
daerah penangkapan nelayan dilakukan berdasarkan pengalaman dari nelayan.

B. Deskripsi Kegiatan Penangkapan Ikan


1. Kapal Penangkap Ikan
Berdasarkan Keputusan DIRJEN PSDKP Nomor: KEP.143/DJ-
PSDKP/2012 Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Suatu kapal memiliki fungsi yang berbeda-beda, ada yang sebagai kapal
penangkap dan ada juga yang hanya merupakan kapal penampungan ikan hasil
tangkapan. Semua kapal dibangun seusai fungsi dan kegunaan dari kapal itu
sendirii. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang dikonstruksi dan digunakan
khusus untuk menangkap ikan sesuai dengan alat tangkap dan teknik
penangkapan ikan yang digunakan termasuk menampung, menyimpan dan
mengawetkan (Ardidja, 2007).
Untuk alat tangkap bagan perahu yang dioperasikan di Kota Barru
mengunakan perahu yang terbuat dari bahan kayu dan digerakkan
menggunakan mesin truk dengan kekuatan/daya 120 PK, rangka bagan perahu
yang digunakan memiliki dimensi L = 25 m, B= 24 m, D= 2 m.

Gambar 1. Bagan perahu di kabupaten Barru

Bagan perahu memiliki rangka yang pada dasarnya terdiri dari bambu,
jaring yang berbentuk persegi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat
dari bambu, pada ke-empat sisinya terdapat bambu-bambu yang melintang dan
12

menyilang dengan maksud untuk memperkuat berdirinya bagan, diatas


bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi
sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat
ikan.

Gambar 2. Rangka pada bagan perahu


di kabupaten Barru

Bagan perahu yang digunakan oleh nelayan kabupaten Barru adalah


bagan perahu (Mobile Lift Net) nelayan di daerah tersebut biasa menyebautnya
bagan pete-pete yang digerakkan dengan mesin penggerak bernama mesin truk
bertenaga 120 PK.

Gambar 3. Mesin Truk

2. Alat Tangkap
13

Alat tangkap merupakan sarana utama yang digunakan dalam usaha


mengumpulkan atau menangkap ikan. Alat tangkap yang dioperasikan harus
berdasarkan jenis ikan target tangkapan yang diinginkan. Baik alat tangkap yang
menggunakan jaring maupun alat tangkap yang tidak menggunakan jaring. Alat
tangkap dikelompokkan berdasarkan spesifikasi teknis dan cara
pengoperasiannya (Najamuddin, 2012).
Salah satu jenis alat tangkap yang tergolong kedalam alat tangkap jaring
angkat atau lift net adalah bagan perahu. Bagan perahu ini dirancang sesuai
cara pengoperasiannya yang terdiri dari bagian utama yaitu perahu, rangka
jaring, jaring dan beberapa alat bantu penunjang dalam pengoperasian bagan
perahu. Jaring yang digunakan memiliki dimensi L= 27m X B= 22 m yang
dioperasikan pada kedalam 7,5 m.

Gambar 4. Jaring

3. Alat Bantu Penangkapan


Dalam pengoperasian suatu alat tangkap tidak lepas dari alat bantu
penangkapan yang dapat menunjang suatu alat tangkap agar lebih efektif baik
dalam pengoperasian maupun dalam meningkatkan produktifitas hasil
tangkapan. Alat bantu penangkapan ikan adalah sarana, perlengkapan atau
benda lain yang dipergunakan untuk membantu dalam rangka efisiensi dan
efektifitas penangkapan ikan (Ananda, 2012). Pada bagan perahu sendiri ada
beberapa alat bantu penangkapan yang selalu ada agar pengoperasiannya
berjalan dengan baik dan hasil tangkapan yang diperoleh juga maksimal.
14

Roller adalah salah satu alat bantu pada kapal bagan perahu yang
digunakan untuk menarik jaring yang telah dioperasikan, agar jaring yang
diangkat lebih ringan ditarik dan mudah ditata kembali di atas geladak. Cara
pengoperasian jaring angkat adalah hanya dengan menarik tali ris jaring
kemudian dibelitkan ke dalam roda pada roller, setelah itu roller dijalankan
langsung dengan bantuan tenaga penggerak mesin.

Gambar 5. Roller

Cahaya lampu pada bagan berfungsi untuk menarik ikan agar berkumpul di
sekitar perahu kemudian dilakukan penangkapan dengan menggunakan jarring.
Penggunaan cahaya merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
keberhasilan penangkapan ikan pada bagan perahu. Untuk itu maka nelayan di
sekitar Barru menggunakan cahaya lampu dengan tenaga listrik yang
menghasilkan iluminasi yang tinggi. Lampu yang digunakan pada bagan perahu
ini, yaitu 36 buah.
15

Gambar 6. Lampu

Serok digunakan untuk menaikkan hasil tangkapan setelah hauling dari


jaring ke wadah atau tempat penampungan hasil tangkapan yang telah
disediakan.

Gambar 6. Lampu

4. Metode Pengoperasian
Metode penoperasian yang dilakukan dengan menggunakan bagan perahu
yang menggunakan teknis light fishing atau menggunakan alat bantu cahaya
lampu untuk mengumpulkan ikan di perairan Barru adalah sebagai berikut:

a. Persiapan
16

Metode operasi pada bagan perahu yaitu dimulai persiapan nelayan


melaut dengan mempersiapkan segala kebutuhan yang akan digunakan pada
saat melaut yakni, es, bekal, bahan bakar, air bersih, dan lain-lainnya, dengan
posisi geografis fishing base yaitu 0359, 818 S 11937, 883 E dan mulai
bergerak pada pukul 17:55 WITA menuju fishing ground dan sampai pada fishing
ground pada pukul 17:31 WITA dan memulai penyalaan lampu.
b. Setting
Penyalaan mesin pada pukul 18:16 WITA. Kemudian jaring dipasang
pada frame yang dilanjutkan penurunan jaring dengan bantuan roller dan
dilakukan setting pada pukul 19:22 WITA. Kemudian lampu bagian tengah (sisi
kiri dan kanan kapal) dimatikan. Penyalaan lampu fokus pukul 21:28 WITA.
c. Hauling
Proses Hauling dilakukan sebanyak 3 kali yakni Hauling 1 dilakukan
pada pukul 21:36 WITA, dengan posisi ordinat S 04 2952. 203, E 119
2856.664 . Hauling 2 dilakukan pada pukul 01:06 WITA dengan posisi ordinat S
04 2952. 528, E 119 2858.751, dan Hauling 3 dilakukan pada pukul 04:53
WITA. Dengan posisi ordinat S 04 2946. 876, E 119 2900.207.
Setelah hauling ketiga selesai, kapal kembali ke fishing base pada pukul
05:37 dan sampai di fishing base pada pukul 06:36.

C. Daerah Penangkapan Ikan


Penentuan daerah penangkapan dalam pengoperasian bagan perahu yang
dilakukan oleh nelayan di Kota Barru Kecamatan Tanete Rilau berdasarkan
pengalaman yang telah dilakukan dan juga para nelayan menggunakan alat
bantu seperti GPS (global position system) untuk menentukan daerah yang akan
dilakukan pengoperasian alat tangkap. Berdasarkan hasil praktik lapang setelah
ikut melaut dalam pengoperasian bagan perahu telah didapatkan beberapa titik-
titik yang merupakan daerah yang selalu dilakukan penangkapan ikan dengan
menggunakan bagan perahu oleh para nelayan. Salah satu yang mempengaruhi
keberhasilan dalam pengoperasian alat tangkap bagan perahu adalah penentuan
daerah penangkapan ikan (fishing ground), jadi nelayan sebaiknya tidak hanya
menggunakan pengalaman dalam menentukan fishing ground tapi
memperhatikan beberapa aspek yang kemungkinan merupakan daerah
penangkapan ikan yang efektif untuk bagan perahu (Pradhika, 2014).
Berdasarkan data hasil praktik lapang, letak titik fishing ground 1 :
0427'03.204"LS dan 11935'51.260"BT, fishing ground 2 : 0429'52.203"LS dan
17

11928'56.664"BT, dan fishing ground 3 : 0429'46.876"LS dan


11929'00.207"BT.

Gambar 7. Peta Daerah Penangkapan Ikan

Kondisi-kondisi yang perlu dijadikan acuan dalam menentukan daerah

penangkapan ikan adalah sebagai berikut :

1. Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya

datang bersama-sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk

dijadikan habitat ikan tersebut. Kepadatan dari distribusi ikan tersebut

berubah menurut musim, khususnya pada ikan pelagis. Daerah yang sesuai

untuk habitat ikan, oleh karena itu, secara alamiah diketahui sebagai daerah

penangkapan ikan. Kondisi yang diperlukan sebagai daerah penangkapan

ikan harus dimungkinkan dengan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan

dan habitat ikan, dan juga melimpahnya makanan untuk ikan.


2. Daerah tersebut harus merupakan tempat dimana mudah menggunakan

peralatan penangkapan ikan bagi nelayan. Umumnya perairan pantai yang

bisa menjadi daerah penagkapan ikan memiliki kaitan dengan kelimpahan

makanan untuk ikan. Tetapi terkadang pada perairan tersebut susah untuk
18

dilakukan pengoperasian alat tangkap, khususnya peralatan jaring karena

keberadaan kerumunan bebatuan dan karang koral walaupun itu sangat

berpotensi menjadi pelabuhan. Terkadang tempat tersebut memiliki arus yang

menghanyutkan dan perbedaan pasang surut yang besar. Pada tempat

tersebut para nelayan sedemikian perlu memperhatikan untuk menghiraukan

mengoperasikan alat tangkap. Terkadang mereka menggunakan trap nets,

gill nets dan peralatan memancing ikan sebagai ganti peralatan jaring seperti

jaring trawl dan purse seine. Sebaliknya, daerah penangkapan lepas pantai

tidak mempunyai kondisi seperti itu, tapi keadaan menyedihkan datang dari

cuaca yang buruk dan ombak yang tinggi. Para nelayan juga harus

mengatasi kondisi buruk ini dengan efektif menggunakan peralatan

menangkap ikan.
3. Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis. Ini sangat

alamiah di mana manajemen akan berdiri atau jatuh pada keseimbangan

antara jumlah investasi dan pemasukan. Anggaran dasar yang mencakup

pada investasi sebagian besar dibagi menjadi dua komponen, yakni modal

tetap seperti peralatan penangkapan ikan dan kapal perikanan, dan modal

tidak tetap seperti gaji pegawai, konsumsi bahan bakar dan biaya

perbekalan. Para manajer perikanan harus membuat keuntungan pada setiap

operasi. Jika daerah penagkapan tersebut terlalu jauh dari pelabuhan, itu

akan memerlukan bahan bakar yang banyak. Jika usaha perikanan tersebut

benar-benar memiliki harapan yang besar, usaha yang dijalankan mungkin

boleh pergi ke tempat yang lebih jauh.

D. Hasil Tangkapan
Berdasarkan hasil praktik yang dilakukan pada saat melaut malam selama
satu hari di kapal bagan perahu dengan menggunakan alat bantu cahaya untuk
mengumpulkan ikan-ikan yang tertarik akan cahaya atau fototaksis posistif hasil
tangkapan yang dominan didapat yaitu ikan teri (Stolephorus sp.), ikan peperek
19

(Leiognatus equllus) dan ikan Tembang (Sardinella fimbriata). Ikan yang


ditangkap merupakan ikan-ikan pelagis kecil yang sifatnya bergerombol dan
senang akan cahaya atau bersifat fototaksis positif yang pada malam hari
ditangkap dengan menggunakan alat bantu cahaya (lampu) yang dipasang pada
bagian haluan dan tengah kapal. Jumlah hasil tangkapan pada setiap kapal
dapat dilihat pada tabel dibawah dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Tangkapan
Hasil Tangkapan (Kg)
Kapal
Teri Tembang Bete-Bete Lain-lain
1 300 150 150 237,5
2 37,5 200 100 75
3 125 125 50 25
4 80 245 182 25
6 50 150 250 100
7 - - - -
8 - 850 350 -
10 62,5 150 12,5 62,5

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dibuatkan grafik untuk melihat


perbandingan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh tiap kapal yang
menggunakan alat tangkap bagan perahu dapat dilihat pada gambar dibawah:

900
800
700
600
500 Teri
Hasil Tangkapan (Kg) 400 Tembang
300 Bete-Bete
200 Lain-lain
100
0
12345678
Kapal

Gambar 8. Diagram Hasil Tangkapan


20

Pada setiap kapal memiliki tiga jenis ikan dominan, ketiga jenis ikan ini
adalah ikan pelagis kecil yang memiliki sifat tertarik akan cahaya atau fototaksis
positif. Ketiga jenis ikan ini yaitu ikan teri (Stolephorus sp.), ikan bte-bete, dan
ikan tembang (Sardinella fimbriata). Jumlah dari hasil tangkapan tiap jenis yang
didapatkan tiap kapal berbeda-beda. Dari diagram diatas dapat di lihat bahwa
ikan tembang banyak tertangkap pada kapal 7,

Komposisi Hasil Tangkapan

Lain-lain; 13% Teri; 16%

Bete-Bete; 27%

Tembang; 45%

Gambar 9. Diagram Komposisi Hasil Tangkapan

Pada diagram diatas dapat di lihat bahwa ikan yang dominan tertangkap
yaitu ikan tembang dengan persentase 45%, ikan bete-bete dengan persentase
27%, ikan teri dengan persentase 16% dan lain-lain sebanyak 12%. Ketiga jenis
ikan ini merupakan ikan yang tertangkap dengan bagan perahu yang
menggunakan alat bantu cahaya. Faktor yang menyebabkan ikan pelagis kecil ini
paling dominan di bagan adalah karena ikan pelagis kecil merupakan salah ikan
yang bersifat fototaksis positif atau tertarik oleh cahaya lampu (Gustaman, 2012).
Di sekitar sumber cahaya juga merupakan tempat berkumpulnya plankton
serta udang dan ikan kecil yang menjadi makanan untuk ikan sejenis teri dan
tembang, sehingga ikan-ikan lainnya berdatangan ke dekat cahaya lampu.
Kemunculan teri juga disebabkan oleh keberadaan makanannya yang biasanya
berkumpul di bawah lampu petromaks yaitu plankton, udang dan ikan-ikan yang
lebih kecil (Baskoro, 2007).
21

E. Parameter Oseanografi
Hasil tangkapan pada bagan perahu dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor seperti factor teknis atau cara pengoperasian alat tangkap maupun factor
lingkungan atau parameter oseanografi pada daerah penangkapan tersebut.
Dalam praktik ini diambil data tiga parameter oseanografi yang diuji yaitu suhu
salinitas dan kecepatan arus. Dengan ketiga parameter ini akan dilihat hubungan
antara hasil tangkapan dengan suhu, salinitas dan kecepatan arus. Berdasarkan
data yang diperoleh dapat ditunjukan sebagai berikut:

Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Teri


200

150
Teri
100
Hasil Tangkapan (Kg) Linear (Teri)
50
f(x) = - 0.74x + 55.87
0
R = 0
20 25 30 35
Suhu

Gambar 10. Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Teri

Pada hasil tangkapan ikan Teri antara jumlah hasil tangkapan dengan suhu
permukaan laut memiliki hubungan atau korelasi negative, dimana semakin tinggi
suhu permukaan laut maka hasil tangkapan ikan Teri semakin sedikit. R 2
menunjukkan angka 0,2139 artinya bahwa 21,39% hasil tangkapan ikan teri
dipengaruhi oleh suhu dan 78,61% dipengaruhi oleh faktor lain. Menurut
Gunarso (1985) dalam Saifudin dkk (2014) bahwa perairan Indonesia yang
merupakan perairan tropis, masalah suhu tidak jelas memberikan gambaran
bagaimana pengaruhnya terhadap perikanan, hal tersebut mungkin sekali
disebabkan karena perairan Indonesia mempunyai variasi suhu tahunan yang
kecil saja bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan sub
tropis. Nontji (1993) dalam Saifudin dkk (2014) mengatakan perubahan suhu
pada setiap posisi geografi dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, sirkulasi
angin dan intensitas radiasi matahari.
22

Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Tembang


500
400
300 Tembang
Hasil Tangkapan (Kg) 200 Linear (Tembang)
100
f(x) = 3.43x - 0.8
0 R = 0.01
20 25 30 35
Suhu

Gambar 11. Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Tembang

Untuk hasil tangkapan yang kedua yaitu ikan Tembang memiliki korelasi
postif terhadap perubahan suhu permukaan laut, dimana apabila suhu
permukaan laut meningkat maka hasill tangkapan Ikan Tembang juga meningkat.
R2 menunjukkan angka 0,0063 artinya bahwa ...% hasil tangkapan ikan teri
dipengaruhi oleh suhu dan ...% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil pengukuran
suhu permukaan perairan selama praktik lapang berkisar antara 27 30 C
(Gambar 11). Hal ini sesuai dengan pendapat Nontji (2002) dalam Bachrim
(2008) bahwa perairan nusantara berkisar antara 28 C sampai 31 C. Lebih
lanjut dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2005) bahwa di perairan
tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar, suhu
permukaan laut nusantara berkisar antara 27 - 32 C.
23

Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Bete-bete


200

150
Bete-bete
100
Hasil Tangkapan (Kg) Linear (Bete-bete)
50
f(x) = - 0.04x + 61.37
0 R = 0
20 25 30 35
Suhu

Gambar 12. Hubungan Suhu dengan Produksi Ikan Bete-bete

Dan untuk hasil tangkapan ikan Bete-bete memiliki hubungan atau korelasi
positif dengan perubahan suhu permukaan laut. seperti yang ditunjukkan pada
grafik diatas, semakin tinggi suhu permukaan laut maka semakin tinggi pula hasil
tangkapan ikan Bete-bete.

Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Teri


200

150
Teri
100
Hasil Tangkapan (Kg) Linear (Teri)
50 f(x) = 10.42x - 248.55
R = 0.2
0
22 24 26 28 30 32
Salinitas

Gambar 13. Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Teri

Pada hasil tangkapan ikan Teri antara jumlah hasil tangkapan dengan
salinitas memiliki hubungan atau korelasi positive, dimana semakin tinggi
salinitas maka hasil tangkapan ikan Teri semakin banyak. R2 menunjukkan
angka 0,1972 artinya bahwa 19,72% hasil tangkapan ikan teri dipengaruhi oleh
salinitas dan 80,28% dipengaruhi oleh faktor lain.
24

Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Tembang


500
400
300 Tembang
Hasil Tangkapan (Kg) 200 Linear (Tembang)
100 f(x) = - 26.01x + 804.8
R = 0.19
0
20 25 30 35
Salinitas

Gambar 14. Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Tembang

Untuk hasil tangkapan ikan Tembang antara jumlah hasil tangkapan


dengan salinitas memiliki hubungan atau korelasi negative, dimana semakin
tinggi salinitas maka hasil tangkapan ikan Tembang semakin sedikit. R 2
menunjukkan angka 0,188 artinya bahwa 1,88% hasil tangkapan ikan Tembang
dipengaruhi oleh salinitas dan 98,12% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil
pengukuran salinitas selama praktik lapang berkisar antara 25 30 ppt (Gambar
14). Menurut Nontji (2002) dalam Bachrim (2008) bahwa, di perairan samudera
salinitas biasanya berkisar antara 34 35 ppt.

Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Bete-bete


200

150
Bete-bete
100
Hasil Tangkapan (Kg) Linear (Bete-bete)
50 f(x) = - 3.79x + 163.15
R = 0.02
0
20 25 30 35
Salinitas

Gambar 15. Hubungan Salinitas dengan Produksi Ikan Bete-bete


25

Dan pada hasil tangkapan ikan Bete-bete antara jumlah hasil tangkapan
dengan salinitas memiliki hubungan atau korelasi negative, dimana semakin
tinggi salinitas maka hasil tangkapan ikan Bete-bete semakin sedikit. R 2
menunjukkan angka 0,0226 artinya bahwa 2,26% hasil tangkapan ikan Bete-bete
dipengaruhi oleh salinitas dan 97,74% dipengaruhi oleh faktor lain.

Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Teri


200

150
Teri
100
Hasil Tangkapan (Kg) Linear (Teri)
50 f(x) = 847.66x - 9.25
R = 0.24
0
0 0.05 0.1 0.15
Kec. Arus

Gambar 16. Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Teri

Pada hasil tangkapan ikan Teri antara jumlah hasil tangkapan dengan
kecepatan arus perairan daerah penangkapan memiliki hubungan atau korelasi
positive dimana semakin tinggi kecepatan arus perairan maka hasil tangkapan
ikan Teri semakin banyak. R2 menunjukkan angka 0,2366 artinya bahwa 23,66%
hasil tangkapan ikan Teri dipengaruhi oleh kecepatan arus dan 76,34%
dipengaruhi oleh faktor lain.
26

Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Tembang


500
400
300 Tembang
Hasil Tangkapan (Kg) 200 Linear (Tembang)
100
f(x) = - 214.84x + 109.5
0 R = 0
0 0.1 0.2
Kec. Arus

Gambar 17. Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Tembang

Pada hasil tangkapan ikan Tembang antara jumlah hasil tangkapan


dengan kecepatan arus perairan daerah penangkapan memiliki hubungan atau
korelasi negative dimana semakin tinggi kecepatan arus perairan maka hasil
tangkapan ikan Tembang semakin sedikit. R 2 menunjukkan angka 0,0023 artinya
bahwa 0,2% hasil tangkapan ikan Tembang dipengaruhi oleh kecepatan arus dan
99,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Menurut Bachrim (2008) kecepatan arus tidak
mempengaruhi hasil tangkapan ikan Tembang. Hal ini disebabkan karena variasi
kecepatan arus tidak terlalu besar di lokasi penangkapan.

Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Bete-bete


200

150
Bete-bete
100
Hasil Tangkapan (Kg)
f(x) = - 714.66xLinear
+ 97.1(Bete-bete)
50
R = 0.15
0
0 0.1 0.2
Kec. Arus

Gambar 18. Hubungan Kec. Arus dengan Produksi Ikan Bete-bete


27

Pada hasil tangkapan ikan Bete-bete antara jumlah hasil tangkapan


dengan kecepatan arus perairan daerah penangkapan memiliki hubungan atau
korelasi negative dimana semakin tinggi kecepatan arus perairan maka hasil
tangkapan ikan Bete-bete semakin sedikit. R2 menunjukkan angka 0,1457 artinya
bahwa 14,57% hasil tangkapan ikan Bete-bete dipengaruhi oleh kecepatan arus
dan 85,43% dipengaruhi oleh faktor lain.
Dari penjelasan diatas ada beberapa faktor oseanografi yang
mempengaruhi jumlah hasil tangkapan seperti suhu, salinitas dan kecepatan
arus. Hal ini disebabkan karena setiap jenis ikan memiliki tolensi terhadap kondisi
perairan yang berbeda-beda khususnya toleransi terhadap suhu. Suhu
permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang digunakan
untuk menentukan suatu daerah penangkapan (Safruddin dkk., 2013).
Kecepatan arus mempengaruhi karena jika arus suatu perairan yang
dioperasikan alat tangkap bagan perahu ini terlalu kencang maka kemungkinan
ikan kabur semakin besar karena frame jaring yang tidak sempurna. Pada praktik
lapang kecepatan arus sangat lambat karena berkisar dari 0,3 0,8 m/s. Hal ini
sesuai pada penelitian yang menyatakan hasil pengukuran parameter
oseanografi diperoleh kisaran kecepatan arus adalah: 6 30,9 cm/dtk.
Berdasarkan hasil pengukuran ini, kecepatan arus termasuk berarus sangat
lambat sampai sedang, yaitu 4,6 33,9 cm/dtk (Kurnia, 2014).

III.
28

IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan berdasarkan tujuan diatas yaitu

daerah penangkapan yang ditempati oleh nelayan bagan perahu perairan

Kabupaten Barru merupakan daerah berlumpur dengan suhu permukaan laut

berkisar antara 28 31 C, salinitas berkisar 25-29 ppt dan kecepatan arus

berkisar antara 0,03 0,08 m/s.

B. Saran
Saran buat praktik lapang ini yaitu baiknya dilakukan pada saat musim

puncak penangkapan ikan agar dapat dilhat hasil tangkapan yang banyak dan

factor-faktor yang mempengaruhinya.


29

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, fackrial., Novrizal., Irwandy Sofyan. 2012. Study of Fishing Instrumen


Used in the Proces of Kurau Fishing at Pambang Village bantan Sub
District Bengkalis Regency riau Provice. Makassar.

Ardidja, supardi. 2007. Kapal Penangkapan Ikan. https://www.scribd.com/doc /


19583983/Kapal-Penangkap-Ikan. Jakarta. Sekolah tinggi perikanan.
Makassar.

Baskoro, Effendy dan Wisudo. 2007. Distribusi Ikan dan Pola Sebaran Cahaya
Bawah Air Pada Bagan Motor di Selat Sunda, Provinsi Banten . Buletin PSP
Volume XVI No. 1 hal 64-7.

Gustaman, Gugik, dkk. 2012. Efektifitas Perbedaan Warna Cahaya Lampu


terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap di Perairan Sunsang Sumatera
Selatan. Maspari Journal, 2012, 4(1), 92-102. Ilmu Kelautan Universitas
Sriwijaya, Indralay Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan


Nomor : KEP.143/DJ-PSDKP/2012 Tentang Petunjuk Teknis Operasional
Pengawasan Kapal Perikanan.

Kunia, M. 2014. Penerapan Teknologi Hidroakustik sequence=1. Makassar.

Najamuddin. 2012. Rancangbangun Alat Penangkapan Ikan. Makassar: Arus


Timur.

Nelwan, Alfa. 2015. Daerah Penangkapan Ikan. Bahan Ajar Program Srudi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Pradhika, Candra dkk., 2014. Analisis Hasil Tangkapan Ikan Teri (Stolephorus
sp.) dengan Alat Tangkap Bagan Perahu berdasarkan Perbedaan
Kedalaman di Perairan Moredemak. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014,
Hlm 102-110

Safruddin, Mukti Zainuddin, dan Joeharnani Tresnati. 2013. Dinamika Perubahan


Suhu dan Klorofil-a Terhadap Distribusi Ikan Teri (Stelophorus spp.) di
Perairan Pantai Spermonde, Pangkep. Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April
2014: 81 - 94

Saifudin, Aristi Dian Purnama Fitri, Sardiyatmo. (2014). Aplikasi Sistem


Informasi Geografis (Gis) Dalam Penentuan Daerah Penangkapan Ikan
Teri (Stolephorus Spp) Di Perairan Pemalang Jawa Tengah. Journal Of
Fisheries Resources Utilization Management And Technology Volume 3,
Nomor 4, Tahun 2014, Hlm 66-75. Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai