Anda di halaman 1dari 5

Kertas b-kraft & fluting.

Mudahnya Mengolah Kertas dari


Kulit Singkong
Jumat, 4 Februari 2011 16:56
+ Share

Laporan : Hendra Efivanias


PEKANBARU, TRIBUNPEKANBARU.COM - Mengolah kertas dari kulit
singkong ternyata cukup sederhana. Hal ini sudah dibuktikan oleh tim
Ecologycal Youth Environment Source (EYES) SMAN 8 Pekanbaru ketika
Tribun berkunjung ke sekolah itu, Jumat (4/2).
Kulit singkong yang sudah di cuci mereka blender bersama lem. "Lem ini
untuk merekatkan bahannya," kata ketua EYES, Hilmy Mahfuzra ketika
ditanyai Tribun. Setelah halus, bubur kulit singkong itu lalu dicetak di atas
kain hero yang telah dilengkapi screen dan rakel.
Bubur yang diletakkan di atas kain dikeringkan dengan sinar matahari.
Setelah kering, barulah dicabut dari kain dan kertas sudah dapat digunakan.
Jika cuaca cerah, pengolahan kertas menggunakan kulit singkong tersebut
biasanya hanya membutuhkan waktu satu hingga dua jam saja. Cara yang
sama juga dilakukan untuk bahan baku limbah kertas.
Kertas produksi siswa SMAN 8 tersebut bisa dikatakan sangat ramah
lingkungan. Karena bahan baku utamanya adalah limbah. Untuk mewarnai
kertas pun, siswa menggunakan bahan alami. Misalnya, menggunakan
kunyit untuk warna kuning dan pandan agar warna kertas menjadi hijau. (*)

Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong

Salam sejahtera para pembaca.

Kali ini saya akan mengulas tentang pemanfaatan limbah singkong, karena kulit
singkong biasanya hanya sebagai limbah dan berakhir di tempat pembuangan
sampah. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada cara untuk memanfaatkan
limbah tersebut. Jawabannya adalah ada ! berbagai cara dapat dilakukan untuk
memanfaatkan limbah tersebut menjadi bernilai ekonomis. Check this out !

1. Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Sebagai Adsorpsi Pewarna


Tekstil

KemRisTek, Kulit singkong banyak dijumpai di daerah pedesaan, namun belum


banyak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Kulit singkong biasanya
hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak saja. Tapi setelah dilakukan
penelitian oleh mahasiswa FMIPA UNY yaitu Desiyuning F.Z., Margaretha Aditya
K., Elsa Nidya H. dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Endang Widjajanti,
ternyata selulosa asetat limbah kulit singkong tersebut bisa dimanfaatkan
untuk adsorpsi pewarna direct teknis yang banyak digunakan oleh industri
tekstil.

Desiyuning menjelaskan bahwa kulit singkong dipilih karena banyak dijumpai di


Indonesia namun pemanfaatan kulit singkong belum optimal. Padahal dalam
kulit singkong mengandung 50% karbohidarat ubinya.

Pada penelitian ini, ungkapnya, tahapan yang dilakukan adalah preparasi


sampel, isolasi, dan ekstraksi sampel sehingga diperoleh selulosa. Mula-mula
kulit singkong dibersihkan, kemudian dikeringkan sampai kadar airnya
berkurang. Lalu dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai didapat sampel
dengan ukuran yang kecil.

Proses isolasi seluosa dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet dengan


perbandingan pelarut yaitu etanol : toluen sebesar 1 : 2. Kulit singkong yang
telah diblender dan dikeringkan kemudian disokletasi selama 5 jam. Sampel
yang telah diperoleh pada proses sokletasi selanjutnya dioven dan dibilas
dengan air panas agar bebas etanol dan toluen. Sampel yang telah diperoleh
dilarutkan dengan NaOH dingin dan NaOH panas untuk menghilangkan
hemiselulosa dan lignin.

Setelah itu sampel direndam dengan NaOCL 0,5% dengan penambahan NaOH
padat sampai sampel berubah menjadi berwarna putih kekuningan. Dari 60
gram kulit singkong yang diisolasi diperoleh hasil isolasi sebanyak 16 gram.

Menurut standar SNI, selulosa asetat yang baik adalah selulosa asetat dengan
persen asetil sebesar 39,0 40,0%. Persen asetil merupakan jumlah asam
asetat yang diesterifikasi pada rantai selulosa yang akan menentukan nilai
derajat subtitusi.

Proses adsorpsi dengan selulosa asetat dari limbah kulit singkong terhadap
larutan pewarna direct red dan direct black telah dilakukan dengan variasai
waktu kontak selama 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 180 menit. Massa
adsorbn yang digunakan adalah sebesar 1 gram yang dilarutkan dalam 100 ml
larutan pewarna direct dengan konsentrasi 200 ppm.

Dari hasil penelitian, daya adsorpsi maksimum selulosa asetat untuk direct red
adalah pada waktu kontak adsorpsi selama 90 menit dengan efisiensi adsorpsi
sebesar 44,82%. Sedangkan efisisensi adsorpsi selulosa asetat terhadap direct
black adalah sebesar 32,5% pada waktu kontak adsorpsi selama 45 menit.
Hasil yang tidak konstan disebabkan karena pada saat pengukuran absorbansi
larutan tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga masih terdapat
adsorbat yang ikut pada proses pengukuran yang menyebabkan absorbansi
menjadi berubah.

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa selulosa asetat dari
kulit singkong mampu mengadsorpsi pewarna direct tekni, daya adsorpsi pada
variasi waktu kontak adsorpsi secara umum mengalami kenaikan seiring
dengan naiknya konsentrasi, lanjutnya.

2.5 Kulit Singkong


Kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki karbohidrat tinggi yang
dapat digunakan sebagai sumber bagi ternak. Persentase jumlah limbah bagian luar sebesar 0,5-
2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Limbah dari
singkong ini mengandung beberapa komposisi 74,73% nutrisi, 17,45% bahan kering, 15,20% serat
kasar, 0,63% Ca, 0,22% P ( Sudaryanto,1998).
Berdasarkan bentuknya sampah digolongkan menjadi sampah organik, anorganik, dan sampah
berbahaya. Maka kulit singkong ini tergolong dalam sampah organik, karena sampah ini dapat
terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.Oleh karena pengolahan dari sampah yang dapat
terdegradasi ini sangat membantu dan meminimalisasi sampah yang harus dibuang ke tempat
pembuangan akhir. Selama ini pengolahan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan
dengan efisien dan efektif karena pengelolahan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh
sampah dari kota Jakarta harus dibuang di tempat pembuangan akhir di daerah Bantar Gebang,
Bekasi. Dapat dibayangkan begitu banyak ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi,
sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah organik dan anorganik.
Padahal, dengan mengelola sampah besar ditingkat lingkungan terkecil seperti RT atau RW,
dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat dikurangi. Apalagi
kulit singkong sering dianggap remeh dan menjadi limbah rumah tangga padahal banyak
bermanfaat yang didapat dari kulit singkong
2.6 Dampak Limbah Kulit Singkong terhadap Lingkungan
Walaupun sampah organik/limbah kulit singkong banyak memiliki manfaat dan dapat diolah menjadi
kompos, pakan ternak, dan bioenergi bukan berarti limbah ini tidak memiliki dampak negatif.
Dampak negatif yang dapat timbul adalah jika kita membakar sampah asal-asalan karena dapat
mengganggu kesehatan. Masalah lain dari sampah organik/limbah kulit singkong adalah
kelembabannya. Sampah basah mengakibatkan partikel-partikel yang tidak terbakar beterbangan
juga berakibat terjadi reaksi yang menghasilkan hidrokarbon berbahaya

KERTAS DAUR ULANG

Berdasarkan informasi dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup


(PPLH), diketahui bahwa setiap tahunnya Negara Inggris
membutuhkan sekitar 90 juta pohon untuk memenuhi kebutuhan
aneka industry kertas dan papan. Dengan demikian, semakin
meningkatnya kebutuhan kertas dalam jangka panjang bila tidak
dikontrol dapat menimbulkan dampak kurang menguntungkan bagi
lingkungan.
Sebaliknya, langkanya bahan baku kertas akan menyebabkan
naiknya harga kertas. Padahal dalam era perkembangan informasi,
komunikasi, dan pendidikan kondisi seperti ini dapat menghambat
proses perkembangan yang sedang berlangsung.
Salah satu alternatifnya adalah dengan membuat kertas daur
ulang. Pembuatan kertas daur ulang bisa menyelamatkan lingkungan
hidup, karena sedikit mengurangi ketergantungan kita terhadap
tanaman alam. Selain itu, proses daur ulang kertas jika dilakukan
secara cermat dapat mengurangi terjadinya pencemaran.
Berdasarkan analogi, meningkatnya penggunaan kertas tentu
akan semakin banyak dihasilkan kertas bekas. Sedangkan kertas
bekas inilah yang digunakan sebagai bahan baku membuat kertas
daur ulang. Namun, potensi ini belum banyak dikenal masyarakat.
Oleh sebab itu, perlu dipikirkan cara memperkenalkan hal tersebut
kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi dan peralatan
sederhana, serta biaya murah.

Anda mungkin juga menyukai