Anda di halaman 1dari 30

ABSTRAK

Energi aktivasi didefinisikan sebagai energi minimum yang dibutuhkan agar


reaksi kimia dapat terjadi, biasanya dilambangkan sebagai Ea dan memiliki satuan
kilo joule permol. Tujuan dari praktikum ini untuk menentukan energi pengaktifan
dari suatu zat volatil. Energi minimum yang harus dimiliki molekul untuk dapat
bereaksi disebut energi pengaktifan. Tahap awal praktikum ini dilakukan dengan
memanaskan cawan hingga suhu 35oC dan kemudian diteteskan 3 tetes kloroform.
Tahap selanjutnya yaitu diamati dan dicatat waktu yang dibutuhkan hingga
kloroform menguap sampai habis. Setelah itu diulangin dengan cara yang sama
menggunakan senyawa volatil lainnya yaitu etanol. Setiap percobaan diulangi
sebanyak 3 kali. Hasil yang didapat dari praktikum ini adalah semakin tinggi suhu
yang diberikan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan hingga semua cairan
menguap. Waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan cairan volatil kloroform
lebih cepat daripada cairan volatil etanol. Hal ini dipengaruhi titik didih cairan
volatil kloroform lebih rendah yaitu 61,2C, sedangkan titik didih cairan volatil
etanol yaitu 78,4C. Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapatkan nilai energi
aktivasi Kloroform sebesar 0,3128kJ/mol sedangkan energi aktivasi Etanol
sebesar 0,0145 kJ/mol. Tetapan Arhenius yang didapatkan dalam percobaan ini
yaitu untuk kloroform pada suhu 35 C sebesar 0,0243, sedangkan untuk etanol
tetapan arhenius yang didapat pada suhu 35 C sebesar 0,0162

Kata Kunci: Cairan Volatil, Energi Aktivasi, dan Titik Didih

BAB I
PENDAHULUAN

1 Judul Percobaan
Adapun judul praktikum ini adalah Kalor Penguapan Sebagai Energi
Pengaktifan Penguapan

2 Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 26 April 2017

3 Pelaksana Praktikum
Kelompok 3:
1. Tua Halomoan (150140025)
2. Irma Yuliana Damanik (150140035)
3. Liana Sari (150140056)
4. Dayang Syafua Daulay (150140069)

4 Tujuan Praktikum
Adapun tutjun dari praktikum ini adalah untuk menentukan energi
pengaktifan dari suatu zat volatile

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penguapan

Evaporasi atau penguapan dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu


evaporasi yang berarti proses penguapan yang terjadi secara alami dan evaporasi
yang dimaknai proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam)
dalam suatu peralatan. Evaporasi yang timbul akibat diberikan uap panas berasal
dari proses penguapan dari liquid (cairan) dengan cara penambahan panas. Proses
penguapan tersebut dilakukan secara intensif yaitu pemberian panas ke dalam
cairan terus menerus sehingga terjadi pembentukan gelembung-gelembung
(bubbles) akibat uap, pemisahan uap dari cairan, dan uap yang terkondensasi.

Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa


penguapan adalah zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat kental, tetapi
bukan zat padat. Begitu pula evaporasi berbeda dengan distilasi karena disini
uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun uap itu merupakan campuran,
dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-
fraksi. Biasanya dalam evaporasi zat cair pekat itulah yang merupakan produk
yang berharga dan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang. Evaporasi
merupakan satu unit operasi yang penting dan banyak dipakai dalam industri
kimia dan mineral. Dalam industri kimia dan mineral evaporasi menjadi proses
pemekatan cairan dengan memberikan panas pada cairan tersebut dengan
menggunakan energi yang intensif yaitu sejumlah uap sebagai sumber panas.
Evaporator adalah alat yang banyak digunakan dalam industri kimia untuk
memekatkan suatu larutan. Terdapat banyak tipe evaporator yang dapat digunakan
dalam industri kimia (Warren L. Mc Cabe, 1999).

Penguapan juga merupakan salah satu proses perubahan fisik. Penguapan


juga dipandang sebagai suatu reaksi di mana yang berperan sebagai zat cair adalah
pereaksi sedangkan hasil reaksi adalah uap yang bersangkutan. Kalor penguapan
dan perubahan energi penguapan adalah kalor reaksi dan perubahan entalpi yang
dibutuhkan atau dilepaskan pada penguapan 1 mol zat dalam fase cair menjadi 1
mol zat dalam fase gas pada titik didihnya. Selanjutnya, karena penguapan dapat
dipandang sebagai proses yang hanya terdiri atas satu tahap, maka kalor
penguapan dapat dipandang sebagai energi pengaktifan reaksi penguapan.
Berdasarkan perumpamaan ini, kalor penguapan dapat diukur dengan cara yang
lazim digunakan untuk energi pengaktifan.

2.2 Energi Aktivasi

Dalam kimia, energi aktivasi adalah jumlah minimum energi yang


diperlukan untuk mengaktifkan atom atau molekul pada suatu kondisi di mana
mereka dapat mengalami transformasi kimia atau transportasi fisik. Dalam hal
teori transisi keadaan, energi aktivasi adalah perbedaan kandungan energi antara
atom atau molekul dalam konfigurasi aktif atau transisi-keadaan dan atom yang
sesuai dan molekul dalam konfigurasi awal mereka. Dalam kinetika kimia, energi
aktivasi adalah tinggi dari potensial penghalang yang memisahkan produk dan
reaktan. Ini menentukan ketergantungan suhu laju reaksi.Katalis dapat
menurunkan energi aktivasi untuk bereaksi dengan menyediakan jalur lain untuk
reaksi. Energi aktivasi ditentukan dari konstanta laju eksperimental atau koefisien
difusi yang diukur pada temperatur yang berbeda (Petrucci, Ralph H,1987).

Salah satu syarat agar reaksi dapat berlangsung adalah zat-zat pereaksi
harus bercampur atau bersentuhan. Interaksi antar zat-zat pereaksi membutuhkan
energi. Energi tumbukan minimum yang dibutuhkan dalam suatu sistem agar
suatu reaksi dapat berlangsung disebut energi aktivasi. Jadi, energi aktivasi
merupakan energi minimum yang diperlukan agar zat-zat pereaksi dapat
berinteraksi dan bercampur. Ketika energi kinetik partikel tidak melampaui energi
aktivasinya, maka reaksi tidak akan berlangsung. Sebaliknya, reaksi akan
berlangsung jika energi kinetik partikel melebihi energi aktivasinya.
Energi aktivasi juga merupakan energi minimum yang dibutuhkan oleh
suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea
dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis menotasikan aktivasi. Kata
aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan
energi untuk dapat berlangsung. Istilah energi aktivasi (Ea) pertama kali
diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojoule per
mol (Vogel,1994).

Energi aktivasi suatu reaksi biasa disimbolkan dengan Ea dengan satuan


kiloJoule per mol. Energi aktivasi merupakan hambatan energi yang memisahkan
antara pereaksi dan hasil reaksi. Agar reaksi dapat berlangsung, dibutuhkan
setidaknya energi yang sama besar dengan energi aktivasi. Hubungan antara
energi aktivasi dan koefisien laju reaksi dapat dilihat dari rumusan yang disebut
persamaan Arrhenius.
k = Ae-Ea/R... (2.1)
Ea = -RT ln (kA). (2.2)
Dengan :
k = tetapan laju reaksi
A = faktor frekuensi untuk reaksi
Ea = energi aktivasi (kJ/mol)
R = konstanta gas universal
T = suhu (K)
ln = logaritma natural
Dari rumus di atas dapat kita lihat bahwa energi aktivasi juga dipengaruhi
oleh suhu. Itu artinya perubahan suhu dapat mempengaruhi laju reaksi sebab suhu
dapat mempengaruhi tetapan laju.
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai
berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC. Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang
kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama
atau lebih dari energi aktivasi.

3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi
aktivasi yang lebih rendah (Castellan, 1982).

2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


Ketika memasak di dapur, Ibu biasanya akan memperbesar nyala api agar
masakannya cepat matang. Tindakan tersebut pada dasarnya bertujuan untuk
menaikkan suhu agar reaksinya berlangsung cepat. Itu artinya kenaikan suhu
menyebabkan laju reaksi bertambah besar. Ketika suhu dinaikkan, energi kinetik
partikel akan meningkat sehingga dapat melampaui energi aktivasi. Seperti yang
kita bahas sebelumnya, suatu reaksi akan berlangsung jika energi aktivasi telah
terlampaui. Dengan kata lain, kenaikan suhu menyebabkan laju reaksi meningkat.
Secara umum, untuk setiap kenaikan suhu 10oC, laju reaksi akan meningkat
menjadi dua kali laju semula. Dengan kata lain waktu yang dibutuhkan untuk
melangsungkan reaksi menjadi setengah kali waktu mula-mula ketika suhu belum
dinaikkan (Susilo, 2010).
Kenaikan suhu reaksi mengakibatkan bertambahnya energi kinetik
molekul-molekul pereaksi sehingga energi kinetiknya melebihi harga energi
aktivasi. Oleh karena itu, reaksi akan berlangsung lebih cepat. Umumnya, untuk
kenaikan suhu 10oC, laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat dan waktunya kali
lebih cepat dari semula. Setiap kenaikan suhu sebesar ToC, reaksi menjadi n kali
lebih cepat.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengaruh suhu terhadap laju reaksi ini
dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan. Agar makanan lebih tahan lama, kita
biasanya menyimpan makanan tersebut dalam lemari es. Semakin rendah suhu
reaksi, laju reaksi akan semakin lambat. Oleh karena itu, dengan menyimpan
makanan dalam lemari es, reaksi pembusukan akan diperlambat
Secara matematis, hubungan antara laju reaksi dengan perubahan suhu
dapat ditulis sebagai berikut :
Vt = Vo.(2)T10....(2.3)
tt = to.()T10...... (2.4)
Dengan :
vt = laju reaksi setelah suhu dinaikkan
vo = laju reaksi mula-mula
tt = lama reaksi setelah suhu dinaikkan
to = lama reaksi mula-mula
T = perubahan suhu.

Dalam beberapa kasus, laju reaksi menurun seiring dengan meningkatnya


suhu. Reaksi seperti ini disebut reaksi tak berhalangan dan energi aktivasi sistem
disebut energi aktivasi negatif. Sejumlah besar energi sering diperlukan untuk
reaksi kimia berlangsung, karena kekuatan ikatan yang perlu untuk dipecah.
Jumlah energi aktivasi yang diperlukan untuk memulai reaksi sering disebut
hambatan energi (energi barrier). Energi ini jarang disediakan oleh molekul yang
sedang bertabrakan, faktor lainnya sehingga diperlukan untuk membantu molekul
menghilangkan penghalang energi dan memfasilitasi reaksi kimia. Panas,
merupakan faktor fisik, dan menambahkan enzim yang tepat, adalah faktor kimia,
adalah dua contoh faktor yang mengaktifkan molekul.

Setelah reaksi kimia telah dimulai, sering melepaskan energi yang cukup,
biasanya sebagai panas, untuk mengaktifkan reaksi berikutnya dan seterusnya
dalam reaksi berantai. Inilah apa yang terjadi pada kembang api. Kayu dapat
terletak di tumpukan kayu selama bertahun-tahun tanpa meledak dan terbakar
secara spontan. Setelah dibakar, diaktifkan oleh percikan, itu benar-benar akan
memakan dirinya dengan panas yang dilepaskan pasokan energi aktivasi untuk
menjaga sisa pembakaran kayu. Pemanasan campuran akan meningkatkan laju
reaksi.
Untuk sebagian besar reaksi biologis, pemanasan tidak praktis karena suhu
tubuh terbatas pada rentang yang sangat kecil. Panas hanya dapat digunakan
sebagai cara untuk mengatasi hambatan energi sampai batas yang sangat terbatas
sebelum sel-sel akan rusak. Untuk reaksi dalam kehidupan dapat berlangsung, sel-
sel harus menggunakan enzim yang secara selektif dapat menurunkan energi
aktivasi reaksi (Kamajaya, 2007).

2.4 Senyawa volatil


Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap. Salah satu
contoh senyawa volatil adalah kloroform. Kloroform merupakan senyawa yang
memiliki titik didih yaitu 60oC oleh karenanya pemanasan harus konstan dan
dijaga (Earle, R. L, 1983).
Volatile organic compound atau lebih dikenal dengan singkatan VOC
adalah senyawa yang mengandung karbon yang menguap pada tekanan dan
temperatur tertentu atau memiliki tekanan uap yang tinggi pada temperature
ruang. VOC yang paling umum dikenal adalah pelarut (solvents), VOC jenis
lainnya seperti monomer dan pewangi (fragrance). Kenapa VOC sangat
berbahaya dan menjadi perhatian banyak kalangan, sehingga banyak Negara yang
membuat peraturan khusus untuk mengurangi dampak dari VOC tersebut. Salah
satu sebabnya adalah karena VOCs bereaksi dengan Nitrogen Oksida (NOx) jika
terkena sinar matahari membentuk ground level ozone dan asap atau kabut. Pada
konsentrasi tertentu di udara, ozon dapat mempengaruhi kesehatan dan
lingkungan. Contoh senyawa volatil :

2.4.1 Kloroform (CHCl3)

Kloroform disebut juga haloform disebabkan karena brom dan klor juga
bereaksi dengan metal keton yang menghasilkan masing-masing bromoform
(CHBr3) dan kloroform (CHCl3). Hal ini disebut CHX3 atau haloform. Kloroform
merupakan senyawa dari asam formiat dan termasuk senyawa polihalogen yaitu
senyawa turunan karboksilat yang mengikat lebih dari satu atom halogen.
Kloroform berasal dari bahan dasar aseton dan bubur kaporit. Dalam
pembuatannya bubur kaporit (CaOCl2) adalah bahan dasar dimana kapur klor
mengakibatkan oksidasi dan klorisasi sehingga terjadi trikloroasetaldehida, yaitu
suatu zat basa yang ada dikapur. Klor itu terurai menjadi asam formiat (dalam
bentuk garam kalsiumnya) dan kloroform. Selain itu pada pembuatan kloroform
digunakan NaOH sebagai katalis pembersih.
Kloroform (CHCl3) tidak larut dalam air tetapi merupakan pelarut efektif
untuk senyawa organik. Prinsip kerja dan sintesis kloroform adalah halogenasi
yaitu reaksi subsitusi yang terjadi pada suatu senyawa organik yang memiliki
halogen alfa. Halogenasi terjadi karena pengaruh tarikan atom oleh unsur
golongan halogen. Dalam industri, kloroform diperoleh dengan pemanasan
campuran dari klorin dan kloro metana atau metan. Pada suhu 400-500 oC bebas
dari radikal halogenasi. Dalam pembuatan atau sintesis kloroform perlu
diperhatikan beberapa hal yaitu dengan adanya oksigen dari udara dan sinar
matahari maka kloroform dapat teroksidasi dengan lambat menjadi fosgen (gas
yang sangat beracun). Untuk mencegah terjadinya fosgen ini maka kloroform
disimpan dalam botol coklat yang terisi penuh dan mengandung 0,5-1 % etanol
untuk mengikat bila terjadi fosgen (Holman, J. P,1995).
Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampurkan etil alkohol atau
etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur
klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah
pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam hipoklorit.
Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit. Untuk
mendapatkan kloroform dari reaksi pencampuran ini, terdapat tiga reaksi yang
terjadi:
1. Reaksi oksidasi
CH3CH2OH (l) + Cl2 (g) CH3CHO (l) + HCl (g)
2. Reaksi klorinasi
CH3CH2OH + 3Cl2 CCl3CHO + 3HCl
3. Reaksi hidrolisis
2CCl3CHO + Ca(OH)2 2CH3Cl + (HCOOH)2Ca
Selain menggunakan etil alkohol, aseton dapat digunakan untuk
menggantikan etil alkohol. Reaksi yang terjadi adalah:
1. Reaksi klorinasi
CH3COCH3 + 3Cl2 CCl3COCH3 + 3HCl
2. Reaksi hidrolisis
CCl3COCH3 + Ca(OH)2 2CH3Cl + (CH3COO)2Ca
Selain ketiga hal di atas, terdapat pula reaksi klorinasi metana yang
membutuhkan suhu 400C. Reaksi tersebut terjadi sebagai berikut:
CH4 (metana) + Cl2 CH3Cl + CH2Cl2 + CHCl3 + CCl4
Untuk proses ini, kloroform dapat dipisahkan menggunakan distilasi bertingkat,
dan proses ini paling banyak diaplikasikan dalam industri.
2.4.2 Etanol
Etanol adalah jenis utama dari alkohol yang ditemukan di minuman
beralkohol, yang dihasilkan oleh fermentasi gula oleh ragi. Etanol biasa disebut
alkohol atau spiritus dan disebut juga etil alkohol dan minuman beralkohol. Zat
ini adalah obat psikoaktif neurotoksik dan merupakan salah satu jenis narkoba
tertua yang digunakan oleh manusia. Keracunan alkohol dapat terjadi ketika
mengonsumsinya secara berlebihan. Etanol juga digunakan sebagai pelarut,
antiseptik, bahan bakar, dan cairan alternatif pengganti merkuri untuk mengisi
termometer. Cairan ini mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna, dan
memiliki rumus struktur CH3CH2OH. Sering disingkat C2H5OH, C2H6O, atau
EtOH.
Etanol mempunyai nama sistematis yang didefinisikan oleh International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) untuk molekul dengan dua atom
karbon (awalan eth-), memiliki ikatan tunggal diantaranya (akhiran -ane), dan
terdapat gugus fungsional OH (akhiran -ol). Awalan etil diciptakan pada tahun
1834 oleh kimiawan Jerman Justus Liebig. Etil berasal dari bahasa Inggris ethyl
yang berasal dari bahasa Perancis ether yang berarti zat yang mudah menguap
atau menyublim pada suhu kamar. Istilah etanol diciptakan sebagai hasil dari
resolusi Konferensi Internasional tentang Kimia Nomenklatur yang digelar di
Jenewa, Swiss pada bulan April 1892.
Istilah alkohol semakin luas digunakan dalam menyebut zat kimia
nomenklatur, tetapi dalam bahasa umum tetap disebut etanol. Istilah alkohol telah
ada sejak Abad Pertengahan yang berasal dari bahasa Arab al-Kuhl. Sedangkan
penggunaan istilah alkohol untuk menyebut minuman anggur beralkohol
diperkenalkan pada pertengahan abad ke-18. Sebelum itu, dalam bahasa Latin
Tengah, istilah alkohol digunakan untuk meyebut bubuk bijih antimon, bubuk
kosmetik.
Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul CH3CH2OH dan
notasi alternatifnya adalah CH3CH2OH yang mengindikasikan bahwa karbon
dari gugus metil (CH3) terikat dengan oksigen dari gugus hidroksil (OH). Etanol
sering disingkat sebagai EtOH, menggunakan notasi kimia yang mewakili etil
(C2H5) dengan Et. Sifat fisikcairan etanoltidak berwarna yang mudah menguap
dan sedikit berbau. Etanol terbakar dengan api biru tanpa asap yang tidak selalu
terlihat dalam cahaya normal. Sifat fisik etanol berasal dari kelompok hidroksil.
Gugus hidroksil etanol dapat ikut dalam ikatan hidrogen (Kamajaya,2007).
Etanol juga pelarut serbaguna karena dapat larut dengan air dan dengan
banyak jenis pelarut organik termasuk asam asetat, aseton, benzena, karbon
tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridin, dan
toluena. Etanol juga dapat larut dengan hidrokarbon alifatik ringan seperti pentana
dan heksana serta dengan klorida alifatik seperti trikloroetan dan tetrakloroetil.
40% larutan etanol dalam air akan terbakar jika dipanaskan sampai sekitar 26C.
Titik nyala etanol murni adalah 16,60C, kurang dari rata-rata suhu kamar.
Minuman beralkohol yang memiliki konsentrasi etanol rendah dapat terbakar jika
terkena api atau percikan listrik. Titik nyala anggur biasa yang mengandung
12,5% etanol adalah sekitar 52C. Efek wajan yang terbakar pada saat koki
memasak disebut Flamb.

2.5 Kalor Penguapan


Panas atau kalor penguapan, atau lengkapnya perubahan entalpi
penguapan standar, vHo, adalah energi yang dibutuhkan untuk mengubah suatu
kuantitas zat menjadi gas. Energi ini diukur pada titik didih zat dan walaupun
nilainya biasanya dikoreksi ke 298 K, koreksi ini kecil dan sering lebih kecil
daripada deviasi standar nilai terukur. Nilainya biasanya dinyatakan dalam kJ/mol,
walaupun bisa juga dalam kJ/kg, kkal/mol, kal/g dan Btu/lb.
Panas penguapan dapat dipandang sebagai energi yang dibutuhkan untuk
mengatasi interaksi antarmolekul di dalam cairan (atau padatan pada sublimasi).
Karenanya, helium memiliki nilai yang sangat rendah, 0,0845 kJ/mol, karena
lemahnya gaya van der Waals antar atomnya. Di sisi lain, molekul air cair diikat
oleh ikatan hidrogen yang relatif kuat, sehingga panas penguapannya, 40,8
kJ/mol, lebih dari lima kali energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air dari
0C hingga 100C (cp = 75,3 J/K/mol).
Harus diperhatikan, jika menggunakan panas penguapan untuk mengukur
kekuatan gaya antarmolekul, bahwa gaya-gaya tersebut mungkin tetap ada dalam
fase gas (seperti pada kasus air), sehingga nilai perhitungan kekuatan ikatan akan
menjadi terlalu rendah. Hal ini terutama ditemukan pada logam, yang sering
membentuk molekul ikatan kovalen dalam fase gas. Dalam kasus ini, perubahan
entalpi standar atomisasi harus digunakan untuk menemukan nilai energi ikatan
yang sebenarnya.
2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Percepatan Penguapan:
1. Penambahan kalor/Pemanasan.
Contoh: Baju basah akan cepat kering bila dijemur dibawah sinar matahari.
2. Memperluas permukaan.
Contoh: Air panas akan cepat dingin bila ditepatkan pada piring dibandingkan
ditempatkan pada gelas.
3. Mengalirkan udara diatas permukaan zat cair
Contoh: Minuman panas akan cepat dingin bila ditiup.
4. Menyemburkan zat cair.
Contoh: Air panas akan cepat dingin bila kita tuangkan bolak-balik dari satu gelas
ke gelas lain.
5. Mengurangi tekanan pada zat cair.
Contoh: Air panas akan cepat dingin bila tidak ditutup.
(Petrucci, Ralph H, 1987)

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang digunakan
1. Kaki tiga
2. Cawan porselin 2 buah
3. Stopwatch
4. Thermometer
5. Spiritus
6. Statif

3.1.2 Bahan yang diguankan


1. Kloroform (CHCl3)
2. Etanol (C2H5OH)

3.2 Prosedur Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Diletakkan cawan porselin diatas tungku kaki tiga.
2. Diamati temperaturnya, setelah sampai 35C diteteskan cairan volatil
kloroform ke dalam cawan.
3. Diamati waktu yang diperlukan untuk menguapkan cairan sampai habis.
4. Dilakukan juga untuk cairan volatil etanol dengan temperatur cawan yang
sama.
5. Langkah (2) dan (3) diulangi dengan temperatur cawan 40C, 45C, 50C,
55C, 60C dan diikuti langkah (4).
6. Tiap percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kloroform
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Pada Larutan Chloroform

Suhu CHCl3 (oC) T1 (s) T2 (s) T3 (s) TRata-rata (s)


35 41,73 40,93 42,19 41,61
40 36,41 35,76 34,59 35,5
45 27,07 25,20 26,33 26,2
50 11,76 12,34 12,50 12,2
55 6,95 6,32 5,58 6,28
60 3,2 3,5 3,1 3,26

4.1.2 Etanol
Tabel 4.2 Hasil Percobaan Pada Larutan Etanol

Suhu CH3OH (oC) T1 (s) T2 (s) T3 (s) TRata-rata (s)


35 60,82 59,19 59,8 59,93
40 42,05 43,16 42,53 42,38
45 30,84 31,98 31,77 31,53
50 26,64 27,38 26,40 26,83
55 15,65 16,57 16,14 16,12
60 6,16 6,52 6,64 6,44
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui atau
menentukan energi pengaktifan dari suatu zat volatil. Zat volatil yang digunakan
adalah Kloroform (CHCl3) dan Etanol (C2H5OH). Kedua zat volatil ini diuapkan
dengan berbagai suhu cawan yang berbeda-beda, dengan tujuan untuk melihat
seberapa cepat zatzat volatil tersebut menguap. Dalam percobaan ini diberikan
suhu untuk masingmasing zat volatile adalah sama yaitu dari 35C sampai 60C,
dengan banyaknya zat volatil yang diberikan sebanyak 3 tetes. Hasil dari
percobaan pada kloroform dapat dilihat dari grafik berikut:
12
10
8
6
Suhu (C)
4
2
0
0 f(x) =
5 10 15 20 25 30 35 40 45
R = 0
Waktu (s)

Grafik 4.1 Hubungan Antara Suhu Terhadap Waktu pada Kloroform


Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada suhu 60C waktu yang
diperlukan untuk menguapkan kloroform lebih cepat dari pada waktu yang
diperlukan untuk menguapkan kloroform pada suhu 35C. Hal ini terjadi karena
semakin tinggi temperatur yang diberikan kepada zat volatil tersebut maka
semakin cepat proses penguapan terjadi. Dan sebaliknya, jika semakin rendah
temperatur yang diberikan kepada zat volatil maka semakin lambat proses
penguapan yang terjadi. Hasil dari percobaan etanol dapat dilihat pada grafik
berikut:
12

10

6
Suhu (C)
4

0
0 f(x) =10 20 30 40 50 60 70
R = 0
Waktu (s)

Grafik 4.2 Hubungan Antara Suhu terhadap Waktu pada Etanol


Waktu yang diperlukan kloroform untuk menguap habis pada suhu 35C
adalah 41,61 s, pada suhu 40C adalah 35,5 s, pada suhu 45C adalah 26,2 s, pada
suhu 50C adalah 12,2 s, pada suhu 55C adalah 6,28 s dan pada suhu 60C adalah
3,26 s.
Waktu yang diperlukan etanol untuk menguap habis pada suhu 35C
adalah 59,93 s, pada suhu 40C adalah 42,38 s, pada suhu 45C adalah 31,53 s,
pada suhu 50C adalah 26,83 s, pada suhu 55C adalah 16,12 s dan pada suhu
60C adalah 6,44 s.
Terlihat dari hasil percobaan pada etanol, waktu yang diperlukan untuk
menguapkan etanol pada suhu 60C lebih cepat dari pada waktu yang diperlukan
pada suhu 35C. Hal ini terjadi karena, semakin tinggi temperatur yang diberikan
kepada zat volatil tersebut maka semakin cepat proses penguapan terjadi. Dan
sebaliknya, jika semakin redah temperatur yang diberikan kepada zat volatil maka
semakin lambat proses penguapan yang terjadi.
Dari data hasil percobaan dapat disimpulkan, antara senyawa kloroform
dengan etanol yang lebih mudah menguap adalah kloroform. Cairan kloroform
lebih cepat menguap dikarenakan tidak adanya gugus OH, sedangkan senyawa
etanol memililki gugus OH yang terikat kuat pada ikatan senyawanya, sehingga
lebih sukar menguap dibandingkan dengan kloroform. Hal ini juga disebabkan
karena titik didih kloroform lebih rendah dari pada etanol yaitu titik didih
kloroform 61,2 C, sedangkan titik didih etanol yaitu 78,37C.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1 Semakin tinggi suhu yang diberikan maka semakin cepat zat volatil
menguap.
2 Waktu yang diperlukan kloroform untuk menguap habis pada suhu 35C
adalah 41,61 s, pada suhu 40C adalah 35,5 s, pada suhu 45C adalah 26,2
s, pada suhu 50C adalah 12,2 s, pada suhu 55C adalah 6,28 s dan pada
suhu 60C adalah 3,26 s.
3 Waktu yang diperlukan etanol untuk menguap habis pada suhu 35C
adalah 59,93 s, pada suhu 40C adalah 42,38 s, pada suhu 45C adalah
31,53 s, pada suhu 50C adalah 26,83 s, pada suhu 55C adalah 16,12 s
dan pada suhu 60C adalah 6,44 s.
4 Kloroform lebih cepat menguap karena memiliki titik didih yang lebih
rendah dari etanol, yaitu titik didih kloroform 61,2 C, sedangkan titik didih
etanol yaitu 78,37C.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan ini tidak hanya menggunakan senyawa
kloroform dan etanol saja tetapi dapat juga menggunakan senyawa ether dan
senyawa volatil lainnya seperti HCl, methanol, CCl4, C10H8, dan CH3COCH3 agar
praktikan dapat mengetahui senyawa mana yang lebih volatil.

DAFTAR PUSTAKA

Earle, R. L. 1983. Unit Operations in Food Processing. Jerman: Pergamon Press.

Holman, J. P. 1995. Perpindahan Kalor. Jakarta: Erlangga.

Kamajaya. 2007. Cerdas Belajar Fisika. Bandung: Grafindo

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2 Edisi
4. Jakarta: Erlangga.

Susilo. 2010. Termodinamika. Malang: Universitas Brawijaya.

Warren L. Mccabe ,1995.Unit Operations of Chemical Engineering. Kanada :


fithart book.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Kloroform
Suhu 35
t1 = 41,73 detik, t2 = 40,93 detik, t3 = 42,19 detik
t 1 + t2 + t3
t = 3

41,73 + 40,93 + 42,19


t = 3

= 41,61 detik

Suhu 40

t1 =36,41 detik, t2 = 35,76 detik, t3 = 34,59 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

36,41 + 35,76 + 34,59


t = 3

= 35,5 detik
Suhu 45

t1 = 27,07 detik, t2 = 25,20 detik, t3 = 26,33 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

27,07 + 25,20 + 26,33


t = 3

= 26,2 detik

Suhu 50

t1 = 11,76 detik, t2 = 12,34 detik, t3 = 12,5 detik


t 1 + t2 + t3
t = 3

11,76 +12,34 + 12,5


t = 3
= 12,2 detik

Suhu 60

t1 = 3,2 detik, t2 = 3,5 detik, t3 = 3,1 detik


t1 + t 2 + t 3
t = 3

3,2 + 3,5 + 3 ,1
t = 3

= 3,26 detik

2. Etanol
Suhu 35
t1 = 60,82 detik, t2 = 59,19 detik, t3 = 59,8 detik
t1 + t2 + t3
t = 3

60,82 + 59,19 + 59,8


t = 3

= 59,93 detik

Suhu 40

t1 = 42,05 detik, t2 = 43,16 detik, t3 = 42,53 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

42,05 + 43,16 + 42,53


t = 3

= 42,38 detik

Suhu 45

t1 = 30,84 detik, t2 = 31,98 detik, t3 = 31,77 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

30,84 + 31,98 + 31,77


t = 3

= 31,53 detik
Suhu 50

t1 = 26,64 detik, t2 = 27,38 detik, t3 = 26,4 detik


t1 + t 2 + t 3
t = 3

26,64 + 27,38 + 27,38


t = 3

= 26,83 detik

Suhu 55

t1 = 15,65 detik, t2 = 16,57 detik, t3 = 16,14 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

15,65 + 16,57 + 16,14


t = 3

= 16,12 detik

Suhu 60

t1 = 6,16 detik, t2 = 6,52 detik, t3 = 6,64 detik


t1 + t2 + t3
t = 3

6,16 + 6,52 + 6,64


t = 3

= 6,44 detik

Untuk mencari 1/T pada kelvin


0
1. T =3 5 C+273=308 K
1
=0,003300 K
T

2. T=40 C+273=313 K
1
=0,00319 K
T

3. T=4 50 C+273=318 K
1
=0,00314 K
T

4. T=5 00 C+273=323 K
1
=0,00309 K
T

5. T=5 50 C+273=328 K
1
=0,00304K
T

6. T=6 00 C+273=333 K
1
=0,003 K
T

1
Untuk mencari t Kloroform

1 1
= = 0,0 2403
1. t 41,61
1 1
= = 0, 02 817
2. t 35,5
1 1
3. = = 0,03817
t 26,2
1 1
= = 0 ,0819 6
4. t 12,2
1 1
= = 0, 15924
5. t 6,28
1 1
= = 0 ,30675
6. t 3,26

Untuk mencari log k


log K= log 1/T

1. log K = log 0,02403 = - 1,6192


2. log K = log 0,02 817 = -1, 5502

3. log K = log 0,03817= -1, 4182

4. log K = log 0,0819 6 = - 1,0863

5. log K = log 0,15924 = - 0,7979

6. log K = log 0 ,30675 = -0, 5132

Untuk mencari slope dan intercept dengan rumus least


1/t Xi = log K Yi = log k/1/t (xi)2 Xiyi
0,02403 -1,6192 -67,3824 2,6218 109,1055
0,02 817 -1,5502 -55,0301 2,4031 85,3076
0,03817 -1,4182 -37,1548 2,0112 52,6929
0 ,0819 -1,0863 -13,2540 1,1800 14,3978

6
0,15924 -0,7979 -5,0106 0,6366 3,9979
0,30675 -0,5132 -1,6730 0,2633 0,8585
-6,985 -179,5049 9,116 266,3602

Maka,
Hubungan Antara 1/T dengan Log K
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
-0.2

-0.4
f(x) = 3.81x - 1.57
-0.6 R = 0.9
-0.8
Log K
-1

-1.2

-1.4

-1.6

-1.8

1/T

Slope dan intersept yang didapat dari grafik diatas yaitu,


Slope = 3,8122
Intersept = -1.5967
Energi pengaktifan,
Ea
slope = R

Ea
3,8122 = 0,08205

Ea = 3,8122 x 0,082057 = 0,3128

1
Untuk mencari t

Etanol
1 1
= = 0,016
1. t 59,93
1 1
= = 0,023
2. t 42,38
1 1
= = 0, 031
3. t 31,53
1 1
= = 0, 037
4. t 26,83
1 1
= = 0, 062
5. t 16,12
1 1
= = 0,15
6. t 6,64

Untuk mencari log k


log K= log 1/T

1. log K = log 0,016 = -1 ,7958

2. log K = log 0, 023 = - 1,6382

3. log K = log 0,031 = - 1,5086

4. log K = log 0,037 = -1,4317

5. log K = log 0,062 = -1, 2076

6. log K = log 0,15 = - 0,8239

Untuk mencari slope dan intercept dengan rumus least


1/t Xi =log K Yi = log k/1/t (xi)2 Xiyi
0,016 -1,7958 -112,2375 3,2248 201,5561
0,023 -1,6382 -71,2260 2,6836 116,6824
0,031 -1,5086 -48,6645 2,2758 73,4152
0,037 -1,4317 -46,1838 2,0497 66,1213
0,062 -1,2076 -19,4774 1,4582 23,5209
0,15 -0,8239 -5,4926 0,6788 4,5253
-8,4058 -303,2818 12,3709 485,8212
Maka,

Hubungan Antara 1/T dengan Log K


0
00 1 2 3 4 5 6 7

0
-1
-1
Log K -1
f(x) = 0.18x - 2.02
-1 R = 0.93
-1
-2
-2
-2

1/T

Slope dan intersept didapat dari grafik di atas yaitu,

Slope = 0,1779

Intersept = -2,0238

Energi pengaktifan,

Ea
Slope = R

Ea
0,1779 = 0,082057

Ea = 0,1779 x 0,082057

= 0,0145
LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan energi aktivasi?


Jawab:
Energi aktivasi dapat didefinisikan sebagai energi yang harus dilampaui
agar reaksi kimia dapat terjadi. Enegi aktivasi bisa juga diartikan sebagai energi
minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Energi aktivasi
sebuah reaksi biasanya dilambangkan sebagai Ea dengan satuan kilo joule per mol
(kJ/mol). Energi ini dapat dianggap sebagai penghalang poensial (hambatan
energy) yang memisahkan energy potensial reaktan dan produk dari reaksi. Untuk
melangsungkan suatu reaksi, setidaknya harus ada energy yang sama atau lebih
dari energy aktivasi.
Persamaan Arrhenius menyatakan hubungan antara energi aktivasi dan laju
reaksi. Dari persamaan Arrhenius, energy aktivasi dapat dinyatakan sebagai: k =
Ae-E/RT , dimana A adalah faktor frekuensi untuk reaksi, R adalah kostanta gas
universal, T adalah suhu (dalam Kelvin), dan k adalah koefisien laju reaksi.
Persamaan ini menunjukkan bahwa energi aktivasi tergantung pada suhu.
LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT

No Alat Fungsi
1 Memanaskan larutan atau
mengkondisikan steril pada
inolukasi

Pembakar spiritus
2 Menahan/alas wadah seperti beaker
atau labu pada waktu pemanasan
dan penyebar panas sehingga panas
merata

Kasa
3 Penyangga cawan porselin agar
terjadinya pemanasan

Kaki tiga
4 Mengukur suhu

Termometer
6 Penghitung waktu

Stopwatch

8 Wadah pada saat pemanasan,


biasanya digunakan ketika ingin
menguapkan larutan dari beberapa
bahan kimia
Cawan porselin

Anda mungkin juga menyukai