Documents - Tips - Referat Retensi Urin Sutiasih
Documents - Tips - Referat Retensi Urin Sutiasih
RETENSI URIN
Disusun Oleh :
Sutiasih
NPM. 09101059
1
Pembimbing :
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan
baik. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Bedah RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.
Penulis berharap referat ini bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh
berbagai pihak yang berkepentingan.
2
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, jika ada kesalahan dalam segi apapun penulis minta maaf, dan penulis
dengan terbuka menerima saran dari pembaca, guna untuk memperbaiki semua
kesalahan-kesalahan dalam penulisan referat ini.
Penulis
DAFTAR ISI
3
Daftar Gambar ........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1.1........................................................................................................G
injal ..................................................................................................
..........................................................................................................
2
2.1.2........................................................................................................U
reter .................................................................................................
..........................................................................................................
3
2.1.3........................................................................................................V
esica urinaria ...................................................................................
..........................................................................................................
4
2.1.4........................................................................................................U
retra .................................................................................................
..........................................................................................................
4
2.3.1........................................................................................................De
finisi Retensi Urin ........................................................................... 6
2.3.2........................................................................................................Eti
ologi Retensi Urin ........................................................................... 6
4
2.3.3........................................................................................................Kl
asifikasi Retensi Urin ...................................................................... 6
2.3.4........................................................................................................Pat
ofisiologi Retensi Urin .................................................................... 7
2.3.5........................................................................................................Di
agnosis Retensi Urin ....................................................................... 8
2.3.6........................................................................................................Pen
atalaksanaan Retensi Urin ............................................................... 11
2.3.7........................................................................................................Ko
mplikasi Retensi Urin ...................................................................... 17
2.3.8........................................................................................................Pro
gnosis Retensi Urin ......................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
5
DAFTAR GAMBAR
6
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi
normal kandung kemih memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf
otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi
7
destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral,
sehingga penyebab neurogenik dari gangguan kandung kemih dapat diakibatkan
oleh lesi pada berbagai derajat.
Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering
ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bilamana retensi urin
tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit
yang memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan. Pada dasarnya tidak
diperlukan peralatan maupun ketrampilan yang khusus untuk mendeteksi dan
menangani penderita dengan retensi urin, apapun yang menyebabkan terjadinya
kelainan tersebut.
Salah satu penyebab retensi urine adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia
merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50 % dijumpai
penderita BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder
outlet obstruction. Pada wanita salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah
proses persalinan, baik persalinan pervaginam atau sectio caesarea adalah retensi
urin postpartum. Pada tahun 1998, dr. Kartono dkk dari FKUI-RSCM Jakarta
melansir data bahwa terdapat 17,1% kejadian retensi urin pada ibu melahirkan
yang telah dipasang kateter selama enam jam dan 7,1% untuk yang dipasang
selama 24 jam pasca operasi sectio caesarea.
BAB II
PEMBAHASAN
8
2.1 Anatomi Saluran Kemih
Saluran kemih terdiri dari: ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli
(vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan
otot yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik.
2.1.1 Ginjal
9
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal
2.1.1 Ureter
10
2.1.2 Vesika Urinaria
Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli
berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume)
untuk orang dewasa + 350-450 ml. Kapasitas buli-buli pada anak menurut
Koff: [Umur (tahun) + 2] x 30 ml.
Bila buli-buli terisi penuh, verteks dan dinding atas terangkat dan
membentuk suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai
tepi atas simfisis pubis. Selama kontraksi otot kandung kemih, ketika
dikosongkan selama berkemih, bentuknya menjadi bulat.
11
2.1.3 Uretra
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal
uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal
dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi
pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan
sfingter uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi
kandung kemih melemah.
12
dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan
membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih
sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih,
pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu
mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat
sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
13
o striktura uretra
o batu uretra
o kerusakan uretra (trauma)
2.3.3 Klasifikasi
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang
disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya
lama-lama tidak bisa kencing. Pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-
sedikit, bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi
keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya.
Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit
memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih
dengan sempurna. Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
14
Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan
saraf, yaitu:
2.3.4 Patofisiologi
2.3.5 Diagnosis
a. Anamnesis
16
o Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas
tulang belakang.
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
1. Penderita gelisah
17
Teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok
dubur.
Teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total
uretra posterior.
c. Pemeriksaan Penunjang
18
kemih) atau retensi urin ( kesulitan berkemih). Pemeriksaan
urodinamika simpel meliputi: Uroflowmetry,
Cystometrography dan pengukuran volume residual urin.
Dengan memasukan kateter berisi transduser untuk
mengukur tekanan ke dalam kandungan kemih dan rektum
dan kateter tersebut ddihubungkan dengan komputer.
Kemudian memasukan cairan steril ke dalam kandungan
kemih. Selama fase pengisian tersebut komputer akan
memberikan informasi mengenai tekanan kandung kemih,
dan rektum, refleks kandungan kemih dan kapasitas
kandungan kemih. Setelah kandung kemih penuh, semua
perlengkapan dilepas dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
uroflowmetry, dimana pasien berkemih dan ditampung pada
sebuah alat khusus untuk mengukur laju pancaran urine.
Dan terakhir sisa urin yang masih tersisa di kandung kemih
diukur volumennya. Rangkaian pemeriksaan ini relatif tidak
lama, hanya memerlukan waktu 30 menit.
2.3.6 Penatalaksanaan
1. Kateterisasi
19
Kateterisasi Uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli
melalui uretra. Syarat-syarat:
Teknik kateterisasi:
20
Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-
4% yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra"
diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada
batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat
memasukkan jelly tersebut)
Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada
penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita pria,
kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat
jumlah dan warna/aspek urin), kemudian balon dikembangkan sebesar
5-10 ml.
2. Sistostomi suprapubik
a. Sistostomi Trokar
Indikasi:
21
Kateterisasi tidak dibenarkan: robek uretra pasca trauma.
Sebagian ahli berpendapat bahwa sistostomi pada pria lebih aman
daripada kateter tetap karena penyulit akibat pemakaian kateter
pada uretra dapat ditiadakan (uretritis, striktura, fistula)
Syarat-syarat:
Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (<-
> 20F)
22
3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan lidocaine 2% mulai dari
kulit, subkutis hingga ke fasia.
4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling
cembung 1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia.
5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit
10 cc untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli.
6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa
hilangnya tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor.
7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-
buli akan keluar urin memancar melalui sheath trokar.
23
lingkaran ditinggalkan
b. Sistostomi Terbuka
Indikasi:
24
3. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.
4. Insisi vertikal pada garis tengah + 3-5 cm diantara pertengahan
simfisis dan umbilicus.
5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea
alba yang merupakan pertemuan fasia yang membungkus
muskulus rektus kiri dan kanan. Muskulus rektus kiri dan kanan
dipisahkan sehingga terlihat jaringan lemak, buli-buli dan
peritoneum. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya putih
dan banyak terdapat pembuluh darah.
6. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk
memudahkan memegang buli-buli.
7. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.
8. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat
yang telah difiksasi.
9. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan
pisau tajam hingga keluar urin, yang kemudian (jika perlu)
diperlebar dengan klem. Urin yang keluar dihisap dengan mesin
penghisap.
10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya: tumor, batu,
adanya perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-
buli.
11. Pasang kateter Foley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda
dengan luka operasi.
12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-
muskularis.
13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis
demi lapis. Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc
dan difiksasikan ke kulit dengan benang sutra.
Penyulit
25
2 Mencederai rongga/organ peritoneum.
3 Menimbulkan perdarahan.
2.3.7 Komplikasi
1. Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas
toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami
dilatasi sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya,
maka kemampuan elastisitas vesica urinaria menurun.
2. Akibat residu urin yang tidak keluar secara tuntas akan menimbulkan
kecenderungan untuk terbentuknya batu kandung kemih akibat
kristalisasi dari urin.
3. Retensi urin yang berkepanjangan, terjadi peningkatan tekanan intra
vesika yang menyebabkan terjadinya reflux, yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi saluran kemih bagian atas (sistitis, pielonefritis,
urosepsis).
4. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam
lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga
terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal
ginjal.
2.3.8 Prognosis
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika
retensi urin ditangani secara cepat.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
27
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia dkk. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit volume I1 2006.
28
Retensi Urin Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Widjoseno Gardjito Lab/UPF
Ilmu Bedah FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Suyono S, 2007, Buku Ajar Ilmur Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
29