Anda di halaman 1dari 48

TUGAS MAKALAH

KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN

OLEH:

ELNA RASANI NIM. 1610815220007


MUHAMMAD REFQI CHANDRA HAKIM NIM. 1610815210016
TSANIYA NURINA RAMADHANTY NIM. 1610815220024

DOSEN PENGAMPU I
Prof. Dr. QOMARIYATUS SHOLIHAH, Dipl. Hyp. S. T., M. T
DOSEN PENGAMPU II
MUHAMMAD FIRMANSYAH, S. T., M. T

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017
TUGAS MAKALAH
KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN

OLEH:
KELOMPOK 6

DOSEN PENGAMPU:
1. Prof. Dr. QOMARIYATUS SHOLIHAH, Dipl. Hyp. S. T., M. T
2. MUHAMMAD FIRMANSYAH, S. T., M. T

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017
REKTOR
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc


NIP. 19660331 199102 1 001
DEKAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T


NIP. 19750719 200003 1 001
KETUA PROGRAM STUDI
TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dr. Rony Riduan, S.T, M.T


NIP. 19761017 199903 1 003
DOSEN PENGAJAR
MATA KULIAH KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah. Dipl. Hyp. S.T., M. Kes

NIP. 19780420 200501 2 002


DOSEN PENGAJAR
MATA KULIAH KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Muhammad Firmansyah, S.T., M.T


NIP. 19890911 201504 1 002
ANGGOTA
KELOMPOK 6
TSANIYA NURINA RAMADHANTY
NIM. 1610815220024
Bandung, 02 Januari 1998
Jl. Pdt Karya H. P. B. Mutiara No. 03, Banjarmasin
tsaniyanuramadhanty@gmail.com

Hidup itu perjuangan berbekal kesabaran.


MUHAMMAD REFQI CHANDRA HAKIM
NIM. 1610815210016
Banjarmasin, 07 Juni 1998
Jl. AMD XII P. P. No. 35 RT. 27, Banjarmasin
eqirefqi@gmail.com

Hidup seenaknya dengan menaati aturannya,


percayalah nyaman itu ada.
ELNA RASANI
NIM. 1610815220007
Tamiang Layang, 11 Januari 1999
Jl. A. Yani No. 99 RT. 10, Tamiang Layang
rasanielna@gmail.com

Proses untuk mengerti memang harus diawali


dengan kebingungan. No pain, no gain.
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH
KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN

OLEH:
ELNA RASANI NIM. 1610815220007
MUHAMMAD REFQI CHANDRA HAKIM NIM. 1610815210016
TSANIYA NURINA RAMADHANTY NIM. 1610815220024

Dosen Pengampu I

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah,Amd.hyp. S.T., M.Kes


NIP. 19780420 200501 2 002

Dosen Pengampu II

Muhammad Firmansyah, S.T., M.T


NIP. 19890911 201504 1 002

Banjarbaru, April 2017


Ketua Program Studi Dekan Fakultas Teknik
Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat

Dr. Rony Riduan, S.T., M.T Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T
NIP. 19761017 199903 1 003 NIP. 19750719 200003 1 00

i
PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa :


1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik apapun.
2. Karya tulis ini merupakan gagasan, dan rumusan yang diberi arahan oleh
Dosen Pengampu.
3. Dalam karya ini secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan
naskah dengan disebutkan nama penulis dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka kami
bersedia menerima sangsi sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan
tinggi.

Banjarbaru, April 2017


Yang membuat Yang membuat Yang membuat
pernyataan, pernyataan, pernyataan,

Elna Rasani M. Refqi Chandra Hakim Tsaniya Nurina R.


1610815220007 1610815210016 1610815220024

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat-Nya yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Kesehatan Lingkungan Pemukiman. Makalah ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah Kesehatan Lingkungan di Universitas Lambung
Mangkurat.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang mendukung
dalam penulisan makalah ini:
1. Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si.,
M.Sc.
2. Dekan Fakutas Teknik Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Ing. Yulian
Firmana Arifin, S.T., M.T.
3. Ketua Program Studi Teknik Lingkungan, Dr. Rony Riduan, S.T, M.T.
4. Dosen Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan, Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah,
Amd, S.T., M. Kes. dan Muhammad Firmansyah, S.T, M.T.
Penulis menyadari bahwa di dalam proses penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu,
saran dan masukkan dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Kesehatan Lingkungan
Pemukiman ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, April 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... i


PERNYATAAN ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ............................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan ................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Kesehatan Lingkungan ............................................................ 4
2.2. Definisi Pemukiman dan Perumahan .................................................. 6
2.3. Definisi Pemukiman Padat Penduduk ................................................. 7
2.4. Definisi Pemukiman Kumuh ................................................................ 8

III. PEMBAHASAN
3.1. Pemukiman Kumuh ............................................................................. 11
3.1.1. Faktor Munculnya Pemukiman Kumuh ................................... 11
3.1.2. Karakteristik Pemukiman Kumuh ............................................ 13
3.1.3. Masalah yang Timbul dari Pemukiman Kumuh ....................... 15
3.1.4. Penanggulangan Pemukiman Kumuh ...................................... 19
3.2. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman ....... 20
3.2.1. Penilaian Rumah Sehat ............................................................ 25

IV. SIMPULAN DAN SARAN


3.1. Simpulan .............................................................................................. 26
3.2. Saran .................................................................................................... 26

iv
DAFTAR PUSTAKA
SOAL-SOAL LATIHAN
RIWAYAT PENULIS

v
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan.
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup
lingkungan yang paling dekat dengan kegiatan manusia adalah rumah.
Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal
yang disebut rumah (Mukono, 2000).
Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan
masyarakat modern yang meliputi terhadap semua aspek manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan, dengan tujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan nilai-nilai kesehatan manusia pada tingkat setinggi-
tingginya dengan jalan memodifisir tidak hanya faktor sosial dan
lingkungan fisik semata-mata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dan
kelakuan-kelakuan lingkungan yang dapat membawa pengaruh terhadap
ketenangan, kesehatan dan keselamatan organisme umat manusia (Mulia
Ricky M, 2005).
Pemukiman adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana
lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan
air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang
memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya.
Perumahan yang layak untuk ditinggali harus memenuhi syarat kesehatan
sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari
ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air
bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya
pelayanan sosial. Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan
2

dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat


berfungsi sebagaimana mestinya.
Pertumbuhan penduduk dewasa ini terus meningkat. Sejalan dengan
itu kebutuhan hidup juga semakin bertambah. Kondisi ekonomi yang
mendesak dan kurangnya kesempatan kerja di pedesaan menyebabkan
migrasi yang tinggi. Jumlah penduduk dan peningkatan migrasi dari daerah
pedesaan tidak diimbangi dengan lahan yang tersedia di daerah perkotaan
akhirnya memunculkan beberapa isu misalnya kawasan kumuh.
Daya dukung kota untuk kawasan pemukiman semakin terbatas.
Kondisi yang tidak seimbang ini telah memicu munculnya kawasan
pemukiman yang kurang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak.
Terbatasnya lahan untuk tempat tinggal dan banyaknya orang yang ada di
dalamnya akan menyebabkan munculnya kepadatan secara fisik.
Selanjutnya kepadatan ini akan menyebabkan individu merasa sesak secara
psikis. Sehingga dapat memunculkan banyak masalah dari segi kesehatan
dan lingkungannya. Masalah yang mendasarinya adalah terbentuknya
pemukiman kumuh.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pemukiman kumuh?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan terbentuknya pemukiman
kumuh?
3. Bagaimana kondisi dan dampak pemukiman kumuh?
4. Bagaimana persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pemukiman kumuh.
2. Mengetahui faktor terbentuknya pemukiman kumuh.
3

3. Mengetahui dampak terbentuknya pemukiman kumuh.


4. Mengetahui persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman.

1.4. Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dan disusun dengan metode studi literatur dari
jurnal ilmiah dan beberapa buku mengenai kesehatan lingkungan
pemukiman, pemukiman, pemukiman padat penduduk, pemukiman
kumuh, dan sebagainya.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan
masyarakat modern yang meliputi terhadap semua aspek manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan, dengan tujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan nilai-nilai kesehatan manusia pada tingkat setinggi-
tingginya dengan jalan memodifisir tidak hanya faktor sosial dan
lingkungan fisik semata-mata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dan
kelakuan-kelakuan lingkungan yang dapat membawa pengaruh terhadap
ketenangan, kesehatan dan keselamatan organisme umat manusia (Mulia
Ricky M, 2005).
Ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari
hubungan suatu kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan
yang terjadi dilingkungan mereka tinggal yang berpotensi mengganggu
kesehatan masyarakat umum. Kesehatan Lingkungan merupakan bagian
ilmu dari kesehatan masyarakat yang menitikberatkan perhatiannya pada
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan,
pengkoordinasian dan penialaian dari semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan ada hubungan atau
berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan ataupun
kelangsungan hidup manusia, sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan
dapat lebih ditingkatkan (Azwar, 1990).
Ilmu kesehatan lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk
atau masyarakat dengan segala macam perubahan komponen lingkungan
hidup seperti spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan di sekitar
manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahan
(Umar Fahmi Achmadi, 1991).
5

Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi:


1. Penyediaan air minum,
2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran,
3. Pembuangan sampah padat,
4. Pengendalian vektor (pengendalian vektor ialah segala macam usaha
yang dilakukan untuk menurunkan atau mengurangi populasi vektor
dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang
ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan vektor),
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh eksreta
manusia (yang dimaksud ekskreta adalah seluruh zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh),
6. Higiene makanan termasuk juga susu,
7. Pengendalian pencemaran udara,
8. Pengendalian radiasi,
9. Kesehatan kerja,
10. Pengendalian kebisingan,
11. Perumahan dan pemukiman,
12. Aspek kesling dan transportasi udara,
13. Perencanaan daerah dan perkotaan,
14. Pencegahan kecelakaan,
15. Rekreasi umum dan pariwisata,
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemik atau wabah, bencan alam dan migrasi penduduk,
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan
(Azwar, 1990).
Tujuan pemberlakuan kesehatan lingkungan adalah untuk
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada
tingkat yang setinggi-tingginya dengan jalan memodifikasi faktor sosial,
6

faktor fisik lingkungan, sifat-sifat dan kelakuan lingkungan yang dapat


berpengaruh terhadap kesehatan (P. Halton Purdon, 1971).

2.2. Definisi Pemukiman dan Perumahan


Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Asas
dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan
pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Penataan perumahan dan permukiman memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat.
2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional.
4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan
bidang-bidang lain
(UU No. 4 Tahun 1992).
Rumah adalah bagian yang utuh dari pemukiman, dan bukan hasil
fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus
berkembang dan terkait dengan sosial ekonomi penghuninya dalam suatu
kurun waktu. Yang terpenting dari rumah adalah dampak terhadap
penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa
interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah
7

kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah (John
F.C. Turner, 1972).
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari
gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal
pengembangan kehidupan (Siswono Yudohusoda, 1991).
Kebutuhan dasar manusia akan rumah bervariasi tergantung
penghuninya masing-masing. Berdasarkan Hierarchy of Need, kebutuhan
akan rumah dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Physiological needs (kebutuhan untuk makan dan minum),
merupakan kebutuhan biologis yang hampir sama untuk setiap
orang, yang juga merupakan kebutuhan terpenting selain sandang
dan pangan.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan), merupakan
tempat berlindung bagi penghuni dari gangguan sekitar baik manusia
maupun hewan dan lingkungan yang tidak diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat
untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman sebagai pemenuh
kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan
hanya sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk
mengaktualisasikan diri dan bidang kreasi masing-masing individu
(Maslow, 1954).

2.3. Definisi Pemukiman Padat Penduduk


Pemukiman padat adalah kawasan permukiman yang dihuni terlalu
banyak penduduk dan terjadi ketidakseimbangan antara lahan dengan
bangunan yang ada. Pemukiman padat menjadikan kawasan pemukiman
tersebut cenderung terlihat kurang tertata pola perkembangannya.
8

Munculnya pemukiman padat pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor,


yaitu faktor konsentrasi penduduk dan faktor kebutuhan ketersediaan
fasilitas social ekonomi. Faktor konsentrasi penduduk adalah kepadatan
penduduk dalam satuan jiwa per km2 di wilayah/desa tersebut. Faktor
penyebab kedua adalah faktor fasilitas sosial ekonomi yang mendorong
perubahan penggunaan lahan pertanahan, antara lain mencakup segi-segi
kebutuhan sebagai berikut:
1. Penambahan lahan untuk permukiman dan perumahan.
2. Perluasan dan penambahan panjang jalan untuk fasilitas sarana
transportasi.
3. Fasilitas penunjang kehidupan, yaitu jumlah pertokoan, warung
makan, tempat loundry, tempat fotokopi, dan sebagainya.
4. Fasilitas pendidikan, yaitu gedung persekolahan.
5. Fasilitas kesehatan seperti klinik atau tempat-tempat pengobatan.
6. Fasilitas peribadatan seperti masjid, mushola, gereja atau yang
sejenis.
7. Fasilitas kelembagaan yaitu perkantoran baik swasta maupun negeri.
8. Fasilitas olahraga seperti lapangan futsal, tenis, sepakbola, dll.
9. Fasilitas hiburan, seperti gedung-gedung pertemuan ataupun
perhelatan dan yang sejenis
(Nurul, dkk. 1993).
Akibat kurang tertata pola perkembangannya, kebanyakan
pemukiman padat penduduk berkembang menjadi pemukiman kumuh.
Kawasan yang apatis, kelebihan penduduk, tidak mencukupi, tidak
memadai, miskin, bobrok, berbahaya, tidak aman, kotor, di bawah standar,
tidak sehat dan masih banyak stigma negatif lainnya yang melekat pada
pemukiman kumuh.

2.4. Definisi Pemukiman Kumuh


Permukiman kumuh adalah pemukiman atau perumahan orang-
9

orang miskin suatu kota yang berpenduduk padat, terdapat di lorong-


lorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan,
juga biasa disebut dengan wilayah pencomberan atau semerawut (Raharjo
Adhisasmita, 2010). Pemukiman kumuh merupakan lingkungan hunian
yang memiliki kualitas buruk dan tidak layak huni. Ciri-cirinya antara lain
berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan/tata ruang,
kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas,
rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan
yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai
dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan
penghuninya (Budiharjo, 1997).
Karakteristik pemukiman kumuh selalu berkesan negatif. Mulai dari
keadaan rumah yang terpaksa di bawah standar, rata-rata 6 m2/orang.
Hingga fasilitas kekotaan yang secara langsung tidak terlayani karena tidak
tersedia (Setijanti, 2010).
Adapun beberapa kriteria umum yang dimiliki pemukiman kumuh
adalah:
1. Pemukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan
berjubel, karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah
maupun migrasi yang tinggi dari desa.
2. Pemukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan
rendah atau berproduksi sub sistem, yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
3. Perumahan di pemukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk
dalam kategori rumah darurat (sustainable housing condition), yaitu
bangunan rumah yang terbuat dari bahan-bahan tradisional seperti,
bambu, kayu, ilalang, papan dan bahan-bahan cepat hancur lainnya.
4. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.
5. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air bersih, fasilitas
MCK, sistem pembuangan kotor dan sampah serta perlindungan dari
10

kebakaran.
6. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun
tidak teratur dan terurus.
7. Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainnya.
8. Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi di sekitar pusat
kota dan seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang ditempati.
(Utami Trisni, 1997).
11

III. PEMBAHASAN

3.1. Pemukiman Kumuh


Kawasan yang apatis, kelebihan penduduk, tidak mencukupi, tidak
memadai, miskin, bobrok, berbahaya, tidak aman, kotor, di bawah standar,
tidak sehat dan masih banyak stigma negatif lainnya yang melekat pada
pemukiman kumuh. Pada dasarnya pemukiman kumuh merupakan bagian
dari suatu kota yang tidak dapat dipisahkan. Hampir di setiap kota-kota
besar pemukiman kumuh selalu menjadi masalah yang sulit diatasi.
Pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang padat, dengan kualitas
konstruksi rendah, prasarana dan pelayanan yang minim sehingga menjadi
pengejawantahan kemiskinan.
Pemukiman kumuh merupakan lingkungan hunian yang memiliki
kualitas buruk dan tidak layak huni. Ciri-cirinya antara lain berada pada
lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan/tata ruang, kepadatan
bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit
sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat
rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan
membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan
penghuninya.

3.1.1. Faktor Munculnya Pemukiman Kumuh


Munculnya pemukiman kumuh pada dasarnya dikarenakan
ledakan penduduk di suatu daerah dengan kondisi wilayah yang tidak
memadai. Misalnya di kota-kota besar di Indonesia. Ledakan
penduduk tersebut bisa dikarenakan faktor urbanisasi dan angka
kelahiran yang tidak terkendali. Keterbatasan wilayah dan kondisi
ekonomi rendah menjadi penyebab utama munculnya pemukiman
kumuh. Masyarakat urbanisasi bertujuan ke kota besar untuk
mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik namun
kenyataannya malah sebaliknya. Keahlian yang tidak memadai untuk
12

berkompetisi di kota besar menyebabkan masyarakat tersebut


tersisihkan dan berusaha bertahan hidup di kota tersebut. Bermula
dari urbanisasi tersebut muncul masalah-masalah lain yang menjadi
faktor terbentuknya pemukiman kumuh. Misalnya, sulitnya mencicil
rumah yang layak, semakin sempitnya lahan pemukiman karena
dinamika penduduk dan semakin tingginya harga tanah maupun
bangunan, serta disiplin warga yang rendah.
Terbentuknya pemukiman kumuh dimulai dengan dibangunnya
perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun
dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor
non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan
perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki
prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan
kesehatan. Siswono Yudohusodo (1991), dalam bukunya Rumah
Untuk Seluruh Rakyat menjelaskan faktor munculnya pemukiman
kumuh adalah sebagai berikut:
1. Arus urbanisasi penduduk yang sangat pesat terutama di kota-
kota besar berdampak terhadap timbulnya ledakan jumlah
penduduk.
2. Sektor informal merupakan bidang pekerjaan tanpa
penghasilan yang tetap. Bidang pekerjaan ini muncul karena
pengaruh desakan ekonomi yang tidak didukung oleh keahlian
yang memadai.
3. Kondisi sosial budaya masyarakat juga menjadi pemicu
terbentuknya kawasan permukiman kumuh, yang dimaksud
disini menyangkut pola hidup atau kebiasaan masyarakat yang
masih terbawa iramanya kehidupan kota.
Menurut Hari Srinivas (2003), faktor terbentuknya pemukiman
kumuh dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari sudut
13

pandang masyarakat itu sendiri. Misalnya, budaya, agama, tempat


lahir, lama tinggal, investasi rumah, dan jenis bangunan rumah.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
pemikiran masyarakat itu sendiri. Biasanya berhubungan dengan
situasi dan kondisi lingkungannya. Misalnya, kepemilikan tanah,
kondisi geografis, dan kebijakan pemerintah.

3.1.2. Karakteristik Pemukiman Kumuh


Menurut Setijanti (2010), karakteristik pemukiman kumuh
selalu berkesan negatif. Mulai dari keadaan rumah yang terpaksa di
bawah standar, rata-rata 6 m2/orang. Hingga fasilitas kekotaan yang
secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Pemukiman
kumuh umumnya dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel.
Penghasilan rata-rata penduduknya yang rendah menyebabkan
fasilitas penunjang kesehatan kurang memadai seperti sanitasi yang
buruk, rumah yang jauh dari persyaratan rumah sehat dan lain-lain.
Kondisi fisik pemukiman kumuh diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Kondisi jalan rata-rata berlubang dengan lebar 2 m dan 3 m
untuk jalan lingkungan, terbuat dari semen, berhimpit dengan
rumah-rumah penduduk sekaligus berfungsi sebagai arena
bermain anak-anak.
2. Kondisi rumah dapat dikategorikan dalam bangunan permanen,
semipermanen, dan non permanen. Namun didominasi oleh
rumah-rumah non permanen. Setiap rumah rata-rata memiliki
luasan 20 m2, dan di tempati 4-6 orang anggota keluarga (3-5
m2 per orang).
3. Sebagian besar rumah belum mempunyai fungsi ruang yang
jelas sehingga bagian teras rumah mereka dijadikan tempat
usaha kecil-kecilan.
4. Ketersediaan air bersih di lingkungan ini biasanya berasal dari
14

sumur pompa. Dimana setiap pompa digunakan secara


bersama-sama oleh kurang lebih 8 kepala keluarga.
5. Ketersediaan jaringan air kotor yang digunakan masih sangat
sederhana yaitu berupa sarana pembuangan limbah dengan
membuat lubang di belakang rumah. Sedangkan pembuangan
air kotor yang berasal dari WC langsung dialirkan ke sungai.
6. Jaringan listrik dan jaringan telepon sudah tersedia, namun
tidak semua keluarga memilikinya. Misalnya di daerah
bantaran, banyak masyarakat yang belum mampu memilikinya
dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan.
7. Lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan
yang semrawut, penampilan yang jorok, sumur yang tercemar,
kepadatan bangunan dan hunian yang tinggi, penggunaan
bahan bangunan bekas dan murahan, dan sebagainya.
Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol menurut
Rebekka (1991) adalah kualitas bangunan rumahnya yang tidak
permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak teratur,
prasarana jalan yang sangat terbatas. Kalaupun ada berupa gang-
gang sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan
tempat pembuangan sampah, sehingga terlihat kotor. Tidak jarang
pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang secara berkala
mengalami banjir.
Pemukiman kumuh merupakan pembuktian masyarakat kepada
pemerintah bahwa mereka mampu bertahan hidup tanpa
bergantung dengan pemerintah. Penduduk sekitar mampu
membangun perekonomian secara mandiri serta tidak memerlukan
bantuan kredit perbankan. Menurut Sueca (2004) penduduk
pemukiman kumuh mampu memanfaatkan sumber daya yang amat
terbatas untuk dapat bertahan hidup. Mendaur ulang bahan-bahan
yang tidak berguna menjadi bahan baru yang berguna merupakan
15

salah satu cara yang dilakukan. Dengan begitu kebutuhan dasar


perumahan dapat terpenuhi. Secara ekonomi, pemukiman kumuh
memasok barang dan tenaga kerja yang murah, terutama dalam
sektor informal.

3.1.3. Masalah yang Timbul dari Pemukiman Kumuh


Pemukiman kumuh menimbulkan banyak masalah dari
beberapa aspek khususnya aspek lingkungan dan aspek kesehatan.
Masalah yang ditimbulkan dari pemukiman kumuh dalam aspek
lingkungan diantaranya:
a. Masalah Penyediaan Air Bersih
Masalah utama pemukiman kumuh adalah penyediaan air
bersih. Masalah ini timbul akibat diambil alihnya tempat
sumber air dengan membangun rumah-rumah di atasnya.
Penduduk menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci dan
aktivitas lain yang menyebabkan tercemarnya air sungai.
Sehingga pasokan air bersih semakin hari semakin berkurang.
Belum lagi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali yang
menyebabkan meningkatnya tingkat kepadatan. Padahal
menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
menyatakan bahwa Air bersih diperlukan terutama untuk
memasak dan mandi, jumlahnya kurang lebih 60 liter per orang
per hari (minimal) tapi pada kenyataannya dilapangan jumlah
tersebut masih sangat kurang memadai.
b. Masalah Penumpukan Sampah
Sampah merupakan masalah yang tidak pernah habis
dibicarakan entah itu di perkotaan maupun pedesaan. Limbah
limbah cair atau padat, yang bisa terdegradasi ataupun tidak
seiring bertambahnya jumlah penduduk maka jumlahnya juga
semakin besar. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup,
setiap hari penduduk Indonesia menghasilkan 2 kilogram
16

sampah per individunya. Dalam satu tahun sekitar 178.850.000


Ton sampah dihasilkan penduduk Indonesia. Hampir 50 % nya
berasal dari rumah tangga dan 60% nya merupakan sampah
organik.
Dengan dibangunnya pemukiman kumuh di tempat
tempat yang tidak seharusnya maka masalah sampah akan
semakin berat karena akan terjadi penumpukan sampah di
tempat-tempat tersebut. Contohnya di bantaran sekitar sungai.
Semakin banyak penduduk yang tinggal di daerah tersebut
maka jumlah produksi sampahnya juga semakin meningkat.
Penumpukan sampah juga terjadi akibat kurangnya kesadaran
penduduk sekitar untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Sampah-sampah yang menumpuk tadi juga akan menimbulkan
bau busuk yang menyebabkan kualitas lingkungan semakin
memburuk.
c. Masalah Sanitasi Lingkungan
Pemukiman kumuh identik dengan kondisi sanitasi yang
buruk. Rumah-rumah penduduk di kawasan ini masih jauh dari
kriteria sanitasi untuk perumahan yang seharusnya. Misalnya
pengadaan MCK yang kurang memadai, selain itu masyarakat
setempat juga masih menggunakan sungai untuk memenuhi
kebutuhan kebersihan mereka seperti mandi dan buang air.
Masyarakat juga masih awam dengan istilah sanitasi dan
banyak yang tidak peduli pentingnya sanitasi tersebut.
d. Masalah jarak bangunan untuk sirkulasi udara dan lokasi
bangunan
Pemukiman kumuh identik dengan kondisi rumah yang
saling berdempetan sehingga masalah yang timbul adalah
kebisingan. Kondisi bising menyebabkan ketidaknyamanan
penghuni rumah tersebut. Selain itu, jalan yang digunakan
17

sebagai penghubung antar daerah kondisinya tidak memadai.


Jalan yang rusak, berlubang, serta sempit sulit dilalui
menyebabkan mobilitas penduduk yang terbatas dan akses
kepada fasilitas umum menjadi cukup sulit. Misalnya, jika
terjadi kebakaran.
Selain itu, lokasi bangunan yang sangat dekat dengan
daerah pinggir sungai mengakibatkan kawasan itu sangat rawan
terhadap terjadinya bencana alam, lebih-lebih pada musim
penghujan.
e. Mengakibatkan Bencana Alam
Fasilitas drainase atau penyaluran air hujan mutlak ada
pada suatu kawasan terbangun, karena tingkat kemampuan
penyerapan air hujan oleh tanah relatif kecil. Tanpa fasilitas
yang memadai, dipastikan akan terjadi becek, banjir kecil dan
genangan air setelah turunnya hujan. Selain itu, karena
banyaknya sampah plastik sukar hancur di dalam tanah
sehingga menghalangi peresapan air hujan ke dalam tanah dan
akhirnya terjadilah banjir. Terjadinya banjir tersebut juga
disebabkan karena terlalu dekatnya pemukiman penduduk
dengan daerah aliran sungai. Sehingga apabila datang musim
penghujan rawan terjadi tanah longsor.

Adanya dampak pada aspek lingkungan menjadi dasar


timbulnya dampak pada aspek kesehatan. Karena lingkungan dan
kesehatan merupakan kaitan yang tidak dapat dipisahkan. Kondisi
lingkungan di suatu tempat mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat yang hidup dan tinggal di daerah tersebut. Masalah yang
ditimbulkan pemukiman kumuh dalam aspek kesehatan diantaranya
adalah :
a. Penularan Penyakit melalui air, tanah dan udara
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, terbatasnya
18

pasokan air bersih di pemukiman kumuh menyebabkan


masyarakat harus menggunakan air sungai yang telah
terkontaminasi dengan berbagai bahan pencemar untuk
memenuhi kebutuhan seperti mandi, cuci, kakus (MCK). Kondisi
air yang telah tercemar mengandung banyak bakteri yang
membahayakan tubuh. Misalnya, penyakit yang ditimbulkan
bakteri di air yaitu typhoid, disentri, dan kolera.
Air yang tercemar oleh ekskreta tikus dapat menularkan
leptospirosis yang disebabkan oleh leptospira. Juga penyakit
jamur dapat ditularkan melalui air, dan bentuk-bentuk infektif
dari pada protozoa dan cacing-cacing perit dapat ditemukan
dalam air pula. Selain itu air tercemar juga dapat menjadi
tempat pertumbuhan nyamuk. Contohnya nyamuk aedes
agepty.
Kondisi udara di pemukiman kumuh juga tidak baik bagi
tubuh. Penyakit yang umumnya timbul adalah penyakit
influensa dan tuberculosis. Penyakit yang disebabkan oleh
jamur juga dapat ditularkan melalui udara seperti penyakit
histoplasmosis. Pencemaran dengan partikel-partikel kecil
(debu) dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan juga
memudahkan masuknya penyakit infeksi lainnya.
Penularan penyakit melalui tanah merupakan yang paling
banyak dan berbahaya. Di dalam tanah juga banyak ditemukan
bentuk-bentuk infektif berbagai parasit. Contoh penyakitnya
misalnya, tetanus, kemudian berbagai infeksi cacing dan lain-
lain.
b. Penyakit Psikis yang Ditimbulkan
Menurut Altman (1997), pemukiman yang padat dan
kumuh berpengaruh negative terutama dalam hal pencapaian
privasi yang ingin diraih. Ketika seseorang tidak lagi
19

menginginkan privasi, kontrol dari lingkungan sosial tidak lagi


terlalu efektif, dan orang tersebut tidak bisa meregulasi tingkat
interaksinya dengan orang lain. Situasi semacam ini yang
mungkin akan menimbulkan konsekuensi negative. Kepadatan
tinggi ditambah kondisi lingkungan yang tidak memadai dapat
menimbulkan stress pada penduduknya. Selain itu tingkat
agresivitas masyarakatnya juga akan semakin meningkat.
Personal space yang seharusnya dicapai juga tidak terpenuhi
karena lingkungan yang terlalu ramai dan sempit sehingga
kondisi psikis penduduknya akan terganggu.

3.1.4. Penanggulangan Pemukiman Kumuh


Permasalahan pemukiman kumuh bukanlah hal yang mustahil
untuk dibenahi namun memerlukan proses dan waktu yang cukup
panjang serta usaha yang tidak sedikit dari pemerintah dan
masyarakat itu sendiri. Menurut UU No. 4/1992 pasal 27,
penanganan pemukiman kumuh dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Perbaikan dan Pemugaran
Proses ini terdiri dari revitalisasi, rehabilitasi, renovasi,
rekonstruksi, dan preservasi. Proses revitalisasi merupakan
upaya menghidupkan kembali suatu kawasan mati, yang pada
masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan
mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi
yang dimiliki oleh sebua kota. Rehabilitasi merupakan upaya
mengembalikan kondisi komponen fisik lingkungan
permukiman yang mengalami degradasi.
Proses renovasi merupakan perubahan sebagian atau
beberapa bagian dari komponen pembentukan lingkungan
permukiman. Upaya rekonstruksi yaitu dengan mengembalikan
suatu lingkungan permukiman sedakat mungkin dari asalnya
yang diketahui, dengan menggunakan komponen-komponen
20

baru maupun lama. Dan proses preservasi adalah upaya


mempertahankan suatu lingkungan pemukiman dari penurunan
kualitas atau kerusakan.
2. Peremajaan
Peremajaan adalah upaya pembongkaran sebagian atau
keseluruhan lingkungan perumahan dan pemukiman dan
kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan sarana
lingkungan perumahan dan pemukiman baru yang lebih layak
dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
3. Pengolahan dan Pemeliharaan Berkelanjutan
Merupakan upaya-upaya untuk mencengah,
mengendalikan atau mengurangi dampak negatif yang timbul,
serta meningkatkan dampak positif yang timbul terhadap
lingkungan hunian. Program-program pemerintah yang sudah
berjalan guna mengurangi pemukiman kumuh diantaranya
adalah pola perumahan berimbang dan pembangunan rumah
susun.

3.2 Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman


Menurut Keman (2005), kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologi di dalam rumah, di
lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan penghuni
mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan
yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat
yang bermukim di perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya
atau gangguan kesehatan.
Sanropie (1992), menyatakan persyaratan kesehatan perumahan
yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan pemukiman serta
persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan
21

perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat


kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
Di Indonesia sendiri, persyaratan kesehatan perumahan dan
lingkungan pemukiman sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
(Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 yang meliputi parameter
sebagai berikut:
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti
bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang
tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah atau bekas tambang;
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan
sebagai berikut:
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 mg maksimum 150
mg/m3;
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
22

d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg


5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat
perindukan vektor penyakit;
c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi
jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak
membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan
harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak
menyilaukan mata;
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kesehatan;
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus
memenuhi syarat kesehatan;
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan,
komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan,
kesenian, dan lain sebagainya;
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
penghuninya;
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak
terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan
keracunan.
6. Vektor penyakit
Indeks lalat harus memenuhi syarat; b. Indeks jentik nyamuk dibawah
5%.
7. Penghijauan pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman
merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan
23

dan kelestarian alam.

Selain persyaratan mengenai lingkungan pemukiman, persyaratan


mengenai rumah tinggal juga diatur dalam Kepmenkes Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu:
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang
dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total
kurang dari 150 g/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per
24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar
cuci kedap air dan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan;
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun
tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18-30oC;
b. Kelembaban udara 40-70 %;
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni;
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
24

5. Ventilasi Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%


luas lantai.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam
rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas
minimal 60 liter/orang/hari;
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan
Kepmenkes 907 tahun 2002.
8. Sarana penyimpanan makanan Tersedia sarana penyimpanan
makanan yang aman.
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari
permukaan tanah;
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak
menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air
tanah.
10. Kepadatan hunian luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan
tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.

Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak


memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatan perumahan dan
lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi
administrasi sesuai dengan UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman, dan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, serta peraturan
pelaksanaannya. Bagi pemilik rumah yang belum memenuhi ketentuan
tersebut diatas tidak dapat dikenai sanksi, tetapi dibina agar segera dapat
memenuhi persyaratan kesehatan rumah.
25

3.2.1. Penilaian Rumah Sehat


Menurut Sanropie (1991), rumah sehat merupakan tempat
berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun
sosial. Persyaratan kesehatan perumahan adalah ketentuan teknis
kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni
dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Dalam penilaian rumah sehat menurut Kepmenkes, parameter
rumah yang dinilai meliputi lingkup 3 (tiga) kelompok komponen
penilaian, yaitu:
1) kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding,
lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, dan ruang
tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan;
2) kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana
pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan
sarana pembuangan sampah;
3) kelompok perilaku penghuni, meliputi perilaku membuka
jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan
tamu, membersihkan halaman rumah, membuang tinja
bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada tempatnya.

Formulir penilaian rumah sehat terdiri komponen yang dinilai,


kriteria penilaian, nilai dan bobot serta hasil penilaian secara terinci
dapat dilihat pada lampiran dari Kepmenkes RI Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan.
26

IV. SIMPULAN DAN SARAN

3.1. Simpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari makalah kesehatan lingkungan
pemukiman ini adalah:
1. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan.
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Pemukiman kumuh ialah kawasan yang proses pembentukannya
karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota
sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.
Pemukiman kumuh timbul akibat ledakan penduduk di suatu daerah
yang wilayahnya tidak cukup besar.
3. Pemukiman kumuh menimbulkan dampak negatif dari berbagai
aspek khususnya aspek kesehatan dan aspek lingkungan.
4. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi
fisik, kimia, dan biologis di dalam rumah, di lingkungan rumah dan
perumahan, sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat
kesehatan yang optimal.
5. Perumahan yang sehat harus terdiri atas rumah sehat yang
memenuhi beberapa persyaratan misalnya letak rumah, kondisi fisik,
kondisi fisiologis, kondisi psikologis, dan memiliki fasilitas fasilitas
yang sesuai.

3.2. Saran
1. Pembangunan dari pemukiman dan perumahan haruslah disertai
dengan berbagai pertimbangan dalam hal kesehatan penduduk yang
27

ditujukan sasarannya, karena semua orang memiliki hak untuk hidup


sehat dan sejahtera.
2. Pemenuhan kriteria dari persyaratan kesehatan perumahan dan
lingkungan pemukiman harus lebih ditingkatkan lagi.
3. Pemerintah dan masyarakat harusnya bisa saling bekerja sama dalam
melakukan pembangunan pemukiman dan perumahan dengan
menetapakan persyaratan yang diberlakukan agar dapat membangun
atau menciptakan pemukiman dan perumahan yang layak untuk
dihuni.
4. Pemerintah harus mengatur kembali permasalahan kepadatan
penduduk yang tidak merata.
5. Masyarakat sebagai penghuni rumah memiliki kewajiban dalam
menjaga kelestarian, ketentraman, dan kedamaian lingkungan
tempat tinggal.
Daftar Pustaka

Azizah Aulia, dkk. 2011. Analisa Kualitas Udara Ambien dengan Parameter Gas
SO2, NO2, dan CO di Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi
Kalimantan Selatan.

Azizah, Siti. 2015. Perkotaan dan Pemukiman.

Azwar. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya


Press, Jakarta.

Benny L. Priatna dan Umar Fahmi Achmadi. 1991. Pencegahan Kecelakaan


Kerja pada Sektor Informal. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Cholidah, Lilih; Ancok, Djamaludin; dan Haryanto. 1996. Psikologika 1 :


Hubungan Kepadatan Dan Kesesakan Dengan Stres Dan Intensi
Prososial Pada Remaja Di Pemukiman Padat.

Keman, S. 2007. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal


Kesehatan Lingkungan Vol.3 No.2 : 183-194.

Khomarudinm. 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman,


Jakarta.

Krieger J and Higgins DL. (2002). Housing and Health : Time Again for Public
Action. Am J Public Health 92:5, 758-759.

Mubarak, Wahid Iqbal., Nurul Chayatin.2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori


dan Aplikasi. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama.


Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit


Rineka Cipta. Jakarta.

Permenkes No. 416/Menkes/SK/VIII/1990 tentang Pemantauan Kualitas Air


Minum, Air Bersih, Air Kolam Renang dan Air Pemandian Umum.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Purdon, Walton. 1971. Environmental Health. Academic Press, New York.

R. Ismariandi, P Setijanti, PG Ariastita. 2010. Konsep Pengembangan Kampung


Nelayan Pasar Bengkulu Sebagai Kawasan Wisata. Institut Teknologi
Sepuluh November, Surabaya.

Sanropie, D. 1992. Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan


Pemukiman. Departemen Kesehatan R.I, Jakarta.

Sulistyani, Nurul; Faturochman; dan Asad, Mohamad. 1993. Jurnal Psikologi,


XX : 2. Agresivitas Warga Pemukiman Padat Dan Bising Di Kotamadya
Bandung. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Supriadi, Rahim dan Ngaka Putu Sueca. 2004. Pemukiman kumuh masah atau
solusi. Jurnal pemukiman natah. Hal 1-4.

Turner, J.F.C. 1972. Freedom To Build. Marion Boyars Publisher Ltd, London

Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.


Departemen Kesehatan R.I. Yayasan Real Estate Indonesia, PT. Rakasindo,
Jakarta.

Yudohusodo, Siswono. 1991. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Direktorat Jendral


Cipta Karya, Jakarta.
SOAL-SOAL LATIHAN

1. Munculnya pemukiman kumuh disebabkan oleh dua faktor yaitu .


Jawaban:
Faktor konsentrasi penduduk dan faktor kebutuhan ketersediaan fasilitas
sosial ekonomi. Faktor konsentrasi penduduk adalah kepadatan penduduk
dalam satuan jiwa per km2 di wilayah/desa tersebut. Faktor penyebab
kedua adalah faktor fasilitas sosial ekonomi yang mendorong perubahan
penggunaan lahan pertanahan.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Rumah Sehat?


Jawaban:
Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, berjarak
lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan
sarana pembersihan, serta berada di tempat dimana air hujan dan air kotor
tidak menggenang.
RIWAYAT PENULIS

Penulis bernama lengkap Elna Rasani. Lahir di Kota


Tamiang Layang, Provinsi Kalimantan Tengah, pada
tanggal 11 Januari 1999. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara, lahir dari pasangan
suami-istri Bapak Elyakim dan Ibu Mona Riana Wui.
Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu di TK
Pertiwi Tamiang Layang, SDN 3 Tamiang Layang, SMPN
1 Tamiang Layang, dan SMA Frater Don Bosco
Banjarmasin. Setelah lulus dari SMA Frater Don Bosco
Banjarmasin pada tahun 2016, penulis mengikuti SBMPTN dan diterima di
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung
Mangkurat pada tahun 2016 dan terdaftar dengan NIM 1610815220007.

Penulis bernama lengkap Muhammad Refqi Chandra


Hakim. Lahir di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan
Selatan, pada tanggal 07 Juni 1998. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara, lahir dari pasangan
suami-istri Bapak Abdul Hakim dan Ibu Rusmini Ulfah.
Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu di TK
Citra Islami Islamic Village Tangerang, SD Citra Islami
Islamic Village Tangerang, SDN Pemurus Dalam 3
Banjarmasin, SMPN 26 Banjarmasin, dan MAN 2
Model Banjarmasin. Setelah lulus dari MAN 2 Model Banjarmasin pada tahun
2016, penulis mengikuti SBMPTN dan diterima di Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2016
dan terdaftar dengan NIM 1610815210016.
Penulis bernama lengkap Tsaniya Nurina Ramadhanty.
Lahir di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, pada
tanggal 02 Januari 1998. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara, lahir dari pasangan suami-
istri Bapak Slamet Karmadi (Alm) dan Ibu Mela
Rosmelawati. Penulis telah menempuh pendidikan
formal yaitu di SDN Muararajeun 2 Bandung, SMPN
14 Bandung, dan SMAN 6 Banjarmasin. Setelah lulus
dari SMAN 6 Banjarmasin pada tahun 2016, penulis
mengikuti SBMPTN dan diterima di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2016 dan terdaftar dengan
NIM 1610815220024.

Anda mungkin juga menyukai