Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR EPIDEMI

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/


ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

Oleh dr Samson Ehe Teron, SpPK


Bagian Patologi Klinik RSUD Prof. Dr. Johannes Kupang

A. PENDAHULUAN

HIV merupakan agen penyebab utama AIDS. Konsekwensinya HIV


mendapat perhatian khusus dari para ilmuwan pada dekade terakhir ini di
bandingkan dengan agen penyakit infeksi lain. Usaha pengembangan vaksin terus
dilaksanakan tetapi masih belum menunjukan harapan. Peran biologi molekuler
sangat penting dalam mempelajari struktur biologi dan struktur biokimia HIV dalam
memaparkan siklus hidup replikasi HIV, cara penularannya, cara pemeriksaan
laboratorium, kemungkinan intervensi pengobatan serta vaksinasi.
Penularan infeksi HIV/AIDS sangat berkaitan erat dengan dinamika
biologi terutama aspek biologi molekuler. Dinamika biologi HIV berkaitan erat
dengan perilaku penularan HIV / AIDS sehingga pola penularan diberbagai belahan
dunia sangat tergantung kepada dinamika biologi virus ini.
Penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan masalah utama hampir di
seluruh negara di dunia. Diperkirakan kurang lebih 700 000 bayi baru lahir terinfeksi
HIV oleh ibunya pada tahun 2000 dan kurang lebih 1600 bayi baru lahir terinfeksi
setiap hari. Sejumlah intervensi yang dilakukan telah memberikan hasil yang
menggembirakan yang menunjukkan penurunan penularan infeksi dari ibu ke anak
selama periode peripartum . Kurang lebih 90 % bayi dengan infeksi HIV lahir di
Negara sedang berkembang. Resiko tertular HIV lewat ASI adalah 10-20% antara
saat kelahiran hingga umur 18-24 bulan ( De Cock 2000 ). Angka kejadian MTCT
21-43 % dilaporkan oleh Karim dan Karim , Gray dan Mcintyre 1999.

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
1
Usaha yang dilakukan adalah mengembangkan berbagai obat yakni
penghambat enzim protease dan penghambat enzim yang analog dengan enzim
reverse transkriptase. Obat Nevirapine yang merupakan penghambat protease sangat
cepat diserap dan mempunyai waktu paruh yang panjang dan disarankan utuk
digunakan mencegah MTCT HIV 1 dan tidak ditemukan efek samping yang serius
pada ibu maupun bayi dan kadar nevirapine serum pada bayi >100 ng /ml
dipertahankan selama tujuh hari.
Kebanyakan individu yang didiagnosis terinfeksi HIV didasarkan pada
terdeteksinya antibodi HIV IGg HIV yang spesifik. Untuk diagnosis infeksi HIV
sedini mungkin terutama infeksi HIV pada neonatus ,pemeriksaan diarahkan pada
mendeteksi protein P24 HIV , DNA HIV dan RNA HIV. Pemeriksaan untuk
menghitung jumlah RNA Virus HIV tidak selalu dibutuhkan untuk diagnosis infeksi
tetapi digunakan untuk pemantauan terapi. Pemeriksaan protein P24 sudah dapat
ditemukan 16 hari sesudah individu tersebut terinfeksi HIV sedangkan untuk anti
HIV IGg baru terdeteksi 8-12 minggu sesudah infeksi. Dengan majunya teknologi
molekuler maka HIV dapat dideteksi dengan metode deteksi antibodi HIV , deteksi
antigen HIV yakni protein virus, deteksi DNA HIV dan deteksi RNA HIV .
Basis pengobatan dan trial vaksinasi HIV adalah pada perkembangan biologi
molekuler HIV yang sekalipun rumit tetapi merupakan dasar pengkajian
pemberantasan HIV.
Efek samping pengobatan HIV dengan pengambat protease dan
penghambat enzim reverse transkriptase adalah terbentuknya batu ginjal,mual, diare,
parestesia perioral dan lipodistropi yang ditandai kehilangan lemak pada jaringan
lemak dan deposisi lemak pada pembuluh darah yang meningkatkan resiko
terserang penyakit jantung koroner. Kerja dari penghambat protease adalah
menghambat cytochrom P450 3A yag berperan menurunkan asam retinoat yang
memediasi pelepasan lemak dari jaringan lemak / adiposa, sedangkan NRTI toksik
terhadap mitokondria sel sehingga sama-sama mengganggu metabolisme lemak

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
2
central /perut, buah dada dan pada bagian belakang leher serta menimbulkan
resistensi insulin yang meningkatkan resiko terjadinya DM Tipe II / sakit gula.
Saat ini sekalipun berkembang pesat pola pengobatan HIV AIDS tetapi
interpretasi hasil tes kepekaan anti virus masih belum ada kesepahaman , sehingga
perlu ada terobosan bagaimana memperbaiki nilai tes kepekaan obat terutama karena
tes kepekaan belum tersedia untuk penderita dengan jumlah virus yang rendah, hasil
tes kepekaan dipengaruhi oleh sub type HIV dan tes kepekaan obat yang tunggal
memberikan informasi yang tidak lengkap terhadap seleksi pemberian obat yang
baru.

B. RETROVIRUS DAN HIV

Pada awal tahun 1980 secara klinik ditemukan AIDS yang ditandai dengan
berbagai gejala klinik yang meliputi infeksi oportunistik, keganasan dan degenerasi
pada sistem saraf pusat. Pada tahun 1981 terjadi wabah pneumonia pneumocystic
carinii yang merupakan awal wabah AIDS. Tahun 1983 dokter L. Montagnier dari
Institut Pasteur Perancis menemukan retrovirus yang disebut Lymphadenophaty
Virus ( LAV ) pada seseorang dengan gejala Lymphadenophaty Syndrom
( pembengkakan kelenjar ). Pada tahun yang sama Bare Sinoussi dkk mengisolasi
retrovirus yang juga dinamakan LAV. Pada tahun 1984 Dr.R.Gallo dari USA
menemukan human T. Lympocyte virus III ( HTLV III ). Kedua virus ini oleh
masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab AIDS karena dapat diisolasi
dari penderita AIDS/ARC ( AIDS Related Compleks ) di Amerika , Eropa dan
Afrika .
Tahun 1986 Komite Internasional tentang taksonomi virus dari WHO
menamakan virus ini sebagai HIV yang mempunyai kecendrungan menyerang dan
merusak sel T 4 penolong (CD 4/ Cluster differentiation four) dan sel makrofag yang
mempunyai peran penting dalam kekebalan yang diperantai oleh sel (Cell mediated
Immune Respons). Virus ini termasuk dalam virus RNA. Struktur virus ini

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
3
diorganisasi oleh 3 kelompok gen yang disebut gag (group spesific antigen), pol
(polymerase) dan env (envelope) dan siklus hidupnya meliputi insersi genom viral ke
dalam materi genetik tuan rumah dan mempunyai kemampuan merusak genom tuan
rumah secara cepat dengan mutasi sebagai respon terhadap kondisi lingkungan.
Dalam kelompok/family retroviridae dikenal subfamily lentivirus. Genom
dari virus ini secara khas membawa kombinasi kompleks gen gag, pol dan env
seperti pada HIV. Prototipe dari anggota lentivirus ini disebut sebagai Slow Virus
Infecting/SVI Sheep (Maedi-Visna), SVI Horse yang menimbulkan anemia pada
kuda dan SVI pada kambing yang menimbulkan radang sendi dan radang otak
kambing. Virus-virus ini menimbulkan infeksi laten terutama infeksi neurologik/saraf
dan penyakit imunologik. HIV dan virus yang menimbulkan penurunan kekebalan
pada orang hutan, feline/kucing dan sapi terakhir dilaporkan termasuk dalam
subfamily lentivirus.

C. STRUKTUR BIOKIMIA HIV

Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan


bahwa HIV merupakan partikel sferik/cembung dengan diameter 110 nm. Inti virus
ini gelap dan berbentuk seperti kerucut dengan lebar 50 nm pada dasar dan 40 nm
mengarah kepuncak kerucut.
Dinding luar partikel virus ini terdiri dari 2 lapisan fosfolipid yang tertancap
komponen glikoprotein sebanyak 72 berbentuk knob listrik atau seperti payung.
Tangkai payung berstruktur glikoprotein 41 yang disebut sebagai transmembrane
envelope dan penutup payung berstruktur glikoprotein 120 yang disebut sebagai
surface envelope. Gp120 dan gp41 merupakan turunan dari prekursor protein tunggal
gp160 yang dikoding oleh gen envelope. gp 120 berperan mengikat reseptor limfosit
dan gp41 berperan melakukan insersi ke dalam membran sel limfosit.
Bentuk dan integritas virus diatur oleh produk protein dari gen gag. P17
melekat pada lapisan bagian dalam 2 lapisan fosfolipid. P24 berfungsi menjaga

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
4
keutuhan bentuk kapsul kerucut inti. p9 dan p6 merupakan nukleokapsid protein
yang terletak didalam inti yang sangat berhubungan erat dengan genom virus RNA.
Inti berperan terhadap semua informasi genetik dan biokimia yang dibutuhkan untuk
replikasi HIV. Informasi genetik ini meliputi 2 untai genom RNA HIV, satu transfer
RNA seluler (tRNA), 3 koding enzim yakni reverse transcriptase, integrase dan
protease.

D. STRUKTUR GENETIK HIV

Setiap partikel HIV terdiri dari untai kembar identik RNA dan masing-
masing untai terdiri dari kode sandi genetik blue print untuk rekayasa genetik
struktur HIV dan siklus hidup HIV. Genom HIV hanya terdiri dari 9800 nukleotida
dan jumlah ini 100.000 kali lebih kecil dari genom manusia. Berat molekulnya lebih
kurang 9,2-9,7 kb. Pada masing-masing untaian RNA ditemukan enzim Reverse
Transcriptase yang mempunyai fungsi merubah RNA menjadi DNA sehingga peran
kode genetik dapat berjalan.
Ada 11 genom HIV (gag,pol,env, vpr, vif, tat, rev, nef,vpu, tev, dan orf)
yang berfungsi melakukan perintah genetik untuk membentuk 17 protein. Pada
semua retovirus terdapat genom gag, pol dan env sedangkan pada genom HIV
didapatkan pula genom ORF (open reading frames) yang berfungsi sebagai regulator
beberapa protein.

Protein HIV 1
Genom protein Ukuran (Kda) Fungsi
Gag P24 Protein kapsul
P17 Protein matriks
P9 & p6 Nucleocapsid
Binding protein
Pol P 51 Reverse transcription

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
5
P66 Rnase H activity
Protease P11 Maturasi/pematangan
Protein virus
Integrase P32 Inegrasi DNA virus ke
dalam genom tuan rumah
Env gp 120 Reseptor permukaan
gp 41 Insersi ke dalam membran
sel tuan rumah
Fusi virus sel tuan rumah
Tat p 14 Transaktivasi transkripsi
Ref p 16 virus
Nef p 27 Ekspresi regulasi mRNA
Vpu p15 virus
Vpr p18 Down regulation of host
Vif p23 CD4
Degradasi CD4
Tev p26 Faktor Matrurasi virus
Regulasi kemampuan
Orf ? infeksi virus
Sama dengan tat dan rev
regulator protein

E. VARIASI GENETIK VIRUS HIV DAN PERILAKU PENULARAN

Sampai saat ini para ahli virus dengan rekayasa genetik telah
mengidentifikasi 2 spesies HIV yakni HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 telah dikenal sub tipe
O. HIV-1 secara epidemiologis tersebar hampir diseluruh penjuru dunia dengan
keadaan klinik lebih ganas dan mempunyai virulensi lebih tinggi. HIV-1
Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
6
menyebabkan pandemi AIDS di USA, Eropa, Afrika, India dan Thailand. HIV-2
lebih kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1 dan secara geografik terdapat
ditempat tertentu di Afrika Barat.
Kesalahan pada proses transkripsi maka terjadi mutasi yang menimbulkan
perubahan-perubahan yang cepat dari proses virus. Para peneliti telah membagi strain
virus menjadi dua kelompok besar grup M da grup O. Grup M adalah virus yang
mempunyai tipe gen yang terdapat pada populasi yang berbeda-beda, sedangkan tipe
grup O betul-betul berbeda dengan grup M. Grup M sendiri mempunyai 8 sub tipe
yaitu A,B,C,D,E,F,G, dan H yang ditentukan berdasarkan perbedaan proses yang ada
protein GAG dan EMV. GAG adalah protein gen yang merupakan mesin pembuat
virus sedangkan EMV merupakan protein permukaan (Gp 120 dan GP 41) yang
berfungsi memperbanyak sel darah putih yang mati dengan cara pembentukan sel
sincytia yakni sel darah putih yang sehat bergabung dan mengitari sel darah putih
yang terinfeksi membentuk sel yang lebih besar sehingga sel darah putih yang sehat
kehilangan daya kekebalannya dan memperbanyak sel darah putih yang mati.
Secara geografis di Amerika Serikat tersebar sub tipe utama B, Asia E dan C,
Amerika Selatan B, Afrika A,C dan D, Asia Tenggara B, India C dan Eropa
Pola penyebaran HIV didunia menunjukkan bahwa Heteroseksual 70-75%,
Homoseksual 5-10%, IDU 5-10%, transfusi darah 3-5% dan lain-lain 0-17%,
sedangkan di Amerika Serikat polanya berbeda yakni Heteroseksual 8%,
Homoseksual 51%,IDU 25%, transfusi darah 1%, Homoseksual dan IDU 7% serta
lain-lain 8%. Untuk Asia dan Afrika ternyata lebih dari 90% penyebaran secara
Heteroseksual. Khusus untuk Thailand Epidemi HIV pada tahun 1980-an berasal dari
sub tipe B pada pengguna obat bius (100.000 orang terinfeksi), disusul tahun-tahun
berikutnya dengan Epidemi sub tipe E yang meledak pada kelompok Heteroseksual
(1 juta orang terinfeksi). Yang mengejutkan adalah sub tipe B meskipun sudah ada di
Thailand, India dan beberapa negara Afrika tidak menyebabkan epidemi
heteroseksual di negara tersebut. Meskipun perbedaan-perbedaan angka penderita

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
7
heteroseksual mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti perilaku seksual tetapi
dengan ini dianggap tidak ada pengaruhnya terhadap epidemi Heteroseksual di Asia
dan Afrika. Di duga sub tipe B yang ditularkan melalui hubungan seksual lewat
vagina jauh kurang efisien dibandingkan dengan sub tipe yang sama yang
mendominasi di Asia dan Afrika. Sub tipe ini diduga lebih mudah menempel pada sel
langerhan yang banyak di mukosa vagina sehingga menjadi ledakan epidemi
Heteroseksual seperti yang terjadi di Thailand.
Di Indonesia dilaporkan sub tipe yang dominan yakni sub tipe B dan E. Sub
tipe tersebar di semua tempat di Indonesia, sedanghkan sub tipe E lebih banyak
ditemukan di Merauke populasi yang mempunyai prevallensi tertinggi di Indonesia
kemungkinan berasal dari Thailand karena mempunyai sub tipe yang sama. Pola
penularan lewat Homoseksual, Biseksual dan IDU. Ratio penderita laki-laki dan
wanita 10 : 1sampai 15 :1. Pada masyarakat umum angka kejadian penderita
biasanya masih rendah atau kurang dari 1% tetapi dapat mencapai 50% pada
kelompok resiko tinggi. Pola ini terjadi di Amerika Utara, Eropa Barat, australia dan
New Zeland. Pola kedua terjadi di Afrika dan bagian Caribia adalah Heteroseksual
dengan ratio laki-wanita 1:1 dimana di beberapa daerah perkotaan lebih dari 25%
kelompok seksual aktif sudah terinfeksi.Pola ketiga terjadi di Afrika Utara, Eropa
Timur, Timur Tengah, Asia dan daerah Pasifik. Cara penularan tidak Heteroseksual
atau Homoseksual dan melalui produk darah. Didaerah ini polanya sudah mulai
berubah dengan cepat sekali seperti di Muangthai. Terjadi penyebaran yang cepat
diantara penduduk asli dan pada kalangan penderita IDU.
Organisasi genom HIV-1 dan HIV-2 sama tetapi perbedaanya adalah
terjadi pertukaran tempat gen vpu pada HIV-1 dengan gen vpx pada HIV-2 dan kedua
virus ini pada kenyataanya terdapat perbedaan pada 55 % rangkaian nukleotida
primer. Hal ini berarti meskipun protein virus HIV-1 dan HIV-2 secara fungsional
berhubungan tetapi struktur asam amino primer sangat berbeda. Dengan demikian
maka terdapat perbedaan imunogenitas yang khas antara HIV-1 dan HIV-2.

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
8
Contohnya adalah pada antibodi terhadap gp120 tidak mampu melakukan reaksi
silang dengan HIV-2 yang homolog.
Baik HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai sub tipe dan strain yang terjadi
karena kesalahan pada proses transkripsi oleh enzim reverse transcriptase. Pengaruh
lingkungan mikro didalam berbagai organ tubuh akan membuat virus berusaha
melakukan adaptasi dan menimbulkan gangguan pada proses transkripsi. Hal ini
menimbulkan berbagai varian genetik strain HIV yang kebal terhadap obat anti virus
AZT.

F. SIKLUS REPLIKASI HIV

Dalam siklus hidup HIV dikenal 12 proses sampai pematangan virus. Proses
itu adalah pengikatan gp 120 virus pada CD 4 limfosit, fusi/penggabungan kedua
membran sel dengan cara melakukan insersi melalui gp 41, pelepasan membran sel
virus sehingga yang tertinggal adalah materi genetik didalam inti, transkripsi terbalik
yang merubah RNA menjadi pro viral DNA, Impor pro viral DNA kedalam inti
limfosit, Integrasi pro viral DNA dengan DNA limfosit menghasilkan provirus HIV,
provirus melakukan transkripsi dan prossesing mRNA menghasilkan asam asam
amino spesifik di dalam inti sel limfosit, ekspor RNA, Translasi / terjemahan ke
genom spesifik ( gag, pol, tat, rev, nef ), pengepakan virus RNA, penonjolan
( budding ) pada idnding sel limfosit, pelepasan virus matang yang siap menginfeksi
CD 4 yang lain.
Virus HIV yang masuk kedalam tubuh akan mencari reseptornya yakni
limfosit CD4 yang merupakan suatu glikoprotein 55 kDa. Pada keadaan ini gp 120
dari virus mengikat reseptor CD4 sedangkan GP41 melakukan insersi ke dalam
membran sel limfosit, selanjutnya terjadi penggabungan kedua membran sel. Virus
ini kemudian melakukan internalisasi ke dalam sel limfosit dan memungkinkan
protein inti virus yang merupakan RNA dapat melakukan transkripsi menjadi
proviral DNA dengan perantaraan enzim reverse transcriptase yang ada pada virus

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
9
HIV. Proviral DNA melakukan integrasi dengan DNA pada inti limfosit dan
mulailah limfosit terinfeksi, apakah dalam bentuk aktif atau dalam bentuk laten. Pada
bentuk laten virus tidak terdeteksi dan proviral DNA yang bebas ( tidak terintegrasi )
tidak memasuki inti sel dan berintegrasi dengan DNA limfosit, tetapi sesewaktu
dapat menjadi aktif kalau terjadi rangsangan transkripsi oleh produk virus yakni TCR
dan Cytokine.
Pada bentuk infeksi yang aktif DNA yang sudah terintegrasi membentuk viral
genom RNA dan viral mRNA. mRNA ini akan melakukan sintesis protein. Protein
ini akan bergabung membentuk virion yang merupakan glikoprotein envelope.
Glikoprotein ini bergabung dengan genom viral RNA yang lain membentuk virus
yang matang yang infektif dan berkembang biak di dalam sel limfosit serta
menimbulkan lisis sel. Virus HIV yang terbentuk ini siap menginfeksi penderita yang
lain.

G. ANTIBODI HIV

Anti bodi terhadap HIV tidak sama dengan antibodi pada beberapa penyakit
yang lain seperti Hepatitis B, Polio, Campak, Tetanus, batuk rejan dsb. Yang bersifat
protektif atau melindungi tubuh dari serangan infeksi. Anti HIV positip pada
seseorang berarti orang tersebut terinfeksi HIV. Anti HIV terhadap protein inti dan
protein envelope mulai terdeteksi pada hari ke 8 dan mulai menujukan kenaikan
konsentrasinnya pada hari 13 dan terus meningkat secara tajam serta mencapai
puncaknya kurang lebih pada hari ke 33 dan terus menetap sampai terjadi LAS
(Lymphadenopathy Syndrome), ARC (Aids Related compleks) dan AIDS.
Antibodi HIV selalu tidak efektif memberikan proteksi karena virus HIV
selalu berubah-ubah terhadap pengaruh lingkungan sehingga antibodi yang dibentuk
tidak pernah tepat untuk mengikat virus yang mempunyai epitop yang selalu
berubah ubah . Hal ini diibaratkan dengan menembak sasaran yang selalu bergerak
sehingga akurasi tembakan selalu jelek.

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
10
Secara kasar dapat dikatakan bahwa sero konversi atau anti HIV terbentuk
pada minggu ke 2 setelah kontak. Sebelum minggu ke 2 kontak (fase akut) yang bisa
ditentukan adalah antigen virus HIV secara biakan atau dengan pemeriksaan canggih
PCR (polmerase chain Reaction). Antigen yang menonjol pada fase akut adalah P24.
Pada fase asimtomatik /tidak bergejala ,antibody HIV yang dapat diukur adalah anti
P24, anti gp120 dan anti gp41. Pada fase LAS , ARC dan AIDS kadar antibody yang
masih tetap tinggi adalah anti gp 120, anti gp41 sedangkan anti p24 sudah mulai
menurun.
Pemeriksaan lab. HIV didasarkan pada antibody terhadap antigen protein
virus yang ada mulai dari cara yang sederhana sampai kecara standar emas yang
canggih yakni Western Blotting yang mampu melacak semua protein virus. Cara
pemeriksaan yang dikembangkan didunia untuk memeriksa antibody adalah cara
aglutinasi partikel, hemaglutinasi, dot blot, ELISA dan Western Blotting.
Pemeriksaan antigen atau virus HIV secara langsung dapat dengan cara polimerasi
chain reaction/PCR atau dengan biakan serta mikro ELISA Antigen Organon yang
mampu mendeteksi virus 16 hari sesudah terinfeksi HIV .

H. GEJALA INFEKSI HIV/AIDS

Infeksi HIV pada awalnya memberikan gejala yang sama seperti pada infeksi
virus yang lain, sehingga pada tahap awal sulit dibedakan. Satu-satunya cara penentu
diagnosa awal adalah pemeriksaan darah untuk mentukan apakan ada virus HIV
(metode PCR, metode ELISA Antigen Organon) atau ada anti virus HIV (Gold
standard western blotting, skrining aglutinasi partikel, hemaglutinasi, dot blot atau
ELISA). Dengan cara PCR virus dalam jumlah yang sangat sedikit didalam darah
dapat digandakan menjadi berjuta-juta kopi hanya dalam waktu 2 jam, sedangkan
penentu HIV perlu waktu antara 4-12 minggu setelah virus masuk. Sehingga ada
waktu dimana virus tidak terdeteksi dan disebut periode jendela (window periode).
Dengan demikian maka kartu bebas HIV tidak berlaku kapanpun dan dimanapun..

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
11
Gejala AIDS yang awal cukup umum dan karena itu seringkali dikacaukan
dengan penaykit lain terutama TBC. AIDS dan TBC kedua-duannya mempunyai
gejala yang sama yakni penurunan berat badan, demam, batuk kronis, dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Secara klinis CDC Atlanta (1986) membagi
penyakit AIDS menjadi 4 kelompok yakni infeksi akut, infeksi tanpa gejala, infeksi
dengan pembesaran kelenjar limfe yang menetap dan infeksi HIV dengan penyakit
penyerta. WHO pada tahun 1990 menetapkan stadium klinik berdasarkan jumlah
CD4 yang masih tersisa yakni infeksi primer, infeksi dengan sistem pemeriksaan
imun awal (CD4 < 200/ul) yang selalu disertai infeksi penyerta.
WHO bersama CDC Atlanta menetapkan gejala-gejala klinik berupa gejala
minor, dan gejala mayor/utama. Gejala minor berupa batuk kronis selama lebih dari
satu bulan, bercak-bercak gatal dibeberaoa bagian tubuh, muncul herpes Zoster
berulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur candida
albicans, herpes simpleks kronis berkembang dan bertambah banyak serta
pembengkakan kelenjar diseluruh tubuh. Pada sistem kekebalan yang semakin
menurun akan timbul gejala utama seperti penurunan berat badan lebih dari 10 %
dalam 3 bulan, deman berkepanjangan lebih dari satu bulan dan diare kronis lebih
dari satu bulan baik berulang maupun terus menerus.

I. CARA PENULARAN

Dalam rantai penularan HIV-AIDS disuatu negara ditemukan 5 gelombang


epidemi yakni gelombang pertama adalah wabah bagi kelompok homoseksual,
gelombang kedua adalah wabah bagi kelompok pengguna narkotika suntikan,
gelombang ketiga adalah wabah bagi pekerja seks komersial laki-laki dan wanita,
gelombang keempat adalah wabah bagi pelanggan pekerja seks komersial dan
gelombang ke lima adalah wabah bagi bayi, ibu rumah tangga dan anak mereka.
Virus HIV dapat diisolasi dari semua cairan tubuh penderita, tetapi yang
terbukti berperan dalam penularannya hanya darah, air mani, dan cairan vagina dan

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
12
leher rahim. Hal ini karena HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh, apalagi
bahan yang terkontaminasi HIV direndam dalam Bayclin 0,5 % selama 15 30
menit.
Cara penularan HIV melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun
heteroseksual, pemakai jarum suntik yang tidak steril terutama pengguna narkotika
suntikan, penularan vertikal dari ibu ke bayi selama kehamilan, selama melahirkan
dan sesudah melahirkan (pre, peri atau post natal), pengguna darah dan produk darah
yang terkontaminir virus HIV.
Metode yang dipakai untuk mereduksi penurunan kasus HIV-AIDS adalah
pendidikan masyarakat (untuk memiliki sikap seksual yang aman dan tidak
menyimpang, kalau memang mempunyai kecendrungan memiliki prilaku seksual
resiko tinggi maka pergunakan pelindung dalam melakukan hubungan seksual),
kemoterapi dan vaksinasi.
Pencegahan perlu dilakukan adalah menghindari hubungan seksual diluar
nikah, usahakan agar hanya satu mitra seksual saja jangan sampai berganti-ganti
pasangan, pergunakan kondom 100% bagi kelompok yang beresiko tinggi. Cegah
kelompok resiko tinggi terkena AIDS menjadi pendonor darah, Ibu yang positip HIV
hendaknya jangan hamil dan sterilisasi alat medik dan non medik dalam pelayanan
kesehatan harus terjamin. ABSTINENSIA, BEFAITHFUL, CONDOM.

J. VAKSINASI DAN PENGOBATAN

Usaha vaksinasi dan pengobatan terus dilakukan tetapi sampai sekarang


masih belum meme harapan. Pada seminar AIDS sedunia di Vancouver juli 1996
dilaporkan penemuan obat penangkal virus dari kelompok protease inhibitor yang
mampu mematikan virus lewat penghambat produksi enzim reserve transcriptase.
Obat ini terbukti mampu menghilangkan 83 % virus dari darah penderita HIV-AIDS
yang diteliti (93 penderuta). Tetapi pemberian obat tersebut dikombinasi dengan
obat AZT yang selama ini dipakai dan biaya gabungan obat ini sangat mahal untuk

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
13
dijangkau. Yang masih belum jelas adalah bahwa apakah dengan hilangnya virus dari
darah, juga hilang dari kelenjar getah bening dan otak. Perlu penelitian lebih lanjut.
HIV mempuyai banyak jenis protein yang dapat dikembangkan untuk
pembuatan vaksin. Vaksin yang sudah dicoba pada simpase dan manusia adalah HIV
1 deletion mutan yang dapat melindungi simpanse dari serangan HIV. Vaksin yang
sedang di kembangkan pada manusia adalah recobinant envelope protein yang
mengandung gp120 dan gp160, virus like partikel yang mengandung p24 dan
synthetic peptide yang mengandung gp120. Sedang ada penelitian lebih lanjut
terhadap deleted gen dari SIV (Simpanse Imunodefisiensi Virus), dan HIV untuk
digunakan secara optimal pada manusia. Kita tunggu hasilnya.

DAFTAR RUJUKAN

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
14
Abbas A.K.et all (1991), HIV dan AIDS in Celluer and Molecular Immunology,
first Edition. W.B. Saunders Company, Phyladelphia.Page 368-395
Boehringer Manheim (1993), Test Overview Enzimun Test Anti HIV 1-2
Davey R.T. et.all (1990), Laboratory method in the diagnosis and prognostic
staging infection with HIV tipe1: Review of Infectious Deases vol.2 page 912-928
Grimes Richard M. (1991), AIDS and HIV Infection in Grimes Deana: Infectious
Deases, 3th . ed. Mosby,St. Louis, Missouri. Page 155-184
Lembaga Aksi Hidup Sehat Indonesia, (1995), AIDS Ancaman Masa Depan
Bangsa . Dalam Buku Panduan Manajemen Penyakit Menular Seksual dengan
Pendekatan Syndrom.Hal 32-39
Mann D.A. (1995), Molecular Biology of the HIV in Lever A.M.L, The
Molecular of HIV/AIDS John Wiley and Sons, Newyork. Page 1-25
Organon Tehnika (1993), Micro ELISA test for detection of antibody to HIV 1-2
human serum or plasma.
Rismail, (1995) AIDS : Global Impact and Implication fo SE Asia. Medicine
Digest Vol. 13 : 20-23
Silvester C. et.all (1994) Report on The Third Survey of the WHO HIV 1. Test
performance Evaluation program for south easth Asian ang Wstwrn Pasific Region.
Stewart Grames (1994) Could it be HIV 2 th ed, Australia Medical Publishing
Company Limited, Nort , Sydney Page 1-3
Tortora,Gerald J.,Funke Berdel R., Case Christine L.,(1998), AIDS jn
Microbiology an Introduction, 6th ed.An Imprint of Addison Wesley Longman.Inc.
California,Page 519-527
Van der Groen G. (1991), Simplified and less expensive convirmatory HIV
Testing, Buletti WHO, 69 (6) : Page 747-725
World Health Organization,1999,Laboratory Test for the detection of reproductive
tract infection: page 26-32.

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
15
Boehringer Ingelheim GmbH,2001, Prevention of Mother to Child Transmission
of HIV : The role of Nevirapine page 1-7.
Van der Valk M , et al. ,2001, Clinical experience in the management of
lipodystrophy and other metabolic disorders in HIV.,page 4-7.
University of Colorado School of Medicine,July 2001, Interpretation of resistance
test results: how to improve the value of resistance testing. Page 2-6.

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
16
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
ASPEK LABORATORIK
(ASPEK BIOLOGI MOLEKULER)

Oleh :
Dr. Samson Ehe Teron, SpPK

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
KUPANG
2001

Disajikan Pada Seminar Sehari dalam Rangka Lustrum II & Diesnatalis X Akper Kupang 14 Mei 2002
17

Anda mungkin juga menyukai