Buku-Ajar-Teknik-Eksplorasi PDF
Buku-Ajar-Teknik-Eksplorasi PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Industri Pertambangan merupakan salah satu industri yang mempunyai resiko yang tinggi
(kerugian). Dalam usaha pemanfaatan sumberdaya mineral/bahan galian untuk
kesejahteraan masyarakat dan pengembangan suatu daerah, diperlukan suatu usaha
pertambangan. Agar usaha pertambangan tersebut dapat berjalan dan memperoleh
keuntungan, maka potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada harus diketahui
dengan pasti, begitu juga terhadap resiko yang ada, yang dapat dirinci sebagai resiko
geologi, resiko ekonomi-teknologi, dan resiko lingkungan, harus dihilangkan atau paling tidak
diperkecil.
Dalam usaha untuk mengetahui potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada serta
mengidentifikasi kendala alami maupun kendala lingkungan yang mungkin ada, maka perlu
dilakukan eksplorasi terlebih dulu. Jadi kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan
penting yang harus dilakukan sebelum suatu usaha pertambangan dilaksanakan. Hasil dari
kegiatan eksplorasi tersebut harus dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat
mengenai sumberdaya mineral/bahan galian maupun kondisi-kondisi geologi yang ada, agar
studi kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang dimaksud dapat dilakukan
dengan teliti dan benar (akurat).
Pendahuluan : I -1
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Dalam pelaksanaannya, kegiatan eksplorasi memanfaatkan sifat-sifat fisika dan kimia batuan,
tanah, unsur dan mineral/bahan galian yang ada, seperti sifat : kemagnetan, kerapatan
(density), kelistrikan, keradioaktifan, distribusi dan mobilitas unsur, serta memanfaatkan
teknologi yang tersedia seperti : metode magnetik, seismik dan gaya berat, elektrik
(resistivity, self potential, induce polarisation, magneto-telluric, mess a la mase), radioaktif, dan
metode geokimia (geobotani dan hidrokimia).
Metode-metode tersebut (metode tak langsung) terutama diterapkan pada ekplorasi tahap
awal, dimana daerah cakupannya sangat luas dan waktu maupun biaya yang tersedia cukup
terbatas. Kadang-kadang juga dilakukan survei langsung untuk sampling awal (grab sampling,
chip sampling, stream sediment sampling, dll.).
Sedangkan pada tahap lanjutan atau detail, diterapkan metode langsung, yaitu dengan cara
survei langsung mulai dari pemetaan, pembuatan parit uji dan sumur uji, dan pemboran,
yang dilengkapi dengan pengambilan conto secara sistematik pada badan bijih/cebakan
bahan galian yang bersangkutan. Conto-conto tersebut lalu dianalisis secara kimia di
laboratorium untuk mengetahui kadar atau kualitasnya, yang selanjutnya data tersebut
digunakan dalam perhitungan potensi atau cadangan.
Hasil dari setiap tahapan eksplorasi dipakai untuk mengambil keputusan apakah pekerjaan
eksplorasi tersebut diteruskan ke tahap yang lebih lanjut (daerah prospek ditemukan) atau
tidak dilanjutkan (tidak ada indikasi daerah prospek). Dengan demikian resiko kerugian yang
besar dalam melakukan eksplorasi dapat dihindari, hanya kalau hasilnya menjanjikan, dalam
hal ini terdapat suatu harapan yang besar akan ditemukannya cadangan yang dapat
ditambang (mineable-bankable-economic), maka kegiatan eksplorasi dilanjutkan ke tahap
yang lebih detail.
Dalam mempelajari, merencanakan, dan melaksanakan eksplorasi banyak bidang ilmu dan
teknologi yang terlibat yang harus dimengerti dan dikuasai oleh seorang insinyur eksplorasi,
antara lain : geologi (tektonik-petrologi-struktur-stratigrafi), analisis mineralogi secara
mikroskopi maupun dengan bantuan alat-alat elektronik (XRD-LGC-GC-AAS-EMS), statistik,
pemetaan, pemboran, sampling, perhitungan cadangan, geostatistik, pemodelan dengan
bantuan software, manajemen, sistem informasi geografis, sampai pada analisis
keekonomiannya.
Selain menguasai konsep eksplorasi, seorang insinyur eksplorasi juga harus mampu
menerapkan teknologi eksplorasi yang tersedia secara langsung di lapangan, misalnya
melakukan pengukuran geofisika dan interprestasinya, survei geokimia dan interprestasinya,
survei pengukuran geodetik, pemboran, sampling, dan penanganan conto, serta tentu saja
kemampuan dalam mengintegrasikan dan menginterprestasikan data hasil kegiatan
eksplorasi, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan studi kelayakan tambang.
Pendahuluan : I -2
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Kuliah teknik eksplorasi ini merupakan suatu integrasi dari kuliah-kuliah lainnya dalam bidang
geologi, genesa bahan galian, teknologi eksplorasi, pemboran dan sampling, perhitungan
cadangan, dan analisis keekonomian.
Pendahuluan : I -3
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
BAB II
KONSEP EKSPLORASI
Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat
sumberdaya, serta mengandung resiko yang tinggi, maka industri
pertambangan menjadi hal yang sangat unik dan membutuhkan usaha yang
lebih untuk dapat menghasilkan sesuatu yang positif dan menguntungkan.
Banyaknya disiplin ilmu dan teknologi yang terlibat di dalam industri ini mulai dari
geologi, eksplorasi, pertambangan, metalurgi, mekanik dan elektrik, lingkungan,
ekonomi, hukum, manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi,
sehingga menjadikan industri ini cukup kompleks.
Kalau kegiatan eksplorasi menjanjikan adanya suatu harapan bagi pelaku bisnis
pertambangan, barulah kegiatan industri pertambangan dapat dilaksanakan.
Kegiatan eksplorasi dilakukan karena ada tujuan (goal) yang diharapkan oleh
badan/pihak perencana eksplorasi tersebut.
Sebagai contoh :
Pada badan pemerintah, dengan tujuan pengembangan wilayah
(daerah), maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk pendataan potensi
sumberdaya bahan galian, sehingga kegiatan eksplorasi tersebut lebih
bersifat inventarisasi sumberdaya mineral.
Konsep Eksplorasi : II - 1
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Dilihat dari pentingnya hal tersebut di atas, terdapat 5 (lima) hal penting yang
harus diperhatikan, yaitu :
Pemahaman filosofi eksplorasi dan cebakan bahan galian
Pengetahuan (dasar ilmu dan teknologi) yang terkait dalam pekerjaan
eksplorasi,
Pemahaman konsep dan metode eksplorasi,
Prinsip dasar dan penerapan metode (teknologi) eksplorasi,
Pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi.
Konsep Eksplorasi : II - 2
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Tanda-tanda
Sumber
Fakta
Perpindahan/
Transportasi
Cebakan
Wadah/
Perangkap Sumber
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Proses utama dalam pembentukan endapan bahan galian,
(b) Proses penemuan
Konsep Eksplorasi : II - 3
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Konsep Eksplorasi : II - 4
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Dewasa ini banyak kegiatan eksplorasi sukses dengan didasarkan pada analogi
model-model endapan yang telah ada pada kondisi alam yang mirip. Namun
metode analogi ini menjadi berbahaya untuk pelaku-pelaku pemula yang
mempunyai dasar pengetahuan genesa bijih yang lemah.
Konsep Eksplorasi : II - 5
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat secara skematik pendekatan (proses) kegiatan
eksplorasi secara umum.
Konsep Eksplorasi : II - 6
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Target Eksplorasi
Teknologi Eksplorasi :
- Inderaja
- Literatur
- Peta Geologi
Tanda-tanda Mineralisasi
- Pengetahuan Geologi
- Genesa Bahan Galian (Langsung/Tak Langsung)
- Geofisika
- Geokimia
- Pemetaan
Model
Geologi
- Pemetaan
- Mineralogi
- Pemboran
- Sampling
- Analisis Lab. (Mikroskopi/Kimia)
Model Genetik
Cebakan
- Kadar
- Dimensi
- Sebaran
- Perhitungan
Sumberdaya
Terukur
Cadangan
Tertambang
Konsep Eksplorasi : II - 7
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Banyak definisi yang dapat diuraikan dalam istilah eksplorasi, namun dalam
konteks ini secara umum, eksplorasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
untuk mencari, menemukan, dan mendapatkan suatu bahan tambang (bahan
galian) yang kemudian secara ekonomi dapat dikembangkan untuk
diusahakan. Secara konsep, dalam lingkup industri pertambangan, eksplorasi
dinyatakan sebagai suatu usaha (kegiatan) yang karena faktor resiko, dilakukan
secara bertahap dan sistematik untuk mendapatkan suatu areal yang
representatif untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai areal
penambangan (dieksploitasi).
Konsep Eksplorasi : II - 8
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Tahap III (Finding & Calculation/Evaluation), yaitu program yang ditujukan untuk
memastikan kondisi endapan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi hasil tahap II (model genetik). Target awal dipersempit sesuai
dengan anomali geokimia dan geofisika yang ditemukan. Pada umumnya
program yang direncanakan berupa pemboran dan sampling untuk pemastian
anomali-anomali yang ada.
Konsep Eksplorasi : II - 9
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Konsep Eksplorasi : II - 10
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
PROSES
BAHAN Target Eksplorasi
- Daerah
- Bahan Galian (logam, mineral, dll.
- Laporan/literatur
Analisis penetapan daerah
- Peta geologi regional
- Citra landsat/foto udara target
PENINJAUAN LAPANGAN
(RECONNAISANCE)
EKSPLORASI PENDAHULUAN
(PRELIMINARY)
EKSPLORASI LANJUT
(PROSPECTING)
- Survei geofisika
- Sampling sistematik-intensif
- Model genetik endapan - Pemboran lanjutan (grid rapat)
- Sebaran kadar Analisis dan perencanaan
- Lokasi prospek eksplorasi detail
- Zona-zona anomali
- Geometri endapan
- Alterasi EKSPLORASI DETAIL
(FINDING)
STUDI KELAYAKAN
(FEASIBILITY STUDY)
- Metode penambangan
- Perencanaan tambang Analisis teknologi, ekonomi,
- Parameter-parameter ekonomi dan lingkungan
- Rencana lingkungan
CADANGAN PROVEN
(CADANGAN TERTAMBANG)
Konsep Eksplorasi : II - 11
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
3. Geological mapping,
Survei topografi untuk updating peta
Interpretasi foto udara dan citra satelit (batuan, struktur)
Identifikasi batuan & mineral baik di lapangan maupun di
laboratorium
Sistem navigasi yang presisi dan modern
7. Analisis data mulai dari kompilasi data yang potensial serta aplikasinya
sampai analisis untuk penentuan zona-zona anomali.
Konsep Eksplorasi : II - 12
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
8. Pemboran, yang ditujukan untuk pengujian anomali yang ada dan untuk
sampling. Beberapa alat pemboran :
Mud puncher
Auger
Rotary Air Blast
Rotary Percussion
Reverse circulation
Core drilling
Deep-well rotary drilling
Selain itu, para pelaku dapat memahami (memiliki kemampuan) untuk
kelancaran pemboran, yaitu :
Pemilihan alat bor
Desain lubang bor,
Teknik pemboran (arah pemboran, kontrol fluida)
Prosedur sampling,
Pengelolaan inti bor,
Chip & core drilling,
Berdasarkan definisi dan prinsip dasar eksplorasi di atas, maka setiap kegiatan
eksplorasi dilaksanakan (direncanakan) secara bertahap, dan unsur design
menjadi dasar dalam perencanaan setiap tahapan, mulai dari metode yang
paling sederhana sampai dengan metode yang lebih kompleks dan akurat,
serta dari biaya yang relatif murah sampai dengan biaya yang lebih mahal.
Konsep Eksplorasi : II - 13
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Pada Gambar 2.5 dapat dilihat diagram alir pendekatan dan tahapan
pengambilan keputusan, sesuai dengan pendekatan model, hasil interpretasi,
atau hasil evaluasi dari kegiatan-kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan.
Secara umum dapat dilihat bahwa setiap pengambilan keputusan dapat
dilakukan re-evaluasi terhadap kegiatan eksplorasi sehingga tahapan-tahapan
eksplorasi tersebut dapat dimodelkan sebagai suatu siklus dengan adanya
penambahan data ataupun penambahan metode.
Pre-Studi Kelayakan
Resiko tinggi
Penseleksian
daerah target
Pemboran,
Tahapan
Pemastian model
endapan
SURVEI Pemetaan, Survei Eksplorasi semi (uji geoteknik, uji
Kegiatan
Analisis
REGIONAL dan sampling detail (pemboran hidrologi,
kesesuaian studi Pembukaan
Studi Inderaja, geokimia, dan sampling semi hidrogeologi, uji
literatur dengan lokasi
Literatur Geokimia, Survei geofisika, detail), Analisis metoda
keadaan pengolahan, uji
penambangan
Geofisika, Pemodelan dan Evaluasi
lapangan kadar) dan
Airborne. endapan Cadangan.
perhitungan
cadangan Dimodifikasi dari Eimon, 1988
Konsep Eksplorasi : II - 14
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
TARGET EKSPLORASI :
- Daerah
- Mineral/Bijih/Bahan Galian
KOMPILASI DAN
ANALISISDATA
(Peta, Inderaja) STUDI LITERATUR
MODEL GEOLOGI
RECONNAISSANCE
REGIONAL
MODEL GEOLOGI/GENETIK
ENDAPAN Prospek ? Tidak Berhenti
(TEORITIS/ANALOG)
Ya
DESAIN PROGRAM
EKSPLORASI
SELEKSI DAERAH
TARGET
PROGRAM EKSPLORASI
(Bertahap)
Petunjuk-petunjuk
Anomali-anomali
(Guide to Ore)
PENERAPAN
TEKNOLOGI (METODE)
EKSPLORASI
MODEL EKSPLORASI
(MODEL ENDAPAN)
Ya
KUANTIFIKASI CADANGAN
MODEL CADANGAN
(Sumberdaya Terukur)
Gambar 2.5 Diagram alir tahapan pengambilan keputusan, sesuai model, hasil
interpretasi dan evaluasi dari kegiatan-kegiatan eksplorasi
Konsep Eksplorasi : II - 15
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
BAB III
HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI DAN GENESA ENDAPAN
DENGAN TEKNIK EKSPLORASI
Indikasi (gejala) geologi yang diamati merupakan hasil (produk) dari proses geologi
(asosiasi batuan, tektonik, dan siklus geologi) yang mengontrol pembentukan
endapan, yang kemudian dikaji dalam konteks genesa endapan berupa komposisi
mineral, asosiasi mineral, unsur-unsur petunjuk, pola tekstur mineral, ubahan
(alterasi), bentuk badan bijih (tipe endapan), dan lain-lain, menghasilkan elemen-
elemen yang harus ditemukan dan dibuktikan melalui penerapan metode
(teknologi) eksplorasi yang sesuai, sehingga dapat menjadi petunjuk untuk
mendapatkan endapan bijih yang ditargetkan (guide to ore). Secara skematis
hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.
PROSES GEOLOGI
Magmatik
Tektonik
(Struktur geologi)
Pelapukan
Erosi & Sedimentasi
Gambar 3.1 Diagram umum hubungan antara proses geologi, gejala geologi, dan
genesa endapan untuk memperoleh tipe dan karakteristik endapan
dengan pemilihan metode eksplorasi
Pada beberapa kasus, konsep metallogenic province ini sering digunakan sebagai
referensi awal untuk pencarian (eksplorasi) dan penemuan endapan-endapan
epigenetik/singenetik. Banyak kenyataan bahwa dalam kegiatan eksplorasi
berawal dari pengetahuan pada metallogenic province ini.
Jalur batuan granit pada sabuk timah (tin belt) di Asia Tenggara, tersingkap
mulai dari Birma, Siam, Malaya, terus ke Indonesia melewati P. Bangka dan P.
Belitung.
Jalur batuan ultrabasa pada jalur endapan nikel lateritik di Sulawesi, yaitu
Soroako, Pomalaa, Halmahera, P. Gebe, P. Gag, P. Wageo, dan Peg. Cyclops
(Irian Jaya).
Jalur deretan vulkanik purba (volcanic corridor) yang membawa endapan
emas di P. Kalimantan, yaitu Mirah, G. Mas, Mt. Muro, Kelian, Muyup, dan
Busang.
Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu yang mengontrol pembentukan
mineral adalah siklus geologi.
Di kerak bumi, lelehan batuan (magma) muncul mendekati permukaan bumi
akibat pendinginan dan perbedaan tekanan yang dikenal dengan
differensiasi magma. Proses magmatisme salah satunya dapat diamati
sebagai aktivitas volkanik.
Daerah-daerah volkanik yang mengalami pelapukan dan proses penurunan
serta adanya media (fluida) membawa material-material klastik menuju
cekungan pengendapan.
Penurunan kerak bumi di cekungan tersebut menyebabkan proses
metamorfisme di bawah kondisi tekanan dan temperatur yang mendekati titik
lelehnya, sehingga terbentuk magma baru.
Akibat adanya proses tektonik (tatanan geologi) menimbulkan rekahan-
rekahan di kerak bumi sehingga dapat menjadi media untuk
terkonsentrasinya larutan pembawa bijih.
Pembentukan bijih dan endapan secara sederhana dapat dilihat pada sketsa
model tektonik lempeng serta evolusi pembentukan mineral dan endapan di kerak
bumi (Gambar 3.2) di bawah ini.
Urat (Vein)
(Au - Ag - Hg)
(Cu - Pb - Zn)
Eksalatif - S
Placer Au - Sn
Cr - Ni - Pt
ZONA REGANGAN
(RIFT ZONE)
ZONA TUMBUKAN
(SUBDUCTION ZONE)
ZONA TUMBUKAN
(SUBDUCTION ZONE)
Gambar 3.2 Sketsa model tektonik lempeng serta evolusi pembentukan mineral dan
endapan di kerak bumi (Gocht et al., 1988)
Model tersebut di atas menjelaskan bagaimana kerak bumi terutama pada mid-
oceanic ridge (punggungan tengah samudera) yang baru terbentuk oleh
penambahan endapan magma akibat erupsi magma basaltik. Proses tersebut
dapat membentuk kerak samudera yang relatif homogen dengan segregasi bijih
logam (kromium, nikel, platinum) yang umumnya terletak pada bagian terdalam.
Selain itu juga terendapkan bijih logam lainnya akibat naiknya magma pembawa
bijih pada perangkap-perangkap alamiah yang ada sesuai karakteristik batuannya
(host rock).
Jika dilihat pada tatanan tektonik di Indonesia, maka terdapat beberapa zona
pengendapan bijih-bijih logam, sesuai dengan karakteristik batuan dan proses-
proses tektonik yang mempengaruhinya, seperti yang telah diberikan contoh pada
penjelasan metallogenic province.
Secara umum parameter dimensional badan bijih (ukuran, bentuk, dan sebaran)
merupakan akibat dari variasi dan distribusi kadar mineral bijih. Secara teknik
penambangan, endapan yang mempunyai kadar relatif rendah (low grade)
namun tersebar luas di dekat permukaan dapat ditambang dengan lebih
menguntungkan daripada endapan dengan bentuk urat (vein - veinlets) dengan
kadar relatif lebih tinggi, yang hanya dapat ditambang dengan metode tambang
bawah tanah. Begitu juga dengan pola (bentuk) sebaran, dimana endapan
dengan badan bijih yang teratur (terkumpul) akan lebih mudah ditambang
daripada badan bijih yang tidak teratur (disseminated).
Sebagai dasar dalam pengenalan bentuk dan morfologi badan bijih, maka
pemahaman pendiskripsian dimensi badan bijih menjadi sangat penting. Arah
sumbu panjang badan bijih dalam bidang horizontal yang sama dianggap sama
dengan jurus (strike). Iklinasi (penunjaman) bidang badan bijih dalam arah tegak
lurus jurus dianggap sama dengan kemiringan (dip), dan merupakan arah 3D dari
suatu badan bijih. Jika suatu badan bijih merupakan akibat struktur geologi
(misalnya sesar), yang juga merupakan suatu bidang, maka arah pitch dan plunge
menjadi penting. Untuk jelasnya masing-masing dimensi badan bijih tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini.
ukaan
Perm
D B
Shaft
A Dip Level
Plunge
Tebal
Pitch / rake
Level
E ar
Leb
Pan
Level
jan
g
sea
AB dan CD sebidang dalam arah vertikal Level
rah
jih
bi
plu
h
C
bu
nge
tu
Gambar 3.3 Sketsa pendeskripsian dimensi badan bijih (dimodifikasi dari Evans, 1995)
Berdasarkan bentuk (morfologi) badan bijih dan pola sebaran mineral bijihnya jika
dihubungkan dengan batuan sekitarnya (batuan samping/induk), maka endapan
bijih dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu :
Diskordan, yaitu jika badan bijih membentuk pola yang memotong perlapisan
batuan sekitarnya.
Konkordan, yaitu jika badan bijih membentuk pola yang tidak memotong
perlapisan batuan sekitarnya.
Badan bijih dengan pola penyebaran yang menerus dalam arah 2D (panjang
dan lebar), tapi terbatas dalam arah 3D (tipis), berbentuk urat (vien fissure
veins) dan lodes. Vein dan lodes ini mempunyai arti yang sama, namun istilah
vein lebih sering digunakan untuk pola urat yang dikontrol oleh fractures
(rekahan-rekahan), sedangkan lode digunakan untuk urat yang dikontrol oleh
crack (bukaan). Vein umumnya terbentuk pada sistem fractures dan orientasi
(pola penyebarannya) dikontrol oleh pola sistem fractures tersebut.
Yang perlu diperhatikan bahwa mineralisasi yang terdapat pada sistem urat
jarang sekali yang merupakan mineral tunggal. Pada umumnya berupa
asosiasi dari beberapa kombinasi mineral bijih dan pengotor (gangue)
dengan komposisi yang sangat bervariasi. Batas dari penyebaran urat ini
umumnya jelas, yaitu langsung dibatasi oleh dinding urat. Pada Gambar 3.4
berikut dapat dilihat sketsa badan bijih tabular tersebut.
U r a t te r se b u t re la t if d a t a r p a d a b id a n g k o n t a k
d e n g a n s e r p ih
S e r p ih
D a ta r
B a t u g a m p in g
S e r p ih
B a t u g a m p in g
S e r p ih
B a t u la n a u
B a t u p a s ir
F o o t w a ll
H a n g in g w a ll
20 m
U r a t m in e r a lisa s i m e n g isi b id a n g
sesar
Gambar 3.4 Sketsa badan bijih berupa urat yang dikontrol oleh bidang sesar
(dimodifikasi dari Evans, 1995)
Badan bijih dengan pola penyebaran yang relatif pendek (terbatas) dalam
arah 2D namun relatif menerus dalam arah 3D (arah vertikal). Jika
penyebaran badan bijih ini relatif vertikal - sub vertikal biasanya disebut
sebagai pipes ( chimneys), sedangkan jika relatif horizontal - sub horizontal
disebut sebagai mantos ( flat lying tabular bodies).
Badan bijih dengan pola penyebaran mineral bijih yang tersebar di dalam
host rock (batuan induk/asal), seperti (mirip dengan) penyebaran mineral-
mineral ikutan di dalam batuan beku (atau berupa urat-urat tipis yang
tersebar).
Adapun endapan bijih yang umum terdapat sebagai endapan skarn adalah
besi, tembaga, tungsten, grafit, seng, timbal, molibdenit, timah, uranium, dan
talk.
Tubuh replacement
Bijih Fe
Batugamping 100 m
Serpih
Batupasir
Bidang sesar
Tubuh intrusi
(Batuan beku)
Sketsa contoh model endapan skarn (replacement bijih besi pada batugamping)
Gambar 3.5 Sketsa endapan skarn, contoh replacement bijih besi pada
kontak batugamping (dimodifikasi dari Evans, 1995)
Umumnya badan bijih ini terbentuk pada batuan induk (host rock) atau
sebagai endapan hasil proses pelapukan. Endapan-endapan yang
mempunyai badan bijih konkordan ini dikelompokkan sesuai dengan jenis
batuan induknya, yaitu :
sedimentary host rock (dengan batuan induk adalah batuan sedimen),
igneous host rock (dengan batuan induk adalah batuan beku),
metamorphic host rock (dengan batuan induk adalah batuan
metamorf),
residual deposit (endapan akibat pelapukan batuan induk).
Secara umum badan bijih dengan host rock batuan beku ini dapat
dibedakan menjadi dua berdasarkan posisin terbentuknya batuan beku
tersebut, yaitu volkanik host (dekat permukaan) dan plutonik host (batuan
beku dalam).
Andesit
Lapisan Batas,
biasanya kaya logam besi
Massive Sulphides
Py - sp - ga - cp (+ Ag,Au)
Stockwork
Py - cp
Low : sp, ga, Ag, Cu Riolit
Gambar 3.6 Endapan volkanik yang berasosiasi dengan sulfida masif (dimodifikasii
dari Evans, 1995)
Endapan primer adalah endapan mineral yang terbentuk langsung dari magma
(segregrasi dan diferensiasi magma). Disebut endapan singenetik, jika endapan
terbentuk bersamaan waktunya dengan pembentukan batuan, dan disebut
epigenetik jika endapan terbentuk tidak bersamaan waktunya dengan
pembentukan batuan. Berdasarkan urutan pembentukan (dari diferensiasi magma),
maka endapan primer ini dikelompokkan menjadi beberapa fase, yaitu :
Magmatik Cair (early and late magmatic).
Pegmatitik.
Pneumatolitik.
Hidrotermal.
Vulkanik.
Pegmatit adalah batuan beku yang terbentuk sebagai hasil injeksi magma.
Akibat kristalisasi pada magmatik awal dan tekanan disekeliling magma,
maka cairan residual yang mobile akan terinjeksi dan menerobos batuan
disekelilingnya sebagai dike, sill, dan stockwork. Kristal dari pegmatit akan
berukuran besar. Karena tidak adanya kontras tekanan dan temperatur
anatara magma dengan batuan disekelilingnya, sehingga pembekuan
berjalan dengan lambat. Mineral-mineral yang dapat ditemui (terbentuk)
pada fase pegmatit ini, antara lain :
Logam-logam ringan, seperti ; Li-silikat, Be-silikat (Be,Al-silikat), Al-rich
silikat.
Logam-logam berat, Sn, Au, W, dan Mo.
Unsur-unsur jarang (rare elements), seperti ; Niobium, Iodium (Y), Ce, Zr,
La, Tantalum, Th, U, Ti.
Batu mulia, seperti ; rubi, safir, beril, topaz, tourmalinrose, rose quartz,
smoky quartz, rock crystal.
Pneumatolitik adalah proses reaksi kimia dari gas dan cairan dari magma
dalam lingkungan yang dekat dengan magma. Dari sudut geologi, ini disebut
kontak-metamorfisme, karena adanya gejala kontak antara batuan yang
lebih tua dengan magma yang lebih muda. Gejala kontak metamorfisme
tampak dengan adanya perubahan pada tepi batuan beku intrusi dan
terutama pada batuan yang diintrusi, yaitu baking (pemanggangan) dan
hardening (pengerasan).
Mineral kontak ini dapat terjadi bila uap panas dengan temperatur tinggi dari
magma kontak dengan batuan dinding yang reaktif. Mineral-mineral kontak
yang terbentuk adalah : wolastonit (CaSiO 3), kuarsa, garnet, tremolit, aktinolit,
diopsit, amfibol, epidot, vesuvianit, topaz, turmalin, dan batuan skarn.
Larutan hidrotermal adalah larutan sisa magma yang panas dan bersifat
"aqueous" sebagai hasil diferensiasi magma. Larutan hidrotermal ini kaya akan
logam-logam yang relatif ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari
proses pembentukan endapan bijih.
Mineral bijih sedimenter adalah mineral bijih yang ada kaitannya dengan batuan
sedimen, dibentuk oleh pengaruh air, kehidupan, udara selama proses sedimentasi
berlangsung, atau pelapukan maupun dibentuk oleh proses hidrotermal. Mineral
bijih sedimenter umumnya mengikuti lapisan (stratiform) atau berbatasan dengan
litologi tertentu (stratabound).
Terbentuk oleh konsentrasi mekanik dari mineral bijih yang berasal dari
batuan/endapan lain (akibat pelapukan kimiawi maupun mekanik). Proses
pemilahan selama proses transportasi dan pengendapan, tergantung oleh
besar butir dan berat jenis (dikenal sebagai endapan plaser atau endapan
letakan). Mineral plaser terpenting adalah Pt, Au, kasiterit, magnetit, monasit,
ilmenit, zirkon, intan, garnet, tantalum, rutil, dsb.
Laterit
Eluvium
Kolovium
Aluvium
Endapan rawa
Endapan pantai
Mineralisasi primer
(pada batuan beku) Endapan laut
Metasomatisme Nodul
Selain itu juga tergantung dari sifat kimia, Eh (potensial redoks), dan Ph (tingkat
keasaman) suatu lingkungan, seperti Cu dalam kondisi asam akan mempunyai
mobilitas tinggi sedangkan dalam kondisi basa akan mempunyai mobilitas rendah.
Lapukan batuan
dasar
BAB IV
MODEL ENDAPAN MINERAL (BAHAN GALIAN)
Endapan bijih (ore deposit) adalah suatu endapan mineral yang mempunyai ukuran
dan kadar dapat diuji dan diketahui, serta mempunyai kemungkinan untuk ditambang
(dieksploitasi) secara menguntungkan. Pada konteks endapan bijih ini, kontrol ekonomi
dan integrasi proses pengelolaan (penambangan pengolahan pemasaran) harus
akurat dan terukur.
Perlu diingat bahwa bahan tambang bukan hanya mineral atau bijih, tetapi juga
bahan-bahan lain yang dapat diusahakan dan dipasarkan, misalnya batubara,
permata/batu mulia, bahan galian industri, bahan bangunan atau bahkan tanah urug
(bahan galian konstruksi).
Dalam tahapan eksplorasi, pada observasi lapangan selalu dimulai untuk menemukan
keterdapatan mineral, dimana kegiatan-kegiatan eksplorasi selanjutnya berusaha
untuk menghasilkan (membuktikan) suatu keterdapatan mineral dapat ditingkatkan
menjadi konteks endapan mineral dan bahkan jika beruntung dapat ditingkatkan
menjadi endapan bijih.
Model Endapan : IV - 1
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
dengan model endapan mineral (mineral deposit models), dengan harapan bahwa
melalui model endapan tersebut dapat dilakukan program-program pembuktian untuk
dapat mengidentifikasikan dengan benar kondisi endapan tersebut, sehingga dapat
diukur sebarapa besar potensi untuk mengembangkan endapan mineral tersebut
menjadi endapan bijih.
Atribut atau sifat-sifat dari suatu keterdapatan mineral harus dapat tergambarkan
dalam sebuah model. Untuk itu dalam penggambaran atribut atau sifat-sifat dari suatu
endapan mineral tersebut, dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan
(pengelompokan), yaitu :
Komponen atribut utama dalam penyusunan suatu model endapan ada 2 (dua), yaitu
pola geokimia (berhubungan dengan distribusi/komposisi unsur, pola dispersi, anomali-
anomali, dll.) dan mineralogi (berhubungan dengan komposisi mineralogi beserta sifat-
sifat fisik dan kimianya, termasuk struktur dan tekstur endapan mineral tersebut).
Suatu model endapan mineral merupakan sebuah informasi yang disusun secara
sistematis yang memuat informasi-informasi tentang atribut-atribut penting (sifat dan
karakteristik) pada suatu kelas endapan mineral. Model endapan mineral tersebut
dapat juga berupa suatu model empirik (deskriptif), yang memuat informasi-informasi
yang saling berhubungan (dari yang belum diketahui) berdasarkan data teoritik, yang
selanjutnya dijabarkan dalam konsep-konsep yang fundamental (mendasar).
Sifat dari suatu model endapan mineral haruslah fleksibel, yaitu terbuka dan mudah
diaplikasikan.
a. Terbuka, yaitu dapat berubah dengan penambahan data atau informasi baru
yang diperoleh, sehingga dapat memperkaya/menyempurnakan model atau
bahkan dapat merubah model endapan awal.
Model Endapan : IV - 2
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Pada Tabel 4.1 berikut dapat dilihat pengklasifikasian model-model endapan mineral
sesuai dengan proses dan lingkungan geologi pembentukan endapan oleh Cox &
Singer.
Tabel 4.1 Klasifikasi model endapan mineral berdasarkan lingkungan litologi dan
tektonik (Cox & Singer, 1987)
Model Endapan : IV - 3
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
B. Intrusi Profiroafanitik
a. Granit dan Riolit high-silica Climax Co
b. Batuan felsik-mafik termasuk alkalik Porfiri Cu
- Batuan samping gampingan (dekat Porfiri Cu ; Skarn Cu ; Skarn Zn Pb ; Skarn - Fe
kontak)
- Batuan samping gampingan (jauh dari Replacement polimetalik ; Replacement Mn ;
kontak) Carbonate hosted Au
- Batuan samping vulkanik (dalam granit) Porfiri Sn ; Urat Sn polimetalik
- Batuan samping vulkanik (dalam kalk- Porfiri Cu Au
alkalin)
c. Batuan samping berupa batuan beku yang
lebih tua dan batuan sedimen
- Endapan dengan intrusi Porfiri Cu Mo ; Porfiri Mo (low F) ; Porfiri W
- Endapan dengan batuan samping Vulkanik hosted Cu As Sb ; Vein Au Ag Te ;
Vein polimetalik (epitermal kuarsa alunit Au)
Urat kuarsa low sulfida Au
Model Endapan : IV - 4
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Perlu ditekankan bahwa lebih banyak lagi aspek-aspek deskriptif endapan yang perlu
diperhatikan, karena tujuan dari pembuatan model endapan ini adalah untuk
menghasilkan suatu dasar interpretasi observasi geologi yang lebih lanjut (kemudian)
digunakan sebagai dasar dalam interpretasi dalam proses eksplorasi endapan. Atribut-
atribut (karakteristik) yang diuraikan digunakan sebagai petunjuk (guide) untuk
pembuktian sumberdaya dalam eksplorasi dan untuk pendukung interpretasi dalam
pembuktian keberadaan endapan tersebut.
b. Deskripsi Endapan ;
Mendeskripsikan (menguraikan) karakteristik geokimia dan geofisika
endapan dengan memberikan penekanan kepada aspek-aspek yang
diperkirakan dapat terdeteksi sebagai anomali-anomali geokimia dan
geofisika.
Dalam banyak kasus, deskripsi karakteristik geokimia dan geofisika ini akan
digunakan sebagai landasan (dasar) dalam perencanaan program
eksplorasi, yaitu dalam perencanaan pemilihan metode (teknologi)
eksplorasi.
Model Endapan : IV - 5
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Ada beberapa tahapan dalam mengkonstruksi suatu model endapan, mulai dari
perumusan model genetik, model kemungkinan penyebaran, sampai dengan
menghasilkan suatu model kuantitatif endapan.
Beberapa ahli membedakan definisi (konsep) antara model deskriptif dengan model
genetik suatu endapan. Secara umum, konsep dan pengertian model deskriptif dan
model genetik ini sama, namun secara definitif dibedakan berdasarkan penggunaan
data dan penyampaian informasi yang diharapkan.
Model genetik dikompilasi dari sifat-sifat (kelompok atau individu) yang berhubungan
dengan pembentukan endapan dimana atribut-atribut baru dapat ditemukan dan
diidentifikasikan. Di sini model geologi (sebagai model awal) telah ditingkatkan
menjadi model genetik (lebih fleksibel dan dapat dipercaya). Secara umum
(disimpulkan) bahwa suatu model desktiptif dapat dikembangkan menjadi satu atau
lebih model genetik.
Model Endapan : IV - 6
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Sub-tipe model dapat dihasilkan dengan memperhatikan suatu alur pemikiran yang
lateral (linier) sebelum menghasilkan suatu model akhir. Dalam kenyataannya akan
terjadi hubungan yang interaktif antara model deskriptif, model genetik, dan model
cadangan (tonase/kadar/sebaran/kuantitatif).
Semua sub-tipe model tersebut merupakan suatu siklus yang dapat terus
disempurnakan untuk dapat menghasilkan suatu model akhir yang akurat, seperti
terlihat pada Gambar 4.1. Dari penelitian para ahli endapan, tingkat kesulitan dan
waktu yang diperlukan untuk perumusan suatu model endapan bervariasi sesuai tipe
endapannya. Tipe endapan plaser dan evaporit secara genetik lebih mudah dipahami
sehingga membutuhkan waktu yang relatif lebih pendek untuk merumuskan model
endapannya dibanding tipe endapan primer (relatif lebih sulit dan kompleks). Pada
diagram Gambar 4.2 berikut dapat dilihat tingkat kesulitan dan penggunaan waktu
relatif dari perumusan beberapa tipe endapan. Sedangkan pada Tabel 4.2 dapat
dilihat penggunaan masing-masing sub-tipe model endapan dalam beberapa aspek
kegiatan.
Deskripsi Endapan
(individual)
Pengelompokan Endapan
(berdasarkan tipe)
Model Genetik
Model Kuantitatif Endapan
Pembentukan Model Keterdapatan
Endapan Endapan
Model Akhir
(Final Model)
Model Endapan : IV - 7
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
Gambar 4.1 Siklus penyusunan model endapan (dimodifikasi dari Cox & Singer, 1987)
Maksimum
Endapan Placer
Kemungkinan Kelengkapan Pengumpulan Data
Endapan Evaporit
Endapan Lateritik
Endapan Sulfida Magmatik
(Tingkat Kepastian Model)
Phosporites
Formasi Lapisan Besi (Banded Iron Formation)
Endapan Vulkanogenik Sulfida Masif
Endapan Porfiri
Endapan Epithermal
Endapan Sedimentary Hosted
Endapan Podiform
Endapan Eksalatif Sedimentary
Minimum
Lama Waktu Perancangan Model Maksimum
Gambar 4.2 Tingkat kesulitan dan lama waktu perancangan model dari perumusan
beberapa tipe endapan (dimodifikasi dari Cox & Singer, 1987)
Tabel 4.2 Penggunaan sub-type model endapan dalam beberapa aspek kegiatan;
keterangan : (mayor, utama) ; (minor, kadang-kadang) ; (minimal,
jarang) (Cox & Singer, 1987)
Sub-Tipe Model
Pendidikan
Riset (ilmiah)
Model Endapan : IV - 8
Buku Ajar Mata Kuliah TEKNIK EKSPLORASI
BAB V
METODA EKSPLORASI TAK LANGSUNG
Secara prinsip kedua jenis metoda eksplorasi tersebut mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk mengidentifikasikan dan menemukan endapan bahan galian (bijih).
Perbedaan mendasar dari kedua jenis kegiatan eksplorasi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5.1 berikut.
Dalam pembahasan di bab ini, yang dibicarakan khusus untuk kegiatan eksplorasi tak
langsung, sedangkan kegiatan eksplorasi langsung akan dibicarakan pada bagian
(bab) lain. Pembahasan pada Bab ini akan diuraikan metoda-metoda eksplorasi tak
langsung, yaitu :
Penginderaan jarak jauh (inderaja).
Metoda eksplorasi geokimia.
Metoda eksplorasi geofisika.
Dengan bantuan penginderaan jarak jauh (terutama foto udara) dapat membantu
juga dalam pembuatan peta-peta topografi maupun peta-peta tematik dengan
cepat dan akurat. Selain itu karena data-data dapat diperoleh dalam bentuk data
digital, maka dapat dilakukan kompilasi maupun manipulasi peta dengan cepat
melalui bantuan teknologi komputer.
Secara umum penginderaan jarak jauh (inderaja) ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
sistem, yaitu :
Beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dari penggunaan inderaja ini, antara lain :
Dapat mencakup (meliputi) area permukaan bumi yang cukup luas,
Dapat dilakukan pengamatan fenomena geologi yang dinamik dengan cara
melakukan pengamatan dalam range (interval) waktu tertentu, sehingga proses,
pergerakan, maupun perubahan objek dapat diamati.
Dapat mengeliminasi kesulitan dalam interpretasi bawah permukaan pada
daerah-daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat (terutama melalui citra
satelit).
Dapat mengeliminasi kesulitan pengamatan akibat iklim (misalnya tertutup
awan) melalui pengamatan dengan menggunakan citra satelit.
Dapat ditampilkan dalam beberapa variasi bentuk antara lain foto hitam-putih,
citra berwarna, citra hitam-putih, serta variasi rona sehingga dapat
dimanfaatkan untuk interpretasi litologi maupun alterasi.
Dapat membantu dalam pengamatan struktur geologi lokal sehingga akan
sangat membantu dalam interpretasi kontrol pembentukan zona mineralisasi.
Dalam suatu pengamatan foto udara terdapat 7 (tujuh) komponen dasar foto udara
yang perlu diketahui, yaitu :
Bentuk, berhubungan dengan kenampakan fisik suatu objek.
Ukuran, berhubungan dengan dimensi suatu objek dan umumnya berfungsi
sebagai skala,
Pola, berhubungan dengan posisi/sifat/karakteristik spasial suatu objek,
Bayangan, dapat menjadi petunjuk interpretasi (sebagai guide untuk
kenampakan suatu objek), namun dapat juga menjadi kendala dalam
interpretasi (jika menghalangi fisik objek yang penting),
Rona, merupakan tingkat (gradasi) kecerahan/warna relatif suatu objek
terhadap objek lain,
Tekstur, merupakan kombinasi dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, atau rona,
Situs/lokasi/indeks, merupakan letak/posisi relatif objek terhadap objek lain.
Pemotretan untuk pembuatan suatu series foto udara yang meliputi suatu daerah
dapat dilakukan pada jalur terbang dan menghasilkan lembaran-lembaran foto. Untuk
dapat dilakukan penggabungan foto-foto (mosaik) maka masing-masing lembaran
yang dihasilkan (difoto) harus saling overlap (umumnya 30%).
Adapun dalam pengamatan suatu foto udara, secara umum dapat diikhtisarkan
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang meliputi : pengamatan foto
analisis/pengukuran kenampakan suatu objek pemindahan hasil interpretasi ke
dalam peta dasar. Pengamatan dan analisis suatu foto udara dapat dilakukan secara
3-D, yaitu melalui pengamatan stereografis dengan perantara suatu alat yaitu
stereoskop.
Umumnya peralatan sistim Radar ini dipasang pada pesawat terbang maupun
pesawat antariksa (ulang-alik). Sistem Radar yang digunakan pada umumnya adalah
SLR (Side Looking Radar) dan SLAR (Side Looking Airborne Radar).
Karena resolusi spasial yang dihasilkan oleh sistem SLR/SLAR ini relatif lebih kasar
daripada resolusi yang dihasilkan oleh foto udara, maka SLR/SLAR ini jarang digunakan
pada tahapan penelitian (pemetaan) rinci, tapi hanya (umum) digunakan pada
pemetaan awal (survei tinjau reconnaissance).
Cetak berwarna atau hitam putih dan skala dapat disempurnakan sampai
dengan skala 1 : 100.000.
Jika dibandingkan dengan penginderaan dengan foto udara, maka Citra Satelit ini
mempunyai beberapa kelebihan/kekurangan, seperti terlihat pada Tabel 5.2.
Oleh sebab itu, maka hasil Citra Landsat umumnya digunakan sebagai pelengkap
dalam melakukan interpretasi penginderaan jarak jauh disamping analisis foto udara
sebagai media interpretasi utama.
Beberapa satelit lain yang sering digunakan dalam penginderaan jarak jauh adalah :
Seasat-1 ; umumnya untuk penelitian oseanografi (dari ketinggian 800 km).
SPOT ; yang merupakan satelit Perancis (Satelit Proboloire Pour 1 Observation de
La Terre).
Satelit cuaca, antara lain NOAA/TIROS, GOES, NIMBUS, DMSP.
Gambar 5.1 Metode eksplorasi geokimia dan material geologi yang di-sampling untuk
mendeteksi dispersi primer dan sekunder (Gocht et al., 1988)
Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi kimiawi. Pola ini dapat
diperoleh baik pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi,
baik yang lapuk ataupun yang tidak lapuk (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 Pola dispersi sekunder dan endapan yang berpindah dari sumbernya
(Chaussier, 1987)
Semua endapan bijih adalah produk dari daur yang sama di dalam proses-proses
geologi yang mengakibatkan terjadinya tanah, sedimen, dan batuan. Dispersi
geokimia tidak terlepas dari daur geologi dan jenis-jenis bijih yang dihasilkan pada
berbagai tingkatan daur (Gambar 5.3).
er TERSINGKAP
nd si
e ku E ro
iS Bijih Oksidasi
ers dan Supergen
sp i
Di is
os
ep CEBAKAN EKSHALASI
D
(VULKANIK)
Ekstrusif
er
SEDIM EN
nd
(PLACER)
ku
Se
rsi
asi
spe
BATUAN BEKU
Litifik
Di
(CEBAKAN HIDROTHERM AL)
Intrusif
BATUAN SEDIM EN
(ENDAPAN SULFIDA SEDIM EN,
er
ENDAPAN POSFAT)
nd
ku
e
Se
ism
rsi
er
orf
spe
im
m
Di
ta n
Pr
eta
rsi
da
M
sp e
pa
Di
BATUAN M ETAM ORF
di
ja
(CEBAKAN M ETAM ORFIK)
en
m
n
da
i
Fu as
si M ig r
M AGM A
al
oth as
erm
M ATERIAL BARU
G e P an
Menurut Peters (1978), urutan kegiatan eksplorasi geokimia secara umum terdiri dari :
a. Seleksi metode, elemen-elemen yang dicari, sensitivitas dan ketelitian yang
diinginkan, serta pola sampling.
b. Kegiatan pendahuluan atau program sampling lapangan dengan mengecek
conto-conto secara umum dan kedalaman conto untuk menentukan level yang
dapat diyakini dan untuk mengevaluasi faktor bising (noise).
c. Analisis conto, di lapangan dan laboratorium dengan analisis cek yang dibuat
pada beberapa metode.
d. Melakukan statistik dan evaluasi geologi dari data, sering berkaitan dengan
ketersediaan data geologi dan geofisika.
e. Konfirmasi anomali semu, sampling lanjutan, serta analisis dan evaluasi pada
area yang lebih kecil, menggunakan interval sampling yang lebih rapat dan
penambahan metode geokimia.
f. Penyelidikan target dengan suatu ketentuan untuk sampling ulang dan
penambahan analisis dari conto-conto yang telah ada.
Dua hal dasar yang berkaitan dengan prospeksi geokimia adalah unsur-unsur penunjuk
(indicator element) dan unsur-unsur jejak (pathfinder element). Suatu penunjuk
merupakan salah satu unsur utama bijih dalam badan bijih yang dicari, sedangkan
suatu jejak berasosiasi dengan badan bijih tetapi lebih sulit dideteksi, lebih bebas dari
bising, atau lebih luas penyebarannya dari unsur-unsur penunjuk. Tabel 5.3
menunjukkan beberapa unsur penunjuk dan jejak yang berkaitan dengan badan-
badan bijih yang umum.
Tabel 5.3 Contoh asosiasi bijih, unsur-unsur penunjuk dan jejak (Peters, 1978)
Asosiasi bijih Unsur penunjuk Unsur jejak
Tembaga porfiri Cu, Mo Zn, Mn, Au, Rb, Re, Tl, Te
Bijih sulfida kompleks Zn, Cu, Ag, Au Hg, As, S (SO4), Sb, Se, Cd
Urat-urat logam berharga Au, Ag As, Sb, Te, Mn, Hg, I, F, Bi, Co
Endapan skarn Mo, Zn, Cu B
Uranium (batupasir) U Se, Mo, V, Rn, He
Uranium (urat) U Cu, Bi, As, Co, Mo, Ni
Badan bijih ultramafik Pt, Cr, Ni Cu, Co, Pd
Urat-urat fluorspar F Y, Zn, Rb, Hg
Sampling batuan dapat dilakukan pada singkapan, dalam tambang, dan inti bor.
Dalam hal ini permukaan batuan dibersihkan dengan pencucian dan conto chip
diambil dalam area atau interval yang standar. Conto batuan 500 gram umumnya
diambil terhadap batuan berbutir halus, sedangkan batuan yang berbutir sangat kasar
diambil lebih dari 2 kg. Pada metode ini data dapat secara langsung berhubungan
dengan aureole primer dalam sampling detil dan terhadap provinsi geokimia dalam
sampling pengamatan awal. Konteks geologi dari conto batuan langsung
menggambarkan struktur, jenis batuan, mineralisasi, dan alterasi pada saat conto
tersebut diambil.
Sampling sedimen sungai merupakan komposit alami dari material di bagian atas
(hulu) sampai lokasi sampling. Sampling tersebut efektif pada pekerjaan pengamatan
awal dimana lokasi conto tunggal mungkin menunjukkan area tangkapan (catchment
area) yang sangat luas. Dalam survei yang detil, conto dapat diambil setiap 50-100 m
sepanjang aliran, masing-masing sebanyak 50 gram dengan ukuran butir 80 mesh
untuk keperluan analisis.
Sampling air merupakan salah satu metode geokimia yang paling lama. Metode
tersebut mudah dilakukan, tetapi conto air tidak stabil untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mengontrol kandungan logam dalam air permukaan seperti dilusi,
pH, temperatur, kompleks organik sulit untuk dievaluasi, dan kandungan logam
biasanya relatif rendah.
Sampling vegetasi diperlukan sebagai koreksi terhadap sampling tanah dan airtanah
untuk analisis kimia. Tumbuhan mengekstrak unsur-unsur logam dari kedalaman dan
mengirimnya ke dedaunan. Interpretasi yang dihasilkan lebih kompleks dibandingkan
dengan metode lainnya. Sampling yang dilakukan sangat sederhana hanya dengan
memotong ranting dan dedaunan. Conto yang diambil sekitar 100 gram daun atau
ranting muda pada setiap pohon, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diabukan
dan dianalisis, conto abu akhir umumnya sekitar 10-30 gram. Idealnya vegetasi
disampling pada lintasan yang seragam.
Sampling uap air raksa digunakan sebagai petunjuk badan bijih sulfida sejak sekitar
tahun 1950-an yang diambil dari tanah, udara maupun air. Spektrometer portabel
sering digunakan untuk memompa gas dari lubang bor berdiameter kecil dalam
tanah. Conto yang paling efektif diambil dari tanah dimana konsentrasi gas ribuan kali
lebih banyak daripada di udara. Radon dan helium dikumpulkan dari conto air
permukaan dan airtanah yang terbukti efektif sebagai petunjuk mineralisasi uranium.
Dalam eksplorasi geokimia tidak mengutamakan akurasi yang tinggi, yang terpenting
adalah dapat dilaksanakan dengan cepat, semurah mungkin, dan sederhana.
Metode analisis yang umumnya digunakan dalam prospeksi geokimia adalah
kromatografi, kalorimetri, spektroskopi emisi, XRF (X-Ray Fluoresence), dan AAS (Atomic
Absorption Spectrometry). Metode lain yang juga digunakan dalam kasus khusus
terutama untuk mendeteksi radiasi unsur radioaktif adalah aktivasi netron, radiometri,
dan potensiometri.
Metode AAS paling sering digunakan dalam analisis unsur tunggal standar. Sedangkan
peralatan yang lebih canggih dapat menganalisis multiunsur, seperti :
Plasma emission spectrometry menganalisis 12 unsur utama (Cu, Pb, Zn, Ag, W, Sb,
Ba, Ni, Mn, Fe, Cr, Sn) dan 10 unsur jejak baik sebagai unsur penyerta (V, P, As, Mo,
B, Be, Cd, Co, Ni, Y), maupun untuk pemetaan geologi.
Optical emission spectrometry yang langsung dibaca : quantometer, yang
mengukur secara simultan 7 (tujuh) unsur utama dan 26 unsur jejak.
Interpretasi data geokimia melibatkan kesimpulan statistik dan geologi. Perlu disadari
bahwa kesuksesan interpretasi data tergantung pada keberhasilan program
pengambilan conto. Jika mungkin program pengambilan conto dibuat sefleksibel
mungkin sehingga interpretasi dapat dilakukan secara progresif, mulai dari interpretasi
subjektif diteruskan dengan prosedur yang lebih kompleks sampai kemungkinan
anomali ditemukan atau sampai dapat dikenali tanpa ragu jika tidak terdapat
anomali.
Geokimia strategis dan analisis multiunsur dengan data yang banyak (33 unsur/conto)
memerlukan pengolahan data dengan komputer. Analisis ini sering dilakukan di pusat-
pusat pengolahan data. Seorang mine-geologist hanya perlu menyediakan peta lokasi
dan data lapangan (buku catatan sampling).
Pengolahan data dimulai dengan mengambil informasi geokimia dari conto yang
dikumpulkan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara mengelompokkan conto dengan
indeks yang sama, seperti :
hasil analisis dari laboratorium,
koordinat conto, dan
observasi lapangan.
Pengolahan data melibatkan manipulasi sejumlah besar variabel (nilai conto). Ini
dapat menentukan variabilitas dalam dan antara populasi conto. Terdapat tiga
metode statistik yang digunakan, yaitu pertama melibatkan pengolahan variabel yang
diambil satu persatu (analisis univarian), kedua teknik analisis bivarian, dan ketiga
analisis multivarian.
Analisis bivarian terdiri dari analisis dua karakter dari variasi simultan, baik secara grafis
ataupun perhitungan koefisien korelasi linier.
Analisis multivarian terdiri dari regresi multipel dan analisis faktorial. Regresi multipel
memungkinkan variasi-variasi dari suatu variabel dihubungkan dengan variasi-variasi
dari satu atau beberapa variabel lain. Gunanya untuk membantu menonjolkan atau
mengeliminasi material logam dari endapan primer, sebagai contoh Cu tinggi yang
berasosiasi dengan batuan basa dapat ditekan atau dihapus dengan studi distribusi Ni,
Co dan V. Di lain pihak anomali yang signifikan akan kelihatan lebih kontras.
Sedangkan analisis faktorial bertujuan mendapatkan informasi dari data numerik yang
besar. Sintesis ini memerlukan perhitungan matematis yang kompleks, sebagai contoh
jika satu seri plutonik dipelajari, dimulai dengan data kimia Fe, Mg dan Ti
dikelompokkan pada faktor yang sama; hal ini dapat mengekspresikan variasi dalam
level mineral feromagnesia dalam conto yang berbeda. Dalam prospeksi geokimia,
fakta-fakta tersebut dapat menggambarkan kehadiran berbagai mineralisasi, kontras
antara satuan geologi utama, dan sebagainya.
Eksplorasi geofisika dilakukan berdasarkan kontras atau perbedaan sifat fisik dari
batuan, mineral, dan bijih dari endapan yang diukur. Secara umum metode geofisika
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Metode aktif meliputi metode geolistrik, elektromagnetik, dan seismik yang
dilakukan dengan memberikan gangguan berupa arus listrik ataupun getaran ke
bawah permukaan bumi.
b. Metode pasif meliputi metode magnetik, gaya berat, dan radioaktif yang
dilakukan dengan mendeteksi anomali-anomali yang terdapat di alam.
Sinyal yang diukur oleh peralatan geofisika mungkin merefleksikan bising (noise) yang
disebabkan oleh alat atau faktor-faktor lingkungan luar, background yang tipikal untuk
lokasi atau wilayah tertentu, dan anomali yang merefleksikan kehadiran dan distribusi
konsentrasi batuan atau mineral dari kontras sifat-sifat fisik.
Tabel 5.5 Penerapan metode-metode geofisika dan geokimia dalam eksplorasi (Gocht
et al., 1988)
Cu/Pb
Survei eksplorasi Fe Cr Au Ag Sn U Hidrokarbon
Zn
Survei magnetik ++ -- - -- -- --
Survei geolistrik - - ++ + -- -- --
Survei elektromagnetik - ++ + --
Survei radiometrik -- -- - - ++ --
Survei gravimetrik + + - - -- +
Survei seismik -- -- -- -- -- ++
Survei geokimia -- - ++ + ++ + -
Survei mineral berat + ++ - ++ -- ++ --
Detektor Hg -- -- + + + -- - --
Keterangan : -- tidak dapat diterapkan; - jarang diterapkan; dapat diterapkan untuk bukti tidak langsung;
+ umumnya berhasil; ++ sangat berhasil
Survei ini bertujuan untuk mengukur intensitas medan magnetik bumi. Deviasi lokal dari
medan tersebut disebabkan oleh kehadiran batuan dan mineral yang bersifat
magnetik atau magnetismenya diinduksi oleh medan magnet bumi. Mineral yang
paling berkaitan dalam survei ini adalah magnetit, tetapi dalam beberapa kasus
terdapat kehadiran ilmenit, hematit atau pirotit. Magnetisme alami atau remanen
yang terdapat dalam mineral saat formasinya, umumnya lebih lemah daripada
magnetisme yang diinduksi oleh medan magnetik bumi. Tingkat induksi diukur oleh
suseptibilitas magnetik mineral atau batuan yang mengandung mineral-mineral
tersebut (Gambar 5.5).
Gambar 5.5 Beberapa sifat fisik berbagai jenis batuan yang digunakan dalam
eksplorasi geofisika (Gocht et al., 1988)
Medan magnetik yang diukur selama survei merupakan cerminan jenis batuan yang
mendasari. Survei ini berguna untuk deteksi langsung misalnya terhadap endapan Fe,
Ni, atau Cu-Pb-Zn yang mengandung magnetit atau pirotit, dan untuk pemetaan
geologi. Survei dengan metode magnetik ini dapat dilakukan di darat, laut maupun
udara.
Survei magnetik udara dilakukan untuk menampilkan kenampakan geologi pada area
yang luas, jika terdapat tanah atau overburden yang cukup tebal menutupi batuan.
Intensitas medan magnetik diukur dalam gamma () dimana 1 = 10-6 nT. Total medan
bumi berkisar antara 20.000-50.000 dan magnitudo lokal tergantung pada lintang dan
bujur; nilai tersebut bervariasi 10-30 dalam background harian, dan 1000 atau lebih
disebabkan oleh badai magnetik yang berkaitan dengan aktivitas sunspot. Proton
precession magnetometer yang mengukur medan magnetik total, dan fluxgate
magnetometer yang mengukur medan magnetik total maupun komponen tunggal
(medan vertikal dan horisontal) adalah alat yang paling sering digunakan dalam
eksplorasi. Peralatan tersebut memiliki sensitivitas di bawah 1 .
Hasil survei magnetik yang terkoreksi untuk interferensi ditunjukkan sebagai peta kontur
dari intensitas medan magnetik (Gambar 5.6) atau sebagai profil magnetik. Idealnya
peta dan penampang dibuat pada skala peta geologi sebagai fasilitator interpretasi
geologi dari anomali. Pada dasarnya survei magnetik mampu mencakup area yang
luas dengan cepat dan menyediakan data perkiraan awal dari distribusi jenis batuan,
struktur dan endapan bijih.
Gambar 5.6 Contoh peta kontur hasil survei aeromagnetik di atas formasi endapan
besi di Wisconsin (Wright op cit. Gocht et al., 1988)
meliputi pendeteksian besarnya medan listrik yang mengalir di dalam bumi baik secara
alamiah (metode pasif) maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (metode aktif) dari
permukaan. Kehadiran dan distribusi mineral-mineral sulfida pada kedalaman dapat
ditentukan dengan mengukur pengaruh konduktivitasnya pada aliran arus yang
diinjeksikan ke dalam tanah.
Metode geolistrik dapat digunakan pada beberapa kegiatan eksplorasi berikut ini :
a. Geologi regional ; struktur, stratigrafi, sedimentologi, dll.
b. Hidrogeologi ; muka airtanah, akuifer, intrusi air asin, dll.
c. Geoteknik ; struktur geologi, konstruksi, porositas dan permeabilitas batuan.
d. Pertambangan ; penyebaran endapan mineral, potensi bahan galian C, dll.
e. Arkeologi ; candi terpendam
f. Panasbumi ; kedalaman, penyebaran, daerah panas bumi tahanan jenis rendah.
g. Minyak bumi ; struktur, kontak air-minyak, logging geofisika, dll.
Jenis metode tahanan jenis dan polarisasi terimbas paling sering digunakan. Untuk
mengukur tahanan jenis, suatu arus diinjeksikan ke dalam tanah dengan dua input
atau elektroda arus. Potensial dihasilkan oleh arus yang diukur sebagai suatu beda
tegangan antara dua output atau elektroda potensial. Kedalaman penetrasi dari
pengukuran sebanding terhadap jarak antara elektroda arus dan potensial, dan variasi
dari konfigurasi elektroda yang digunakan pada endapan yang berbeda. Data
ditampilkan sebagai profil tahanan jenis (Gambar 5.7) sepanjang garis lintasan, atau
sebagai peta kontur dengan iso-tahanan jenis.
Pada survei polarisasi terimbas, elektroda potensial dan arus ditempatkan dalam tanah
dan diinjeksikan arus listrik. Peningkatan tahanan jenis disebabkan oleh polarisasi dari
sulfida disseminated sebagai fungsi frekuensi dari arus yang diberikan. Efek frekuensi
pada tahanan jenis diukur sebagai frequency effect (FE), yang merupakan basis untuk
pengukuran IP domain-frekuensi. Keuntungan utama dari survei IP adalah dapat
mendekteksi baik sulfida disseminated maupun masif. Survei IP dapat dapat
diterapkan untuk semua jenis endapan sulfida termasuk endapan tembaga porfiri atau
urat dengan sulfida disseminated yang tidak dapat dideteksi oleh survei tahanan jenis
biasa. Hasil survei IP ditampilkan sebagai profil (Gambar 5.7) dan peta kontur yang
menghubungkan pengukuran tahanan jenis domain-frekuensi dan peluruhan domain-
waktu.
Gambar 5.7 Contoh profil hasil survei IP, gaya berat dan elektromagnetik pada suatu
badan bijih Pyramid di wilayah Kanada (Wright op cit. Gocht et al., 1988)
Dalam survei elektromagnetik, arus AC yang dikirimkan melalui kawat transmitter pada
permukaan bumi akan menginduksi suatu medan magnet dalam konduktor listrik,
sebagai contoh sulfida masif dalam batuan dasar. Arus sekunder yang terinduksi dalam
konduktor menyebabkan suatu medan magnetik sekunder yang kemudian diukur oleh
kawat pendeteksi. Jenis-jenis survei elektromagnetik ini tergantung pada frekuensi
gelombang (Gambar 5.8) dan target kedalaman yang diinginkan. Anomali
elektromagnetik menunjukkan kehadiran benda konduktor di bawah permukaan.
Adapun jenis metode elektromagnetik yang sering digunakan untuk eksplorasi adalah :
MT (magnetotelluric).
CSAMT (control source audio-magnetotelluric).
VLF (very low frequency).
GPR (ground penetrating radar).
Survei EM dapat dapat dilakukan melalui udara (airborne) untuk mencakup daerah
yang luas atau regional. Sedangkan survei EM permukaan dilakukan untuk
mendapatkan data yang lebih detil dan resolusi yang lebih baik daripada survei
airborne.
Menurut Sanny et al. (1997), survei gaya berat digunakan untuk menggambarkan
bentuk (struktur) geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi
yang ditimbulkan oleh perbedaan densitas (rapat massa) antar batuan. Secara teknis,
survei gaya tersebut mengukur perbedaan medan gravitasi dari satu titik terhadap titik
pengamatan lainnya. Suatu sumber yang merupakan satu zona massa di bawah
permukaan akan menyebabkan satu gangguan dalam medan gravitasi yang disebut
dengan anomali gaya berat. Kontras medan gaya berat tersebut relatif kecil sehingga
diperlukan alat ukur yang memiliki ketelitian cukup tinggi. Pada dasarnya metode
tersebut digunakan karena kemampuannya membedakan densitas dari satu sumber
anomali terhadap densitas lingkungan sekitarnya. Dari kontras densitas diharapkan
dapat diketahui bentuk struktur bawah permukaan suatu daerah. Metode gaya berat
banyak digunakan pada tahap eksplorasi pendahuluan baik untuk eksplorasi minyak
bumi maupun mineral.
Percepatan gaya berat rata-rata di permukaan bumi sebesar 983 cm/det 2, dan variasi
gaya berat di setiap titik permukaan bumi dipengaruhi oleh :
a. lintang, dikarenakan ketidakteraturan bentuk bumi dan variasi gaya sentrifugal
dari ekuator menuju kutub bumi,
b. pasang naik-surut air laut,
c. perbedaan elevasi atau ketinggian,
d. topografi, dan
e. densitas batuan bawah permukaan pada titik pengukuran.
Gaya berat diukur dalam Milligal (mGal, 1 mGal = 0,001 cm/det 2) dengan gravimeter
yang bekerjanya mirip dengan kesetimbangan sensitif dan dapat mengukur
perbedaan nilai yang lebih kecil dari 0,01 mGal. Nilai densitas rata-rata kerak bumi
bagian atas mendekati 2,67 g/cm 3, dan rentang densitas material geologi adalah 2,0
g/cm3 untuk tanah dan 4,0 g/cm3 untuk sulfida masif atau endapan bijih besi
(Gambar 5.5).
Gambar 5.9 Contoh anomali gaya berat hasil observasi, model geologi, dan anomali
hasil perhitungan yang cocok dengan model (Griffiths & King op cit.
Gocht et al., 1988)
Pengukuran gaya berat harus dikoreksi terhadap lintang dan efek topografi lokal.
Anomali gaya berat yang terukur oleh gravimeter disebut dengan anomali Bouguer.
Data ditampilkan sebagai profil gaya berat (Gambar 5.7 dan 5.9) dan peta kontur
yang membatasi harga anomali tertentu, misalnya gaya berat yang tinggi untuk
batuan yang berat atau endapan bijih, sedangkan gaya berat yang rendah
ditunjukkan misalnya oleh endapan aluvial atau kubah garam. Anomali gaya berat
tergantung pada beberapa faktor termasuk kontras densitas, ukuran dan bentuk
badan anomali, serta kedalaman sehingga dapat menimbulkan berbagai interpretasi.
Survei seismik pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu seismik pantul (refleksi) dan
seismik bias (refraksi). Survei seismik pantul sering digunakan untuk target kedalaman
yang besar guna mendeteksi struktur geologi bawah permukaan, sedangkan survei
seismik bias lebih sering digunakan untuk survei dangkal guna mendeteksi struktur
dangkal dan perlapisan batuan dekat permukaan. Sumber getaran adalah
gelombang seismik yang merambat dengan kecepatan yang berbeda dalam tipe
batuan yang berbeda, kemudian dipantulkan dan dibiaskan pada kontak perlapisan
atau struktur.
Gelombang seismik diinduksi pada permukaan bumi dengan palu, senapan, atau
dinamit untuk survei lokal dekat permukaan dan dengan vibrator untuk survei yang
dalam. Rangkaian geofon di permukaan mengukur getaran yang dipantulkan
maupun dibiaskan dalam perekam multichannel. Setelah proses penyaringan
kompleks dari bising yang berinterferensi dan pemrosesan komputer maka profil seismik
dari jarak terhadap waktu tempuh gelombang seismik diplot. Profil tersebut dapat
dikonversi ke dalam skala kedalaman sebenarnya dan konfigurasi struktur geologi jika
kecepatan rambat gelombang pada batuan diketahui. Survei seismik terutama jenis
seismik pantul merupakan metode geofisika yang paling berguna dalam eksplorasi
minyak bumi dan gas alam, membantu mendeteksi struktur perangkap hidrokarbon
antiklin, patahan atau kubah garam.
Metode seismik jarang digunakan dalam eksplorasi mineral karena sering terjadi
interferensi yang kuat antara gelombang yang dipancarkan dengan yang dipantulkan
atau dibiaskan pada kedalaman yang dangkal serta diperlukan resolusi yang tinggi
untuk mendeteksi struktur kompleks yang sering berasosiasi endapan bijih. Saat ini survei
seismik pantul dangkal telah digunakan pada eksplorasi batubara untuk mendeteksi
kemenerusan perlapisan batubara dan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
struktur patahan yang berguna dalam antisipasi kemajuan tambang bawah tanah.
Secara umum resume penggunaan metode geofisika sebagai alat dalam kegiatan
eksplorasi sumberdaya mineral dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Resume metode eksplorasi geofisika yang digunakan dalam geologi tambang dan eksplorasi mineral (dimodifikasi dari Peters,
1978)
Contoh
Metoda Satuan Parameter Sifat Fisik Kompilasi Aplikasi
Anomali
Endapan magnetik, ilmenit,
Suseptibilitas pirotit, dan hematit
magnetik dan Badan bjih Airborne
Medan magnetik Peta kontur dan
Magnetik Gamma magnetisasi Ketakteraturan dalam batuan Drill-hole logging
bumi penampang
remanen dasar Offshore
Intrusif masif dan batuan
volkanik
Badan bijih yang berat
Airborne
Percepatan gaya Peta kontur dan Batuan intrusif yang berat
Gaya berat Miligal Densitas Drill-hole logging
berat enampang Ketakteraturan batuan dasar
Offshore
Kubah garam
Badan bijih uranium dan
Radiasi gamma alami
Peta kontur, torium
Radiometrik Count per waktu atau dari mineral-mineral Airborne
Radioaktivitas penampang, peta Endapan potasium
miliroentgen per waktu uranium, torium, dan Drill-hole logging
rasio Zone alterasi potasik
potasium
Batuan intrusif granitik
Mhos-meter
(konduktivitas) dan tilt Medan elektromag- Peta kontur, Badan bijih yang konduktif Airborne
Elektromagnetik Konduktivitas
angle dari koil netik terinduksi penampang Grafit, lempung Drill-hole logging
penerima
Geolistrik
Badan bijih yang konduktif
Polarisasi SP (self- Aksi elektrokimia Peta kontur dan
Milivolt Medan alami Grafit Drill-hole logging
potential) dan konduktivitas penampang
Contoh
Metoda Satuan Parameter Sifat Fisik Kompilasi Aplikasi
Anomali
Medan potensial Peta kontur dan
Kemenerusan suatu
Mise a la masse Milivolt dengan elektroda Konduktivitas penampang Drill-hole logging
mineralisasi
sumber di dalam bijih lintang
Efek-efek
Kontur
Tahanan jenis semu elektrokimia Badan bijih yang konduktif
penampang
Polarisasi terimbas pada dua frekuensi diantara Tipe mineralisasi disseminated
Milivolt-volt lintang, peta Drill-hole logging
(IP) atau lebih (domain konduktor Grafit, serpentin, lempung dan
kontur,
frekuensi) elektronik (logam) mika
penampang
dan ionik (fluida)
Penampang
travel-time,
Kecepatan Drill-hole logging
Seismik Jarak per waktu Elastisitas penampang Ketakteraturan batuan dasar
gelombang elastik Offshore
kedalaman yang
diinterpretasi-kan
BAB VI
METODE EKSPLORASI LANGSUNG
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan
dan pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi
Langsung ini adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
Tracing float, paritan, dan sumur uji.
Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian
peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap
eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap
prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas
dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan
atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.
6.1.1 Singkapan
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi
litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan
jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara
umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan
tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama,
sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan
pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas)
dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang
lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui
ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail
(rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan
kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara
lain :
Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan
(efisiensi).
Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.
Gambar 6.1 menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan
penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.
Gambar 6.1 Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai dengan
munculnya beberapa tubuh intrusi (Graha, 1987)
Pe l
apu
kan mine
pad ralis
a s asi
ing
kap
nz a
ona
ter Fragm
min
era en-fra
si lis g
isa zon asi y men Fragmen batuan termineralisasi
ral a m ang bat
ne yang tertransport ke sungai
mi ine t ua
rali erero n
na sas si d sebagai FLOAT
Zo i ari
Sungai
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan (tracing
with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar
(besar), sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang
berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini
mirip dengan tracing float.
Pada Gambar 6.3 dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing with
panning tersebut, dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai. Oleh
sebab itu, informasi (peta) jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.
ZONA
MINERALISASI
Gambar 6.3 Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float
telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut
hilang dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching)
dan uji sumuran (test pitting).
Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan
atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara
menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama
pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
Terbatas pada overburden yang tipis,
Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau
dengan menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga
dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
30
TP-6
30
TP-5 HB IV-2
20
HB IV-1
TP-4
TR-D.3
30
TR-D.2 HB III-3
Garis singkapan TR-D.1 30
batubara TR-C.4 HB III-2
48
Singkapan TR-C.3 HB III-1
48
TR-C.2
HB I-8 Pemboran dangkal TP-3
Gambar 6.4 Sketsa lokasi pembuatan paritan pada garis singkapan batubara
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika
dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur
uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal
dan horisontal.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan
kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai,
ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling (lihat Gambar 6.5). Biasanya sumur uji dibuat
dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari,
misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),
pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona
tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal
masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan
bentuk endapan.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau
residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan
dasar.
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari
keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau
menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana
sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili
jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif
dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau
badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling
(pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan
(tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness)
dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona
low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang
jelas antara masing-masing zona tersebut.
Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga
pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain
yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol
kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif,
kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada
beberapa faktor, antara lain :
Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan
induk.
Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi)
sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan
yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan
berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan
sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara
mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam
maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi
yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang
cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran
umum kadar.
Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi
material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil
material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase
kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi
penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau
bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan
tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada
kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam
pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5).
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara
mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan
lebar 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat.
Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut
dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang
seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat
yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan
seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak
daripada fragmen yang low grade.
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur
(channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur
tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar 6.6 dan 6.7).
Gambar 6.6 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.7 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis (Chaussier
et al., 1987)
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-
fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel)
yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan
oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel
dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual (lihat Gambar 6.8, 6.9, dan
6.10).
Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh
variasi (distribusi) zona mineralisasi.
Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis
kadar atau dibuat komposit.
Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal
seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).
Gambar 6.8 Sketsa pembuatan sub-channel pada mineralisasi berupa urat (Dimodifikasi
dari Annels, 1991)
Gambar 6.9 Sketsa pembuatan channel pada bukaan stope untuk mineralisasi berupa urat
(Annels, 1991)
Gambar 6.10 Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan berlapis.
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap alur adalah
sebagai berikut :
Letak lokasi pengambilan conto dari titik ikat terdekat.
Posisi alur (memotong vein, vertikal memotong bidang perlapisan, dll.).
Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau tebal
sebenarnya).
Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval atau lokasi
sub-channel.
Tanggal pengambilan dan identitas conto.
Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay (analisis
kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan
preparasi (persiapan) conto, agar bagian conto yang dianalisis masih representatif
terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat
berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis dilakukan sedikitnya pada
2 (dua) laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai
dokumentasi (lihat Gambar 6.11).
D1 3
RW OW x ( )
D2
dimana :
RW = berat conto yang dikurangi
OW = berat conto awal
D1 = diameter partikel yang dikurangi
D2 = diameter partikel awal
Gambar 6.11 Prosedur umum (coning & quartering) preparasi conto untuk analisis
laboratorium dan dokumentasi (Chaussier et al., 1987)
Formula ini hanya dapat diterapkan pada conto yang telah mempunyai ukuran relatif
seragam. Jika distribusi tidak homogen, maka ukuran conto harus dikurangi sampai
dengan didapatkan ukuran yang paling ekonomis (secara kadar). Sebagai ilustrasi dapat
dilihat contoh hasil assay pada beberapa kondisi ukuran (Tabel 6.1). Prosedur umum
dalam proses reduksi ukuran conto dapat dilihat pada Gambar 6.12.
Tabel 6.1 Hasil analisis pada masing-masing tahapan reduksi ukuran conto (Chaussier et
al., 1987)
Gambar 6.12 Prosedur umum proses pengecilan ukuran (Chaussier et al., 1987)
Setelah ukuran dari conto terdistribusi pada fraksi yang seragam, kemudian dilakukan
pengurangan (reduksi) bobot/jumlah conto. Metode reduksi yang umum digunakan adalah
splitting dan quartering. Metode reduksi splitting dapat dilihat pada Gambar 6.13 dan
metode quartering dapat dilihat pada Gambar 6.14.
Gambar 6.13 Reduksi jumlah conto dengan metode splitting (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.14 Reduksi jumlah conto dengan metode quartering (Chaussier et al., 1987)
Pada suatu kegiatan pengambilan conto (sampling) dan penentuan kadar rata-rata dari
lokasi pengambilan conto, dilakukan penentuan kadar dengan menggunakan pembobotan
kadar. Secara umum ada 2 (dua) metode pembobotan dalam penentuan kadar, yaitu :
Pembobotan aritmetik sederhana, yang digunakan jika interval pengambilan conto
seragam dan homogenitas dari masing-masing interval diasumsikan tinggi (besar).
Pembobotan oleh lebar (tebal), panjang, luas, volume, dan SG (specific gravity), jika
interval pengambilan conto tidak seragam dan diasumsikan bahwa karakteristik
material pada masing-masing interval tidak sama (bervariasi).
Pembobotan tebal-lebar-panjang
Jika semua blok mempunyai luas dan SG relatif sama (seragam)
t 1.k 1 t 2 .k 2 t 3 .k 3 ..... t n k n n t .k
Persamaan : k i i
t 1 t 2 t 3 .... t n i 1 ti
Pembobotan luas
Jika semua blok mempunyai ketebalan dan SG relatif sama (seragam)
t 1.A 1 t 2 .A 2 t 3 .A 3 ..... t n A n n A .k
Persamaan : k i i
A 1 A 2 A 3 .... A n i 1 Ai
Pembobotan volume
Jika semua blok mempunyai SG relatif sama (seragam)
t 1.V1 t 2 .V 2 t 3 .V3 ..... t n Vn n V .k
Persamaan : k i i
V1 V 2 V3 .... Vn i1 Vi
Pembobotan tonase
Jika semua blok mempunyai tonase yang berbeda-beda
t 1.T1 t 2 .T2 t 3 .T3 ..... t n Tn n T .k
Persamaan : k i i
T1 T2 T3 .... Tn i 1 Ti
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan
kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika
kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin,
namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui
gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :
juru bor,
peralatan dan onderdil yang dibutuhkan,
alat transportasi,
konstruksi peralatan pemboran, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling, percussive
drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam
penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin
penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun
elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran
open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk pemboran inti (coring).
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air,
lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a)
pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding
lubang bor dari runtuhan.
Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target
yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan
melakukan pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi
(interpretasi) yang telah ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi
diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated. Namun
demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk
target endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar dapat
menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif tegak lurus). Selain itu dari pemboran
juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona
bijih (batuan dasar), lihat Gambar 6.15.
S
DDH 02
N
40
Overburden
(tanah penutup) Anomali
Weathered zone
(zona pelapukan) 50
"Fresh" bedrock
(batuan dasar segar)
si
isa
EOH
al
er
in
m
na
Zo
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan dan
juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan.
Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada
daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah
persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi
dip dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali
geokimia) di bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada
daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau
pengalaman sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan
pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya
didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang
pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus
dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona
mineralisasinya. Spasi antar lubang bor bergantung pada tipe mineralisasi dan
kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan
untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk penentuan kadar
karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan.
Tipe spasi untuk endapan urat adalah 2550 m sedangkan untuk endapan stratiform
spasinya antara 100 m sampai beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada
tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb
maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan
uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari
formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target
dengan spasi 100200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari
peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu
zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik dan penampang
geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200400 m
dengan interval lubang antara 100200 m sehingga memberikan ruang untuk pengisian
kembali. Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku
terhadap arah kemiringan rata-rata.
Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang memanjang hal
ini bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan. Pemboran sangat mahal dan
memerlukan waktu yang banyak dalam kegiatan eksplorasi karena obyeknya adalah
jumlah lubang yang pasti dan dilengkapi dengan data kadar dan tonase tiap level dari
zona mineralisasi. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perhitungan cadangan
adalah zona pengaruh tiap conto belum dapat diketahui sampai setengah perkerjaan
selesai.
Sebagai contoh, pada Gambar 6.16 dapat dilihat beberapa tahapan pemboran berdasarkan
anamoli geokimia :
Titik bor ke-1 dan ke-2 ditujukan untuk memastikan (membuktikan) adanya zona
mineralisasi (secara vertikal) pada pusat anomali.
Selanjutnya pemboran pada titik bor ke-3 bersifat memastikan kemenerusan zona
mineralisasi tersebut (ke arah kemiringan).
Sedangkan titik bor ke-4 dan ke-5 merupakan titik bor yang ditujukan untuk melihat
kemenerusan zona mineralisasi ke arah jurus dari hasil pemboran pada titik ke-1 dan
ke-2.
Begitu juga dengan titik bor ke-6 dan ke-7, ditujukan untuk mengetahui
kemenerusan searah jurus hasil pemboran pada titik bor ke-3.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan titik bor ke-8 dan ke-9, yang ditujukan untuk
mengetahui kemenerusan titik bor sebelumnya, dan seterusnya dengan pola yang
sama sampai diperkirakan zona mineralisasi telah tercakup secara keseluruhan.
N
Anomali
4 1 2 5
6 3 7
Drill lines
8 9 Titik bor
tambahan
(In fill drilling)
S
Gambar 6.16 Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels, 1991)
Sedangkan pada Gambar 6.17 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu series
pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang dilakukan merupakan
kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.
Gambar 6.17 Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih suatu endapan
(Evans, 1995)
Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting
dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan
seorang engineer disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan
cepat.
Contoh :
Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk melakukan
observasi atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor.
Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali
sehari untuk menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi
lubang bor berikutnya.
Disamping penggunaan core log secara detail, logging geofisika juga sering digunakan.
Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan diplot pada grafik log sesegera
mungkin setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang
dibor yang biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay
dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus
segera diplot pada log litologi.
Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona
mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak
dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan.
Contoh dapat dilihat pada Gambar 6.18 dimana terdapat tiga interpretasi yang berbeda
dari data yang ada.
Gambar 6.18 Kemungkinan perbedaan interpretasi dari hasil pemboran (Evans, 1995)
Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor,
antara lain :
Kontur struktur.
Peta isopach.
Kontur kadar.
Peta ketebalan.
Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan.
Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan letak bijih dan juga
membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah
kemenerusan zona mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian dalam
perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat dilihat
dengan membandingkan endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji
kemenerusan ini dilakukan dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian
terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.
Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan
kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
mengambil keputusan adalah :
Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai.
Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau terlalu dalam.
Pemboran yang dilakukan menghasilkan beberapa zona mineralisasi yang
ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas atau perhitungan cadangan
menunjukkan bahwa endapan tersebut terlalu kecil dibanding yang diinginkan.
Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti.
Biaya pemboran sudah habis.
Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun demikian penyebab anomali
permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat
dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar
tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi
memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak
pada skala yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar
mineralisasi yang tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji
semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.
d. Kontrak pemboran
Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada
dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan
bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus
diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang
berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan.
Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak. Dalam hal
pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan
kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan
perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.
Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi
dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang
agak murah seperti auger, rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah
kualitas samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya percampuran material
pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang lebih mahal biasanya
menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan diamond drilling.
Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil
pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk
memperoleh data yang representatif.
a. Pemboran auger
Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk membawa material
halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini
adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan
auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah
yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus
dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan
untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah.
c. Rotary drilling
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika pemboran
dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau
batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller
rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan batuan akan ditekan
keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya
digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman
ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.
d. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil
(bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
e. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70-an dan
biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada
endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau
sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge lewat dua dinding pada
stang bor dan kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling
kepingan batuan juga tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian
menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor (lihat Gambar 6.19). Kegunaan alat
bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary atau
percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya
sedikit.
Skema dari beberapa metode pemboran yaitu diamond core, reverse circulation, dan
rotary drlling ditunjukkan pada Gambar 6.20.
Gambar 6.20 Skema beberapa metode pemboran (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond bit atau
impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam (inner
tube) dari core barrel berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke
permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core
barrel ke dalam lubang.
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen
metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini
digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan
tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat
digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu
pengalaman dan pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh
perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang
ditampung biasanya 1,53 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua
tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung dalam dalam posisi
tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti
bor dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge,
permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang
bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor,
mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan
mata bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk
memberikan daya angkat bagi material yang dibor.
d. Casing
Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan permukaan lubang bor. Casing
dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman.
Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu (diameter
kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor.
Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai
2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya
bergantung kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan
keahlian juru bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida
yang akan digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan
pemilihan mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk
menentukan faktor kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi pemboran
yang efisien. Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung
kepada kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor.
Beberapa permasalahan (kendala) yang muncul dalam pemboran dapat dilihat pada Tabel
6.2.
Tabel 6.2 Beberapa permasalahan dalam pemboran dan perkiraan solusinya (dimodifikasi
dari Australian Drilling Industry, 1996)
Lokasi - jalan transportasi
- alat transportasi
- mesin yang sesuai
Biaya dan waktu - efisiensi kerja
- logistik
- pemanfaatan tenaga dan waktu
Batuan keras - mata bor yang cocok
- RPM
- WOB
Runtuhan dinding casing
fluida bor : - kecepatan <<
- viskositas
- BJ >>
- bentuk mud cake
Kehilangan air (water loss) - casing
- penambahan lumpur bor
Mata bor leleh - RPM <<
- WOB <<
- fluida >
Kedalaman - tenaga cukup
- rod cukup
- casing cukup
- debit dan tekanan pompa cukup
- fluida bor tersedia
Benda jatuh (rod putus) fishing tools
Stang bor terjepit (stuck) - viskositas fluida bor diperbesar
- tekanan fluida >>
- tarik memakai hoist
- putaran rendah dan kuat
- dibantu dengan dongkrak
Pada Tabel 6.3 dan 6.4 berikut ini secara berurutan diberikan ukuran wireline drill rod dan
wireline core barrel untuk seri Q.
Tabel 6.3 Ukuran wireline drill rod seri Q (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran O.D. mm (inci) I.D. mm (inci)
AQ 44,5 (1 ) 34,9 (1 3/8)
BQ 55,6 (2 3/16) 46,0 (1 13/16)
NQ 69,9 (2 ) 60,3 (2 3/8)
HQ 88,9 (3 ) 77,8 (3 1/16)
PQ 117,5 (4 5/8) 103,2 (4 1/16)
Keterangan : O.D. = Outside Diametre, I.D. = Inside Diametre
Tabel 6.4 Ukuran wireline core barrel seri Q/Q-3 (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran Diamater lubang mm (inci) Diameter inti mm (inci)
AQ 48,0 (1 57/64) 27,0 (1 1/16)
BQ 59,9 (2 23/64) 35,4 (1 7/16)
BQ-3 59,9 (2 23/64) 33,5 (1 5/16)
NQ 75,7 (2 63/64) 47,6 (1 7/8)
NQ-3 75,7 (2 63/64) 45,1 (1 25/32)
HQ 96,0 (3 25/32) 63,5 (2 )
HQ-3 96,0 (3 25/32) 61,1 (2 13/32)
Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber : batuan, inti bor atau
sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini
akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi.
Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam persen
volume. Jika CR kurang dari 8590% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal
ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto
yang sebenarnya.
Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk
menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki
prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan
sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti
bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur
(rekahan dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama
batuan) serta core recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut
kualitas dan kuantitasnya.
Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan
orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk
sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan assay.
Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam dua bagian dengan gergaji
intan, setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core
box untuk tujuan lain.
menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau
sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti sirkulasi
air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke permukaan, hal ini dapat
dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat diambil dalam waktu 2030 menit ke
permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran.
b. Pemboran non-corring
Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 12 m
dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut
lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang untuk
memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk
memberikan gambaran lubang bor tersebut.
Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel dimana ukuran inti sangat
tergantung dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang
diangkat (terbawa) oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank.
Gambar 6.21 menunjukkan sketsa pendefinisian antara core dan sludge.
Sludge
100 - i
100
Core
Dalam pengambilan conto dari inti bor (core recovery), harus diperhatikan reabilitas dari
conto. Seperti terlihat pada Gambar 6.22, conto 1, 2, dan 3 harus dipisahkan, karena
segmen conto dipisahkan oleh bagian yang hancur (conto 2).
1 2 3
Berikut ini dapat dilihat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penentuan kadar
sampling dengan penggabungan core dan sludge.
Rumus I2 :
i2 i2
S.100 -
100 .C
100
k
100
Interpretasi dan kompilasi data hasil eksplorasi langsung secara umum dapat berupa peta-
peta atau penampang (profil). Hasil kompilasi data pemetaan geologi atau alterasi tentu
saja berupa peta penyebaran batuan/struktur atau alterasi, serta penampang
geologi/struktur atau alterasi (lihat contoh Gambar 6.23). Sementara kompilasi data
tracing float berupa peta penyebaran mineralisasi yang mengarah ke sumber primernya.
Data-data dari uji sumuran dan paritan umumnya digunakan untuk melengkapi data
penyebaran singkapan, misalnya pada endapan batubara.
Sedangkan dari kompilasi data bawah permukaan hasil pemboran dapat dibuat
penampang melintang untuk menggambarkan penyebaran dan model suatu endapan atau
badan bijih, baik model 2-D maupun 3-D. Sebagai contoh interpretasi dan kompilasi data
pemboran ditunjukkan pada Gambar 6.24 berupa model blok dan Gambar 6.25 berupa
diagram Fence. Dari kedua gambar tersebut terlihat dengan jelas pola dan arah
penyebaran suatu endapan bahan galian.
Gambar 6.23 Penampang melintang diagramatik dari potongan jalan raya di Kentucky
timur menunjukkan zona urutan transisi yang terbentuk antara lingkungan
dataran bawah dan atas hasil interpretasi observasi singkapan (Peters,
1978)
Gambar 6.24 Diagram blok yang menunjukkan kenampakan 3D dari beberapa perlapisan
batubara di daerah Alaska. Beberapa lubang bor menjadi kontrol struktur
dan stratigrafi (Peters, 1978)
Gambar 6.25 Diagram Fence yang menunjukkan korelasi dan ketebalan seam batubara
utama di Campbell County, Wyoming ( Peters, 1978)
BAB VII
DESAIN DAN PERENCANAAN EKSPLORASI
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pekerjaan eksplorasi dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan data mengenai endapan (bentuk, penyebaran, letak, posisi,
kadar/kualitas, jumlah endapan, serta kondisi-kondisi geologi). Pekerjaan eksplorasi ini
harus telah selesai dilakukan sebelum memasuki tahapan perencanaan penambangan.
Sifat-sifat tersebut muncul akibat faktor-faktor kondisi endapan dan lingkungan, antara
lain :
adanya ketidakpastian mengenai pengetahuan cadangan bahan tambangnya, baik
mengenai jumlah kadar atau kualitas, bentuk, serta letak dan posisi endapan,
kondisi-kondisi geologi (sifat batuan, struktur, dan air tanah) endapan dan daerah
sekitarnya,
umumnya terletak pada daerah yang jauh dan relatif terpencil.
Secara umum aliran kegiatan industri pertambangan dimulai dengan tahapan prospeksi
yang kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi. Tahapan ini mempunyai resiko yang sangat
tinggi (high risk), karena berhubungan dengan resiko geologi. Pada saat memasuki
tahapan pre-studi kelayakan (prefeasibility study) sampai dengan tahapan studi kelayakan
(feasibility study), resiko kegagalan mulai diperkecil.
tentang adanya suatu kuantitas (tonase atau volume) bahan galian, yang disebut sebagai
cadangan.
Kepastian dari segi ilmu geologi itu antara lain berkenaan dengan :
keanekaragaman mineral yang ada dalam bahan galian,
perubahan kandungan mineral bijih akibat struktur atau lingkungan geologi, dan
kemungkinan geologinya adanya sejumlah cadangan lain di tempat sekitar letakan
yang sudah diketahui.
Dalam pelaksanaannya, eksplorasi seperti disebut dalam UU tahun 1967 didahului oleh
adanya suatu kegiatan yang disebut sebagai Penyelidikan Umum. Penyelidikan umum
ini disebutkan sebagai penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan,
perairan, dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi
umum atau menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya. Adanya
letakan bahan galian yang ditetapkan pada penyelidikan umum lebih lanjut diteliti secara
seksama pada tahap eksplorasi.
Istilah penyelidikan umum dalam UU tahun 1967 sama artinya dengan Prospeksi
Mineral. Prospek dalam bidang pertambangan berarti sesuatu yang memberi harapan
yang dapat bermanfaat bagi manusia. Secara fisik prospek ini umumnya merupakan
sebagian dari letakan bahan galian, misalnya mineralisasi yang muncul di permukaan bumi
atau yang terdapat di bawah permukaan pada batas daerah yang sedang ditambang.
Keseluruhan bagian dari letakan bahan galian belum diketahui dengan pasti karena belum
diselidiki dengan lebih teliti. Itu sebabnya pada suatu prospek masih harus dilakukan
penyelidikan lagi dan ini berlangsung pada tahap eksplorasi.
Eksplorasi mineral itu tidak hanya berupa kegiatan sesudah penyelidikan umum itu secara
positif menemukan tanda-tanda adanya letakan bahan galian, tetapi pengertian eksplorasi
itu merujuk kepada seluruh urutan golongan besar pekerjaan yang terdiri dari :
peninjauan (reconnaissance atau prospeksi atau penyelidikan umum) dengan tujuan
mencari prospek,
penilaian ekonomi prospek yang telah diketemukan, dan
tugas-tugas menetapkan bijih tambahan di suatu tambang.
Di Indonesia sendiri nama-mana dinas atau divisi suatu organisasi perusahaan, lembaga
pemerintahan serta penelitian memakai istilah eksplorasi untuk kegiatannya yang
mencakup mulai dari mencari prospek sampai menentukan besarnya cadangan mineral.
Sebaliknya ada beberapa negara, misalnya Perancis dan Uni Soviet (sebelum negara ini
bubar) yang menggunakan istilah eksplorasi untuk kegiatan mencari mineralisasi dan
prospeksi untuk kegiatan penilaian ekonomi suatu prospek (Tilton, 1988). Selanjutnya
istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini berarti keseluruhan urutan kegiatan
mulai mencari letak mineralisasi sampai menentukan cadangan insitu hasil temuan
mineralisasi. Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini berarti
keseluruhan urutan kegiatan mulai dari mencari letak mineralisasi sampai menentukan
cadangan insitunya.
Dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan masih kecil
sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga mempunyai skala
yang relatif kecil, yaitu 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan pada tahap ini adalah :
A. Studi literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap data
dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama,
laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei.
Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional
dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk memilih daerah
eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada
proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan
pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta
topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan
pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka
hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan untuk mencari
tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan mengambil
conto dari singkapan-singkapan yang penting.
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan dibuat
penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan model geologi
hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan
sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan
pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta (dengan
bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran
mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah
survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah
tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi
selanjutnya.
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai
prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail. Kegiatan utama
dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat), yaitu dengan
memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk dapat mendapatkan data-data yang lebih
teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran
kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak.
Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi
terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian perencanaan
tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan,
dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai
kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan
sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau
kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan
dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.
Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan melakukan
analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran maka
dapatlah diketahui apakah cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang
dengan menguntungkan atau tidak.
Rencana biaya harus dipertimbangkan secara matang karena berkaitan dengan nilai
investisasi yang dilakukan, dan umumnya meliputi biaya pembukaan lahan untuk base
camp, persiapan sarana dan prasarana (peralatan), biaya operasional selama survei,
renumerasi (penggajian), akomodasi dan kebutuhan logistik, serta pajak.
Waktu kegiatan juga harus ditentukan secara tepat, misalnya disesuaikan dengan kondisi
iklim setempat serta trend kondisi politik, ekonomi atau investasi saat itu. Tidak akan
memungkinkan dilakukan suatu kegiatan eksplorasi di suatu daerah yang sedang
berkecamuk perang atau terdapat gangguan keamanan.
peta dasar,
alat surveying/ukur atau GPS (Global Positioning System),
alat kerja :
alat geofisika, kompas,
alat sampling, meteran,
palu, kantong contoh,
altimeter, geochemical kit,
alat bor, dll.
alat tulis,
alat komunikasi,
keperluan sehari-hari (makan-tidur-mandi, dll.), dan
obat-obatan/P3K.
Dalam pemilihan metode-metode yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis
endapan yang akan dicari. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada masing-
masing tahapan eksplorasi serta pemilihan metode dapat digambarkan secara umum
seperti terlihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Tahapan eksplorasi dan metode yang digunakan sesuai dengan endapan
mineral yang dicari
Jenis endapan
Tahapan Metode
mineral
Citra landsat semua
Pendahuluan
Sintesis regional semua
semua
Foto udara
logam dasar
Aeromagnetik
semua
Survei Tinjau Pemetaan geologi
misalnya batubara
(Reconnaissance) Pengukuran penampang stratigrafi
logam dasar
Stream sediment sampling
mineral berat
Pendulangan
semua
Pemetaan geologi
logam dasar
Stream sediment sampling
mineral berat
Pendulangan
non-metalik
Prospeksi umum Gaya berat
singenetik
Seismik
logam dasar tertentu
Magnetik
semua
Rock sampling
Pemetaan geologi
semua
Uji sumuran
semua
Geolistrik (tahanan jenis, IP, SP, dll.)
logam dasar
Seismik refraksi/refleksi
Prospeksi detail singenetik
Detail magnetik
(Eksplorasi pendahuluan) logam dasar tertentu
Soil sampling (geokimia)
logam dasar
Rock sampling (geokimia)
semua
Rock sampling (petrografi, alterasi)
logam dasar, dll.
Agar eksplorasi dapat dilaksanakan dengan efisien, ekonomis, dan tepat sasaran, maka
diperlukan perencanaan berdasarkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar eksplorasi
sebelum program eksplorasi tersebut dilaksanakan.
Selain itu, perencanaan program eksplorasi tersebut harus memenuhi kaidah-kaidah dasar
ekonomis dan perancangan (desain) yaitu :
Efektif ; penggunaan alat, individu, dan metode harus sesuai dengan keadaan
geologi endapan yang dicari.
Efisien ; dengan menggunakan prinsip dasar ekonomi, yaitu dengan biaya
serendah-rendahnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
Cost-beneficial ; hasil yang diperoleh dapat dianggunkan (bankable).
Model geologi regional dapat dipelajari melalui salah satu konsep genesa bahan galian
yaitu Mendala Metalogenik, yaitu yang berkenaan dengan batuan sumber atau asosiasi
batuan, proses-proses geologi (tektonik, sedimentasi), serta waktu terbentuknya suatu
endapan bahan galian.
Selain itu, prinsip dasar dalam penentuan jarak sedapat mungkin telah memenuhi
beberapa faktor lain, seperti :
Grid density (interval/jarak) antar titik observasi. Semakin detail pekerjaan
maka grid density semakin kecil (interval/jarak) semakin rapat.
Persyaratan pengelompokan hasil perhitungan cadangan/endapan. Contoh
pada batubara ; syarat jarak untuk klasifikasi terukur (measured) 400 m
antar titik observasi.
Secara umum, suatu manajemen kegiatan eksplorasi telah meliputi beberapa hal berikut,
antara lain :
Jenis kegiatan.
Operasi lapangan.
Layanan pendukung.
Layanan teknis, logistik, dan administrasi.
Koordinasi, komunikasi, dan pengawasan.
Analisis dan integrasi data hasil eksplorasi.
Pengambilan keputusan.
Teori manajemen dapat diterapkan dalam kegiatan eksplorasi. Secara umum, dalam suatu
program penentuan yang mengarah ke eksplorasi harus dimulai dengan hipotesa
pekerjaan, yang merupakan rencana ulang pemilihan fakta-fakta dari beberapa observasi
dan intepretasi dengan spekulasi dari pengeluaran.
Syarat untuk perumusan hipotesis dari suatu penemuan (dalam hal ini endapan bahan
galian) adalah sebagai berikut :
pengetahuan staf (pekerja) yang baik tentang keadaan/kontrol geologi suatu
endapan,
mempunyai wawasan dan imajinasi,
mempunyai bakat intuisi,
mempunyai keberanian,
mempunyai keyakinan tentang penilaian hipotesis,
kemampuan untuk berdiri sendiri.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PETA
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1. Maksud dan tujuan penyelidikan
2. Anggota tim penyelidikan
3. Penyelidikan yang pernah dilakukan sebelumnya
LAMPIRAN
1. Peta lokasi/situasi
2. Peta geologi lintasan dan singkapan (minimal skala 1 : 25.000)
3. Peta kegiatan penyelidikan umum (minimal skala 1 : 10.000), termasuk lokasi sumur
uji, parit uji, pengambilan contoh
4. Peta anomali geokimia (minimal skala 1 : 10.000) untuk bahan galian logam
5. Peta anomali geofisika (minimal skala 1 : 10.000) bilamana dilakukan
6. Peta penyebaran bahan galian dan daerah prospek (minimal skala 1 : 10.000),
7. Peta wilayah rencana peningkatan Kuasa Pertambangan
8. Penampang sumur uji, parit uji, penampang bor
Untuk tahapan eksplorasi, kerangka laporan kegiatan eksplorasi adalah sebagai berikut :
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PETA
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1. Maksud dan tujuan penyelidikan
2. Perizinan
3. Sejarah penyelidikan
BAB V. SIMPULAN
(antara lain memuat) :
1. Keadaan lingkungan daerah penyebaran endapan sekitarnya
2. Keadaan geologi yang penting dan keadaan batuan
3. Keadaan endapan (kadar, penyebaran, cadangan, tanah penutup, dan lain-
lain)
LAMPIRAN
(disesuaikan dengan jenis bahan galian)
1. Peta lokasi/situasi
2. Peta topografi (skala 1 : 500 - 2000)
3. Peta kajian eksplorasi (skala 1 : 2000 10.000) meliputi lokasi singkapan, sumur uji,
parit uji, pemboran dan pengambilan contoh
4. Peta geologi daerah (skala 1 : 500 2000)
5. Peta penyebaran bahan galian (skala 1 : 500 2000)
6. Peta perhitungan cadangan (skala 1 : 500 2000)
7. Peta penyebaran kadar (skala 1 : 500 2000)
8. Peta isopach tanah penutup (skala 1 : 500 2000)
9. Peta isopach bahan galian (skala 1 : 500 2000)
10. Peta struktur kontor (skala 1 : 500 2000)
11. Penampang geologi
BAB VIII
PENGUMPULAN
DATA GEOTEKNIK DAN HIDROGEOLOGI
Geoteknik atau dikenal sebagai engineering geology merupakan bagian dari rekayasa sipil
yang didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul selama sejarah penambangan.
Seorang ahli sipil yang merancang terowongan, jalan raya, bendungan atau yang lainnya
memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan,
sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik merupakan bagian dari uji lokasi dan
merupakan dasar untuk pemilihan lokasi. Bagian dari ilmu geoteknik yang berhubungan
dengan respon material alami terhadap gejala deformasi disebut dengan geomekanika.
Dalam urutan kegiatan pertambangan, eksplorasi merupakan proses evaluasi teknis untuk
mendapatkan model badan bijih. Model cadangan suatu badan bijih yang diinterpretasikan
dari hasil eksplorasi langsung maupun tak langsung, sebelum ditentukan cara
penambangannya apakah dengan open pit atau underground mining harus dianalisis
secara geoteknik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah
ketidakselarasan struktur geologi. Pola-pola dari patahan, rekahan, dan bidang perlapisan
mendominasi perilaku batuan dalam tambang terbuka karena terdapat gaya penahan yang
kecil untuk mencegah terjadinya luncuran dan karena terdapat semacam gaya tekan ke
atas dari permukaan air yang terdapat dalam rekahan.
Dalam tambang bawah tanah pengaruh ketidakselarasan kurang dominan namun tetap
harus diperhatikan. Permukaan patahan pada kedalaman tertentu merupakan tempat yang
memiliki kohesi yang rendah dan berakumulasinya tegangan. Permukaan rekahan dan
belahan merupakan bidang lemah dengan resistansi yang rendah untuk menahan
tegangan, dan memiliki kecenderungan terbuka saat terganggu oleh aktivitas peledakan
(blasting).
Instrumentasi yang modern dalam mekanika batuan memberikan cara pengukuran yang
lebih baik terhadap pengaruh kombinasi kekuatan batuan dan cacat struktur. Keuntungan
khusus dari studi mekanika batuan modern adalah lokasi dan material dapat diuji lebih
lanjut. Daerah kerja tambang dapat dirancang secara detail. Detail-line mapping dilakukan
untuk menggambarkan proyeksi rekahan dan kontak yang orientasinya menyebar
sepanjang singkapan atau suatu muka tambang. Gambar 8.1 adalah lembar data tipikal
yang digunakan dalam metoda ini, menunjukkan jenis informasi yang dikumpulkan. Posisi
rekahan yang dihasilkan dalam detail-line mapping diplot pada stereonet untuk dievaluasi.
Pendekatan lainnya untuk studi struktur detail dalam pertambangan adalah fracture-set
mapping yang dalam hal ini semua rekahan diukur dan dideskripsikan dalam beberapa area
tambang kemudian dikelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu. Kelompok tersebut
dideskripsikan dan posisi individualnya diplot pada Schmidt net (equal-area net).
Gambar 8.1 Lembar data untuk detail-line mapping terhadap rekahan dan kontak geologi
pada tambang terbuka (Peters, 1978)
Sebagai contoh :
Jika total kemajuan pemboran 130 cm, total inti bor yang diperoleh 104 cm, maka
perolehan inti bor (core recovery) adalah 104/130 = 80%. Jumlah panjang inti bor dengan
panjang 10 cm atau lebih adalah 71,5 cm, sehingga besarnya RQD = 71,5/130 = 55%
artinya kualitas batuan yang bersangkutan adalah sedang.
Tabel 8.2 memberikan penjelasan lebih detail mengenai informasi geologi yang digunakan
dalam rock-slope engineering., yang menunjukkan apa saja yang diperlukan dalam
merekam cacat struktur batuan.
Tabel 8.2 Informasi geologi yang diperlukan untuk merekam cacat struktur dalam batuan
(Peters, 1978)
Informasi geoteknik
1. Peta lokasi atau rencana tambang.
2. Kedalaman di bawah datum referensi.
3. Kemiringan (dip).
4. Frekuensi atau spasi antar bidang ketidakselarasan yang berdekatan.
5. Kemenerusan atau perluasan bidang ketidakselarasan.
6. Lebar atau bukaan bidang ketidakselarasan.
7. Gouge atau pengisian antar muka bidang ketidakselarasan.
8. Kekasaran permukaan dari muka bidang ketidakselarasan.
9. Waviness atau lekukan permukaan bidang ketidakselarasan.
10. Deskripsi dan sifat-sifat batuan utuh diantara bidang ketidakselarasan.
Berikut ini merupakan beberapa istilah dan pengertiannya berkaitan dengan pengujian
geomekanika :
1. Tegangan (stress) adalah gaya yang bekerja tiap satuan luas permukaan. Simbolnya
adalah (baca: sigma) untuk tegangan normal dan (baca: tau) untuk tegangan
geser.
2. Regangan (strain) adalah respon yang diberikan oleh suatu material akibat dikenai
tegangan. Simbolnya adalah (baca: epsilon) yang menunjukkan deformasi
(pemendekan atau pemanjangan) per satuan panjang mula-mula.
3. Kuat geser (shear strength) adalah besarnya tegangan atau beban pada saat material
hancur dalam geserannya.
4. Modulus Young (E) adalah ukuran kekakuan yang merupakan suatu konstanta untuk
setiap padatan yang klastik. Sering disebut modulus elastisitas yang merupakan
perbandingan antara tegangan terhadap regangan (E=/).
5. Rasio Poisson (, baca: nu) berkaitan dengan besarnya regangan normal transversal
terhadap regangan normal longitudinal di bawah tegangan uniaksial. Nilainya berkisar
E y E z
sekitar 0,2 dan persamaannya adalah
x atau
x .
Gambar 8.2 Diagram penampang dari uji uniaksial pada suatu silinder batuan (Peters,
1978)
Gambar 8.3 Diagram penampang dari uji geser kompresif triaksial pada suatu silinder
batuan (Peters, 1978)
Kekuatan batuan dapat diukur secara insitu (di lapangan) sebaik pengukuran di
laboratorium. Regangan (deformasi) diukur di area tambang kemudian dihubungkan
terhadap tegangan dengan berpedoman pada konstanta elastik dari laboratorium.
Tegangan sebelum penambangan merupakan kondisi tegangan asli, sulit dihitung, tetapi
merupakan parameter desain tambang yang penting. Tegangan tersebut umumnya
diperkirakan dan diberi beberapa kuantifikasi dengan memasang sekelompok pengukur
tegangan elektrik dalam rosette pada permukaan batuan, memindahkan batuan-batuan
yang berdekatan, dan mengukur respon tegangan sebenarnya yang dilepaskan. Kondisi
tegangan yang berkembang selama penambangan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam operasi tambang sebaik dalam perancangan tambang. Regangan yang
dihasilkan dari pola tegangan baru diukur dari waktu ke waktu atau dimonitor secara
menerus selama penambangan berlangsung.
Beberapa karakteristik kuat tekan dan kuat tarik yang telah diukur untuk beberapa jenis
batuan yang umum ditunjukkan pada Tabel 8.3.
Tabel 8.3 Kuat tekan uniaksial dan kuat tarik dari beberapa jenis batuan (Peters, 1978)
Jenis batuan Kuat tekan (kg/m2) Kuat tarik (kg/m2)
Batuan intrusif
Granit 1000-2800 40-250
Diorit 1800-3000 150-300
Gabro 1500-3000 50-300
Dolerit 2000-3500 150-350
Batuan ekstrusif
Riolit 800-1600 50-90
Dasit 800-1600 30-80
Andesit 400-3200 50-110
Basal 800-4200 60-300
Tufa vulkanik 50-600 5-45
Batuan sedimen
Batupasir 200-1700 40-250
Batugamping 300-2500 50-250
Dolomit 800-2500 150-250
Serpih 100-1000 20-100
Batubara 50-500 20-50
Batuan metamorfik
Kuarsit 1500-3000 100-300
Gneis 500-2500 40-200
Marmer 1000-2500 70-200
Sabak 1000-2000 70-200
Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan. Jika suatu batuan berasal dari material
yang tak terkonsolidasi, seharusnya mengikuti aturan mekanika tanah, dimana klasifikasi
material ditunjukkan pada Gambar 8.5.
Pola perilaku tanah dan batuan dipengaruhi oleh kehadiran air dan udara; terutama air.
Klasifikasi teknis yang umum untuk tanah berbutir halus melibatkan grafik plastisitas
(Gambar 8.6) dimana batas likuid diplot berlawanan terhadap indeks plastisitas. Garis A
pada grafik merupakan suatu batas empiris dengan lempung inorganik di atas dan dengan
lanau dan lempung organik di bawah.
lapangan, vane shear test digunakan; dalam hal ini pipa dengan empat-sayap disisipkan ke
dalam tanah dan diputar dengan suatu gaya ukur untuk menentukan kuat pergeseran.
Gambar 8.6 Grafik plastisitas tanah menunjukkan karakteristik beberapa jenis tanah
(Peters, 1978)
Dua parameter pengukuran yang terpenting dalam hidrologi airtanah adalah koefisien
permeabilitas dan koefisien penyimpanan, atau porositas efektif. Koefisien permeabilitas
() merupakan suatu elemen dari Hukum Darcy : V = .i, dimana V adalah kecepatan
aliran laminer (kondisi nonturbulen) dan I adalah gradien hidraulik yang merupakan rasio
kehilangan dalam tinggi hidraulik (tekanan) oleh resistansi friksional terhadap satuan jarak
dalam arah aliran. Koefisien permeabilitas ditentukan secara eksperimen untuk daerah
yang spesifik dengan uji pompa dan di laboratorium dengan uji permeameter.
Koefisien penyimpanan dalam suatu akifer ditunjukkan sebagai fraksi desimal, yang
menunjukkan volume air yang dapat diharapkan untuk dikuras dari suatu satuan volume
tanah. Parameter tersebut berkaitan dengan pori, rekahan, dan lubang bukaan larutan
untuk pengisian oleh airtanah. Koefisien penyimpanan umumnya dihitung dari uji pompa
dalam sumur observasi yang digunakan untuk memonitor perbedaan kurva penurunan atau
permukaan piezometrik di sekitar sumur atau shaft, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 8.8.
Gambar 8.8 Uji drawdown dengan pemompaan dalam suatu tambang atau sumur (Peters,
1978)
4. Untuk dapat mengetahui sifat fisik dan kadar (kualitas) dari suatu bijih (endapan),
maka dilakukan sampling. Jelaskan metoda-metoda sampling yang anda ketahui
(meliputi : letak/posisi sampling, cara pengambilan conto, serta makna & tujuan
dari masing-masing metoda sampling tersebut).
Susunlah suatu program eksplorasi yang terdiri dari : survei geofisika, survei
geokimia, metoda eksplorasi langsung, dan pemboran acak (scout drilling)
Jelaskan metoda-metoda (cara) yang digunakan, tujuan, serta metode
interpretasi yang dipakai dan hasil yang diharapkan.
6. Dalam melakukan penentuan kadar rata-rata suatu endapan (pada suatu areal)
pada umumnya digunakan faktor pembobotan (weighting), yaitu pembobotan
aritmetika sederhana, pembobotan panjang/tebal, pembobotan luas, pembobotan
volume, dan pembobotan tonase.
a. Mengapa diperlukan pembobotan tersebut ?
b. Jelaskan persamaan matematik untuk masing-masing pembobotan tersebut.
c. Jelaskan untuk kondisi data endapan yang bagaimana masing-masing
pembobotan tersebut yang cocok untuk diterapkan.
Soal 1
Diketahui dari hasil penambangan bijih Cu dari 3 lokasi pit yang berbeda adalah sebagai
berikut :
1500 ton dengan kadar 0,70 % Cu
3000 ton dengan kadar 0,84 % Cu
1000 ton dengan kadar 1,10 % Cu
Pertanyaan :
Tentukan kadar rata-rata sesudah bijih tersebut dicampur, dan berapa tonase logam Cu
yang dapat diekstrak (jika recovery = 90%).
Soal 2
Pertanyaan :
a. Hitung kadar rata-rata bijih Ni pada sumuran uji tersebut.
b. Jika c.o.g = 2,30 % Ni, berapa tebal bijih Ni pada sumuran uji ini.
c. Berapa tebal overburden (waste) pada sumuran uji ini.
Soal 3
Dari suatu rangkaian test pit dengan grid 50 x 50 m (lihat Gambar 1), diperoleh
penyebaran kadar dalam arah horizontal (teoritis).
Pertanyaan :
a. Jika diberikan c.o.g = 2,30 %, maka buatlah sketsa batas tubuh bijih (ore body
outline).
b. Apakah pola pemboran yang ada dapat memberikan keyakinan geologi yang
cukup untuk penarikan ore body outline?. Jelaskan jawaban saudara.
c. Apa usulan yang saudara rekomendasikan untuk kondisi endapan tersebut ?
Soal 4
Diketahui suatu endapan berbentuk vein dengan kondisi mineralisasi bijih Pb seperti
terlihat pada Gambar 2. Kemiringan vein adalah 600.
Pertanyaan :
a. Jika diberikan c.o.g = 3,90 % Pb dan minimum stoping width = 1,0 m, bagaimana
zona mineralisasi tersebut ditambang ?.
b. Berapa lebar dan tebal tubuh vein yang potensial ?
c. Buatlah sketsa posisi stoping yang direkomendasikan, jika tinggi stoping yang
diusulkan adalah 2,5 m, dan berapa kadar rata-rata yang dapat diperoleh dari
stoping tersebut ?.
1 2 3 4 5
10 cm 30 cm 40 cm 30 cm 20 cm
0,1 % 4,3 % 5,1 % 2,1 % 0,6 %
Soal. 5
Pada Gambar 3 di bawah ini merupakan sebaran titik bor pola bujursangkar (10x10 m)
pada eksplorasi endapan nikel laterit, dan Tabel-I merupakan hasil analisis kadar
(assay) % Ni pada lubang bor dengan interval sampling 2 m.
Asumsi :
Faktor koreksi sebesar (losses) 0,3 ; Topografi datar ; SG bijih rata-rata 1,85
Tentukan :
a. Gambarkan bentuk 3D tubuh bijih berdasarkan korelasi masing-masing titik bor.
b. Kadar rata-rata, volume waste, dan volume bijih (sebelum dikurangi faktor
koreksi) dengan cut off grade (*) :
1,25% Ni ; 1,30% Ni ; 1,35% Ni ; 1,40% Ni ;
1,45% Ni ; 1,50% Ni ; 1,55% Ni ; 1,60% Ni.
c. Volume waste dan volume bijih bersih (setelah dikurangi faktor koreksi).
d. Tonase bijih Nikel.
e. Tonase (perolehan) logam Ni yang dapat diekstrak.
Petunjuk :
Untuk penentuan zona bijih gunakan metoda trial & error dengan mempertimbangkan
ketebalan tanah penutup (waste),
Untuk analisis cadangan, gunakan daerah pengaruh masing-masing titik bor.
Tabel I
Hasil analisis assay masing-masing titik bor (untuk Soal 5)
Kedalaman
Bor-1 Bor-2 Bor-3 Bor-4 Bor-5 Bor-6 Bor-7 Bor-8 Bor-9 Bor-10 Bor-11 Bor-12 Bor-13 Bor-14 Bor-15
Dari Ke
0 2 0.25 0.29 0.26 0.27 0.30 0.34 0.20 0.23 0.26 0.29 0.40 0.36 0.32 0.35 0.33
2 4 0.39 0.38 0.34 0.30 0.28 0.55 0.44 0.43 0.38 0.46 0.55 0.54 0.54 0.59 0.55
4 6 0.63 0.65 0.54 0.51 0.47 0.55 0.66 0.55 0.57 0.62 0.58 0.60 0.59 0.57 0.56
6 8 0.69 0.71 0.68 0.58 0.54 0.59 0.61 0.59 0.58 0.57 0.55 0.63 0.60 0.63 0.57
8 10 0.59 0.62 0.61 0.60 0.68 0.51 0.49 0.60 0.62 0.70 0.75 0.69 0.66 0.53 0.80
10 12 0.60 0.63 0.64 0.61 0.66 0.65 0.58 0.64 0.64 0.96 0.73 0.96 0.70 0.76 0.96
12 14 0.66 0.62 0.78 0.98 0.88 0.76 0.78 0.59 0.75 1.17 0.96 0.98 0.81 0.94 0.84
14 16 0.79 0.84 0.89 0.79 0.83 1.09 0.83 0.70 1.06 0.87 0.70 0.89 0.74 0.72 0.80
16 18 0.72 0.85 0.99 0.85 0.82 0.23 0.78 0.71 0.79 0.91 0.73 0.77 0.83 0.75 0.83
18 20 0.77 0.70 0.86 0.77 0.96 0.25 0.88 0.78 0.74 0.96 1.00 0.97 0.98 0.88 0.99
20 22 0.90 0.95 0.89 0.94 0.88 1.01 1.06 0.82 0.95 0.96 0.87 0.89 0.93 0.99 0.99
22 24 0.70 1.00 0.90 1.01 1.13 0.84 0.88 0.67 1.07 1.22 0.78 0.90 0.95 0.89 1.08
24 26 0.20 0.71 0.86 0.85 1.03 0.72 0.77 0.91 1.01 0.91 0.86 0.87 0.92 0.87 0.87
26 28 0.70 0.78 0.67 0.81 0.90 0.53 0.56 0.44 0.69 0.58 0.60 0.64 0.74 1.25 1.18
28 30 1.60 0.64 0.85 0.60 0.75 5.80 0.58 0.62 0.74 0.86 0.31 0.89 0.62 1.94 2.34
30 32 4.03 1.93 0.71 0.50 0.58 3.97 0.48 1.47 0.67 0.79 0.73 0.63 0.72 1.84 2.25
32 34 5.89 3.28 1.46 0.91 1.84 3.72 1.02 0.84 0.81 1.47 0.99 0.79 0.84 1.70 1.58
34 36 3.15 2.12 0.88 0.82 1.30 3.15 1.08 0.72 1.03 1.25 0.75 0.59 0.69 1.51 1.91
36 38 3.57 1.45 1.68 1.02 2.14 2.14 3.44 0.44 1.55 1.53 0.82 1.08 1.22 2.08 2.37
38 40 Loss 1.94 1.01 1.57 4.76 2.17 3.29 0.47 1.15 1.02 1.47 1.93 1.97 0.98 3.66
40 42 3.64 2.73 2.26 1.90 2.79 2.29 2.89 1.28 1.49 1.56 2.71 2.93 3.68 1.12 2.10
42 44 4.67 2.23 2.61 5.57 1.28 3.15 2.75 0.89 0.75 2.66 3.46 3.12 1.66 1.00 1.80
44 46 4.91 2.87 2.56 4.54 1.25 2.98 2.62 1.04 1.97 4.97 3.36 2.83 1.53 1.39 1.19
46 48 3.82 4.53 3.17 5.10 0.99 2.90 2.72 1.49 1.54 3.65 3.70 3.01 3.22 1.33 1.27
48 50 3.10 3.70 2.70 4.45 0.66 2.45 2.44 1.20 1.40 8.24 2.96 3.02 4.10 1.51 2.68
50 52 4.01 3.33 2.26 4.25 1.40 2.31 2.74 1.05 1.08 5.71 3.34 2.95 3.87 1.61 3.06
52 54 1.94 2.72 2.14 4.17 1.07 2.32 3.02 0.95 0.94 4.49 2.99 3.42 3.78 1.05 2.81
54 56 1.52 1.74 1.64 3.42 0.74 1.74 2.48 1.31 0.99 3.17 2.98 2.62 2.68 1.24 3.11
56 58 0.77 1.62 1.82 2.84 0.74 2.26 1.88 1.06 2.30 4.53 2.45 2.78 2.31 1.23 2.09
58 60 1.02 2.75 2.04 2.67 2.14 3.62 2.70 0.81 2.82 4.22 2.57 2.19 0.90 3.29 2.92
60 62 1.54 2.45 2.04 2.43 2.27 3.05 2.14 2.60 1.35 3.37 2.09 2.24 0.87 2.26 3.32
62 64 0.90 1.22 1.85 3.03 3.50 1.88 3.09 3.63 1.71 3.35 0.84 1.88 1.43 2.92 2.13
64 66 0.97 1.25 0.73 2.89 2.98 1.52 2.59 2.95 2.44 2.98 0.46 2.55 3.58 2.47 0.64
66 68 1.58 0.82 0.53 4.30 2.65 1.99 2.43 2.47 3.67 2.04 1.71 1.26 3.60 2.35 0.48
68 70 2.16 1.47 3.10 2.89 3.27 1.88 1.28 3.65 2.15 3.67 1.69 1.37 2.93 0.37 0.72
70 72 1.41 2.72 2.07 3.66 0.93 0.32 0.39 2.36 0.47 1.46 0.48 1.07 3.43 0.40 0.52
72 74 1.03 3.62 2.55 3.55 1.50 0.35 0.33 3.31 0.82 0.58 0.39 1.37 3.68 0.35 0.58
74 76 1.14 2.53 1.31 0.92 1.24 0.49 4.25 0.57 1.80 1.37 4.10 0.50 1.86
76 78 0.79 1.47 0.57 1.42 0.67 0.30 3.89 0.40 2.06 1.02 1.38 0.97 0.46
78 80 0.35 0.95 0.46 0.33 0.90 0.88 1.37 0.32 2.04 0.79 0.30 2.63 0.35
80 82 0.27 0.52 0.68 0.86 0.78 0.32 0.38 0.45 0.27 0.31 0.60 0.31
82 84 0.25 0.57 0.33 0.24 0.24 0.26 0.33 0.54
Soal. 6
Suatu eksplorasi nikel laterit dengan test pit menghasilkan data (lihat Tabel II) sebagai
berikut.
Bila batas cut off grade = 1,80 ; 1,85 ; 1,90 ; 1,95 ; 2,00 ; 2,05 ; 2,10 ; 2,15 % Ni,
Buat penampang Utara-Selatan untuk menunjukan tubuh bijih, dan
Tentukan batas penyebaran endapan bijih secara horizontal.
Tabel II
Hasil Test Pit Nikel Laterit (untuk Soal 6)
Soal 7
Diketahui BX-bit
Run = 5,0
Panjang Core = 3,2
Spesific Gravity = 2,6
Berat Core = 7,45#
Berat Sludge = 15,00#
Assay Core = 40 ; 45 ; 50 ; 55 % Fe
Assay Sludge = 55 ; 60 ; 65 ; 70 % Fe
a. Hitung assay rata-rata core dan sludge dengan memakai proportional weights
b. Berapakah hasil penggabungan assay core dan sludge dengan menggunakan
rumus Long year ?
c. Bandingkan hasil perhitungan anda terhadap assay core dan assay sludge. Apa
pendapat anda mengenai hasil perhitungan tersebut ?