Anda di halaman 1dari 11

Sari Pediatri,

SariVol. 8, No.Vol.
Pediatri, 4 (Suplemen), Mei 2007:Mei
8, No. 4 (Suplemen), 94 -2007
104

Ensefalopati Bilirubin
Ali Usman
Sub Bagian Perinatologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak. Ensefalopati bilirubin adalah komplikasi ikterus neonatorum non fisiologis


akibat efek toksis bilirubin indirek terhadap susunan saraf pusat. Kejadian ensefalopati
bilirubin tersebar di seluruh dunia, baik di negara maju, maupun berkembang. Di negara
maju jauh lebih rendah karena kelahiran neonatus sebagian besar di rumah sakit dan
mengikuti protokol manajemen ikterus neonatorum dalam minggu pertama. Sedangkan
di negara berkembang (terutama di Indonesia), kelahiran neonatus lebih dari separuhnya
(70%) di pedesaan yang ditangani oleh bidan desa/dukun bayi. Sisanya lahir di rumah
sakit yang belum sepenuhnya mengikuti protokol manajemen bayi baru lahir untuk
ikterus neonatorum, baik yang tercantum dalam pedoman PONED (Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar), PONEK (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif) , maupun MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).
Ensefalopati bilirubin klinis terdiri dari 2 tahap yaitu fase akut dan fase kronis. Pada fase
awal dan intermediate dari fase akut bersifat reversible (sementara) yang masih aman
jika segera diterapi (transfusi ganti dan foto terapi). Fase lanjut dan kronis bersifat
irreversible (menetap) yang berakhir dengan gejala sisa neurologis/bersifat fatal, biarpun
dilakukan transfusi ganti dan foto terapi. Ensefalopati bilirubin sebagian besar bersifat
preventable, apabila tenaga kesehatan dan rumah sakit mau mengikuti rekomendasi
petunjuk tatalaksana ikterus neonatorum secara benar.
Disimpulkan bahwa dibutuhkan peran aktif dokter anak Indonesia dalam melaksanakan
rekomendasi tata laksana ikterus neonatorum.

Kata kunci: ensefalopati bilirubin, preventable, IDAI

E
nsefalopati bilirubin (EB) merupakan Istilah lain adalah kern ikterus yang berarti yellow
komplikasi ikterus neonatorum non fisiologis kern titik-titik warna kuning yang terjadi mengenai
sebagai akibat efek toksis bilirubin tak sebagian besar struktur SSP, yang ditemukan pada
terkonjugasi terhadap susunan syaraf pusat (SSP) yang autopsi bayi yang meninggal karena ensefalopati
dapat mengakibatkan kematian atau apabila bertahan bilirubin.
hidup menimbulkan gejala sisa yang berat. Ensefalopati bilirubin lebih sering terjadi pada bayi
kurang bulan (BKB) dan pada bayi cukup bulan (BCB)
kadar bilirubinnya sangat tinggi.
Ikterus neonatorum adalah pewarnaan kuning
Alamat korespondensi: pada kulit, mukosa akibat peninggian kadar bilirubin
Dr. Ali Usman, Sp.A(K).
Subbagian Perinatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
di dalam serum/darah. Secara klinis nampak pada
Universitas Padjadjaran RS Dr. Hasan Sadikin, Jl. Pasteur 38, Bandung. daerah muka bilamana kadar bilirubin serum mencapai
Telp.022 2034426 5-7 mg/dl.1-4

94
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Sebagian besar neonatus mengalami ikterus Indian Amerika dan Yunani. Bayi Afrika Amerika lebih
neonatorum fisiologis pada BCB sekitar 60%-70% sedikit daripada BBL kulit putih. Tahun 1985
sedangkan pada BKB lebih tinggi.1-4 Sebagian besar dilaporkan ikterus neonatorum bayi Asia Timur 49%,
kejadian ikterus neonatorum bersifat fisiologis, namun dan Amerika kulit putih 20%, Amerika Afrika 12%.
yang non fisiologis harus diwaspadai sebab dapat Maisels(1999) melaporkan hasil penelitiannya antara
menimbulkan komplikasi yang berat baik gejala sisa kadar bilirubin indirek dengan kejadian kern ikterus
bagi yang hidup maupun yang fatal jika pengobatan yaitu kadar bilirubin indirek 30-40 mg/dl, 25-29 mg/
terlambat. dl, 19-24 mg/dl dan kadar 10-18 mg/dl, berturut-turut
Madan dkk (2005) mengatakan bahwa ensefalopati kejadian kern ikterus 73%, 33%, 8%, dan 0.1
bilirubin merupakan manifestasi klinis dari efek toksis
bilirubin di SSP, sedangkan istilah kern ikterus
didefinisikan sebagai suatu perubahan neuropatologi Faktor Risiko
yang ditandai deposisi pigmen pada beberapa daerah di
otak terutama ganglion basalis, pons dan cerebellum.4 Johnson, Brown (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor
Menurut Spinger (2004), kern ikterus merupakan risiko ensefalopati bilirubin/ kern ikterus diantaranya
diagnosis patologi anatomi. Angka kematian akibat kern adalah prematuritas, penyakit hemolitik terutama Rhesus,
ikterus 3,75%, angka morbiditas (termasuk gejala sisa) ABO, defisiensi enzim G6PD, galaktosemia, sindroma
86%.5 Madan dkk. (2005) melaporkan angka kematian Crigler-Najjar, sepsis neonatorum.6 Menurut Hansen
akibat kern ikterus tinggi (50%), sisanya yang hidup (2002) sebagai faktor risiko ikterus neonatorum baik
akan mengalami morbiditas jangka panjang akibat fisiologis maupun non fisiologis berhubungan dengan
kerusakan SSP berupa palsi serebral, khoreoathetosis, keadaan tertera berikut ini.8-9
tuli sensori frekuensi tinggi, dan mental retardasi. 4 Ras. Kejadian bilirubin ensefalopati tinggi pada
Sampai sekarang kern ikterus sering terjadi tetapi bayi di Asia Timur dan Amerika Indian, daripada
sebagian besar masih bisa dicegah/dihindari apabila Amerika Afrika.
petugas kesehatan (paramedis, dokter) yang terlibat dalam Geografi. Kejadian lebih tinggi pada bayi dan ibu
penanganan neonatus mengikuti dan melaksanakan yang tinggal di daerah pegunungan tinggi.
petunjuk tata laksana ikterus neonatorum. Faktor genetik dan famili. Saudara kandung yang
menderita ikterus neonatorum, mutasi gen (gen
UDPGT): Gilbert syndrome, dan homozygot/
Epidemiologi heterozygot defisiensi G6PD.
Nutrisi. Kejadian meningkat pada bayi yang
Kern ikterus terjadi di semua bagian dunia akan tetapi diberikan ASI.
yang berhubungan akibat dari defisiensi enzim G6PD Faktor ibu. Kejadian meningkat pada bayi dari ibu
adalah lebih banyak daripada penyebab lain. Jumlah yang menderita diabetes mellitus(DM), ibu
tersebut menurun pada dekade 1970 dan 1980, pengguna obat-obatan.
selanjutnya pada dekade 1990 meningkat lagi. Keadaan BKB, BBLR. Bayi kurang bulan dan berat bayi
tersebut kemungkinan berhubungan dengan BCB lahir rendah
pulangkan lebih dini, sehingga follow up BCB kurang American Academic of Pediatric (AAP) 2004
terutama bayi dengan risiko sangat kecil/rendah.6 mengelompokkan faktor risiko menjadi 3 kelompok.10
Untuk beberapa tahun terakhir dokter anak 1. Risiko mayor
mempertimbangkan bahwa mereka meningkatkan kadar TSB/TCB pada zona / daerah risiko
kemampuan life saving terhadap BBL dan kehamilan tinggi (fig.2)
lebih dini, yang menghasilkan ketidakmampuan ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
mengatasi morbiditas dalam kelangsungan hidupnya. uji antiglobulin direk positif, penyakit
Tampaknya sebagai penyebabnya adalah multifaktorial.7 hemolitik lain (defisiensi G6PD), peningkatan
Di Amerika, ikterus neonatorum cenderung ETCO.
meningkat. Sebagian besar neonatus pada minggu usia kehamilan 35-36 minggu.
pertama terjadi peningkatan bilirubin indirek. Kejadian saudara sebelumnya mendapat terapi sama.
ikterus neonatorum meningkat pada BBL di Asia Timur, sefalhematom atau memar hebat.

95
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

ASI eksklusif, terutama bila perawatan tak (trauma serebral) diperberat keadaan hipoksemia,
baik dan terjadi penurunan berat badan. acidemia, hiperkapnia, hipoalbumin, bilirubin yang
Ras Asia Timur. terikat pun dapat melewati/menembus sawar darah
2. Risiko minor otak. (Gambar 1)
kadar TSB atau TCB pada area high inter-
mediate risk. Mekanisme Bilirubin masuk ke dalam
usia kehamilan 37-38 minggu. Susunan Syaraf Pusat (SSP)1,4
observasi ikterus sebelum pulang.
saudara kandung sebelumnya ikterus. 1. Bilirubin indirek bebas yang bersifat lipofilik
bayi makrosomia dari ibu DM. Bilirubin indirek bebas yang bersifat lipofilik dapat
Usia ibu = 25 tahun. menembus sawar darah otak dan masuk ke sel
Bayi laki-laki. neuron otak, selanjutnya terjadi presipitasi dalam
3. Faktor risiko yang menurun (rendah): memran sel syaraf. Keadaan asidosis, hipo-
Faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya albulminemia akan meningkatkan jumlah bili-
risiko ikterus yang bermakna. rubin bebas ke dalam jaringan otak.
Kadar TSB/TCB pada tingkat area zona low risk. 2. Bilirubin indirek dalam bentuk monoanion
Kehamilan = 41 minggu. Bilirubin indirek dalam plasma berikatan dengan
PASI/formula albumin dalam bentuk di-anion setelah disosiasi
Ras kulit hitam dengan 2 ion H (hidrogen). Suasana asam bilirubin
Pulang dari RS setelah usia 3 hari. indirek cenderung membentuk mono-anion
Pada umumnya ikterus terjadi pada minggu (bilirubin acid) serta menyebabkan penurunan
pertama kehidupan, hal ini berhubungan dengan afinitas albumin-bilirubin indirek. Pada bentuk
beberapa faktor.11-12 tersebut akan meningkatkan presipitasi didalam
1. Peningkatan produksi bilirubin sebagai akibat turn jaringan serta dapat menembus sawar otak.
over cell darah merah yang lebih tinggi dan 3. Kerusakan sawar otak
penurunan rentang masa hidup eritrosit. Kadar P-glikoprotein (P-gp) adalah suatu substrat
2. Penurunan ekskresi bilirubin sebagai akibat dalam sawar darah otak yang dapat membatasi
penurunan uptake dalam hati, penurunan masuknya bilirubin ke dalam SSP. Pada kerusakan
konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi sawar otak, zat tersebut mengalami penurunan
bilirubin enterohepatik. sehingga bilirubin indirek bebas dapat menembus
Pada umumnya ekskresi bilirubin membaik setelah sawar otak yang mengakibatkan presipitasi
usia 1 minggu. bilirubin indirek di dalam SSP. (Gambar 2)

Keadaan-keadaan yang memperberat ensefalopati Dampak Toksik Bilirubin terhadap Sel Syaraf
bilirubin adalah asidosis, obat-obatan yang melepas
ikatan albumin-bilirubin (sulfonamid), hipoalbumin, Berdasarkan temuan histologi dan biofisika penelitian
hipoglikemia, dan hipotermia. Madan (2005) mekanisme toksisitas bilirubin terhadap
sel syaraf adalah sebagai berikut.
Bilirubin masuk ke dalam sel-sel neuron sehingga
Patogenesis menyebabkan,
- pertukaran Na K berkurang.
Sawar darah otak (blood brain barrier) adalah suatu - akumulasi cairan sel syaraf meningkat.
lapisan yang terdiri dari pembuluh darah kapiler yang - pembengkakan akson syaraf.
mempunyai sel endotel dengan tight junction khas yang - menurunkan potensial membran dan potensial
berfungsi membatasi serta mengatur pergerakan aksi.
molekul antara darah dan SSP. Pada kondisi sawar - mengurangi aktifitas auditory brain stem
darah otak normal yang dapat menembus barier ini responses
adalah bilirubin indirek bebas (yang tidak terikat - mengurangi fosforilasi protein kinase dan
albumin). Pada kondisi abnormal adanya brain injury synapstosis.

96
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

- mengurangi tyrosin uptake sintesis dopamin. menyebabkan perubahan metabolisme energi


- mengurangi uptake methionine dan thymidine. sel syaraf.
- merusak mitokondria. Gangguan neurotransmisi merupakan tahap awal
- pada penelitian memakai isotop 31p secara dan toksisitas bilirubin yang bersifat reversibel pada
invitro maupun invivo bilirubin dapat aktifitas auditory brain stem responses.

Pean bilirubin bebas


bisa melewati sawar
yang intak

12,13
Gambar 1. Patogenesis ensefalopati bilirubin / kern ikterus

Gambar 2. Mekanisme deposisi asam bilirubin pada lapisan lipid membran sel dan
mekanisme masuknya bilirubin menembus sawar darah otak ke dalam sel syaraf.12,13

97
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Mekanisme penting terhadap toksisitas bilirubin sebagai akibat kadar total serum bilirubin melebihi infants
adalah menghambat enzim fosforilase sinapsis 1 neuroprotective defenses yang menyebabkan kerusakan sel
dan reseptor non channel N-methyl-D-aspartate syaraf pusat terutama di daerah ganglia basalis, korteks
yang berfungsi untuk pelepasan neurotransmiter. serebri, syaraf pendengaran serebral dan perifer,
Penumpukan bilirubin akan menimbulkan hippocampus, diensefalon, nukleus subthalamikus,
perubahan potensial membran dan potensial aksi batang otak (midbrain), cerebellum, pons, batang otak
yang akan mempengaruhi transmisi neuro- untuk fungsi okulomotor dan respirasi, neurohormonal
transmiter sinaps. serta regulasi elektrolit.1
Hal yang esensial pada patogenesis ensefalopati Johnson & Brown (1999) dan Hansen (2000)
bilirubin dan ireversibel adalah kerusakan mengatakan bahwa gambaran klasik kern ikterus timbul
mitokondria sebagai akibat dari presipitasi bila kadar bilirubin total serum antara 26-50 mg/dl.6-8
bilirubin acid dalam membran fosfolipid, sehingga Stakowski (2002) dengan cut off point bilirubin serum
menyebabkan disfungsi mitokondria. (lihat Tabel >30 mg/dl, sedangkan Maisels (2001) menulis apabila
1 dan Gambar 3) bilirubin darah mencapai 25-30 mg/dl.
Kepekaan SSP terhadap toksisitas bilirubin
bervariasi dipengaruhi oleh jenis/tipe sel, maturitas SSP,
Neuropatologi Kern Ikterus metabolisme SSP. Pada SSP yang sedang dalam proses
diferensiasi cenderung lebih rentan terhadap bilirubin,
Kern ikterus adalah diagnosis patologis hasil autopsi hal ini terjadi pada BKB.4
pada kasus ensefalopati bilirubin yang meninggal yaitu
pewarnaan kuning pada struktur syaraf yang mengenai
sebagian besar jaringan otak meliputi ganglia basalis
(globus pallidus dan nukleus subthalamik), hippo-
campus, geniculate bodies, nukleus syaraf cranial
(vestibulokokhlearis, okulomotorius, dan fasialis),
nukleus cerebralis, serebelum.

Manifestasi Klinis

Ensefalopati bilirubin adalah manifestasi klinis yang


disebabkan oleh kelainan/kerusakan susunan syaraf pusat
akibat toksisitas bilirubin.8 Ensefalopati bilirubin terjadi Gambar 3. Autopsi ensefalopati bilirubin

Tabel 1. Patofisiologi efek toksik bilirubin4


Lokasi uptake bilirubin Efek pada sel syaraf Dampak (durasi)
Agregasi bilirubin indirek Menurunkan potensial aksi Reversibel (sementara)
pada sel syaraf terminal Menurunkan konduksi
auditory brain stem
Bilirubin indirek terikat Gangguan transfer zat, Sementara, dapat dicegah
pada komponen sel sintesis neurotransmiter, dengan equivalen albumin
fungsi mitokondria
Retrograde uptake bilirubin Disfungsi dan kematian Permanen
indirek oleh sel syaraf sel syaraf pada sindrom
klinis akut
Piknosis dan gliosis sel syaraf, Gejala sisa Permanen
pigmentasi bilirubin indirek
pada area lesi

98
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Manifestasi klinis ensefalopati bilirubin terdiri - Gangguan ekstrapiramidal, koreoathetosis


dari 2 tahapan sesuai dengan proses perjalanan merupakan kelainan umum yang nampak.
penyakit.10,13,14 fase akut yang diikuti ensefalopati Ekstremitas atas biasanya lebih berat daripada
bilirubin akut, dan fase kronis yaitu ensefalopati ekstremitas bawah. Keadaan tersebut disebab-
bilirubin kronis yang disebut juga kern ikterus.14 kan adanya kerusakan pada ganglia basalis
1. Ensefalopati bilirubin akut. yang mana merupakan gambaran klasik/khas
a. Fase awal (early phase) dari ensefalopati bilirubin kronis.
Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. - Gangguan penglihatan, gerakan bola mata
Klinis BBL tampak ikterus berat (lebih dari terganggu, paralisis dari upward gaze. Kelainan
Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, tersebut sebagai akibat dari kerusakan nukleus
letargi, mengisap lemah dan hipotonia. Terapi nervus kranialis di batang otak.
dini dan tepat akan memberikan prognosis - Gangguan pendengaran, kelainan pendengaran
lebih baik. merupakan kelainan yang menetap dan paling
b. Fase intermediate (intermediate phase) berat ditemukan, tuli pendengaran terhadap
Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan frekuensi tinggi, baik derajat ringan sampai
terapi transfusi tukar emergensi dapat berat. Kelainan ini disebabkan kerusakan
mengembalikan perubahan susunan syaraf nukleus kokhlearis di batang otak serta nervus
pusat dengan cepat. Fase ini ditandai stupor auditorius yang sangat peka terhadap toksisitas
yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia bilirubin indirek walaupun pada kadar yang
dengan retrocollis otot-otot leher serta relatif rendah. Tampak secara klinis keter-
opistotonus otot-otot punggung, panas, tangis lambatan perkembangan bicara, oleh sebab itu
melengking (high-pitched cry) yang berlanjut pemeriksaan fungsi pendengaran harus
berubah menjadi mengantuk dan hipotonia. dilakukan secepat mungkin pada bayi berisiko
c. Fase lanjut (advanced phase) tinggi terhadap ensefalopati bilirubin kronis.
Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 - Gangguan pada gigi, dapat dijumpai adanya
minggu kehidupan yang ditandai dengan displasia dental-enamel setelah usia bayi bulan
retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, ke-9.
tangisnya melengking, tak mau minum/ - Gangguan/defek kognitif, pada kern ikterus
menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai tidak mencolok atetosis atau korea dengan
koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. defek pendengaran yang terjadi dapat
Dalam fase ini kemungkinan kerusakan SSP memberikan impresi salah dari gangguan
ireversibel/menetap. mental (mental retardasi).
2. Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin
encephalopathy/kern icterus)
Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga kern Algoritme Manajemen
ikterus. Perjalanan penyakit berlangsung lamban
setelah bentuk akut terjadi awal tahun pertama Semua bayi baru lahir di klinik maupun di rumah sakit
kehidupan. Secara klinis dibedakan dalam 2 fase. harus mengikuti alur manajemen/tata laksana ikterus
Fase awal, terjadi dalam tahun pertama kehi- neonatorum untuk bayi baru lahir di ruang perawatan
dupan dengan gejala klinis hipotonia, hi- bayi (Gambar 4).10
perefleksi, keterlambatan perkembangan mo- 1. Setiap neonatus dinilai adakah ikterus pada usia
torik milestone dan timbulnya refleks tonik leher. 8-12 jam setelah lahir.
Fase setelah tahun pertama kehidupan. Gejala 2. Jika ada ikterus cukup berat secara visual sebelum
klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex) usia 24 jam periksa serum bilirubin total (TSB)
menetap setelah tahun pertama kehidupan atau bilirubin kutaneus total (TCB).
terjadi gangguan ekstrapiramidal, gangguan 3. Ukur TSB/TCB dan evaluasi setiap jam.
visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan 4. Jika TSB/TCB di atas 90 persentil, penyebab
terhadap gigi, gangguan intelektual minor dapat ikterus; terapi, bila memenuhi kriteria; ulang TSB
terjadi. setiap 24 jam

99
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

5. Jika tidak melebihi 95 persentil, evaluasi TSB, masa serum albumin


gestasi, usia dalam jam postnatal, dan terapi jika hitung eritrosit lengkap dengan differential
memenuhi kriteria count, morfologi eritrosit, retikulosit.
6. Jika fasilitas laboratorium ada, lakukan pemeriksaan. enzim G6PD
bilirubin total serum dan bilirubin direk bila mungkin ETCO, urin
golongan darah ABO, Rhesus Jika diduga sepsis, periksa laboratorium sesuai
uji antibodi direk (Coombs) dengan indikasi sepsis. (Gambar 5)

Gambar 4. Algoritme Manajemen/Tatalaksana Ikterus Neonatorum (Di Ruang Perawatan) (Aap, 2004)

100
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Gambar 5. Normogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum saat
bayi pulang.

Tata laksana2,3,10,15 polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung


bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto
Tata laksana umum meliputi, hidrasi pemberian cairan oksidan saja yang dapat diekskresikan melalui urin.
sesuai dengan berat badan dan usia postnatal, obat-
obatan (fenobarbital, tin-protoporphyrin), dan Indikasi Fototerapi
pemberian albumin sebelum dilakukan transfusi tukar.
Petunjuk fototerapi (menurut AAP, 2004) tertera pada
Prevensi terhadap ensefalopati bilirubin. Gambar 6.

Terapi terhadap ancaman ensefalopati bilirubin adalah Setiap neonatus yang tidak memenuhi kriteria
fototerapi (intensif ), apabila tidak memenuhi kriteria/ terapi sinar sebagai berikut:
indikasi fototerapi (Gambar 6, Tabel 2 dan 3). Perhatian: selama fototerapi (intensif ) ulang TSB
setiap 2-3 jam / 4-24 jam
Mekanisme kerja fototerapi 1. Apabila TSB = 25 mg/dl bayi sehat, atau = 20 mg/
dl bayi sakit/BKB diperlukan transfusi tukar.
Baik sinar biru ( 400-550 nm), sinar hijau (550-800 2. Bayi dengan hemolitik isoimun dengan fototerapi
nm) maupun sinar putih (300-800 nm) akan mengubah intensif TSB meningkat diperlukan transfusi tukar.
bilirubin indirek menjadi bentuk yang larut dalam air Apabila memungkinkan berikan imunoglobulin 0,5
untuk diekskresikan melalui empedu atau urine dan 1 gr/kg > 2 jam, ulangi dalam 12 jam bila perlu.
tinja. Sewaktu bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi 3. Apabila berat badan turun >12%, dehidrasi
reaksi kimia yaitu isomerisasi, selain itu terdapat juga berikan formula/ASI peras/cairan intravena
konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yang (kristaloid).
disebut lumirubin yang secara cepat dibersihkan dari 4. Apabila TSB tidak menurun, atau TSB berubah
plasma saluran empedu. Lumirubin merupakan produk pada kadar transfusi tukar, atau rasio TSB/albumin
terbanyak dari degradasi bilirubin akibat terapi sinar melebihi fig. 4 pertimbangkan transfusi tukar.
(fototerapi). Sejumlah kecil bilirubin plasma tak 5. Tergantung penyebab hiperbilirubinemia, setelah
terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang terapi sinar distop dan setelah pulang, periksa TSB
diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih setelah 24 jam kemudian.

101
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Gambar 6. Petunjuk fototerapi

Tabel 2. Indikasi fototerapi berdasarkan TSB (WHO)


Usia (Hari) BCB sehat Bayi faktor risiko*
mg/dl mol/dL mg/dl mol/dl
1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapun
2 15 260 13 220
3 18 310 16 270
=4 20 340 17 290
* faktor risiko meliputi bayi kecil (<2500 gram), prematur (<37 minggu), hemolisis dan sepsis

Tabel 3. Indikasi fototerapi BBLR (Cloherty, 2004)


Berat badan (gram) Kadar bilirubin (mg/dL)
< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama
1000 1500 79
1500 2000 10 12
2000 - 2500 13 - 15

Transfusi Tukar mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara me-


ngeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan hiperbilirubinemia karena isoimunisasi, transfusi tukar
sejumlah darah pasien yang dilanjutkan dengan mempunyai manfaat lebih karena akan membantu
pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah
sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian neonatus. Hal tersebut akan mencegah terjadinya
besar darah pasien tertukar (Fried, 1982). Pada pasien hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki kondisi
hiperbilirubinemia, tindakan tersebut bertujuan anemianya.

102
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Indikasi transfusi tukar Pada penyakit hemolitik Rhesus, jika darah


Gagal dengan intensif fototerapi. dipersiapkan sebelum persalinan harus golongan O
Ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, dengan Rhesus (-), lakukan cross match terhadap ibu.
lanjut/advanced) yang ditandai gejala hipertonia, Jika darah dipersiapkan setelah kelahiran, caranya
melengkung, retrocolli, opistotonus, panas, tangis sama, hanya dilakukan cross match dengan bayinya.
melengking. (Tabel 4, tabel 5, dan Gambar 7) Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus
golongan O, Rhesus (-) atau Rhesus yang sama
Darah donor untuk transfusi tukar dengan ibu atau bayinya. Cross match terhadap ibu
Darah yang digunakan golongan O. dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti
Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. A dan anti B. Biasanya memakai eritrosit golongan
O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa
Tabel 4. Indikasi transfusi tukar berdasarkan TSB (WHO)
tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah
Usia (Hari) BCB sehat Bayi dengan faktor risiko* donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan
(mg/dL) (mg/dL) harus di-cross match terhadap ibu.
1 15 13 Pada hiperbilirubinemia non imun, lakukan typing
2 25 15 dan cross match darah donor terhadap plasma dan
3 30 20 eritrosit pasien/bayi.
>4 30 20 Transfusi tukar memakai 2 kali volume darah ( 2
* faktor risiko meliputi bayi kecil (<2500 gram), prematur (<37 kali exchange), yaitu 160 ml/kgBB sehingga akan
minggu), hemolisis dan sepsis diperoleh darah baru pada bayi yang dilakukan
transfusi tukar sekitar 87%.
Tabel 5. Indikasi transfusi tukar pada BBLR (Cloherty, 2004)
Berat badan (gram) Kadar bilirubin (mg/dL)
< 1000 10 12 Daftar Pustaka
1000 1500 12 15
1500 - 2000 15 18 1. Maisel MJ. Jaundice., dikutip oleh Volpe: Bilirubin and
2000 - 2500 18 - 20 brain Injury, neurology of the new born. Edisi ke-5,

Gambar 7. Petunjuk transfusi tukar (AAP, 2004)

103
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Philadelphia PA WB Saunders, 2005. h. 521-46. 8. Hansen TWR. Pioneers in the scientific study of neonatal
2. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. jaundice and kernicterus. Pediatrics 2000; 106. h. 1-7.
Noenatology: management, procedures, on call prob- 9. Hansen TWR. Jaundice neonatal, document. AGUH/
lems, diseases, and drugs. Edisi ke-5. New York: PERI/Emedicine. Juli 2002.
McGraw-Hill Companies; 2004. 10. American Academy of Pediatrics. Management of hy-
3. Cloherty JP, Martin CR. Neonatal hyperbilirubinemia. perbilirubinemia in the newborn infant 35 weeks of
Dalam: Cloherty JP, Eichenwaald EC, Stark AR, gestation, Clinical Practice Guideline, Subcommittee an
penyunting. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-5. Hyperbilirubinemia. Pediatrics 2004; 114:297-316.
Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins, 2004. 11. Jayashree. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Neo-
h. 185-221. natal workshop. USAID. Georgetown University Hos-
4. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal hy- pital. 2006.
perbilirubinemia. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, 12. Bodersen R. Dalam: Stern L, penyunting. Physiological
Gleason CA, penyunting. Averys Diseases of the New- and biochemical basis for perinatal medicine. Swiss: Basel
born. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Co, 2005. 1981.
h. 1226-53. 13. Volpe: Bilirubin and brain injury, neurology of the new
5. Springer S.C. Kernicterus. Emedicine November 2004 born. Edisi ke-5, Philadelphia, Saunders, 2005. h. 521-
media dan URL: http://www.emedicine.com. 46.
6. Johnson L, Brown AK. A pilot for acute and chronic 14. Cobra MA, Whitfield JM. The challenge of preventing
kernicterus in term and near term infants.1999; neonatal bilirubin encephalopathy: protocol in the well
104:736-9. newborn nursery, BUMC Proceedings 2005; 18: 217-9.
7. Watchko JF. Viginta phobia revisited: Pediatric 2005 15. WHO. Tata laksana ikterus neonatorum. Dikutip oleh
June; 115; 17:47-53. HTA Indonesia. Depkes RI. 2004.

104

Anda mungkin juga menyukai