Anda di halaman 1dari 14

Ikterus Fisiologis pada Neonatus

Jovianto Reynold Andika Hidayat


102012313
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Telp (021) 56942061 Fax (021) 5631731
e-mail: jovi_jovz@yahoo.com
Pendahuluan
Ikterus (jaundice) adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skelra mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah .
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat
pada 25 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada nenonatus kurang bulan) atau
dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya.
Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi.
Sedangkan ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang terdekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri. Oleh karena bayi dan sebagaian besar anak belum dapat memberikan keterangan,
maka dalam bidang kesehatan anak, alonamanesis menduduki tempat yang jauh lebih penting
dari pada autoanamnesis. Yang perlu dilakukan pada anamnesis anak adalah :2

Identitas : nama, usia, jenis kelamin, orang tua (nama, alamat, umur, pekerjaan,

pendidikan), agama dan suku bangsa.


Riwayat penyakit : keluhan utama (keluhan / gejala yang menyebabkan pasien datang

berobat, tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.


Riwayat perjalanan penyakit : cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien
sebelum ada keluhan sampai datang berobat, pengobatan sebelumnya dan hasilnya

(macam-macam obat), tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi,


perkembangan penyakit gejala sisa / cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga,

tetangga, riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.


Hal-hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala : lama keluhan, mendadak, terusmenerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat, keluhan lokal (lokasi, menetap, pindahpindah, menyebar), bertambah berat / berkurang, yang mendahului keluhan, pertama kali
dirasakan / pernah sebelumnya, keluhan yang sama pada anggota keluarga, orang
serumah, sekelilingnya, upaya yang dilakukan dan hasilnya.
Anamnesis ikterus pada riwayat onstetri sebelumnya sangat membantu dalam

menegakan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat


inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar, atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus / hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil / persalinan, kehamilan dengan
diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intranutrient, infeksi intranatal, dan lain-lain.2
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : inspeksi umum: dilihat anak secara umum apa ada perubahan, inspeksi lokal:
pemeriksaan setempat.
Palpasi : meraba dengan telapak tangan dan jari-jari tangan, ditentukan bentuk, besar, tepi,
permukaan dan konsistensi organ:
a. Besar dinyatakan dengan satuan tertentu, misalnya bola pingpong, telur ayam, biji
rambutan, dan sebagainya
b. Permukaan: licin/ benjol-benjol
c. Konsistensi: lunak, keras, kenyal, kistik, fluktuasi
d. Tepi: tajam, tumpul

Palpasi abdomen dilakukan dengan:


1.
2.
3.
4.

Fleksi sendi pinggul dan lutut


Abdomen diraba dengan telapak tangan mendatar dan jari-jari II III IV rapat
Bila ada bagian yang sakit, dimulai dari bagian yang tidak sakit
Dengan 2 tangan untuk mengetahui adanya cairan atau ballotement.

Perkusi : dada dan abdomen:

1. Untuk mengetahui perbedaan suara ketuk ditentukan batas suatu organ: paru, jantung,
hati atau mengetahui batas-batas massa abnormal dalam rongga abdomen.
2. Cara langsung: dengan jari II/ III (jarang).
3. Cara tidak langsung: Jari II atau III diletakkan lurus di bagian tubuh sebagai landasan
ketuk.
4. Diketuk pada phalange bagian distal proximal kuku dengan jari II/ III tangan kanan
yang membengkok.
Auskultasi, mengunakan alat stetoskop (a). Pediatrik (b). Diameter membran (c). Diameter
mangkok. Nada rendah pada : a. Bising presistolik Mid diastolik b. Bising jantung. Nada
tinggi pada a. Bising sistolik b. Friksi pericard.
Ikterus : Penilaian dengan sinar alamiah, hampir semua BBL icterus fisiologis (keadaan
bilirubin darah < 15 mg/dL), terlihat kuning bila bilirubin > 5 mg/dl (pd neonatus) belum bisa
dikeluarkan normal karena hati belum sempurna. > 2mg/dl pada bayi dan anak (sudah jelas
pada sclera, kulit, muka), harus dibedakan dengan: Karotenemia (kebanyakan makan vit A:
wortel, pepaya) kuning pada telapak tangan/ kaki, tidak pada sclera), karena penyakit infeksi/
akibat obat (Rova.INH), hemolisis (bila hepar masih bagus maka ikterus tak tlalu tampak).2
Pemeriksaan Penunjang
Coombs Direk
Pemeriksaan antiglobulin, dengan nilai-nilai rujukan sebagai berikut : Dewasa :
Negatif, Anak : Negatif. Pemeriksaan Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodianyibodi yang lain dari grup ABO, yang bersatu dengan sel darah merah. Sel darah merah
dapat diperiksa dan jika sensitive terjadi reaksi aglutinasi. Pemeriksaan Coombs positif
menunjukan adanya antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak
mendeteksi antibodi yang ada.
Masalah-masalah klinis : Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik
(autoimun atau obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia <
SLE.
Obat-obat yang dapat meningkatkan Coombs direk : Antibiotic (sefalosporin, penicillin,
tetrasiklin,

streptomisin),

aminopirin

(Pyradone),

fenitoin

(Dilantin),

klorpromazin

(Thorazyne), sulfonamide, L dopa.


Prosedur : Ambil 7 ml darah vena dan masukan dalam tabung tertutup jingga muda. Tabung
tertutup merah dapat digunakan. Hindari hemolisis. Darah dari tali pusat bayi baru lahir bias
digunakan, tidak perlu pembatasan makan atau cairan.2

Coombs Indirek
Pemeriksaan skrining antibodi, dengan nilai-nilai rujukan sebagai berikut : dewasa :
negatif, anak : negatif. Pemeriksaan coombs indirek mendeteksi antibodi bebas dalam
sirkulasi serum. Pemeriksaan skrining akan memeriksa antibodi di dalam serum resipien dan
donor sebelum transfusi untuk mecegah reaksi transfusi. Ini tidak secara langsung
mengidentifikasi antibodi yang spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan pencocokan silang (croos-match).
Masalah-masalah klinis : Positif (+1 sampai +4) : darah pencocokan silang inkompatibel,
antibody yang spesifik (transfuse sebelumnya), antibody anti-Rh, anemia hemolitik didapat.
Obat-obat yang dapat meningkatkan Coombs indirek : sama seperti Coombs direk.
Prosedur : ambil 7 ml darah vena dan masukan dalam tabung tertutup merah Tidak perlu
pembatasan makan atau cairan.2
Pemeriksaan Bilirubin
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin
direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang
mengukur intensitas warna azobilirubin.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang
ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim
disebut kernikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl;
kadar yang menimbulkan kepanikan adalah >15 mg/ dl. Ikterik kerap nampak jika kadar
bilirubin mencapai >3 mg/dl.
Kernikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis. Nilai
rujukan : dewasa, total : 0,1 1,2 mg/dl, direk : 0,1 0,3 mg/dl, indirek : 0,1 1,0 mg/dl.
Anak total: 0,2 0,8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa. Bayi baru lahir, total : 1 12
mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Masalah Klinis : Bilirubin Total, Direk
Peningkatan kadar : Ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat :
antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin,
tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para - aminosalisilat, isoniazid),
alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),

barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat,


metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Penurunan kadar : Anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin),
penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin Total, indirek
Peningkatan kadar : Eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk).
Penurunan kadar : Pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk).2
Working Diagnosis
Ikterus Fisiologis
Ikterus Fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 13 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian
ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4,
dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus
fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai
pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati. Diantara bayi-bayi
prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada
bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih
tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada
waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme
ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan
kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan
laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika: (1). Ikterus timbul
dalam 24 jam pertama kehidupan. (2). Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih
besar dari 5 mg/dl/ 24 jam. (3). Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi

aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm. (4). Ikterus persisten sampai melewati
minggu pertama kehidupan, (5). Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.3
Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama
metabolisme adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo
(reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara
yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui
membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat
terutama pada ligandin , glutation S transferase B) dan sebagian kecil pada (protein glutation
S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari
konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar
bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan
adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian
fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih
banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.
Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di
fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.
Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat

diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi
sesudah terapi sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di
ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini
tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin
direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi
bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonates
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah
Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.
Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin
sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui
mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga
sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi
ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya.
Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi
akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan
fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan
oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan
disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila
terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan
enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah
dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat
dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya
karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang
menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar

bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin
oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.1

Gambar 1. Metabolisme bilirubin pada neonatus1

Differential Diagnosis
Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan
mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela
atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam
uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya.
Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi
dapat

pula

merupakan

manifestasi

ikterus

yang

lebih

parah

yang

dinamakan

hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada


permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke

3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai


penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis,
toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat
ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau
sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini.
Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi petunjuk
adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela,
hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik
kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim
piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit
herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi
kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation
reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.
Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi
neonatus),

hepatitis,

penyakit

inklusi

sitomegalik,

sifilis,

toksoplasmosis,

ikterus

nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus


koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total.
Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa
minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang
cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan
fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit,
golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek,
retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,
memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah,
maka harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika
terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis
kistik dan sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung
retikulosit,

tes

Coombs

dan

bilirubin

direk

hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik3


Etiologi

normal,

maka

mungkin

terdapat

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6
PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.3

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru

lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di
atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85%
bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki
kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0-3 dan 5. Dengan
pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi
pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan
ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi.
Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang
dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia. Data yang agak berbeda didapatkan
dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar
13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka
kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus
pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%. Insidens ikterus
neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun
2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang
berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum
total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3
dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.4

Patofisilogi
Ikterus pada penderita, terjadi akibat penyumbatan aliran empedu dan kerusakan selsel parenkim. Peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin indirek di dalam serum
ditemukan pada penderita. Penyumbatan aliran empedu di dalam hati akan mengakibatkan
tinja akholis. Pemulihan kembali aliran empedu dapat mengakibatkan pengeluaran kadar
bilirubin normal atau bertambah ke duodenum. Urobilinogen, suatu hasil metabolisme
bilirubin di dalam usus; secara normal akan diserap kembali. Sel-sel parenkim hati yang

mengalami kerusakan mungkin tidak mampu mengeluarkan kemblai bahan ini yang
kemudian akan muncul di dalam air kemih penderita. Bukti lain dari penyumbatan empedu
adalah peningkatan alkali fosfatase dalam serum, seperti juga 5-nukleotidase atau g-glutamil
transpeptidase.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.5

Gejala klinik
Ikterus dapat ditemukan pada saat lahir atau dapat timbul setiap saat selama periode
neonatal, tergantung pada keadaan yang bertanggung jawab. Intesitas ikterus tidak
mempunyai hubungan klinis, dengan derajat hiperbilirubinemia, terutama pada bayi yang
sedang mendapatkan fototerapi. Oleh karena itu penentuan bilirubin harus dilakukan pada
semua bayi yang ikterus. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin tidak langsung dalam
kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga; sedangkan

ikterus obstruksi (bilirubin langsung) memperlihatkan warna kuning kehijauhijauan atau


kuning kotor.6
Penatalaksanaan
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian
minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum
sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi
ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi
kembali. Dengan demikian kadar bilirubin serum akan turun. Meletakann bayi dibawah sinar
matahari selama 15-20 menit, ini dilakukan setiap hari antara pukul 6.30 08.00. selama
ikterus masih terlihat, kita harus meperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan
kalori yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus Makin
meningkat intensitasnya, harus segera dicatat dan dilaporkan karena mungkin diperlukan
penaganan yang khusus.7
Prognosis
Bonam, tidak ditemukan adanya kematian akibat jaundice neonatus. Dan pasien
seluruhnya dapat sembuh total baik dengan atau tanpa pengobatan.8
Kesimpulan
Ikterus Fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus fisiologis ini juga tidak membutuhkan penanganan yang terlalu spesifik hanya
membutuhkan pengontrolan keadaan bayi dalam aspek pemberian cairan yang cukup dan
pemantauan keadaaan umum bayi tersebut.
Daftar Pustaka
1. Hassan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Indomedika; 2007. h. 1101-6.
2. Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent
kernicterus in newborn infants. Pediatrics 2004;114:917-24.

3. Behrman, Richard E, Nelson W.E, Kliegman, dkk. Ilmu kesehatan anak, volume I,
edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.h. 610-7.
4. Hull D, Johnston D.I. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008. Edisi ke 3: h 614;168-70.
5. Robbins. Dasar patologi penyakit. Jakarta: EGC; 2006. Edisi ke-5: hal. 276-7. 6
6. Lilleyman J.S. Paediatric haematology. Clin.Haematol. 2003; 13th Ed.: p.327-483
7. Surasmi A. Perawatan bayi resiko tinggi. Jakarta: EGC; 2003. h. 65-6.
8. Hansen TWR, Rosenkrantz T, Itani O, Windle ML, Carter BS, Wagner C, editor.

Neonatal jaundice . diunduh dari Medscape for iPad. 14 Juni 2013.

Anda mungkin juga menyukai