Anda di halaman 1dari 31

BAB

IV

Berdasarkan uraian pada bab Gambaran Umum Indikator Kinerja Pembangunan


Infrastruktur maka dapat tergambarkan tentang isu strategis penyelenggaraan
perencanaan dan investasi infrastruktur bidang PUPR. Terkait dengan penyusunan kegiatan
ini maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikasi awal dalam menentukan indikator
monitoring dan evaluasi penyelenggaraan investasi infrastruktur bidang PUPR. Adapun
langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam mencapai sasaran pada kegiatan ini
dapat diuraiakan melalui pendekatan dan metodologi sebagai berikut:

4.1 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


Terkait dengan pengaturan Pengelolaan Sumber Daya Air, pada tanggal 18 Februari 2015,
Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 atas gugatan
pengujian materi yang kedua terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air. Putusan tersebut antara lain menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dinyatakan tidak berlaku dan tidak mempunyai
kekuatan hukum serta untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan dinyatakan berlaku kembali. Sehubungan dengan dibatalkannya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka sebagai konsekuensinya adalah
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat, termasuk diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Untuk itu, perlu dibentuk
pengaturan yang baru mengenai Sistem Penyediaan Air Minum yang materi muatannya
menyesuaikan dengan prinsip Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana tertuang dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dalam pertimbangan hukumnya


dinyatakan bahwa sebagai kelanjutan hak menguasai oleh negara dan karena air
merupakan sesuatu yang sangat menguasai hajat hidup orang banyak maka prioritas utama

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-1


yang diberikan pengusahaan atas air adalah badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah. Kegiatan Pengusahaan Sumber Daya Air oleh badan usaha swasta tetap
dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu dan ketat. Terkait dengan hal tersebut,
pengaturan mengenai Sistem Penyediaan Air Minum seyogyanya membatasi penguasaan
penyelenggaraan SPAM yang dilakukan sepenuhnya oleh badan usaha swasta. Dengan
demikian, agar dalam Peraturan Pemerintah ini sejalan dengan Putusan MK sebagaimana
tersebut di atas, diatur bahwa Penyelenggaraan SPAM diprioritaskan pelaksanaannya
kepada BUMN dan BUMD sebagai penyelenggara SPAM. Dalam hal terdapat wilayah atau
kawasan yang tidak terjangkau pelayanan SPAM oleh BUMN dan BUMD tersebut maka
pelaksanaan Penyelenggaraan SPAM tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah dengan membentuk UPT atau UPTD untuk melayani wilayah atau
kawasan yang tidak terjangkau pelayanan BUMN dan BUMD. Apabila dalam suatu wilayah
tidak terdapat Penyelenggaraan SPAM baik oleh BUMN dan BUMD maupun UPT atau UPTD
maka dapat dilaksanakan Penyelenggaran SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri oleh
Kelompok Masyarakat dan Badan Usaha untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri.

Penyelenggaraan SPAM oleh BUMN dan BUMD dapat bekerjasama dengan badan usaha
swasta apabila BUMN atau BUMD tidak mampu membiayai kebutuhan Penyelenggaraan
SPAM. Kerjasama antara BUMN dan BUMD dengan badan usaha swasta dalam
Penyelenggaraan SPAM tersebut hanya dapat dilakukan dengan prinsip dan bentuk
kerjasama tertentu. Prinsip tertentu, yaitu Surat Izin Pengambilan Air dimiliki oleh BUMN
atau BUMD dan kerjasama dalam Penyelenggaraan SPAM mengutamakan masyarakat
berpenghasilan rendah. Bentuk kerjasama tertentu, yaitu: investasi Pengembangan SPAM
dan/atau Pengelolaan SPAM terhadap unit Air Baku dan unit produksi; investasi unit
distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh BUMN atau BUMD yang
bersangkutan; dan/atau investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rangka
mengupayakan Penyelenggaraan SPAM yang efektif dan efisien dengan mekanisme kontrak
berbasis kinerja.

Penyelenggaraan SPAM dilaksanakan berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,


kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian,
serta transparansi, dan akuntabilitas. Asas kelestarian mengandung pengertian bahwa
SPAM diselenggarakan dengan cara menjaga kelestarian fungsi sumber daya air secara
berkelanjutan. Asas keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan antara fungsi
sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi terutama dalam memberikan akses

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-2


kemudahan pada masyarakat golongan rendah (miskin). Asas kemanfaatan umum
mengandung pengertian bahwa SPAM dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien. Asas keterpaduan dan
keserasian mengandung pengertian bahwa SPAM dilakukan secara terpadu dalam
mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan sifat alami air
yang dinamis. Asas keadilan mengandung pengertian bahwa SPAM dilakukan secara merata
ke seluruh lapisan masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati hasilnya secara nyata.
Asas kemandirian mengandung pengertian bahwa SPAM dilakukan dengan memperhatikan
kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat, tidak dapat dipengaruhi pihak mana
pun sehingga bisa melaksanakan amanat pelayanan. Asas transparansi dan akuntabilitas
mengandung pengertian bahwa SPAM dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggunggugatkan.

Penyelenggaraan SPAM meliputi pengembangan SPAM dan pengelolaan SPAM yang


pelaksanaannya berlandaskan pada Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan SPAM dan
Rencana Induk SPAM serta wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
ditetapkan oleh Menteri. Pengembangan SPAM meliputi pembangunan baru, peningkatan,
dan perluasan. Sedangkan pengelolaan meliputi operasi dan pemeliharaan, perbaikan, dan
pengembangan sumber daya manusia. Penyelenggaraan SPAM harus dilaksanakan secara
terpadu dengan penyelenggaraan sanitasi untuk mencegah pencemaran Air Baku dan
menjamin keberlanjutan fungsi penyediaan Air Minum. Penyelenggaraan sanitasi meliputi
penyelenggaraan SPAL dan pengelolaan sampah.

Pembinaan dan Pengawasan oleh negara terhadap penyelenggaraan SPAM bersifat mutlak.
Pemerintah Pusat dan/atau Pe merintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan SPAM untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok air
minum sehari-hari bagi masyarakat. Menteri melakukan pembinaan terhadap Pemerintah
Daerah serta Pembinaan terhadap BUMN, BUMD, UPT, UPTD, Kelompok Masyarakat dan
Badan Usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri yang melaksanakan Penyelenggaraan
SPAM dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Dalam hal BUMN atau BUMD tidak mampu memenuhi kinerja yang
ditetapkan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat
mengambil alih tanggung jawab pengelolaan sementara dengan menunjuk unit pengelola
Penyelenggaraan SPAM.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-3


Pengawasan terhadap Penyelenggaraan SPAM oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri melakukan pengawasan
Penyelenggaraan SPAM yang dilakukan oleh BUMN dan UPT. Pemerintah Daerah
melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan SPAM yang dilakukan oleh BUMD,
UPTD, dan Kelompok Masyarakat. Pengawasan terhadap Penyelenggaraan SPAM oleh
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.

4.2 Kelembagaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


A. Kelembagaan SPAM terdiri atas:

1. Ditjen Cipta karya cq Dit Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum mempunyai tugas


melaksanakan perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk
pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan
sistem penyediaan air minum. Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan dan strategi, perencanaan teknis, evaluasi dan


pelaporan pengembangan sistem penyediaan air minum;

b. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengembangan sistem penyediaan


air minum perkotaan, perdesaan, kawasan khusus;

c. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum


perkotaan, perdesaan, kawasan khusus, serta fasilitasi penyediaan tanah;

d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan sistem


penyediaan air minum;

e. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


pengembangan sistem penyediaan air minum;

f. fasilitasi dan pemberdayaan kelembagaan di bidang pengembangan sistem


penyediaan air minum; dan

g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-4


2. Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum

BPPSPAM merupakan lembaga non struktural yang berada di bawah dan


bertanggung jawab kepada Menteri PUPR. BPPSPAM mempunyai tugas membantu
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan
penyelenggaraan sistem penyediaan air minum yang dilaksanakan oleh badan
usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara sistem
penyediaan air minum. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, BPPSPAM menyelenggarakan fungsi:

a. penilaian kinerja penyelenggaraan sistem penyediaan air minum oleh badan


usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dalam rangka
pemenuhan persyaratan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelayanan sistem
penyediaan air minum;

b. fasilitasi peningkatan kinerja penyelenggaraan sistem penyediaan air minum


oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dalam
rangka pemenuhan persyaratan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pelayanan
sistem penyediaan air minum;

c. pemberian rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


dalam rangka peningkatan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum
yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha
milik daerah; dan

d. pemberian rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


dalam rangka menjaga kepentingan yang seimbang antara penyelenggara
dengan pelanggan.

3. BUMN di bidang air minum (Perum jasa Tirta I dan II)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tentang Sistem Penyediaan Air


Minum, Badan Usaha Milik Negara Penyelenggara SPAM adalah badan usaha yang
dibentuk khusus untuk melakukan kegiatan Penyelenggaraan SPAM yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara. Adapun BUMN dimaksud
adalah Perum Jasa Tirta I dan II sesuai dengan regulasi pembentukan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Perum Jasa Tirta I,
Pemerintah memberikan penugasan kepada PJT I untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dalam rangka melaksanakan Pengusahaan Sumber Daya Air
Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-5
Wilayah Sungai dan sebagian tugas dan tanggung jawab di bidang Pengelolaan
Sumber Daya Air di wilayah kerja Perusahaan. Adapun tugas dan tanggung jawab
dalam rangka melaksanakan Pengusahaan Sumber Daya Air pada wilayah kerja,
meliputi:

a. pelayanan Sumber Daya Air dalam rangka pemanfaatan Sumber Daya Air
permukaan oleh pengguna;

b. pemberian jaminan pelayanan Sumber Daya Air kepada pengguna melalui


pelaksanaan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan prasarana Sumber
Daya Air yang memberikan manfaat langsung; dan

c. pemberian pertimbangan teknis dan saran kepada pengelola Sumber Daya Air
yang diberikan wewenang untuk penyiapan rekomendasi teknis untuk
Pengusahaan Sumber Daya Air.

Adapun tugas dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan sebagian tugas dan
tanggung jawab di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, meliputi:

a. pelaksanaan operasi atas prasarana Sumber Daya Air yang telah


diserahoperasikan kepada Perusahaan;

b. pelaksanaan pemeliharaan preventif yang meliputi pemeliharaan rutin,


berkala, dan perbaikan kecil prasarana Sumber Daya Air yang telah
diserahoperasikan kepada Perusahaan;

c. pelaksanaan pemeliharaan preventif yang meliputi pemeliharaan rutin,


berkala, dan perbaikan kecil Sumber Air yang telah diserahoperasikan kepada
Perusahaan;

d. membantu Pemerintah menjaga dan mengamankan Sumber Air dan prasarana


Sumber Daya Air untuk mempertahankan kelestariannya sesuai dengan
kemampuan Perusahaan;

e. pemeliharaan darurat Sumber Air dan prasarana Sumber Daya Air yang telah
diserahoperas ikan kepada Perusahaan sesuai dengan kemampuan
Perusahaan;

f. membantu Pemerintah dalam pelaksanaan konservasi Sumber Daya Air dan


pengendalian daya rusak air sesuai dengan kemampuan Perusahaan;

g. penggelontoran dalam rangka pemeliharaan Sungai;


Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-6
h. pemantauan evaluasi kuantitas air dan evaluasi kualitas air pada Sumber Air
yang menjadi tanggung jawab Perusahaan;

i. penyebarluasan hasil pemantauan evaluasi kepada pengguna Sumber Daya Air,


masyarakat, dan pemilik kepentingan;

j. bersama pengelola Sumber Daya Air lainnya memberikan bimbingan dan


penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan pemberdayaan
masyarakat; dan

k. pemberian pertimbangan teknis dan saran kepada pengelola Sumber Daya Air
yang diberikan wewenang untuk penyiapan rekomendasi teknis untuk
penggunaan Sumber Daya Air.

Penyelenggara Pengembangan SPAM menyelenggarakan pengembangan SPAM


secara lokal dan/atau regional. Penyelenggaraan pengembangan SPAM
dilaksanakan Perusahaan sampai dengan unit produksi, beserta perlengkapan dan
perangkat operasionalnya bagi pemenuhan kebutuhan air minum curah
perusahaan daerah air minum dan/atau penyelenggara SPAM lainnya, dengan
didasarkan pada rencana induk pengembangan SPAM yang ditetapkan Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah. Pelaksanaan penyelenggaraan pengembangan SPAM
dilaksanakan Perusahaan setelah mengadakan perjanjian kerjasama dengan
perusahaan daerah air minum dan/atau penyelenggara SPAM lainnya.

4. BUMD di bidang air minum (PDAB Provinsi maupun PDAM Kabupaten/Kota)

BUMD di bidang air minum terdiri atas BUMD Provinsi dan BUMD Kabupaten/Kota.
BUMD Provinsi dikenal sebagai Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) sedangkan
BUMD di tingkat kabupaten/kota dikenal sebagai Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Sebagai penyelenggara SPAM maka pengelolaan SPAM oleh PDAM perlu
dipantau dan dievaluasi melalui suatu ukuran tingkat keberhasilan pengelolaan
terutama dalam hal:
Capaian pelayanan air minum kepada masyarakat baik kualitas, kuantitas
maupun kontinuitas;
Capaian pengelolaan keuangan secara prinsip ekonomi yang sehat dan
berkelanjutan;
Capaian operasional teknis sesuai dengan NSPM yang seharusnya;
Capaian pertumbuhan organisasi secara profesional.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-7


Tingkat keberhasilan pengelolaan SPAM oleh PDAM dapat diukur melalui penilaian
terhadap kinerjanya. Penilaian kinerja ini merupakan hasil pengembangan yang
disusun oleh tim BPPSPAM bekerjasama dengan BPKP, Perpamsi dan beberapa
PDAM yang didasarkan pada 4 (empat) aspek kinerja yaitu: aspek keuangan, aspek
pelayanan, aspek operasional dan aspek sumber daya manusia. Masing-masing
aspek dirinci ke dalam beberapa indikator penilaian dengan tujuan untuk lebih
memberikan kecermatan dalam melakukan penilaian. Hasil penilaian kinerja
diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: PDAM Sehat, PDAM Kurang Sehat
dan PDAM Sakit. Di dalam pelaksanaan penilaian kinerja masih sering ditemui
adanya perbedaan persepsi baik terhadap pengertian maupun definisi masing-
masing indikator, cara pengumpulan data maupun cara menghitung nilai masing-
masing indikator sehingga hasil perhitungan nilai kinerja menjadi tidak seragam.
Selain itu, masih banyak PDAM yang belum memahami secara benar proses
penilaian kinerja tersebut sehingga mereka sering kesulitan untuk dapat
mengetahui kondisi kinerjanya.

Indikator secara umum didefinisikan sebagai suatu ukuran atau kombinasi ukuran
yang memberikan gambaran mengenai proses, proyek atau produk (Freddy
Rangkuti) sedangkan kinerja dapat diartikan sebagai suatu keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan (jurnal materi pelatihan indikator kinerja, 2002).
Dengan pengertian tersebut, maka indikator kinerja PDAM dapat diartikan sebagai
suatu ukuran yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tingkat
keberhasilan kegiatan pengelolaan PDAM. Tingkat keberhasilan pengelolaan PDAM
ini diukur melalui proses penilaian terhadap kinerja PDAM yang didasarkan pada
indikator kinerja penyelenggaraan pengembangan SPAM meliputi: aspek keuangan,
operasional, pelayanan pelanggan dan sumber daya manusia sesuai dengan
ketentuan di dalam Pasal 59 Permen PU No. 18/PRT/M/2007. Masing-masing aspek
dirinci ke dalam beberapa indikator penilaian melalui pendekatan balanced score
card. Adapun prinsip-prinsip balance score card tersebut meliputi:

Perspektif keuangan yang menggambarkan bahwa upaya meningkatkan


pendapatan, menurunkan biaya serta memaksimalkan shareholder value
merupakan hasil dari tindakan sebagaimana ditunjukkan pada tiga perspektif
tolok ukur operasional lainnya (pelanggan, proses internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan). Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-8


strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi
atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan finansial biasanya
berhubungan dengan profitabilitas melalui pengukuran laba operasi, return of
capital employee (roce/rona) atau economic value added. Tujuan finansial
lainnya adalah pertumbuhan pendapatan yang cepat atau terciptanya arus kas
yang positif;

Perspektif pelanggan memiliki ukuran-ukuran yang dapat digunakan untuk


melihat keberhasilan perusahaan dalam upaya meningkatkan jumlah pelanggan
baru, jumlah pelanggan loyal serta kepuasan pelanggan, yaitu: kepuasan
pelanggan, retensi pelanggan akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan
dan pangsa pasar di segmen sasaran;

Perspektif proses bisnis internal menggambarkan kemampuan perusahaan


untuk melakukan peningkatan secara terus menerus melalui kegiatan produksi
yang lebih baik, distribusi yang lebih cepat, cakupan hubungan masyarakat
menjadi lebih luas, inovasi produk menjadi lebih cepat serta tanggung jawab
sosial ke masyarakat menjadi lebih baik.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan lebih difokuskan pada kegiatan


sumber daya internal perusahaan seperti meningkatkan kompetensi karyawan
serta mengembangkan sistem informasi yang sesuai dengan proses bisnis
perusahaan serta perlunya organisasi perusahaan yang efektif dan kondusif.
Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah sistem
manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang.

Melalui pendekatan balanced score card, indikator penilaian kinerja PDAM dari
BPPSPAM disusun dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar konsep metode
tersebut dengan mempertimbangkan karakteristik PDAM itu sendiri. Atas
pertimbangan di atas maka masing-masing aspek pengukuran indikator kinerja
diberikan bobot yang relatif berimbang sesuai dengan karakteristik aspek yang
bersangkutan, yaitu aspek keuangan dengan bobot 25%, aspek pelayanan dengan
bobot 25%, aspek operasional dengan bobot 35%, dan aspek sumber daya manusia
dengan bobot 15%. Di samping itu, penetapan nilai standar masing-masing indikator
dilakukan dengan memperhatikan perbedaan beban yang terjadi pada suatu PDAM,
antara lain perbedaaan dari PDAM Kabupaten dan PDAM Kota, perbedaan jenis
sumber air baku dan jenis pengolahannya, serta perbedaan dalam capaian cakupan
Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-9
pelayanan. Adapun pemberian bobot aspek operasional yang lebih tinggi
dibandingkan aspek lainnya (yaitu 35%) didasarkan atas pertimbangan bahwa aspek
operasional di dalam penyediaan air minum kepada masyarakat pelanggan di PDAM
merupakan faktor yang sangat penting dalam perolehan pendapatan, sehingga
peningkatan kinerja dari aspek operasional tersebut memerlukan perhatian yang
lebih besar dibandingkan dari ketiga aspek yang lain. Adapun pengertian dan
formulasi dari masing-masing indikator kinerja PDAM yang ada di dalam masing-
masing aspek dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Aspek Keuangan

Penilaian kinerja aspek keuangan pada prinsipnya merupakan penilaian yang


mencakup kemampuan PDAM untuk menciptakan laba dan mengefisienkan
kegiatan operasionalnya. Aspek keuangan memiliki 3 (tiga) indikator utama yaitu:
Rentabilitas, Likuiditas, dan Solvabilitas. Masing-masing memiliki pengertian yang
berbeda seperti dijelaskan sebagai berikut:

a. Rentabilitas Rentabilitas merupakan ukuran kemampuan PDAM untuk


menciptakan keuntungan atau memperoleh laba dan menjamin
kesinambungan operasional (going concern). Ukuran tersebut digambarkan
melalui besaran 2 (dua) indikator, yaitu:

Return on Equity (ROE) yang memiliki pengertian sebagai suatu rasio untuk
mengukur tingkat kemampuan memperoleh laba dari modal (ekuitas) yang
ada. Formulasi indikator return on equity adalah:

Laba Bersih Setelah Pajak (Rp):Jumlah ekuitas (modal + cadangan) (Rp) Laba
Bersih Setelah Pajak adalah Kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh
beban untuk satu periode tertentu (satu tahun) setelah dikurangi pajak
penghasilan yang disajikan dalam Laporan Laba Rugi. Jumlah Ekuitas adalah
jumlah modal ditambah cadangan atau aset dikurangi kewajiban.

Catatan: Apabila laba bersih negatif (rugi) dan ekuitas negatif maka
mendapat nilai 1.

b. Rasio Operasi, yang memiliki pengertian sebagai suatu rasio untuk mengukur
tingkat efisiensi beban yang dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan.

Formulasi indikator rasio operasi adalah:

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-10


Beban operasi (Rp):Pendapatan operasi (Rp)

Beban operasi mencakup:

Beban langsung usaha seperti: beban sumber air, beban pengolahan air,
dan beban transmisi dan distribusi;

Beban tidak langsung usaha (beban administrasi dan umum).

Beban operasi adalah seluruh beban usaha baik beban langsung usaha (beban
sumber air, beban pengolahan air dan beban transmisi & distribusi) maupun beban
tidak langsung usaha (beban administrasi dan umum). Pendapatan operasi adalah
seluruh pendapatan usaha yang meliputi pendapatan air dan pendapatan non air.

2. Likuiditas

Likuiditas dapat diartikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui kemampuan


PDAM memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau dengan kata lain kemampuan
PDAM untuk memenuhi kewajiban atau kewajiban yang harus segera dibayar
dengan harta lancarnya. Ukuran likuiditas digambarkan melalui besaran 2 (dua)
indikator, yaitu:

Rasio Kas, yang memiliki pengertian sebagai suatu rasio untuk mengukur
kemampuan kas dalam rangka menjamin kewajiban jangka pendek. Formulasi
rasio kas adalah:

Jumlah Kas + Setara Kas (Rp): Jumlah Kewajiban Lancar (Rp)

Jumlah Kas adalah seluruh jumlah uang kas yang ada baik yang berada di kas
perusahaan (tunai) maupun yang ada di Bank. Setara Kas adalah surat berharga
yang dimiliki yang secara seketika dapat diuangkan termasuk deposito, surat
berharga, promes dan cek mundur (yang masuk dalam aset lancar). Jumlah
Kewajiban Lancar adalah seluruh kewajiban yang harus dapat dilunasi dalam satu
tahun buku.

Efektivitas Penagihan, yang memiliki pengertian sebagai ukuran dalam menakar


efektifitas kegiatan penagihan atas hasil penjualan air. Formulasi efektifitas
penagihan adalah:

[Jumlah Penerimaan Rekening Air (Rp): Jumlah Rekening Air (Rp)]x 100%

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-11


Jumlah Penerimaan Rekening Air adalah penerimaan tunai (penerimaan melalui kas
dan/atau melalui bank) dalam satu tahun buku atas volume air terjual (jumlah
rekening air). Jumlah Rekening Air adalah seluruh jumlah tagihan kepada pelanggan
PDAM sesuai DRD air selama satu tahun (DRD air terdiri atas harga air dan beban
tetap). Pengertian ini didasarkan bahwa penjualan air PDAM (pendapatan penjualan
air) dicatat berdasarkan jumlah air yang dikonsumsi pelanggan pada saat transaksi
terjadi, pelanggan tidak langsung membayar.

3. Solvabilitas

Solvabilitas diartikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui kemampuan PDAM


menjamin kewajiban-kewajiban jangka panjang dengan asetnya. Solvabilitas juga
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh kewajiban yang ada
dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya. Kondisi keuangan PDAM yang
solvable menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan kelayakan diberikannya
pinjaman kepada PDAM terutama untuk mengembangkan pelayanan air minumnya.
Formulasi indikator solvabilitas adalah: Jumlah aset (Rp) Jumlah kewajiban (Rp) !
100% Jumlah aset adalah sumber daya yang dikuasai PDAM sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh entitas. Jumlah kewajiban adalah jumlah kewajiban yang harus dibayar.

4. Aspek Pelayanan

Penilaian kinerja aspek pelayanan bertujuan untuk mengukur beberapa perspektif


pelayanan yang menggambarkan tingkat kemampuan PDAM memenuhi kebutuhan
pelanggannya. Perspektif yang tercakup diantaranya: kualitas, kuantitas,
kontinuitas, kepuasan pelanggan, kemampuan nyata pelayanan, dan pertumbuhan
pelanggan. Berdasarkan perspektif tersebut, maka disimpulkan bahwa terdapat 5
(lima) indikator yang diperkirakan dapat mewakili perspektif pelayanan seperti
dimaksud, yaitu:

a. Cakupan Pelayanan Teknis

Pengertian dari cakupan pelayanan teknis adalah suatu ukuran untuk mengetahui
berapa besar prosentase jumlah penduduk terlayani oleh PDAM dibanding
dengan jumlah penduduk di wilayah pelayanan PDAM. Formulasi indikator
cakupan pelayanan teknis adalah:

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-12


[Jumlah penduduk terlayani (jiwa):Jumlah penduduk di wilayah pelayanan (jiwa)] x 100%

Jumlah penduduk terlayani merupakan jumlah sambungan dikali rata-rata jiwa


per KK (didasarkan pada data BPS). Jumlah sambungan adalah jumlah sambungan
aktif pada akhir periode penilaian.

Jumlah penduduk di wilayah pelayanan merupakan jumlah penduduk di wilayah


pelayanan teknis (wilayah yang ada dalam perencanaan).

b. Pertumbuhan Pelanggan

Indikator ini digunakan untuk mengetahui berapa prosentase peningkatan jumlah


pelanggan PDAM dalam satu periode (bulanan, triwulan, semester atau tahunan).
Indikator ini menunjukkan seberapa besar kemampuan PDAM dalam
memasarkan produknya. Selain itu, indikator ini juga dapat menunjukkan
kemampuan PDAM dalam berinvestasi untuk mengembangkan pelayanan air
minumnya. Formulasi indikator pertumbuhan pelanggan adalah:

[(Jumlah pelanggan periode ini (SR) jumlah pelanggan periode lalu (SR)):
Jumlah pelanggan periode lalu (SR)] x 100%

Jumlah pelanggan periode ini adalah jumlah pelanggan total yang tercatat di
dalam administrasi pelayanan pada akhir periode evaluasi. Jumlah pelanggan
periode lalu adalah jumlah pelanggan total yang tercatat di dalam administrasi
pelayanan pada akhir periode lalu. Catatan: Jika cakupan layanan teknis > 80%
maka indikator pertumbuhan pelanggan diberi nilai 5 dan tidak perlu ada catatan
penggunaan sumber air alternatif.

c. Tingkat Penyelesaian Pengaduan

Tingkat penyelesaian pengaduan merupakan ukuran untuk menilai respon atau


tanggapan PDAM terhadap pengaduan pelanggannya. Formulasi indikator tingkat
penyelesaian aduan adalah

Jumlah pengaduan pelanggan yang tertangani : Jumlah pengaduan x 100%

Jumlah pengaduan yang tertangani adalah banyaknya pengaduan pelanggan yang


tercatat dan telah diselesaikan masalahnya dalam satu periode evaluasi kinerja.
Jumlah pengaduan adalah banyaknya pengaduan dari pelanggan yang tercatat
selama satu periode evaluasi kinerja.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-13


Catatan: Jika tidak ada catatan jumlah pengaduan ataupun jumlah pengaduan
tertangani maka diberi nilai 1.

d. Kualitas Air Pelanggan

Kualitas air pelanggan merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui


apakah kualitas air yang didistribusikan oleh PDAM kepada pelanggan telah
memenuhi kualitas air minum seperti yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor
492/MENKES/PER/V/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Formulasi
indikator kualitas air pelanggan adalah:

(Jumlah uji yang memenuhi syarat: Jumlah yang diuji) x 100%

Jumlah uji yang memenuhi syarat adalah banyaknya hasil uji kualitas (sampel) air
di titik pelanggan yang telah memenuhi syarat kualitas air minum menurut
PerMenKes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum.

Mengingat sebagian perancangan IPA yang dimiliki SPAM-PDAM hanya dapat


mengolah sebagian aspek dari fisika, dan mikrobiologis saja, sementara untuk
aspek kimiawi dan radioaktif hampir seluruh SPAM-PDAM belum melengkapinya,
maka pendekatan penilaian hanya untuk parameter wajib yang terdiri dari dua
jenis parameter yaitu :

i. Parameter yang LANGSUNG berhubungan dengan kesehatan yaitu:


Mikrobiologis: - E. Coli dan Total Bakteri Koliform. Kimia anorganik: Arsen,
Fluorida, Total Kromium, Kadmium, Nitrit, Nitrat, Sianida, Selenium.

ii. Parameter yang TIDAK LANGSUNG berhubungan dengan kesehatan yaitu:


Parameter fisik, seperti: bau, warna, kekeruhan, rasa dan suhu; Parameter
kimiawi, seperti: Alumunium, Besi, Kesadahan, Klorida, Mangan, pH, Seng,
Sulfat, Tembaga dan Amonia. Jumlah sampel yang diuji adalah banyaknya
pengambilan sampel yang harus dilakukan menurut ketentuan Permenkes
Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010.

e. Konsumsi Air Domestik

Konsumsi air domestik merupakan ukuran yang digunakan untuk


menggambarkan tingkat pemakaian air oleh pelanggan kategori domestik
(rumah tangga). Formulasi indikator konsumsi air domestik adalah:

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-14


Jumlah air terjual pelanggan domestik rata2 (m3) per bulan:Jumlah pelanggan
domestik (SR)

Jumlah air terjual pelanggan domestik rata-rata per bulan adalah banyaknya air
yang dikonsumsi oleh pelanggan domestik rata-rata per bulan.

Jumlah pelanggan domestik adalah banyaknya pelanggan domestik yang masih


aktif. Periode tertentu/evaluasi dapat dilakukan untuk selama triwulan,
semester dan atau tahunan.

5. Aspek Operasional

Penilaian kinerja aspek operasional bertujuan untuk mengukur tingkat perspektif


operasional seperti: efektifitas produksi dan distribusi, besarnya kehilangan air,
kontinuitas pelayanan air kepada pelanggan, apresiasi terhadap alat ukur transaksi
jual beli, produk yang dijual kepada pelanggan serta tekanan air rata-rata kepada
pelanggan. Perspektif operasional tersebut diwakili oleh indikator-indikator aspek
operasional seperti berikut:

a. Efisiensi Produksi (Faktor Pemanfaatan Produksi) Efisiensi produksi (faktor


pemanfaatan produksi) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
efisiensi sistem produksi. Formulasi indikator efisiensi produksi (faktor
pemanfaatan produksi) adalah:

Realisasi Produksi (m3) : Kapasitas Terpasang (m3) x 100%

Realisasi produksi adalah volume air yang diproduksi secara riil oleh PDAM
(volume produksi riil). Kapasitas terpasang adalah kapasitas unit produksi PDAM
yang terpasang sesuai dengan rencana (L/det).

b. Air Tak Berekening-ATR (NRW) Air tak berekening-ATR (NRW) merupakan selisih
antara air yang masuk unit distribusi dengan air yang berekening dalam jangka
waktu selama periode evaluasi. Formulasi air tak berekening-ATR (NRW) adalah:

[Distribusi air (m3) Air terjual (m3)] : Distribusi air (m3) x 100%

Distribusi air adalah banyaknya air yang disalurkan kepada pelanggan melalui
jaringan pipa distribusi selama periode evaluasi. Air terjual adalah banyaknya air
yang terpakai oleh pelanggan dan tercatat dalam Ikhtisar Rekening Air (IRA)
selama periode evaluasi.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-15


c. Jam Operasi Layanan

Jam operasi layanan merupakan indikator untuk mengukur efisiensi sistem


secara keseluruhan dan kaitannya dengan kontinuitas pelayanan. Formulasi
indikator jam operasi layanan adalah:

Waktu distribusi air ke pelanggan selama periode : evaluasi Periode evaluasi (hari)

Waktu distribusi air ke pelanggan adalah pelayanan distribusi air yang dapat
disediakan kepada pelanggan selama periode evaluasi. Data jam operasi
disesuaikan dengan data jam operasi pompa distribusi atau data yang tersedia di
bagian distribusi. Untuk PDAM yang memiliki beberapa sistem pelayanan (multi
system) dan jam operasi pelayanan berbeda antara masing-masing unit
pelayanan maka perlu dilakukan perhitungan jam operasi pelayanan rata-rata
melalui rasio bobot tertimbang.

d. Tekanan Air Pada Sambungan Pelanggan

Tekanan air pada sambungan pelanggan merupakan indikator untuk mengukur


jumlah pelanggan yang dilayani dengan tekanan sesuai dengan tekanan
minimum yang ditentukan. Formulasi indikator tekanan air pada sambungan
pelanggan adalah:

Jumlah pelanggan terlayani dengan tekanan minimal 0,7 bar (SR) jumlah
pelanggan (SR) x 100% Jumlah pelanggan terlayani dengan tekanan minimal 0,7
bar adalah banyaknya pelanggan yang dapat memperoleh pelayanan tekanan air
minimal 7 m kolom air pada waktu jam puncak (jam 07.00 08.00). Jumlah
pelanggan adalah banyaknya pelanggan aktif.

Catatan: Jika tekanan dan SR di wilayah layanan tertentu tidak dapat ditentukan
secara spesifik maka perhitungan tekanan air menggunakan tekanan air yang
diukur di sambungan pelanggan sampel dibagi dengan jumlah pelanggan tanpa
menggunakan rata-rata tertimbang.

e. Penggantian Meter Air Pelanggan Penggantian meter air pelanggan merupakan


indikator untuk mengukur tingkat ketelitian/akurasi meter air pelanggan.
Formulasi indikator penggantian/kalibrasi meter air pelanggan adalah: Jumlah
meter air pelanggan yang diganti (SR) jumlah pelanggan (SR) ! 100% Jumlah

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-16


meter air yang diganti adalah banyaknya meter air pelanggan yang diganti
selama periode evaluasi. Jumlah pelanggan adalah banyaknya pelanggan aktif.

6. Aspek Sumber Daya Manusia

Penilaian kinerja aspek sumber daya manusia bertujuan untuk mengukur tingkat
inovasi dan pembelajaran dalam kaitannya dengan pengelolaan PDAM. Aspek
sumber daya manusia yang dimaksud meliputi: efektifitas, apresiasi, peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Indikator-indikator yang mewakili
aspek sumber daya manusia adalah sebagai berikut:

a. Rasio Pegawai terhadap Pelanggan Rasio pegawai terhadap pelanggan


menggambarkan tingkat efisiensi dan efektifitas penggunaan tenaga kerja untuk
memberikan pelayanan kepada pelanggan. Semakin tinggi rasio yang terukur
menggambarkan rendahnya efisiensi dan efektifitas tenaga kerja yang ada begitu
pula sebaliknya. Formulasi indikator rasio pegawai terhadap pelanggan adalah:

Jumlah pegawai : (Jumlah pelanggan / 1000)

Jumlah pegawai adalah banyaknya pegawai yang tercatat sebagai pegawai tetap
dan honorer. Jumlah pelanggan adalah seluruh pelanggan PDAM.

b. Rasio Diklat Pegawai

Rasio diklat (pendidikan dan pelatihan) pegawai merupakan indikator yang


digunakan untuk mengukur kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan
efektivitas pegawai. Indikator ini juga menunjukkan seberapa besar tingkat
kompetensi pegawai yang dimiliki oleh PDAM sehingga dapat memberikan
dampak positif pada peningkatan pelayanan kepada pelanggan. Formulasi
indikator rasio diklat pegawai adalah:

Jumlah pegawai yang mengikuti diklat (orang) : Jumlah pegawai (orang) x 100%

Jumlah pegawai yang mengikuti diklat adalah banyaknya pegawai yang tercatat
mengikuti pendidikan dan latihan selama periode evaluasi. Jumlah pegawai
adalah banyaknya pegawai yang tercatat sebagai pegawai tetap dan honorer.

c. Rasio Beban Diklat Terhadap Beban Pegawai

Rasio beban diklat merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur upaya
perusahaan dalam hal peningkatan kompetensi pegawai. Rasio ini memiliki
korelasi erat dengan rasio diklat pegawai karena rasio beban diklat muncul
Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-17
sebagai akibat dari pelaksanaan diklat pegawai. Formulasi indikator rasio beban
diklat pegawai adalah:

Jumlah beban diklat (Rp) : Jumlah beban pegawai (Rp) x 100%

Jumlah beban diklat adalah seluruh beban yang dikeluarkan oleh PDAM terkait
dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan pegawai (termasuk SPPD dan
transportasi/akomodasi). Jumlah beban pegawai adalah seluruh beban pegawai
yang tercatat sebagai pegawai tetap dan honorer.

7. Informasi Tambahan Untuk memberikan gambaran kondisi kinerja PDAM secara


lengkap, terdapat beberapa informasi tambahan yang perlu dicari dan dikumpulkan
datanya. Informasi tambahan tersebut dapat digunakan untuk melengkapi
informasi yang dibutuhkan dalam rangka menganalisis kondisi kinerja PDAM secara
lebih komprehensif. Informasi-informasi tambahan tersebut adalah:

Tarif Rata-rata (Rp/m3 ) Tarif rata-rata merupakan data yang diperoleh dari hasil
pembagian antara total pendapatan penjualan air terhadap volume air terjual.
Pendapatan penjualan air merupakan penjumlahan antara penjualan air dan non
air (beban tetap dan administrasi). 2

Harga Pokok Produksi/Beban Dasar dengan NRW Standar (Rp/m3 ) Beban dasar
dengan NRW standar diperoleh dari total beban usaha dibagi dengan volume air
produksi yang dikurangi volume kehilangan air standar (sebesar 20%).

Harga Pokok Produksi/Beban Dasar dengan NRW Riil (Rp/m3 ) Beban dasar
dengan NRW Riil diperoleh dari total beban usaha dibagi volume air produksi
yang dikurangi volume kehilangan air riil.

Harga Pokok Produksi Diluar Depresiasi/Amortisasi dan Beban Bunga (Rp/m3


Beban dasar (diluar depresiasi/amortisasi dan beban bunga) dengan NRW Riil
diperoleh dari total beban usaha diluar beban penyusutan dan beban bunga
dibagi volume air produksi yang dikurangi volume kehilangan air riil.

Beban Bahan Kimia (Rp/m3 ) Besarnya beban bahan kimia yang dikeluarkan oleh
PDAM untuk menghasilkan 1 (satu) m3 air.

Beban Energi (Rp/m3 ) Beban energi yang dikeluarkan oleh PDAM untuk
menghasilkan 1 (satu) m3 air. Beban energi yang dimaksud berupa: beban listrik,
solar, gas maupun bahan bakar lainnya.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-18


Beban Pemeliharaan (Rp. 000) Besarnya beban pemeliharaan yang dikeluarkan
oleh PDAM selama 1 (satu) tahun.

Total Aset Tetap (Rp. 000) Total aset tetap PDAM adalah nilai aset per tanggal
neraca evaluasi.

Total Aset (Rp. 000) Total aset adalah nilai aset pada tanggal neraca yang terdiri
dari aset lancar maupun aset tetap.

Asset Turnover Asset turnover adalah total pendapatan dibagi dengan total aset.

Profit Margin Profit margin adalah laba bersih setelah pajak dibagi pendapatan
operasi.

Return on Asset Return on asset adalah laba bersih setelah pajak dibagi total
aset.

Kewajiban Lancar (Rp. 000) Jumlah kewajiban jangka pendek PDAM yang
berjangka waktu kurang dari satu tahun.

Kewajiban Jangka Panjang (Rp. 000) Jumlah kewajiban jangka panjang PDAM
lebih dari setahun.

Total Equity (Rp. 000) Jumlah ekuitas PDAM per tanggal neraca.

Laba/Rugi Bersih Setelah Pajak (Rp. 000) Jumlah laba/rugi bersih setelah pajak
yang diperoleh PDAM selama setahun.

Rasio Beban Administrasi Umum terhadap Jumlah Pendapatan (%) Rasio ini
merupakan prosentase besarnya beban administrasi umum yang dikeluarkan
PDAM terhadap total pendapatannya.

Kapasitas Terpasang (L/det) Kapasitas terpasang merupakan kapasitas unit


produksi PDAM yang terpasang sesuai dengan rencana (L/det).

Volume Produksi Riil (L/det) Volume produksi riil merupakan volume air yang
diproduksi secara riil oleh PDAM dalam setahun yang dikonversi ke dalam satuan
liter per detik (L/det).

Jumlah Pelanggan (Unit SR) Merupakan jumlah pelanggan domestik dan non
domestik PDAM per tanggal neraca.

Jumlah Penduduk di Wilayah Administrasi (Jiwa) Jumlah penduduk yang berada


dalam wilayah administrasi kabupaten/kota pada saat evaluasi.
Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-19
Jumlah Penduduk di Wilayah Pelayanan (Jiwa) Jumlah penduduk yang berada
dalam wilayah pelayanan teknis PDAM pada saat evaluasi.

Penduduk Terlayani (Jiwa) Jumlah penduduk yang dilayani oleh PDAM pada saat
evaluasi.

Jumlah Pegawai (Orang) Jumlah karyawan PDAM selama setahun.

Rata-rata Beban Pegawai (Rp/karyawan/bulan) Merupakan beban rata-rata


pegawai yang dikeluarkan PDAM setiap bulannya.

Status Restrukturisasi Utang Status Restruktusisasi Utang PDAM berdasarkan


Permenkeu Nomor 114/PMK.05/2012 yang merupakan pengganti dari Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/PMK.05/2008 tentang
Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari Penerusan Pinjaman Luar
Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah Pada
PDAM. Adapun status Restrukturisasi Utang biasanya meliputi: status dalam
proses, disetujui bersyarat, dalam penanganan PUPN, penghapusan mutlak.

Kerjasama Kepengusahaan Status kerjasama yang sedang dijalankan oleh PDAM


dengan pihak ketiga.

Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (Seri ISO) Sertifikat sistem manajemen mutu
yang telah dimiliki oleh PDAM.

4.3 Pengusahaan Jalan Tol


Dalam rangka menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, mewujudkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, menjaga kesinambungan dalam pengembangan wilayah
dengan memperhatikan keadilan serta meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi
terutama pada wilayah yang sudah tinggi tingkat pertumbuhannya, diperlukan
pembangunan jalan tol. Pembangunan jalan tol sangat diperlukan, terutama pada wilayah-
wilayah yang telah tinggi tingkat perkembangannya agar dapat dihindari timbulnya
pemborosanpemborosan baik langsung maupun tidak langsung. Pemborosan langsung
antara lain biaya operasi suatu kendaraan bermotor yang berhenti atau berjalan dan atau
bergerak dengan kecepatan sangat rendah akibat terbaurnya peranan jalan. Pemborosan
tidak langsung antara lain nilai relatif dan kepentingan tiap pemakai jalan menyangkut segi
waktu dan kenyamanan. Tingkat perjgkembangan daerah yang serasi dan seimbang dan

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-20


dipengaruhi oleh satuan wilayah pengembangan yang bersangkutan merupakan
perwujudan berbagai tujuan pembangunan. Perkembangan satuan wilayah
pengembangan perlu dikendalikan agar dicapai tingkat perkembangan antar daerah yang
seimbang. Usaha pengendalian tersebut pada dasarnya merupakan salah satu langkah
penyeimbang dalam pengembangan wilayah yang dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada beberapa satuan
wilayah pengembangan yang tergolong kecil dan lemah untuk mengelompokkan diri
menjadi lebih besar dan kuat. Proses pengelompokan tersebut, yang dijalankan dengan
meningkatkan kemampuan pelayanan pemasaran dari salah satu kota yang menduduki
hirarki tertinggi akan membawa implikasi pada penyelenggaraan sistem distribusi. Di dalam
sistem distribusi, sistem jaringan jalan memegang peranan penting karena peningkatan
pelayanan pemasaran menuntut pengembangan prasarana transportasi. Agar sistem
distribusi dapat berfungsi dengan baik perlu dibangun jalan berspesifikasi bebas hambatan
yang memperhatikan rasa keadilan. Pembangunan jalan bebas hambatan yang
memerlukan pendanaan relatif besar diselenggarakan melalui pembangunan jalan tol.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara, mempunyai kewenangan
menyelenggarakan jalan tol. Penyelenggaraan jalan tol meliputi kegiatan pengaturan jalan
tol, pembinaan jalan tol, pengusahaan jalan tol dan pengawasan jalan tol. Pengaturan jalan
tol meliputi kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum dan pembentukan
peraturan perundang-undangan. Pembinaan jalan tol meliputi pedoman dan standar
teknis, pelayanan, pemberdayaan, dan penelitian dan pengembangan. Pengusahaan jalan
tol meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan atau
pemeliharaan. Pengawasan jalan tol meliputi pengawasan umum dan pengawasan
pengusahaan jalan tol. Kebijakan perencanaan jalan tol, disusun dengan memperhatikan
aspek-aspek pengembangan wilayah, perkembangan ekonomi, sistem transportasi
nasional dan kebijakan nasional serta sektor lain yang terkait. Rencana umum jaringan jalan
tol harus disusun berdasarkan rencana umum tata ruang wilayah yang mengacu pada
sistem transportasi nasional yang terintegrasi dengan rencana umum jaringan jalan
nasional. Pembinaan jalan tol yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara menyediakan
pedoman dan standar teknis yang merupakan dokumen teknis pelaksanaan
penyelenggaraan jalan tol. Penyelenggaraan jalan tol harus memperhatikan mutu
pelayanan kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk
meningkatkan kinerja penyelenggaraan jalan tol diperlukan pemberdayaan kepada
penyelenggara, pengguna dan masyarakat.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-21


Pemerintah memiliki target pembangunan jalan tol yang cukup ambisius. Berdasrakan data
resmi dari BPJT, sampai dengan tahun 2019 ditargetkan terbangun 1.060 Km jalan tol yang
terdiri atas 192 Km jalan tol trans sumatera, 821 Km jalan tol ruas trans jawa dan dalam
kota DI Jakarta, 33 Km jalan tol di Kalimantan khususnya ruas Balikpapan-samarinda, serta
14 Km jalan tol di Sulawesi yakni ruas manado-bitung dan dalam kota Makassar. Informai
lengkap mengenai ruas jalan tol yang ditargetkan selesai pada tahun 2019 dapat dilihat
pada diagram berikut.

Gambar 4.1 Target Pembangunan Jalan Tol sampai Tahun 2019

MEDAN-BINJAI MEDAN-KUALAMANU-LUBUK PAKAM- PEJAGAN-PEMALANG Batang Semarang Balikpapan Samarinda Manado Bitung
58 KM 75 km 99 km 39 km
16 KM TEBING TINGGI
62 KM
SEMARANG SOLO
BAKAUHENI-
Pekanbaru TB.BESAR 73 KM SOLO-MANTINGAN-NGAWI
Kandis Dumai CIKAMPEK-PALIMANAN Pemalang Batang (23 kmoperation) 90 KM
135 km 138 KM 39 km
117 KM
NGAWI-KERTOSONO
Banda Aceh
Lhokseumawe
87 KM

Medan Kayu Agung


Palembang - Betung
112 km
KERTOSONO - MOJOKERTO
Dumai
Manado MOJOKERTO SURABAYA
Pekanbaru
41 KM 36 KM
Samarinda (15 kmoperation) (2 km operation)

Padang Jambi
PALEMBANG-INDRALAYA Balikpapan
DESCRIPTION :
22 KM Palembang
: Partially Operates
Bengkulu
Akses Tanjung Priok : Already groundbreaking
17 km & Start Construction
Lampung
Jakarta
GEMPOL PANDAAN : Land Acquisition& Under
Construction
Semarang 14 KM Gempol Pasuruan
1. Cengkareng Kunciran : 14 km Surabaya
2. Kunciran Serpong : 11 km Bandung 34 km : Operates
3. Serpong Cinere : 10 km Solo
4. Cimanggis Cibitung : 25 km Constructed Planned Development + Operation (Year/Km)
5. Cibitung Cilincing : 34 km Length
6. Depok Antasari : 22 km Region / TRANS S.D 2014
(km) 2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL
7. Bekasi Kp. Melayu : 21 km (Km)
8. Sunter Rawa Buaya - : 20 km
9. Batu Ceper Cileunyi Sumedang Sumatera 2.865 301 - 5 74 73 40 192
Sunter Pulo Gebang : 9 km Dawuan Jawa 2.815 1.279 132 118 110 265 197 821
59 km
a. Jabodetabek 530 231 - 1 36 22 47 106
CINERE JAGORAWI b. Trans Jawa 1.187 811 116 90 48 223 98 575
15 KM (4 kmoperation) c. Non Trans
PASIRKOJA-SOREANG 1.098 237 16 27 26 20 51 140
BOGOR RING ROAD 11 KM Jawa
11 KM (6 kmoperation) Kalimantan 99 37 - 10 12 11 - 33
Bali 229 10 - - - - - -
Pandaan Malang
38 km Sulawesi 107 25 - 4 4 6 - 14
Ciawi-Sukabumi : 54 km
Total 6.115 1.664 132 136 200 355 237 1060

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol, suatu ruas jalan tol dapat diprakarsai oleh pemerintah
maupun oleh badan usaha yang persyaratan utama dari keduanya adalah masuk kedalam
rencana umum jaringan jalan tol khususnya termasuk kedalam rencana ruas jalan tol yang
disusun oleh Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR yang dilanjutan dengan persiapan
pengusahaan, pengadaan tanah, pelelangan pengusahaan, pendanaan, perencanaan
teknik, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, dan pengambil alihan konsesi.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-22


Informasi lebih lengkap dalam bentuk alur proses pengusahaan jalan tol, dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.2 Proses Pengusahaan Jalan Tol

Berbagai permasalahan muncul dalam pengusahaan jalan tol khususnya dalam mencapai
target pemangunan 1060 Km sampai dengan tahun 2019. Diantaranya beberapa ruas jalan
tol yang belum layak secara finansial, atau masih dalam kriteria marjinal. Waktu dan biaya
transaksi yang masih cuku besar sehingga perlu penyederhanaan birokrasi transaksi.
Kebutuhan proyek akan dukungan fiskal pemerintah termasuk diantaranya kebutuhan
akan penjaminan sehingga proyek dapat lebih bankable. Selain itu permasalahan kepastian
dalam pendanaan dan pelaksanaan pengadaan lahan juga masih menjadi isu strategi yang
harus dihadapi oleh pemangku kepentingan di sektor jalan tol. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari BPJT, beberapa arah kebijakan sudah mulai dianalisis guna memberikan
solusi terhadap permasalahan dalam pengusahaan jalan tol antara lain:

1. Inovasi dalam skema investasi, diantaranya memperkenalkan model penugasan


BUMN seperti pada ruas jalan tol trans sumatera, serta model performance based
annuity scheme (PBAS) atau yang sering dikenal dengan pembayaran periodic dari
pemerintah kepada badan usaha atas tersedianya suatu layanan.

2. Percepatan proses pelelangan diantaranya melalui Pelelangan lebih singkat menjadi


5 Bulan Pemberi pinjaman, Kontraktor, SMI, dan PII terlibat dalam pelelangan
Competitive Dialogue sebelum Pelelangan.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-23


3. Dukungan pemerintah yang lebih baik melalui VGF, sebagian Konstruksi, atau
Pembiayaan bersama Fasilitas pembiayaan oleh PT. SMI serta Fasilitas Penjaminan
oleh PT. PII

4. Percepatan pengadaan lahan melalui konsistensi dalam menerapkan UU No.


2/2012, Pengadaan Tanah lebih awal sesuai tahapan, Terintegrasi dengan Kawasan,
Pembiayaan dan Pelaksanaan oleh Pemerintah, serta meningkatkan peran BLU
untuk Land Banking.

Informasi mengenai arah kebijakan pengusahaan jalan tol dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 4.3 Arah Kebijakan Pengusahaan Jalan Tol

Terkait dengan kinerja pengusahaan jalan tol dari aspek progress jumlah proyek maupun
panjang jalan tol yang sudah terealisasi baik dari sisi transaksi maupun konstruksi, terdapta
tren peningkatan kinerja pengusahaan jalan tol. Dari sisi jumlah proyek jalan tol yang di
tender, pada tahun 2014 tercatat hanya 1 proyek jalan tol di tender dengan total panjang
62 km. pada tahun 2015 meningkat menjadi 6 proyek jalan tol dengan total panjang 328
Km, pada tahun 2016 meningkat signifikan yakni 9 proyek ditender dengan total panjang
1158 Km. Dalam hal proyek yang sudah dalam perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT), pada
tahun 2014 secara kumulatif tercatat hanya 35 proyek jalan tol di tender dengan total

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-24


panjang 939 km. pada tahun 2015 meningkat menjadi 41 proyek jalan tol dengan total
panjang 1319 Km, pada tahun 2016 meningkat signifikan yakni 48 proyek ditender dengan
total panjang 1920 Km. Lebih lanjut lagi, untuk proyek jalan tol yang sedang dalam proses
konstruksi, secara kumulatif pada tahun 2014 tercatat hanya 10 proyek jalan tol di tender
dengan total panjang 251 km. pada tahun 2015 meningkat menjadi 23 proyek jalan tol
dengan total panjang 722 Km, pada tahun 2016 meningkat signifikan yakni 30 proyek
ditender dengan total panjang 1299 Km. Informasi yang lebih lengkap mengenai kinerja
pengusahaan jalan tol dari aspek progress per transaksi dapat lihat pada gambar berikut.

Gambar 4.4 Progress Pembangunan Jalan Tol Sampai Tahun 2016

Dilevel operasional, pengusahaan jalan tol memiliki beberapa kendala yang sudah
diidentifikasi oleh BPJT, antara lain:

1. Dalam penentuan trase, dimana beberapa kendala dalam menentukan trase suatu ruas
jalan tol antara lain:
a. Perhitungan BK BOK tidak menguntungkan;

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-25


b. Trafik dan potensi lokasi yang masih rendah;
c. Adanya kondisi ekstrim terhadap elevasi dan kondisi tanah; dan
d. Jalur Jalan tol yang melalui lahan warga/instansi tertentu

2. Perencanaan Desain, dimana beberapa kendala dala tahapan penyusunan rencana


desain antara lain:

a. Kesesuaian desain dengan tata guna lahan (RTRW);

b. Desain Pavement sesuai dengan beban yang akan melewati dan minim
pemeliharaan; dan

c. Konektifitas akses dengan Jalan Arteri

3. Pelaksanaan Konstruksi, dimana diperlukan koordinasi antara kementerian/ lembaga


terkait dalam percepatan pembebasan lahan serta sosialisasi penentuan lokasi sesuai
UU No 2 Tahun 2012 tentang tanah untuk kepentingan umum Jalan Tol agar tidak
adanya penolakan warga terhadap pembebasan lahan

4. Tahapan operasi jalan tol, dimana kendala yang ditemui pada tahapan jalan tol
beroperasi antara lain:

a. pengembangan wilayah tidak sesuai RTRW;

b. Perubahan peta Irigasi yang tidak sesuai dengan DAS;

c. Pertumbuhan persimpangan sebidang; dan

d. Pengamanan aset dan penindakan hukum / Undang - Undang tentang Jalan Tol.

4.4 Kelembagaan Pengusahaan Jalan Tol


4.4.1 Badan Pengatur Jalan Tol

Di dalam melaksanakan kewenangan sebagai penyelenggara jalan tol, Pemerintah


menyerahkan sebagian wewenang penyelenggaraan jalan tol kepada BPJT, Pemerintah
membentuk BPJT yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Pembentukan BPJT dimaksudkan

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-26


antara lain untuk mendorong investasi di bidang jalan tol, sehingga pengembangan
jaringan jalan tol dapat lebih cepat terwujud.

Sebagian penyelenggaraan jalan tol yang menjadi tugas BPJT meliputi: pengaturan jalan tol
yang mencakup pemberian rekomendasi tarif awal dan penyesuaiannya kepada Menteri,
serta pengambilalihan jalan tol pada akhir masa konsesi dan pemberian rekomendasi
pengoperasiannya, sedangkan pengusahaan jalan tol mencakup pembiayaan pengusahaan
jalan tol, pengadaan investasi, dan pemberian fasilitas pembebasan tanah serta
pengawasan jalan tol yang mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan tol dan
pengawasan terhadap pelayanan jalan tol. Dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan
kinerja, maka keanggotaan BPJT terdiri atas unsur Pemerintah, unsur pemangku
kepentingan dan unsur masyarakat karena dengan adanya unsur-unsur di atas, maka dalam
melaksanakan dapat saling melengkapi, mengoreksi dan menyelesaikan semua
permasalahan pengusahaan jalan tol.

Dalam rangka tertib pengawasan jalan tol diperlukan adanya pengaturan hak dan
kewajiban pengguna jalan tol sehingga jalan tol tetap dapat melayani pengguna secara
baik. Untuk ketertiban pengusahaan jalan tol diperlukan adanya pengaturan hak dan
kewajiban Badan Usaha sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam
pelayanan jalan tol oleh Badan Usaha dan juga oleh masyarakat. Dalam Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan telah ditetapkan ketentuan pokok yang mengatur
jalan tol.

Pelaksanaan lebih lanjut pengaturan jalan tol memerlukan adanya Peraturan Pemerintah.
Lebih lanjut lagi, tugas dan fungsi BPJT secara detail diatur didalam Peraturan Menteri
PUPR nomor 43 Tahun 2015 Tentang BPJT. Dalam regulasi tersebut, disebutkan BPJT
mempunyai wewenang untuk melakukan sebagian wewenang Pemerintah dalam
penyelenggaraan jalan tol yang meliputi pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan
Badan Usaha jalan tol sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara
untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan wewenangnya, BPJT
mempunyai tugas dan fungsi:

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-27


a. merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian tarif tol kepada Menteri;

b. melakukan pengambilalihan hak pengusahaan jalan tol yang telah selesai masa
konsesinya dan merekomendasikan pengoperasian selanjutnya kepada Menteri;

c. melakukan pengambilalihan hak sementara pengusahaan jalan tol yang gagal dalam
pelaksanaan konsesi, untuk kemudian dilelangkan kembali pengusahaannya;

d. melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang meliputi analisa kelayakan finansial,
studi kelayakan, dan penyiapan amdal;

e. melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui pelelangan secara transparan dan
terbuka;

f. membantu proses pelaksanaan pembebasan tanah dalam hal kepastiandana


pengadaan tanah;

g. memonitor pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi serta


pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan Badan Usaha; dan

h. melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha atas pelaksanaan seluruh kewajiban


perjanjian pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara periodik kepada Menteri.

Keanggotaan BPJT terdiri dari 5 orang Anggota dengan susunan 1 orang Kepala merangkap
Anggota dan 4 orang Anggota. Adapun kepala BPJT merupakan wakil dari unsur Pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang jalan dan merangkap sebagai anggota. Sedangkan untuk
anggota BPJT terdiri dari 3 orang unsur Pemerintah, 1 orang unsur pemangku kepentingan,
dan 1 orang unsur masyarakat.

Unsur Pemerintah terdiri dari 2 orang wakil Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, dan 1 orang wakil Kementerian Keuangan. Unsur pemangku kepentingan
merupakan wakil dari asosiasi profesi. Unsur masyarakat merupakan wakil dari akademisi.
Kepala BPJT mempunyai tugas:

a. memimpin dan mengelola BPJT sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsi BPJT.

b. mengoordinasikan para anggota dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya;

c. menetapkan rencana kerja BPJT;

d. menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BPJT secara berkala kepada Menteri;

e. mewakili BPJT di dalam dan di luar Pengadilan; dan

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-28


f. melakukan pengawasan internal terhadap kinerja manajemen dan pengelolaan
keuangan BPJT secara menyeluruh.

Sedangkan Anggota BPJT mempunyai tugas:

a. membantu Kepala BPJT dalam memimpin pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi;

b. berkoordinasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala


BPJT;

c. bersama Kepala BPJT menyiapkan rencana kerja dan anggaran belanja tahunan BPJT;

d. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Kepala BPJT;

e. memberikan bahan masukan dalam perumusan rancangan kebijakan BPJT;

f. bertindak sebagai koordinator bidang/kegiatan BPJT yang ditetapkan melalui


Keputusan Kepala BPJT.

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan fungsi dan tugas BPJT, dibentuk Sekretariat BPJT
yang berada di lingkungan Menteri. Sekretariat BPJT adalah unsur staf yang membantu
BPJT dalam menyelenggarakan dukungan teknis dan administratif kesekretariatan
penyelenggaraan pengaturan jalan tol. Sekretariat BPJT secara teknis operasional
bertanggung jawab kepada Kepala BPJT dan secara administratif bertanggung jawab
kepada Menteri. Sekretariat BPJT dipimpin oleh seorang sekretaris BPJT. Dalam
melaksanakan tugas, Sekretariat BPJT menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan jalan toldan sistem informasi
jalan tol;

b. pelaksanaan penyiapan, pelayanan, dan pengawasan pengusahaan jalan tol;

c. pelaksanaan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan Perjanjian Pengusahaan Jalan


Tol oleh Badan Usaha;

d. pelaksanaan perencanaan, pengelolaan, dan penyiapan bahan penetapan skala


prioritas penyaluran dana bergulir serta administrasi, penyaluran, dan pengembalian
pinjaman dana bergulir; dan

e. pelaksanaan kegiatan hukum dan hubungan masyarakat, ketatausahaan,


kepegawaian, dan keuangan.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-29


4.4.2 Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan, dan Fasilitasi Jalan Daerah

Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan, dan Fasilitasi Jalan Daerah mempunyai tugas
melaksanakan manajemen dan evaluasi jalan daerah, pembinaan teknik pelaksanaan dan
perencanaan jalan daerah, pembinaan pelaksanaan dan perencanaan jalan metropolitan,
kota besar dan jalan bebas hambatan, serta pengadaan tanah. Salah satu fungsi dari
direktorat ini adalah pembinaan teknik pelaksanaan, perencanaan dan pemrograman jalan
bebas hambatan. Untuk itu subdirektorat khusus yang menangani jalan bebas hambatan
adalah sub direktorat jalan bebas hambatan yang memiliki tugas:

a. melakukan penyiapan bahan penyusunan standar dan pedoman perencanaan, operasi


dan pemeliharaan jalan bebas hambatan dan jalan tol, pembinaan perencanaan
pelaksanaan dan pemrograman jalan bebas hambatan, serta penyiapan perencanaan
teknis jalan tol dengan biaya APBN/ dengan dukungan pemerintah dan pengembangan
jaringan jalan tol terintegrasi jalan nasional.

b. melakukan penyiapan bahan pengolahan, validasi dan analisis data manajemen jalan
bebas hambatan, monitoring dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan bebas
hambatan dan jalan tol serta evaluasi prakarsa dan pemanfaatan jalan tol serta
penyiapan bahan usulan untuk menyusun program jangka menengah dan tahunan
penanganan jalan.

Secara tabulasi tugas dan fungsi masing-masing kelembangaan dalam penyelenggaraan


jalan tol dapat dilihat pada tabel berikut:

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-30


Tabel 4.1 Tugas dan Fungsi Kelembagaan Penyelenggaran Jalan Tol

BAPPENAS DITJEN BINA MARGA BPJT


1. perumusan dan 1. penyusunan standar dan 1. merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian
penetapan kebijakan di pedoman perencanaan, tarif tol kepada Menteri;
bidang perencanaan operasi dan pemeliharaan 2. melakukan pengambilalihan hak pengusahaan
pembangunan nasional, jalan bebas hambatan dan jalan tol yang telah selesai masa konsesinya dan
strategi pembangunan jalan tol; merekomendasikan pengoperasian selanjutnya
nasional, arah kebijakan 2. pembinaan perencanaan, kepada Menteri;
sektoral, lintas sektor, dan pelaksanaan dan 3. melakukan pengambilalihan hak sementara
lintas wilayah, serta pemrograman jalan bebas
kerangka ekonomi makro pengusahaan jalan tol yang gagal dalam
hambatan dan jalan tol; pelaksanaan konsesi, untuk kemudian dilelangkan
yang mencakup
gambaran perekonomian 3. perencanaan teknis jalan tol kembali pengusahaannya;
secara menyeluruh dengan biaya APBN/dengan 4. melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang
termasuk arah kebijakan dukungan pemerintah dan meliputi analisa kelayakan finansial, studi
fiskal, kerangka regulasi, pengembangan jaringan jalan kelayakan, dan penyiapan amdal;
kelembagaan, dan tol terintegrasi jalan nasional;
5. melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui
pendanaan; 4. pengolahan, validasi dan pelelangan secara transparan dan terbuka;
2. koordinasi dan sinkronisasi analisis data manajemen jalan
bebas hambatan; 6. membantu proses pelaksanaan pembebasan
pelaksanaan kebijakan di
tanah dalam hal kepastian dana pengadaan
bidang perencanaan dan 5. monitoring dan evaluasi kinerja tanah;
penganggaran penyelenggaraan jalan bebas
pembangunan nasional; hambatan dan jalan tol serta 7. memonitor pelaksanaan perencanaan dan
evaluasi prakarsa dan pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan
3. pembinaan dan
pemanfaatan jalan tol; dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan Badan
pemberian dukungan
Usaha; dan
administrasi kepada 6. penyiapan bahan usulan
seluruh unsur organisasi di untuk menyusun program 8. melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha
lingkungan Kementerian jangka menengah dan atas pelaksanaan seluruh kewajiban perjanjian
Perencanaan tahunan penanganan jalan pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara
Pembangunan Nasional periodik kepada Menteri.

Penyusunan Indikator Monev Penyelenggaraan Investasi Infrastruktur Bidang PUPR 4-31

Anda mungkin juga menyukai