Anda di halaman 1dari 7

macam tingkat kesadaran seseorang pasien

1. Compos Mentis adalah ketika seseorang masih tersadar penuh.


2. Apatis adalah yaitu kurangnya respon terhadap keadaan sekeliling ditandai dengan
tidak adanya kontak mata atau mata terlihat menerawang dan tidak fokus.
3. Samnolen ( letargie ) adalah keadaan dimana seseorang sangat mudah mengantuk dan
tidur terus menerus tapi masih mudah di bangunkan.
4. Sopor adalah kondisi tidak sadar atau tidur berkepanjangan tetapi masih memberikan
reaksi terhadap rangsangan.
5. Koma adalah kondisi tidak sadar dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan tertentu.
6. Delirium adalah penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun. pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-meronta.
7. Semi Koma adalah penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon rangsangan
verbal dan tidak dapat di bangunkan sama sekali ( kornea, pupil ) masih baik. respon
nyeri tidak adekuat.
8. GCS ( glasgow coma scale ) adalh skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai
tingkat kesadaran pasien atau klien, mulai dari sadar sepenuhnya hingga koma. teknik
ini terdiri dari 3 bagian yang di tunjukan oleh pasien setelah di beri stimulasi tertentu,
yakmi respon buka mata, respon motorik terbaik dan respon verbal. setiap penilain
mencakup poin dimana total poin tertinggi 15.

Berikut macam-macam tingkat kesadaran :


Kompos mentis.

Definisi : Keadaan pasien sadar penuh, baik terhadap lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri.

Gcs : 15-14.

Apatis.
Definisi : Keadaan pasien dimana tampak acuh tak acuh dan segan terhadap lingkungannya.

Gcs : 13-12.

Delirium.
Definisi : Keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus
tidur bangun yang terganggu.

Gcs : 11-10.
Somnolen.
Definisi : Keadaan pasien mengantuk yang dapat pulih jika dirangsang, tapi jika rangsangan itu
berhenti pasien akan tidur kembali.

Gcs : 9-7.

Sopor (stupor).
Definisi : Keadaan pasien mengantuk yang dalam.

Gcs : 6-5.

Semi-koma (koma ringan).


Definisi : keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons rangsang
terhadap rangsang verbal, serta tidak mampu untuk di bangunkan sama sekali, tapi respons terhadap
nyeri tidak adekuat serta reflek (pupil & kornea) masih baik.

Gcs : 4.

Koma.
Definisi : keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak terdapat
respons pada rangsang nyeri serta tidak ada gerakan spontan.
Gcs : 3.

Rumus Menghitung Tetesan Infus.

Berikut cara mudah untuk menghitung tetesan infus per menit (TPM) secara sederhana yang di
rumuskan oleh Puruhito adalah:

Tetesan per menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (ml).

(normal) lamanya infus (jam) x 3

Tetesan per menit = Jumlah cairan infus (ml)

(mikro) lamanya infus (jam)


Foto : Ilustrasi tetesan infus makro 20 TPM.

(dok,2015/Perbidkes.com).

Contoh soal :

Berapa Tetesan per menit bila infus yang masuk RL 500 cc habis dalam waktu 5 jam?

1. Cara menghitung tetesan infus per menit (normal).


"Tetes per menit (TPM) = jumlah cairan yang masuk : (lamanya infus x 3)"

Jawaban : TPM = 500 : (5x3) = 500 : 15 = 33 TPM

2. Cara menghitung tetesan infus per menit (mikro).


"Tetes per menit (TPM) = jumlah cairan infus : lamanya infus"

Jawabanya adalah 500 : 5 = 100 TPM.

Glasgow Coma Scale (GCS)


Eye (membuka mata) = 4
4 = Membuka mata dengan spontan.

3 = Membuka mata dengan rangsang suara (menyuruh pasien untuk membuka mata).
2 = Membuka mata dengan rangsang nyeri (berikan rangsang nyeri, seperti menekan jari tangan
maupun kaki).
1 = Tidak ada respon.

Verbal (respon bicara) = 5


5 = Bicara dengan biasa.
4 = Bicara ngacau.
3 = Hanya dengan kata kata saja.
1 = Tidak ada respon.

Motorik (respon gerakan) = 6


6 = Mengikuti apa yang diperintah.

5 = Melokalisir bagian nyeri (menjauhkan maupun menjangkau stimulus saat di beri rangsang nyeri).

4 = Menarik dari nyeri (menghindari /menarik tubuh menjauhi stimulus saat di beri rangsang nyeri).

3 = Fleksi abnormal (kedua maupun satu tangan posisi kaku di atas dada serta kaki jika di beri
rangsang nyeri).

2 = Ekstensi abnormal (kedua maupun satu tangan ekstensi di sisi tubuh dengan jari mengepal serta
kaki ekstensi jika di beri rangsang nyeri)

1 = Tidak ada respon.

Skala dihitung dengan cara penjumlahan dari semua respon.

E+M+V = 3 s/d 15.

Nilai maksimal GCS adalah 15. Sedangkan nilai minimal GCS adalah 3.

Penjumlahan nilai respon merupakan asesmen tingkat kategori ketidaksadaran pasien, yang sudah
terbagi menjadi;

Ringan ; 13 sampai 15 poin.


Moderat ; 9 sampai 12 poin.

Berat : 3 sampai 8 poin.

Koma ; Nilai < 8 poin

Kekurangan GCS salah satunya adalah kegagalan dalam mengukur nilai batang otak, walupun banyak
kekurangannya, GCS masih tetap digunakan untuk mengukur ketidaksadaran pasien.
Cara Melakukan Pemeriksaan Fisik Perut (Abdomen).
Tujuan dilakukan pemeriksaan fisik perut, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat kelainan di sistem
gastrointestinal, sistem ginjal, maupun sistem saluran kemih.

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perut sebaiknya melakukan anamnesis terlebih dahulu supaya
dapat membantu menegakkan diagnosis.

Dalam melakukan anamnesis kadang akan kesulitan jika pasien mengalami penurunan kesadaran,
syok maupun gangguan emosi akibat trauma tersebut.

Riwayat trauma juga penting untuk menilai penderita yang cidera, seperti karena jatuh ketika
bermotor yang meliputi jenis benturan, kecepatan, posisi pasien saat kejadian.
Keterangan ini dapat di peroleh dari pasien, saksi maupun penumpang lain.

Perut di bagi menjadi 4 kuadran. (Lihat gambar 1).

Gambar 1. Pembagian daerah perut (4 kuadran).


Keterangan gambar 1.
a. Kuadran kanan atas.
b. Kuadran kiri atas.
c. Kuadran kiri bawah.
d. Kuadran kanan bawah.

Sedangkan pembagian yang lebih rinci yaitu perut dibagi menjadi 9 bagian. (Lihat gambar 2).
Gambar 2. Pembagian daerah perut (9 regio).
Keterangan gambar 2.
1. Regio epigastrium.
2. Regio hipokondrium kanan.
3. Regio hipokondrium kiri.
4. Regio umbilicus.
5. Regio lumbal kanan.
6. Regio lumbal kiri.
7. Regio hipogastrium.
8. Regio iliaka kanan.
9. Regio iliaka kiri.

Melakukan pemeriksaan fisik perut harus dilakukan dengan teliti serta berurutan, yaitu
Inspeksi - auskultasi - perkusi - palpasi (IAPP).

Jangan lupa, mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.

Mengatur posisi pasien supinasi (terlentang).

Inspeksi (melihat).
Untuk melakukan inspeksi, pakaian pasien sekitar perut di buka (4 kuadran terlihat) agar dapat
melihat keseluruhan bagian perut.

Inspeksi perut bagian depan serta belakang apakah terlihat ada luka, memar, bekas luka, striae,
pergerakan dinfing perut, ukuran, bentuk, serta simetris /tidak.

Jika ingin memeriksa bagian belakang, pasien dapat dibalikkan dengan hati-hati.
Gambar 3. Stetoskop.

Auskultasi (mendengarkan).
Cara melakukan pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop untuk memeriksa,
diantaranya suara bising usus, mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung. Untuk
memastikan adanya bising usus dengan waktu +- 30 detik.

Perlu di ingat, kebocoran perut dapat menyebabkan hilangnya bising usus.

Bunyi bising usus normal adalah 3 kali permenit.

Perkusi (mengetuk).
Perkusi perut dilakukan dengan kaki ditekuk & tidak secara langsung melainkan dengan
penekanan yang ringan serta ketokan dengan perlahan.

Perkusi dapat menunjukkan adanya bunyi redup (terdapat penimbunan cairan ke dalam
rongga peritoneum), timpani (penuh gas / akibat dilatasi lambung akut pada kuadran atas),
redup-pekak (tumor).

Suara perkusi perut normal adalah timpani. Kecuali, pada daerah hati suara perkusinya pekak.

Palpasi (meraba).
Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan, kecuali pasien gemuk dengan dua tangan.

Palpasi dinding perut sangat penting untuk dilakukan.

Palpasi dapat menunjukkan adanya pembesaran pada hati, limpa, kandung empedu, mencari
apakah terdapat pembesaran tumor & apa ada nyeri tekan pada salah satu kuadran,

Anda mungkin juga menyukai