Anda di halaman 1dari 21

III.

PEMERIKSAAN KHUSUS GERIATRI


Bagian Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan : Mampu melakukan pemeriksaan fisik dada dan abdomen pada geriatri
dengan baik dan benar.

Prior Knowledge
Sebelummempelajariketerampilanini, mahasiswaharusmenguasai :
1. Anatomi dan FisiologiGeriatri
2. PatofisiologiGeriatri

I. PENDAHULUAN
Kondisi biologis usia lanjut jelas berbeda dari usia muda. Dokter harus
memahami betul relevansi klinis akibat perbedaan tersebut, termasuk bagaimana
penampilan gejala bila orang usia lanjut jatuh sakit serta perubahan klinis
beberapa penyakit atau hendaya yang mungkin ada. Dokter juga dituntut memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan kemauan untuk mengevaluasi setiap individu secara
seksama serta menyusun rencana penatalaksaan yang bersifat individual,
dirancang khusus.
Tiga hal yang mempengaruhi penampilan klinis pasien usia lanjut adalah
pertama, acapkali usia lanjut tidak mengeluh tentang rasa sakit yang dideritanya
atau tidak mengekspresikan dengan kuat keluhan yang dideritanya. Kedua, adanya
perubahan pola penyakit. Ketiga, perubahan respon terhadap penyakit.Pasien
geriatri sering tidak melaporkan keluhan penting yang merupakan tanda suatu
penyakit, dan tidak jarang sebagian masyarakat mengangggap bahwa usia lanjut
identik dengan banyak keluhan .Usia lanjut juga acapkali identik dengan berbagai
hendaya dan morbiditas sehingga suatu gejala sering dianggap ”lumrah” untuk
seusianya dan tidak diupayakan evaluasi yang adekuat. Faktor lain yang
berpengaruh adalah depresi dan isolasi. Depresi menyebabkan usia lanjut enggan
mengeluhkan sakitnya dan tidak mencari pertolongan. Demikian pula isolasi(fisik
maupun sosial) sering menghalangi akses pasien geriatrik untuk mendapatkan
pertolongan dan mengakibatkan underreporting.
Faktor kedua yang berpengaruh adalah perubahan pola dan distribusi
penyakit. Fraktur femur, penyakit Parkinson, polimialgia reumatika lebih sering
terdapat pada usia lanjut, demikian pula dengan penyakit kardiovaskular,
keganasan dan malnutrisi serta miksedema. Karena perubahan pola/distribusi
penyakit tersebut, seorang dokter harus memahami implikasi epidemiologis dalam
menginterpretasikan setiap gejala. Misalnya, ikterus pada usia muda biasanya
terdapat pada infeksi virus hepatitis akut, sedangkan pada usia lanjut misalnya
disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu atau keganasan. Keadaan
multipatologi dapat mengakibatkan efek terselubung. Misalnya, rasa nyeri akibat
artritis dapat menutupi gejala-gejala gagal jantung jika karena keterbatasan
geraknya mengurangi beban jantung.
Perubahan respon terhadap penyakit merupakan aspek penting lain
menifestasi klinis pasien geriatri. Persepsi seseorang tentang penyakit atau rasa
sakit dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor pengetahuan, faktor sosial dan
perubahan sensitivitas organ. Manifestasi klinis suatu penyakit dapat menjadi
kurang nyata atau kurang khas pada usia lanjut. Misalnya angina pectoris menjadi
tidak atau kurang dirasakan pada seseorang pasien infark miokard akut. Selain itu
gejala pada satu sistem organ dapat merupakan manifestasi penyakit sistem organ
lain. Pasien usia lanjut yang menderita penyakit akut dapat menunjukkan gejala
delirium, anoreksia, bahkan inkontinensia urin serta perubahan gaya berjalan atau
kombinasi gejala-gejala tersebut. Sebagai contoh, pasien usia lanjut dengan
infeksi saluran kemih bisa saja dibawa berobat ke dokter oleh keluarganya karena
acute confusional state dan disorientasi. Sebagai konsekuensi manifestasi
penyakit pada usia lanjut yang tidak khas ini seseorang dokter seyogyanya
senantiasa melakukan anamnesis sistem serta mengevaluasi setiap organ/sistem
organ secara sistematis dan teliti.
Status fungsional seseorang merujuk kepada kemampuan seseorang untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari( activities of daily living = ADL’s), baik secara
mandiri(independent) atau tergantung bantuan orang lain(dependent). Berbagai
metode digunakan untuk mengukur/mengevaluasi status fungsional seseorang,
baik yang dasar maupun ADL’s dengan instrumental(misalnya kemampuan untuk
keluar rumah dengan sarana transportasi, kemampuan berbelanja, memasak dll).
Untuk mengevaluasi gangguan kognitif dapat digunakan sistem skor menurut
Abrreviated Mental Test (AMT) yang memuat sepuluh buah pertanyaan;
pemeriksaan ini dapat dipakai sebagai alat penapis. Guna mendapatkan gambaran
yang lebih rinci dipakai pemeriksaan Mini Mental State Examination( MMSE)
yang terdiri dari 11 pertanyaan yang mengukur fungsi kognitif : orientasi,
registrasi, perhatian, kalkulasi, recall, dan bahasa. Skor maksimum 30, nilai di
bawah 23 mengindikasikan adanya gangguan kognitif. Sebenarnya kedua jenis
pemeriksaan tersebut dapat dipakai disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien.
Pada umumnya pemeriksaan fisik pada geriatri tidak jauh berbeda dengan
pemeriksaan fisik pada umumnya. Beberapa pemeriksaan membutuhkan
ketelitian yang lebih tinggi, misalnya pada pemeriksaan fisik dada yang meliputi
pemeriksaan jantung dan paru-paru, serta pemeriksaan abdomen yang meliputi
lesi-lesi asimtomatik, seperti hernia, aneurisma aorta, dan massa.
Perbedaan- perbedaan yang menjadi fokus perhatian adalah :
 Butuh waktu lebih lama : keluhan banyak, status mental berbeda. Sering
diperlukan keluarga, teman, perawat.
 Riwayat pemakaian obat-obatan, pola miksi dan defekasi konsumsi alkohol,
pola diit, jatuh, inkontinensia, disfungsi seksual, depresi dan ansietas
 Evaluasikapasitasfungsional {(activities of daily living (ADL)} :bathing,
dressing, toiletting, feeding, getting in and out of chairs and bed and walking.
 Mental status {MMSE (Mini Mental Status Examination)}
 Berat badan, tekanandarah postural (berbaring, duduk dan berdiri), penglihatan
dan pendengaran ,gigi-geligi (hubungandengandiit), murmur sistolik (sering
oleh karenaaortasklerosis), riwayatjatuh (up and down test)
untukmengetahuiadanyaabnormal gait. Cara
melakukannyaadalahdenganmemintapasienuntukbangundarikursikemudianberj
alansejauh 10 kaki( 3 meter ), berbalikarah dan berjalankembalilalu duduk lagi.
Normalnyawaktu yang diperlukan10 detik. Bilawaktu yang
dibutuhkanlebihdari 30 detik, hanya 23% pasien yang mampuuntuk mandi
secaramandiri dan hanya 4% yang mampu naik tangga.
MINIMENTAL STATE EXAM
 
Pasien :
Pemeriksa :
Tanggal :
 
Maksimum Nilai Orientasi
5 ( ) Hari ini, tanggal, tahun, bulan berapa, musim apa?

5 ( ) Dimana kita berada? (negara, provinsi, kota, rumah


sakit apa, lantai berapa)

Registrasi
3 ( ) Sebutkan nama 3 objek : masing-masing disebutkan
/detik. Kemudian tanyakan pasien untuk
mengulanginya kembali setelah kita sebutkan semua.
Berikan satu poin untuk tiap jawaban yang benar. Lalu
ulangi lagi sampai pasiennya mampu menghafalnya.
Hitung jumlah pengulangan dan catat. Jumlah
pengulangan………………

Perhatian Dan Kalkulasi

5 ( ) Sebutkan 7 buah angka serial. Nilai satu untuk tiap


jawaban yang benar. Hentikan setelah pasien mampu
menjawab 5 Pilihan lain dengan mengeja huruf
”dunia“secara terbalik

Recall (memori)
3 ( ) Tanyakan kembali objek yang disebutkan pada poin
diatas. Berikan nilai satu untuk tiap jawaban yang benar
Bahasa
2 ( ) Sebutkan nama “pensil” dan “jam”
1 ( ) Ulangi kata-kata “ tidak bila, dan, atau tapi”
3 ( ) Mampu mengikuti 3 perintah secara berurutan
“ambil kertas di tangan anda, lipat menjadi dua dan
letakkan di lantai”
1 ( ) Bacakan dan patuhi perintah “ tutup mata anda”
1 ( ) Tuliskan sebuah kalimat
1 ( ) Gambarkan gambar yang ditunjukkan
 

 
 
 
skor total ..............

Catat derajat kesadaran selama pemeriksaan ....................


(compos mentis, somnolen , stupor, coma)
 
UP AND DOWN TEST
 
 Pasien diminta untuk bangun dari kursi
 Pasien diminta untuk berjalan sejauh 10 kaki ( 3 meter )
 Kemudian berbalik arah kembali ke posisi semula
 Berjalan kembali ke tempat duduknya
 Lalu duduk.
 
Catatan :Waktu yang dibutuhkanuntukmelakukanup and down test
normalnyakurangdari 10 detik

Index Of Independence in Activities


Daily Living
 
A. Mandiri dalam makan, eliminasi (BAB, BAK), memindahkan
barang, memakai pakaian, pergi ke toilet dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari yang diatas
C. Mandiri kecuali memakai pakaian, dan salah satu dari yang diatas
D. Mandiri kecuali memakai pakaian, mandi, dan salah satu dari yang
diatas
E. Mandiri kecuali memakai pakaian, mandi, pergi ke toilet, dan salah
satu dari yang diatas
F. Mandiri kecuali memakai pakaian, mandi, pergi ke toilet, berpindah
dan salah satu dari yang diatas
G. Ketergantungan untuk semua fungsi yang di atas

Lain-lain Ketergantungan setidaknya untuk dua fungsi tapi tidak dapat


diklasifikan sebagai C,D,E, atau F.
 
Mandiri : tanpa diawasi, diarahkan, atau dibantu secara aktif, kecuali yang
disebutkan dibawah ini.
 Mandi ( menyabuni diri, shower atau berendam)
 Mandiri : dibantu hanya saat membersihkan bagian tertentu( misalnya
punggung atau bagian yang lumpuh) atau mandi sendiri
 Ketergantungan : dibantu saat membersihkan lebih dari satu bagian tubuh,
dibantu saat masuk atau keluar bath-up atau tidak mampu mandi sendiri
 Memakai pakaian
 Mandiri : mengambil pakaian dari lemari, memakai pakaian, barang-
barang lain, perhiasan. Mengikat tali sepatu tidak dinilai
 Ketergantungan : tidak dapat berpakaian sendiri atau bagian tertentu
membutuhkan bantuan
 Pergi ke toilet
 Mandiri : masuk dan keluar toilet, membuka pakaian, membuka popok,
membersihkan diri dan sisa ekskresi
 Ketergantungan : membutuhkan bantuan untuk ke toilet
 Memindahkan barang
 Mandiri : Mampu memindahkan tempat tidur dan kursi( boleh
mengggunakan alat bantu)
 Ketergantungan : dibantu saat memindahkan tempat tidur dan kursi atau
tidak pernah memindahkan barang
 BAB/BAK
 Mandiri : mampu BAB/BAK secara mandiri
 Ketergantungan : inkontinensia sebagian atau total untuk BAB/BAK.
Dikontrol secara parsial atau total dengan kateter, enema atau
menggunakan popok
 Makan
 Mandiri : mangambil makanan dari piring ke dalam mulut( menyiapkan
makanan tidak dinilai
 Ketergantungan : tidak menghabiskan makanan, dibantu saat makan
 
II. PEMERIKSAAN FISIK PARU
 
A. INSPEKSI
 Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti : pasien dalam keadaan akut,
cuping hidung mengembang, bernapas dengan bibir dikerutkan, tanda-tanda
sianosis, tanda-tanda pernapasan yang dapat didengar seperti stridor atau
wheezing (berhubungan dengan obstruksi aliran darah).
 
 Inspeksi Sikap Tubuh Pasien
Pasien dengan obstruksi saluran pernapasan cenderung memilih posisi dimana
mereka dapat menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot-otot bahu dan
leher untuk membantu respirasi. Suatu teknik yang lazim dipakai pasien
dengan obstruksi bronkus adalah memegang sisi-sisi tempat tidur dan
memakai muskulus latissimus dorsi untuk membantu mengatasi meningkatnya
tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi. Pasien dengan orthopneu
duduk atau berbaring diatas beberapa buah bantal.
 
 Inspeksi Leher
Pemakaian otot-otot tambahan merupakan suatu tanda paling dini adanya
obstruksi saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus trapezius
dan sternocleidomastoideus berkontraksi selama inspirasi. Otot-otot tambahan
membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klavikula dan dada
anterior untuk meningkatkan volume paru-paru dan memperbesar tekanan
negatif di dalam toraks. Ini menyebabkan retraksi fossa supraklavikular dan
otot-otot interkostal. Gerakan keatas klavikula lebih dari 5 mm selama
pernapasan berkaitan dengan penyakit obstruktif paru-paru yang berat.

 Inspeksi Konfigurasi Dada


Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan
konfigurasi dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Peningkatan diameter
anteroposterior (AP) dijumpai pada COPD tingkat lanjut. Diameter AP
cenderung mendekati diameter lateral sehingga terbentuk dada berbentuk tong.
Iga-iga kehilangan sudut 45° dan menjadi lebih horizontal. Suatu flail chest
adalah konfigurasi dada dimana suatu sisi dada bergerak paradoksal ke dalam
selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga multipel. Kifoskoliosis
adalah deformitas tulang punggung dimana terdapat lengkungan tulang
punggung abnormal AP dan lateral sehingga pengembangan dada dan paru-
paru menjadi sangat terbatas. Pectus excavatum atau dada corong adalah
cekungan pada sternum, akan menimbulkan masalah restriktif pada paru-paru
hanya jika cekungannya jelas. Pectus carinatum atau dada burung merpati
adalah suatu deformitas yang lazim ditemukan, tetapi tidak mengganggu
ventilasi.

 
 
Gambar 1. Kofigurasi Dada yang Lazim Ditemukan

Menilai Laju dan Pola Respirasi


Pada saat menilai laju respirasi, jangan meminta pasien untuk bernapas “secara
normal”. Orang secara volunter akan mengubah pola dan laju pernapasannya bila
mereka menyadarinya. Cara yang lebih baik adalah, setelah menghitung denyut
radial, arahkan mata anda ke dada dan mengevaluasi pernapasan pasien sementara
masih memegang pergelangan tangannya. Pasien tidak menyadari bahwa anda
sudah tidak menghitung denyut nadi lagi, dan perubahan pernapasan secara
volunter tidak akan terjadi. Hitunglah jumlah pernapasan dalam periode 30 detik
dan kalikanlah angkanya dengan 2 untuk mendapatkan laju pernapasan per menit.
Orang dewasa bernapas kira-kira 10-14 kali per menit. Bradipneu adalah
perlambatan respirasi secara abnormal; Takipneu adalah peningkatan abnormal.
Apneu adalah berhentinya pernapasan untuk sementara. Istilah hiperpneu adalah
peningkatan dalamnya pernapasan, biasanya berkaitan dengan asidosis metabolik.
Dikenal pula sebagai pernapasan kussmaul. Ada banyak macam pola pernapasan
abnormal.
 
 Inspeksi Tangan
Penemuan untuk clubbing adalah hilangnya sudut antara kuku dengan falang
terminal. Clubbing berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis, seperti :
1. Tumor intra thoraks
2. Jalan pintas campuran vena ke arteri (AV shunt)
3. Penyakit kronis paru
4. Fibrosis hati kronis

 
  
Gambar 2. Clubbing Finger
 

B. PALPASI
 Palpasi Untuk Nyeri Tekan
Semua daerah dada harus diperiksa untuk mengetahui adanya daerah-daerah
nyeri tekan. Pukul perlahan punggung pasien dengan kepalan tangan anda.
Keluhan “nyeri dada” mungkin hanya berkaitan dengan penyakit
muskuloskeletal setempat dan tidak berkaitan dengan penyakit jantung atau
paru-paru. Berlakulah dengan sangat cermat dalam memeriksa daerah-daerah
nyeri tekan di dada.

 Pemeriksaan Pergerakan Dada


Derajat simetri pergerakan dada dapat ditentukan dengan meletakkan tangan
anda secara mendatar pada punggung pasien dengan ibu jari sejajar dengan
garis tengah kira-kira setinggi iga ke-10 dan menarik kulit dibawahnya sedikit
kearah garis tengah. Pasien diminta untuk menarik napas dalam, dan
perhatikan gerakan tangan. Perhatikan simetri gerakan tangan. Penyakit paru
setempat dapat menyebabkan satu sisi dada bergerak lebih sedikit daripada sisi
lainnya.
 
 Pemeriksaan Fremitus Taktil
Dapat diperiksa dengan salah satu dari 2 cara. Pada teknik pertama pemeriksa
meletakkan sisi ulnar tangan pada dinding dada, dan meminta pasien untuk
mengatakan “tujuh puluh tujuh”. Fremitus taktil dinilai, dan tangan pemeriksa
diletakkan keposisi yang sama pada sisi yang berlawanan. Fremitus taktil
kemudian dibandingkan dengan sisi yang berlawanan. Dengan menggerakkan
tangan dari sisi ke sisi, dari atas ke bawah, pemeriksa dapat mendeteksi
perbedaan penghantaran suara ke dinding dada. ”Tujuh puluh tujuh” adalah
salah satu frasa yang dipakai karena menimbulkan bunyi fibrasi yang baik.
 
C. PERKUSI
Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur
dibawahnya. Pengetukan pada dinding dada dihantarkan ke jaringan
dibawahnya, dipantulkan kembali, di indera oleh indera taktil dan
pendengaran pemeriksa. Bunyi yang terdengar dan sensasi taktil yang
dirasakan tergantung pada rasio udara jaringan. Getaran yang ditimbulkan
dengan perkusi hanya dapat menilai paru sampai sedalam 5-6 cm, tetapi
perkusi berguna karena banyak perubahan rasio udara-jaringan segera dapat
diketahui.
Pada dada normal, redup diatas jantung dan sonor diatas lapangan paru dapat
terdengar dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih
padat, seperti pada pneumonia, sonor digantikan oleh redup. Istulah
hipersonor dipakai untuk bunyi perkusi pada paru-paru yang kepadatannya
berkurang, seperti pada emfisema. Hipersonor adalah bunyi resonansi dengan
tinggi nada rendah, bergaung dan terus-menerus mendekati bunyi timpani.

Memeriksa Gerakan Diafragma


Perkusi dipakai pula untuk mendeteksi gerakan diafragma. Pasien diminta
untuk menarik napas dalam dan menahannya. Perkusi pada basis paru-paru
kanan menentukan daerah sonor terendah, yang mencerminkan batas
diafragma terendah. Dibawah batas ini ada redup hati. Pasien kemudian
disuruh untuk mengeluarkan napas sebanyak mungkin, dan perkusi diulangi.
Pada ekspirasi, paru-paru akan mengecil, hati akan bergerak ke atas dan
daerah yang sama akan menjadi redup. Batas pekak telah bergerak keatas.
Perbedaan antara batas pada waktu inspirasi dengan batas pada waktu
ekspirasi merupakan gerakan diafragma, biasanya sebesar 4-5 cm. Pasien
dengan emfisema mempunyai gerakan diafragma yang berkurang. Pasien
dengan kelumpuhan nervus frenikus, tidak mempunyai gerakan diafragma.
 
D. AUSKULTASI
Auskultasi adalah teknik mendengarkan bunyi yang dihasilkan di dalam
tubuh. Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop
biasanya mempunyai dua kepala : bel dan diafragma. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi dengan tinggi nada rendah, sedangkan diafragma lebih baik
untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada yang lebih tinggi. Bel harus
ditempelkan secara longgar di kulit, karena jika ditekan kuat : kulit akan
berlaku sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring.
Sedangkan diafragma ditempelkan secara kuat pada kulit. Jangan
mendengarkan melalui pakaian !. Bel atau diafragma stetoskop harus selalu
berhubungan dengan kulit.
 
 Auskultasi Dada
Auskultasi harus dilakukan dalam lingkungan yang tenang. Pasien diminta
menarik dan mengeluarkan napas melaui mulutnya. Pemeriksa mula-mula
harus memusatkan perhatian pada panjang inspirasi kemudian pada panjang
ekspirasi. Bila bunyi pernapasan sangat lemah, dipakai istilah jauh. Bunyi
pernapasan yang jauh lazim ditemukan pada pasien dengan paru-paru
hiperinflasi, seperti pada emfisema.

 Evaluasi posisi Trakea


Posisi trakea dapat ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan di
incisura suprasternal dan menggerakkannya sedikit ke lateral untuk meraba
lokasi trakea. Teknik ini diulangi, dengan menggerakkan jari dari incisura
suprasternal ke sisi lain. Ruang antara trakea dan klavikula harus sama.
Pergeseran mediastinum dapat memindahkan trakea ke satu sisi.
 
 Pemeriksaan Mobilitas Trakea
Gerakan trakea ke atas di pakai untuk menentukan apakah trakea terfiksasi
pada mediastinum, ini disebut teknik tarikan trakea. Kepala pasien harus agak
difleksikan, dan tangan kiri pemeriksa harus menyokong bagian belakang
kepala pasien. Tangan kanan pemeriksa harus diletakkan sejajar dengan trakea
dengan telapak tangan menghadap keluar. Jari tengah dimasukkan kedalam
ruang krikotiroid, dan laring di dorong keatas. Laring dan trakea biasanya
bergerak kira-kira 1-2 cm, setelah menggerakkan laring keatas, secara
perlahan-lahan turunkan sebelum melepaskan jari-jari anda. Jangan
melepaskannya secara tiba-tiba dari posisinya dibagian atas.trakeal yang
terfiksasi menunjukkan fiksasi mediastinal, dapat terjadi pada pasien
neoplasma atau tuberkulosis.
 
III. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

A. INSPEKSI
 Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti : pasien dalam keadaan sakit
(ringan s/d berat), pucat, berkeringat, sesak saat istirahat, tanda-tanda sianosis
sentral atau anemia di konjungtiva, dan ikterus di sklera.
 Inspeksi Anggota Gerak
Adanya jari tabuh (clubbing finger), perdarahan splinter, kulit lengan, kuku dan
sianosis perifer.
 Inspeksi Leher
Di samping pelebaran kelenjar tiroid pemeriksa juga melihat adanya distensi
vena jugularis, dimana pasien diminta berada pada posisi semi-fowler dengan
kepala sedikit miring menjauh dari sisi yang sedang diperiksa. Penerangan
dengan menggunakan cahaya tangensial (cahaya dari samping) untuk
membentuk bayangan kecil di sepanjang leher, hal ini untuk memungkinkan
pengamatan gerakan gelombang nadi dengan baik.
 Inspeksi Dada
Pasien terlebih dahulu berada dalam posisi nyaman yaitu telentang semifowler.
Penerangan harus cukup baik pada dinding dada depan agar inspeksi
prekordium dapat dilakukan secara adekuat. Di samping adanya jaringan parut
pada dinding dada, pemeriksa mencari pulsasi yang terlihat pada keenam area
prekordium: sternoklavikular, aortik, pulmonik, ventrikular dekstra,
ventrikular sinistra dan epigastrik, serta memperkirakan titik impuls
maksimum khususnya di dalam area ventrikular sinistra. Pemeriksa juga
mengamati gerakan dinding dada yang berhubungan dengan peristiwa siklus
jantung.
 
B. PALPASI
Melanjutkan pemeriksaan fisik palpasi nadi perifer dan prekordium. Pasien
dipastikan dalam posisi yang nyaman, diselimuti dengan tepat dan tetap
hangat. Pastikan tangan pemeriksa juga hangat dan menggunakan tekanan
yang ringan sampai sedang untuk palpasi.
 Palpasi Nadi
Palpasi nadi karotis, brakhialis, radialis, femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan
tibialis posterior. Arteri-arteri tersebut dekat dengan permukaan tubuh dan
terdapat di atas tulang sehingga mudah untuk dipalpasi. Palpasi harus
dilakukan secara bilateral (setara dan sinkron) di kedua pergelangan tangan
dan dinilai: kecepatan, irama, isi dan karakter.
Gelombang nadi normal mempunyai dua komponen sistole dan diastole
dengan regularitas tertentu. Denyut radialis biasanya dinilai dalam 15 detik
untuk menghitung frekuensinya (kali/menit) bila denyutnya reguler. Isi denyut
harus diperiksa apakah amplitudonya terasa kecil atau besar. Isi denyut yang
kecil menunjukkan isi sekuncup yang kecil dan curah jantung berkurang, isi
denyut yang besar menunjukkan isi sekuncup ventrikel kiri yang besar.
Karakter nadi mengacu pada bentuk gelombang nadi. Karakter tersebut
paling baik dinilai di arteri brakhialis atau karotis karena ukuran dan letaknya
yang dekat dengan jantung. Gelombang nadi sangat dipengaruhi oleh
transmisi melalui percabangan arteri dan kelainan tertentu lebih mudah
dideteksi di satu tempat daripada tempat lain. Cara memeriksa nadi femoralis
yang paling baik adalah dengan pasien membuka baju dan berbaring datar.
Pemeriksa harus menggunakan ibu jari untuk menekan kuat pada titik mid-
inguinal dan ditentukan apakah nadi radialis sinkron dengan femoralis. Denyut
nadi poplitea terletak di dalam fossa poplitea dan paling baik dipalpasi dengan
menekan arteri tersebut ke permukaan posterior ujung distal femur dengan
ujung jari kedua tangan. Pasien diminta berbaring terlentang dengan lutut
menekuk. Posisi perabaan nadi dorsalis pedis dan tibialis adalah terletak pada
lokasi anatomi pembuluh darah tersebut.
 
 Palpasi Tekanan Vena Jugularis
Kemampuan menilai fungsi jantung dan volume darah yang dipompakan
dapat tergambar melalui penilaian tekanan vena jugularis/ jugular venous
pressure (JVP). Vena-vena servikalis membentuk suatu manometer berisi
darah yang berhubungan dengan atrium kanan dan dapat digunakan untuk
mengukur tekanan rata-rata atrium kanan. Selain itu, vena-vena servikalis
tersebut dapat memberikan informasi mengenai bentuk gelombang pada
atrium kanan.
Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum.
Umumnya tekanan tersebut setinggi sudut sternum, bila tinggi tekanan  2 cm
di atas sudut sternum pada pasien yang berbaring pada sudut 450, tekanannya
dianggap normal.
 
 Palpasi Prekordium
Iktus kordis adalah titik terjauh ke arah kiri dan bawah, tempat impuls jantung.
Ditentukan melalui palpasi menggunakan telapak tangan dan ujung jari
dengan pasien berbaring 450. Iktus kordis normal terletak di sela antar iga ke-
5 dan garis midklavikula. Bila teraba jauh keluar, berarti ada pembesaran 1
atau 2 ventrikel atau pergeseran jantung ke kiri akibat deformitas thoraks atau
penyakit paru.
Penilaian dilanjutkan kepada kualitas denyut, iktus kordis yang kuat
menunjukkan adanya peningkatan curah jantung. Denyut yang teraba perlu
dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan bimanual, yaitu meletakkan
telapak tangan kiri di batas sternum dengan tangan kanan meraba iktus kordis.

C. PERKUSI
Tindakan perkusi biasanya tidak bermanfaat kecuali dalam menentukan posisi
mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum akibat hambatan aliran
udara atau kolaps paru kanan yang dicurigai melalui anamnesa penyakit paru
kronik atau ditemukan bukti melalui pemeriksaan fisik thoraks atau paru. Pada
perkusi biasanya bunyi hasil ketukan dapat berupa redup jantung dengan
membandingkan terhadap lingkungan atau area di sekitarnya.
Pemeriksaan perkusi jantung sebagai berikut :
Mencari batas jantung relatif dan absolut :
1. Perkusi batas atas dari Jantung
Normal di ICR III. Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor
memendek.
2. Perkusi batas kiri dari Jantung (lateral ke medial)
Normal di ICR V, satu jari didalam linea mid clavicula. Perubahan nada
perkusi dari sonor menjadi sonor memendek.
3. Perkusi batas jantung kanan (lateral ke medial)
Normal di Linea Para Sternalis kanan, atau satu–dua jari sebelah kanan
Mid Sternal Line.
Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor memendek, harus
diperkusi perlahan-lahan.
Sesudah itu dicari Batas Jantung Absolut, yang letaknya kira-kira 2 jari
didalam batas jantung relatif. Perkusi dengan perlahan-lahan. Perubahan
nada perkusi dari Sonor memendek menjadi Beda. Diperhatikan apakah
jantung membesar ke kanan atau ke kiri.

D. AUSKULTASI
Stetoskop berfungsi menyalurkan suara dari dinding dada disertai eksklusi
bising lain dan memperkuat bunyi berfrekuensi tertentu. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi bernada rendah, sedangkan diafragma memperkuat bunyi
bernada yang lebih tinggi. Pada awalnya, pemeriksa perlu mendengarkan
bunyi di apeks dengan menggunakan bel dan diafragma untuk mencari bising
nada rendah stenosis mitral dan bising pansistolik regurgitasi mitral. Lalu
mendengarkan daerah-daerah klasik dengan menggunakan diafragma. Daerah-
daerah ini adalah :
 Tepi sternum kiri : bising trikuspid
 Sela antar iga kedua kiri : bising pulmonal
 Sela antar iga kedua kanan : bising aorta
 

Bunyi jantung dibedakan menjadi :


a. Bunyi Jantung Utama, terdiri dari :
1. Bunyi Jantung I
Ditimbulkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I :
a. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan
cepat, makin keras bunyinya.
b. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi
ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil
kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin
pelan terdengarnya BJ I. Sebaliknya, makin lebar terbukanya katup
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi
darah dan gerakan katup lebih cepat.
c. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus,
BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk. Demikian juga
pada pasien emfisema pulmonum, BJ akan terdengar lebih lemah.
 
Untuk membedakan BJ I dengan BJ II, pemeriksaan auskultasi dapat disertai
dengan pemeriksaan nadi. BJ I akan terdengar bersamaan dengan denyutan nadi.

2. Bunyi jantung II
Timbul karena getaran menutupnya katup semilunar Aorta maupun
Pulmonal. Pada keadaan normal, terdengar pemisahan (splitting) dari
kedua komponen yang bervariasi dengan pernapasan pada anak-anak atau
orang muda.
Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal (BJ II = A2 +
P2). Komponen A2 lebih keras terdengar pada areaaorta sekitar ruang
intercostal II kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitar
area pulmonal.
3. Bunyi jantung III
Disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
(rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau
orang dewasa muda atau keadaan dimana compliance otot ventrikel
menurun (hipertrofi atau dilatasi).
 
4. Bunyi jantung IV
Disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
compliance menurun. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien,
misalnya pada atrial fibrilasi, maka bunyi jantung IV tidak terdengar.

Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi


tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung I di daerah mitral. P2 berarti bunyi
jantung II di daerah pulmonal. Bunyi jantung I normal akan terdengar jelas di
daerah apeks, sedangkan bunyi jantung II dikatakan mengeras jika intensitasnya
terdengar sama keras dengan bunyi jantung I di apeks.
 
b. Bunyi Jantung Tambahan
Merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau aliran
darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Terdiri dari :
1. Klik Ejeksi (Ejection click) : adalah bunyi yang disebabkan karena
pembukaan katup semilunar pada stenosis/menyempit.
2. Ketukan Perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdenagr akibat
getaran/gerakan perikardial pada perikarditis/efusi perikard.
 
c. Bising Jantung (Murmur)
Merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi,
perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya
bunyi/getaran berlangsung.
Terdiri dari :
1. Bising holosistolik : mengisi seluruh fase siklus jantung. Ditemukan pada
mitral insufisiensi atau ventricular septal defect (VSD).
2. Bising sistolik-diastolik : mengisi baik fase sistolik maupun diastolik
siklus jantung.
3. Bising sistolik : terdengar pada fase sistolik, ditemukan pada : Atrial
Stenosis(AS), Pulmonal Stenosis (PS), Ventrikular Septal Defect(VSD),
Mitral Insufisiensi (MI).
4. Bising diastolik : terdengar pada fase diastolik, misalnya pada Insufisiensi
Aorta (AI).
Terdengar terus menerus (continous murmur), misalnya pada Patent
Ductus Arteriosus (PDA).
Bising yang terdengar pada sebagian dari suatu fase siklus jantung :
 Late systolic murmur, misalnya pada prolaps katup mitral.
 Early diastolic murmur, misalnya pada aorta insufisiensi (AI) atau
pulmonal insufisiensi (PI).
 Late diastolic murmur, misalnya pada mitral stenosis.

IV. PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau
dengan satu bantal, dengan kedua tangan disisi kanan-kirinya. Usahakan
semua bagian abdomen dapat diperiksa termasuk xiphoideus sternum dan
mulut hernia. Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum
pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

A. INSPEKSI
a. Evaluasi Penampilan Umum
Penampilan umum pasien sering memberikan informasi berharga
mengenai sifat penyakitnya. Pasien dengan kolik ginjal atau empedu
benar-benat terlihat menggeliat di tempat tidur mencoba mencari posisi
yang nyaman. Pasien dengan peritonitis yang menderita nyeri hebat jika
bergerak secara khas tetap berdiam diri di tempat tidur karena setiap
gerakan sekecil apapun akan memperberat rasa sakitnya. Mereka mungkin
berbaring di tempat tidur dengan lutut di tarik ke atas untuk membantu
merelaksasikan otot-otot perut dan mengurangi tekanan intra-abdominal.
Pasien dengan pucat dan berkeringat mungkin menderita syok awal karena
pankreatitis atau perforasi tukak lambung.
 
b. Inspeksi Kulit
Periksalah kulit untuk melihat adanya ikterus (kuning). Jika mungkin,
periksalah adanya ikterus dengan menggunakan cahaya alamiah, karena
lampu pijar akan menutupi adanya ikterus.
Periksa pula ada tidaknya spider angioma, yang dapat ditemukan pada
pasien dengan sirosis alkoholik, namun tidak spesifik, karena dapat
ditemukan pula pada kehamilan dan penyakit vaskular kolagen.
 
c. Inspeksi Extremitas
Apakah otot-otot kecil di tangan mengecil ? ini berkaitan dengan
wasting,warna kulit.
Kuku di periksa dengan melihat adanya perubahan di dasar kuku,
terutama peningkatan ukuran lunula, misal pada jari-jari pasien dengan
sirosis hati.
 
d. Inspeksi Wajah
Apakah matanya cekung? Apakah ada daerah temporal cekung ? ini
merupakan tanda-tanda kelemahan dan nutrisi buruk. Sklera ikterus atau
tidak?
Kulit di sekitar mulut dan mukosa oral dapat memberikan petunjuk
mengenai gangguan saluran cerna. Telangiektasis (pelebaran pembuluh
darah kapiler yang menetap di kulit dan mukosa) pada bibir dan lidah
mengarah pada sindrom Osler-Weber-Rendu.

e. Inspeksi Abdomen
Pemeriksaan inspeksi yaitu melihat perut baik bagian depan ataupun
belakang (pinggang). Inspeksi ini dilakukan dengan penerangan cahaya
yang cukup sehingga didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau
tidak, bentuk atau kontur, ukuran, kondisi dinding perut (kulit, vena,
umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut.
Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara inspeksi kelainan-
kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena
pembedahan, asimetris perut yang menunjukkan adanya masa tumor,
stria, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari
umbilikus) atau obstruksi vena kava inferior, peristalsik usus, distensi dan
hernia.
Pada keadaan normal terlentang, dinding perut terlihat simetris. Bila ada
tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut
terlihat tidak simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan
dinding usus akibat peristaltik usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan
peristaltik usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi
sebagai akibat obstruksi lumen usus. Obstruksi lumen usus ini dapat
disebabkan macam-macam kelainan antara lain tumor, perlengketan,
strangulasi dan skibala.
Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal bervariasi tergantung
habitus, jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan kondisi otot
dinding perut. Pada keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung dan
tipis, disebut bentuk skopoid. Pada keadaan ini dapat terlihat gerakan
peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat
terjadi pada pasien gemuk. Pada keadaan patologis, perut membuncit
disebabkan oleh ileus paralitik, ileus obstruktif, meteorismus, asites,
kistoma ovarii, dan kehamilan. Tonjolan setempat menunjukkan adanya
kelainan organ dibawahnya, misalnya tonjolan regio suprapubis terjadi
karena pembesaran uterus pada perempuan atau terjadi karena retensi urin
pada pria tua dengan hipertropi prostat atau perempuan dengan kehamilan
muda. Pada stenosis pilorus, lambung dapat menjadi besar sekali
sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat.
Pada kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada
kulit atau akibat operasi atau luka tusuk.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi
setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas
asites. Striae kemerahan dapat terlihat pada sindrom Cushing. Pulsasi
arteri pada dinding perut dapat terlihat pada pasien aneurisma aorta atau
kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada
epigastrium pada pasien insufiensi katup trikuspidalis.
Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala
ditemukan garis-garis bekas garukan yang menandakan pruritus karena
ikterus atau diabetes melitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran disekitar
umbilikus disebut kaput medusa yang terdapat pada sindrom Banti.
Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai
pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi
vena kava superior aliran vena ke distal.ß
Darm steifung/maag steifung : pergerakan peristaltik dinding perut
menyerupai gelembung pada permukaan air yang berjalan dari kiri
kekanan. Dapat dijumpai pada pilorus stenosis.
 
B. AUSKULTASI
Pemeriksaan ini untuk memeriksa :
 Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi,
menghilang pada ileus paralitik
 Succussion splash – untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung
 Bruit arterial
 Venos hum pada kaput medusa.
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar
walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam
keadaan lapar. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3
kali permenit. Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan
meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik.
Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi.
Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misal pada pasien pasca operasi
atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang
bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap
lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus
obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara
logam (metallic sound).
Suara murmur sistolik atau diastolik mungkin dapat didengar pada auskultasi
abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada
pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-
kadang disertai dengan terabanya gerakan (thrill), dapat didengar di antara
umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal
kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
 
C. PALPASI
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan
dalam rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sistematis dengan seksama.
Pertama kali tanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan. Perhatikan
ekspresi wajah pasien selama pemeriksaan palpasi. Sedapat mungkin seluruh
dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran masa tumor,
apakah hati, limpa dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa ginjal
apakah ballottemen positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu
palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam (deep palpation). Palpasi
dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual)
terutama pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama meskipun
tidak ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal.
Pasien diusahakan dalam posisi terlentang dengan bantal secukupnya, kecuali
bila pasien sesak nafas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien, kecuali
pada dokter yang kidal. Palpasi superfisial : posisi tangan menempel pada
dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas
tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika palpasi dilakukan
dengan hati-hati pada daerah yang nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Palpasi
superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus
memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien.
Palpasi dalam : palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri
yang tidak didapat pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan
kelainan yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting yaitu untuk
palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi
dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding
yang tebal.
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang
maksimal, apakah ada tahanan ( defans), apakah ada nyeri rebound bila tak
ada tahanan. Perinci masa tumor yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran
(diukur dalam cm), bentuk, permukaan (rata atau ireguler), konsistensi (lunak
atau keras),pinggir ( halus atau ireguler), nyeri tekan, melekat pada kulit atau
tidak?, melekat pada jaringan dasar atau tidak?, dapat di indent (tinja
indentable), berpulsasi/exponsile (misal aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang
berhubungan (misal metastase ), transiluminasi (misal kista berisi cairan) dan
adanya bruit. Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak
keatas pada tiap respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada
palpasi kandung empedu, kandung empedu yang teraba biasanya selalu
abnormal, pada keadaan ikterus, kandung empedu yang teraba berarti bahwa
penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan
karsinoma pankreas. Pada palpasi limpa, mulai dekat umbilikus, raba limpa
pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap keatas dan kiri setelah tiap
inspirasi dan jika tidak teraba, baringka pasien pada posisi left lateral,dengan
pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk, dan ulangi. Pada posisi ginjal, palpasi
bimanual dan pastikan apakah ada ballotement.
Usahakan dapat membedakan limpa dengan ginjal. Bila limpa : tidak dapat
mencapai bagian atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-pekak pada
perkusi, ada notch atau insisura limpa, ballotement negatif. Sedangkan pada
ginjal : dapat mencapai bagian atasnya, tidak dapat digerakkan (atau bergerak
lambat), beresonansi pada perkusi, tidak ada notch atau insisura, dan bisa
ballotement positif.

Pemeriksaan Palpasi Organ Abdomen


1. Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio
hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal
pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara
daerah hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati
diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk
sudut 45-60o.
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang.
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari
pemeriksa dengan hati pada saat inpirasi maksimal.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi
palmar radial jari tangan kanan, bukan ujung jari. Lebih tegas lagi bila arah
jari membentuk sudut 450 dengan garis median. Ujung jari terletak pada
bagian lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median
untuk memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan kebawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga
akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini di lakukan berulang
dan posisi digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada
saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya
pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut :
 Beberapa lebar jari tangan/cm dibawah lengkung iga kanan?
 Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau
tumpul pada tumor hati.
 Bagaimana konsistensinya ? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau
keras(pada tumor hati) ?
 Bagaimana permukaannya ? Pada tumor hati permukaannya teraba
berbenjol.
 Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan antara
lain abses hati,tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan
adanya fluktuasi.
 
Pada keadaan normal hati tidak teraba pada palpasi kecuali pada
beberapa kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar satu jari) dan pada bayi.
Terabanya hati 1-2 jari dibawah lengkung iga harus dikompirmasikan apakah
hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau adanya perubahan bentuk
diafragma (misal emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus
kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah
epigastrium. Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru
hati (normal pada sela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya
emfisema paru, batas ini akan lebih rendah sehingga besar hati yang normal
dapat teraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan bawah hati
(perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya
pengecilan hati (misal sirosis hati). Pekak hati menghilang bila terjadi udara
bebas di bawah diafragma karena perforasi. Suara bruit dapat terdengar pada
pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.
 
2. Limpa
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan
normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga
kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati,
limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan,
melewati umbilikus digaris tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis
yang dimulai dari titik dilengkung iga kiri menuju ke umbilicus dan
diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat
kearah kanan (kearah pemeriksa).
Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut:
 Berapa jauh berada dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I
sampai dengan S-VIII)?
 Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena
hipertensi portal) atau keras seperti pada malaria?
 
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan
meraba incisuranya.
 
3. Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus
dengan cara bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian
belakang dan tangan kanan pada dinding abdomen di ventralnya.
Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidronefrosis) akan teraba diantara
kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya ditangan lain. Fenomena ini dinamakan ballotement positif.
Pada keadaan normal ballotement negatif.

Menyingkirkan Kemungkinan Nyeri Tekan Ginjal.


Untuk melakukan pemeriksaan ini, pasien harus dalam posisi duduk.
Pemeriksa mengepalkan tinjunya dan dengan lembutmemukul daerah sudut
kostovertebral di kedua sisi. Pasien dengan pielonefritis biasanya merasakan
nyeri hebat bahkan pada perkusi ringan di daerah ini. Jika mencurigai
adanya pielonefritis, pakailah tekanan dengan jari-jari saja.

D. PERKUSI
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti pada
perkusi dirongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan
ketokan yang lebih perlahan.
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
 Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya
redup/pekak.
 Menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar.
 Menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas (timpani), massa
tumor (redup- pekak) dan asites 1). Pekak pada pinggir dan timpani
resonant pada bagian tengah/sentral, 2).Shifting dullness menentukan letak
pekak pada perkusi, miringkan pasien pada sisi kanan/kiri, asites
didemontrasikan dengan adanya timpani pada perkusi setelah dimiringkan
kembali, 3). Demontrasikan thrill cairan atau pemeriksaan gelombang.
Dengan perkusi abdomen dapat diketahui:
 Pembesaran organ
 Adanya udara bebas
 Cairan bebas didalam rongga abdomen

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga


abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara
perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali didaerah hati suara perkusinya adalah
pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi
timpani diseluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara
bebas didalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.

Cara pemeriksaan batas paru – hati : Pada linea mid clavicula kanan
1. Menentukan batas paru-hati relatif
Diperkusi dari atas kebawah, nada sonor berubah menjadi sonor
memendek. Normal didapati pada sela iga ke V atau costa ke V ( pada
tinggi ini didapati cupula hati).
2. Menentukan batas paru-hati absolut
Diperkusi kebawah lagi, nada sonor memendek berubah menjadi pekak
(Beda). Normal disela iga ke VI atau costa ke VI.
3. Menentukan besarnya peranjakan batas paru-hati absolut
Pasien disuruh menarik napas yang panjang dan menahan dahulu. Jari
yang tadi ditempat batas paru-hati absolut, jangan digeser-geser lagi.
Waktu pasien menahan napasnya diperkusi kembali.
Normal : yang mula-mula pekak menjadi sonor memendek lagi, kira-kira
dua jari kebawah. Disebutkan batas paru-hati absolut sebesar dua jari.

Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas
dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan
memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah
(shifting dullness). Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan
dapat lebih dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu
keadaan yang disebut fenomena papan catur (chessboard phenomen) dimana
pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang
berpindah-pindah, sering ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.

Gambar 3 .Teknik perkusi limfa

Beberapa cara pemeriksaan asites :


 
Cara pemeriksaan gelombang cairan. Cara ini dilakukan pada pasien dengan
asites yang cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan
berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan
tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu
mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka
tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri)
diletakkan di tengah-tengah perut dengan sedikit menekan.

Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness):


 Pasien berbaring telentang, cairan akan berkumpul pada tempat yang terendah
yaitu pada kedua sisi perut (cairan akan menghasilkan suara redup).
 Jika perkusi redup disebabkan oleh cairan maka dengan memiringkan pasien
kesisi yang lain bunyi perkusi menjadi timpani, ini terjadi oleh karena
berpindahnya cairan ke tempat yang lain yang lebih rendah.
Bunyi perkusi redup yang hilang dengan merubah posisi pasien disebut
shifting dullnes.

Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah
beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan
didengar bunyi redup

Pemeriksaan Puddle Sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan


menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar
perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut
sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.

Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar dibagian bawah.
CHECKLIST : PEMERIKSAAN GERIATRI
No Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa takut dan stress      
sebelum melakukan pemeriksaan fisik
2 Memberikan penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur tentang      
cara dan tujuan pemeriksaan kepada pasien (keluarga)
3 Memberikanpenjelasan pada pasiententangkemungkinanadanya rasa      
sakitatautidaknyaman yang timbulselamapemeriksaandilakukan
4 Pemeriksaanumum: keadaanumum,kesankeadaansakit, kesadaran, status      
gizi, tanda vital, status fungsional, gangguankognitif, polamiksi-defekasi
  PemeriksaanFisikParu      
5 Inspeksi :konfigurasi dada (dada anterior dan posterior),spider naevi,      
pemakaianototnafastambahan, retraksidinding dada dll
6 Palpasi : kesimetrisan dada,nyeri tekan,fremitus (dada anterior dan      
posterior)
7 Perkusi (dada anterior dan posterior)      
8 Auskultasi (dada anterior dan posterior)      
  Pemeriksaan Fisik Jantung      
9 Inspeksi : pulsasi pada dinding dada      
10 Palpasi : nadi, tekanan vena jugular, ictus cordis      
11 Perkusi :batas-batasjantung      
12 Auskultasi : bunyi jantung utama, tambahan ,bising      
  PemeriksaanFisik Abdomen      
13 Inspeksi :keadaandindingperut,gerakandindingperut,pulsasi pada      
abdomen,striae alba, caput medussae, cicatrik, pelebaran vena dll
14 Auskultasi : peristaltik, bising pembuluh darah      
15 Palpasi : hepar,lien ,ginjal, pembesaran organ abdomen, nyeri tekan      
16 Perkusi : batas paru-hepar, pemeriksaan asites      
17 Ekstremitas superior/inferior : up and down test, palmar eritema, pucat,      
edema, kuku, clubbing finger, sianosis,atrofi/hipotrofiotot
18 Melaporkanhasilpemeriksaan dan follow up lebihlanjut      

Keterangan :
0 = tidak melakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
 
Cakupan Penguasaan Ketrampilan : Skor total ...../42 x 100% = %

Banda Aceh, ..........2022

Observer

Anda mungkin juga menyukai