Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

DI DUSUN PASIR TENGAH DESA PASIR


KECAMATAN MEMPAWAH HILIR
KABUPATEN MEMPAWAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

Oleh :
RINI KUSMIATI
NIM. 221133074

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2022 / 2023
BAB I
LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
Menurut Effendi dan Makhfudly (2009), lansia adalah keadaan yang
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan
daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Pranata, dkk. 2021).

2. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori
berikut:
a. Pralansia, seseorang berusia 45 – 59 tahun.
b. Lansia, seseorang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang
yang usia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

3. Karakteristik lansia
Lansia memiliki tiga karakteristik, sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun.
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
4. Tipe lansia
Dalam Nugroho (2000) banyak ditemukan bermacam-macam tipe
lansia. Beberapa yang menonjol adalah:
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya
tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi,
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan
pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan.
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

5. Tugas perkembangan lansia


Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial / masyarakat secara
santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
(Dewi, 2014)
B. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
1. Pengkajian
a. Pengkajian identitas klien meliputi:
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Suku bangsa / latar belakang kebudayaan
5) Status sipil
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
8) Alamat
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
masalah psikososial. Demensia adalah klien kehilangan ingatan.
Pemeriksaan fungsi kognitif awal biasa menggunakan
Minimental-state examination (MMSE) dari folstein dengan skor /
angka maksimal 30. Jika mempunyai skor dibawah 24, klien patut
dicurigai mengalami demensia.
Tabel 2.1 Pengkajian MMSE (Aspiani, 2014)
Mini Mental State Exam (MMSE)
Nilai Max Pasien Pertanyaan
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan)
Apa sekarang?
5 Dimana kita: (negara bagian) (wilayah) (kota)
(rumah sakit) (lantai)
Registrasi
3 Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing-
masing. Kemudian tanyakan klien ketiga objek setelah
anda telah mengatakannya. Beri 1 poin untuk setiap
jawaban yang benar. Kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan dan
catat.
Percobaan :
Perhatian
dan
Kalkulasi
5 Kurangi 100 dengan 7 secara menurun, 1 poin untuk
setiap kebenaran. Berhenti setelah 5 jawaban.
Mengingat

3 Minta untuk mengulang ketiga objek diatas. Berikan 1


poin untuk setiap kebenaran.
Bahasa
9 Nama pensil, dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : “tak ada jika, dan, atau tetapi”
(1 poin)
Ikuti perintah 3 langkah : “ambil kertas di tangan
kanan anada, lipat dua, dan taruh di lantai” (3 poin)
Baca dan turuti hal berikut : “tutup mata anda” (1
poin)
Tulis 1 kalimat (1 poin)
Menyalin gambar (1 poin)
30 Nilai total

1) Analisa hasil:
a) Nilai 24 – 30 : normal
b) Nilai 17 – 23 : gangguan kognitif ringan
c) Nilai 0 – 16 : gangguan kognitif berat
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
demensia biasanya lemah.
2) Kesadaran
Biasanya Compos Mentis.
3) Tanda-tanda vital
a) Suhu dalam batas normal (37 ℃).
b) Nadi normal (70- 82 x/menit).
c) Tekanan darah kadang meningkat atau menurun.
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
a) Sistem pernapasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
b) Sistem sirkulasi (B2 : Bledding)
Tidak ditemukan adanya kelainan, frekuensi nadi masih
dalam batas normal.
c) Sistem persyarafan (B3 : Brain)
Klien mengalami gangguan memori, kehilangan ingatan,
gangguan konsentrasi, kurang perhatian, gangguan
persepsi sensori, insomnia.
d) Sistem perkemihan (B4 : Bladder)
Tidak ada keluhan terkait dengan pola berkemih.
e) Sistem pencernaan (B5 : Bowel)
Klien makan berkurang atau berlebih karena kadang lupa
apakah sudah makan atau belum, penurunan berat badan,
kadang juga konstipasi.
f) System musculoskeletal (B6 : Bone)
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas.
5) Pengkajian saraf kranial
Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I – XII :
a) Saraf I (Olfaktorius)
Biasanya pada klien penyakit Alzheimer tidak ada kelainan
fungsi penciuman.
b) Saraf II (Optikus)
Tes ketajaman penglihatan yaitu perubahan sesuai dengan
keadaan usia lanjut. Biasanya klien dengan demensia
mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c) Saraf III (Okulomotorius), IV (Troklearis), VI (Abdusen)
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
d) Saraf V (Trigeminus)
Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e) Saraf VII (Fasialis)
Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f) Saraf VIII (Vestibulokoklearis)
Adanya konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis
serta penurunan aliran darah regional.
g) Saraf IX (Glosofaringeal) dan X (Vagus)
Kesulitan dalam menelan makan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
h) Saraf XI (Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII (Hipoglosus)
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi dan indera pengecapan normal.
d. Pola fungsi kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan
sehubungan dengan adanya masalah psikososial demensia :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan
dalam memelihara dan menangani masalah kesehatannya.
2) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami insomnia.
3) Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-
hari karena penurunan minat. Pengkajian kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat menggunakan
Indeks KATZ.
Table 2.2 pengkajian Indeks KATZ (Aspiani, 2014)
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen,
berpindah ke kamar kecil, berpakaian dan
mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup
sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup
sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup
sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup
sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup
sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,
berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi,
tetapi tidak dapat diklasifikasikansebagai C, D,
E, F dan G

Menurut Asyikah (2017) menyatakan bahwa kemandirian pada


lansia bergantung pada kemampuan individu dalam melakukan
aktivitas harian.
4) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat, tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.
Menggunakan pengkajian APGAR Keluarga.
Table 2.3 Pengkajian APGAR Keluarga (Aspiani, 2014)
APGAR Keluarga
No Fungsi Uraian Skore
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali
pada keluarga (teman-teman) saya
untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya membicarakan
sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan
saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-
teman) saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi saya, seperti marah,
sedih atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama

Status social lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR


Keluarga. Penilaian : jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab
selalu (poin 2), kadang-kadang (poin 1), hampir tidak pernah
(poin 0).

5) Pola sensori dan kognitif


Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam
melaksanakan tugas, cepat marah, disorientasi. Untuk mengetahui
status mental klien dapat dilakukan pengkajian menggunakan
table Short Portable Mental Status Quesionere (SPSMQ).
Table 2.4 Pengkajian SPSMQ (Aspiani, 2014)
Short Portable Mental Status Quesionere (SPMSQ)
Skore No Pertanyaan Jawaban
+
V 1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang ini?
(hari, tanggal, tahun)
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telpon Anda?
4a Dimana alamat Anda?
(tanyakan hanya bila klien tidak
mempunyai telpon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu Anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total

Penilaian SPMSQ
(1) Kesalahan 0 – 2 : fungsi intelektual utuh
(2) Kesalahan 3 – 4 : fungsi intelektual ringan
(3) Kesalahan 5 – 7 : fungsi intelektual sedang
(4) Kesalahan 8 – 10 : fungsi intelektual berat

a) Bisa dimaklumi bila lebih dari satu kesalahan bila subjek


hanya berpendidikan sekolah dasar.
b) Bisa dimaklumi bila kurang dari satu kesalahan bila subjek
mempunyai pendidikan di atas sekolah menengah atas.
c) Bisa dimaklumi bila lebih dari satu kesalahan untuk subjek
kulit hitam dengan menggunakan kriteria pendidikan yang
sama.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan depresi,
tidak mengalami gangguan konsep diri.
7) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam
menangani stress yang dialaminya.
8) Spiritual keyakinan
Klien terhadap agama dan keyakinan masih kuat tetapi tidak atau
kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
9) Personal hygiene
Biasanya pada demensia dalam melakukan personal hygiene perlu
bantuan / tergantung orang lain. Tidak mampu mempertahankan
penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk, lupa pergi untuk ke kamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar
mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan dan
menyiapkannya di meja, makan, menggunakan alat makan,
berhias, maupun kemandirian dalam kebersihan merawat tubuh.
Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pola personal hygiene
klien dapat dilakukan dengan pengkajian Bathel Indeks.

Tabel 2.5 Pengkajian Indeks Bathel (Aspiani, 2014)


No Item yang dinilai Skor Nilai

1. Makan 0 : tidak mampu


(Feeding) 1 : butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll
2 : mandiri
2. Mandi 0 : tergantung orang lain
(Bathing) 1 : mandiri
3. Perawatan diri 0 : membutuhkan bantuan
(Grooming) orang lain
1 : mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi dan
bercukur
4. Berpakaian 0 : tergantung orang lain
(Dressing) 1 : sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2 : mandiri
5. Buang air kecil 0 : inkontinensia atau pakai
(Bowel) kateter dan tidak terkontrol
1 : kadang inkontinensia
(maks 1 x 24 jam)
2 : kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0 : inkontinensia (tidak
(Bladder) teratur atau perlu enema)
1 : kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
0 : kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 : tergantung bantuan orang
lain
1 : membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 : mandiri
8. Transfer 0 : tidak mampu
1 : butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 : bantuan kecil (1 orang)
3 : mandiri
9. Mobilitas 0 : immobile (tidak mampu)
1 : menggunakan kursi roda
2 : berjalan dengan bantuan 1
orang
3 : mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10. Naik turun tangga 0 : tidak mampu
1 : membutuhkan bantuan
(alat bantu)
2 : mandiri

Interpretasi hasil :
1) 20 : mandiri
2) 12 – 19: ketergantungan ringan
3) 9 – 11 : ketergantungan sedang
4) 5 – 8 : ketergantungan berat
5) 0 – 4 : ketergantungan total

e. Data subyektif
1) Klien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi.
2) Klien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan
waktu.

f. Data obyektif
1) Klien kehilangan kemampuan untuk mengenali wajah, tempat, dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana keluarganya.
2) Klien mengulang-ulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya
Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, mendengar
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata
yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

C. KONSEP TEORI HIPERTENSI


1. Pengertian
Menurut Hasnawati (2021), hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg.
Menurut Hastuti, Apriyani Puji (2019), hipertensi adalah suat keadaan
dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Menurut WHO batas normal TD adalah 120 – 140 mmHg tekanan
sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya ≥ 140 / 90 mmHg.

2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Comitte 8)
Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Stadium 1 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 > 160 > 100

3. Penyebab hipertensi
Menurut Manuntung, Alfeus (2018), berdasarkan penyebabnya hipertensi
dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
diketahui. Namun berbagai factor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti brtambahnya umur, stress
psikologis, dan hereditas (keturunan).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan
pembuluh darah, ginjal, hipertiroid, penyakit kelenjar adrenal, dll.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder : penyakit
ginjal,stenosis arteri renalis, obat-obatan, pil KB, kortikosteroid,
penyalahgunaan alcohol, kayu manis adalam jumlah besar, dan
penyebab lainnya.

4. Tanda gejala
Manifestasi klinis hipertensi secara umum dibedakan menjadi (Rokhaeni,
2001)
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa.
b. Gejala yang lazim
Meliputi nyeri kepala dan kelelahan.
Menurut Smeltzer, 2001 manifestasi klinis hipertensi pada lansia secara
umum adalah sakit kepala, perdarahan hidung, vertigo, mual muntah,
perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan, sesak nafas,
kejang atau koma, nyeri dada.

5. Patofisiologi
Secara umum hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan
perifer dan atau peningkatan volume darah, gen yang berpengaruh pada
hipertensi primer meliputi resptor angiotensi II, gen angiotensi dan renin,
gen sintetase oksida nitrat endoteliel, gen protein reseptor kinase G, gen
reseptor adrenergic, gen kalsium transpot dan natrium hydrogen antiporter
(mempengaruhi sensitivitas garam), dan gen yang berhubungan dengan
resistensi insulin, obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai
kelompok bawaan.
Hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas system saraf
simpatis (SNS) yaitu terjadi respon maladaptive terhadap stimulasi saraf
simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin
serum yang menetap, peningkatan aktivitas sstem renin-angiotensin-
aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan vasokonstriksi tetapi
juga meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin
vasodilator dan aksida nitrat, memediasi remodeling arteri (perubahan
structural pada dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ
akhir pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal. Defek pada
transpot garam dan air menyebabkan gangguan aktivitas peptide
natriuretic otak (brain natriuretic peptide, BNF), peptide natriuretic atrial
(atrial natriuretic peptide, ANF), adrenomedulin, urodilatin, dan endotelin
dan berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium
yang rendah. Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan
fungsi endotel, hipertensi sering terjadi pada penderita diabetes, dan
resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak
memiliki diabetes klinis.
6. Pathway
7. Komplikasi
a. Stroke
b. Infark miokard
c. Gagal ginjal
d. Gagal jantung
e. Ensefalopati

8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (hematokrit / hemoglobin) : untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor resiko seperti : hipokoagulabilitas,
anemia.
2) Blood Unit Nitrogen / kreatinin : memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa : Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi.
5) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigliserid serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin / serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab).
9) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
10) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
11) Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
12) EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukkan destruksi klasifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
1) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi sepeti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,
perbaikan ginjal. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah
neurologi : spinal tab, CAT scan.
4) USG untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis klien.
9. Penatalaksanaan
Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa tujuan tiap program
penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup
sehubungan dengan terapi.
Menurut Bambang Sadewa (2004) pencegahan hipertensi meliputi :
a. Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alkohol.
b. Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolahraga secara
teratur dapat mengurangi ketegangan pikiran, membantu menurunkan
berat badan, dapat membakar lemak yang berlebihan.
c. Diet rendah garam.
d. Latihan olahraga seperti senam aerobik, jalan cepat, dan bersepeda
paling sedikit 7x dalam seminggu.
e. Memperbanyak minum air putih, minum 8 -10 gelas per hari.
f. Memeriksakan tekanan darah secara berkala.
g. Menjalani gaya hidup yang wajar untuk mengendalikan stress.
(Manuntung, Alfeus. 2018)

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data-data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat-akuratnya, agar dapat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien, umur, keluhan utama.
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai
klien dibawa ke RS, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat
lain selain RSU serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
b. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya misalnya
bronchitis kronik, riwayat penggunaan obat-obatan (antitrypsin).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit paru-
paru lainnya.
d. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Perlu dikaji bagaimana keadaan psikologi, sosial dan juga spiritual
klien.
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital pada klien dengan bronkitis biasanya didapatkan adanya
peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 ℃, frekuensi napas meningkat
dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan serta biasanya tidak
ada masalah dengan tekanan darah (Soemantri, 2007).
1) Inspeksi
Klien biasanya mengalami peningkatan frekuensi pernapasan,
biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus
bronkitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel / tong.
Gerakan pernapasan masih simetris, hasil pengkajian lainnya
menunjukkan klien juga mengalami batuk yang produktif dengan
sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam
kecoklatan karena bercampur darah.
2) Palpasi
Taktil fermtus biasanya normal.

3) Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan
pada seluruh lapang paru.
4) Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang
buruk, maka suara napas melemah, jika bronkus paten dan
drainasenya baik ditambah adanya konsuldasi di sekitar abses,
maka akan terdengar suara napas bronkial dan ronkhi basah.
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto thoraks posterior – anterior dilakukan utuk
menilai derajat progresivitas penyakt yang berpengaruh menjadi
penyakit paru obstruktif menahun.
2) Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menujukkan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis
darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis
banding dengan tuberculosis paru (Soemantri, 2007).

2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan krisis
situasional.
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan
irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload.
Definisi : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
SLKI : Curah Jantung (L.02008)
Kriteria Hasil :
1) Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi,
respirasi).
2) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
3) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
4) Tidak ada penurunan kesadaran.
5) AGD dalam batas normal.
6) Tidak ada distensi vena leher.
7) Warna kulit normal.
SIKI :
Perawatan Jantung (I.02075)
1) Identifikasi tanda / gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea)
2) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi).
3) Catat adanya distrimia jantung.
4) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput.
5) Monitor status cardiovaskuler.
6) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung.
7) Monitor balance cairan.
8) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia.
9) Atur periode latihan dan istirahat.
Pemantauan Tanda Vital (I.02060)
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri.
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.
4) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama dan setelah aktivitas.
5) Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung.

b. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan peningkatan tekanan


vaskuler serebral
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal keruisakan
sedemikian rupa. Awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau di prediksi dan berlangsung < 6 bulan atau > 6
bulan.
SLKI:
1) Tingkat Nyeri (L.08066)
2) Kontrol Nyeri (L.08063)
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5) Tanda vital dalam rentang normal.
6) Tidak mengalami gangguan tidur.
SIKI:
Pemantauan Nyeri (I.08242)
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
4) Dokumentasikan hasil pemantauan.
Manajemen Nyeri (I.082308)
1) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
2) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
3) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat / dingin.
4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
5) Tingkatkan istirahat.
6) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
7) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
c. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melnjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
SLKI :
1) Toleransi Aktivitas (L.05047)
2) Konservasi Energi (L.05040)
Kriteria Hasil :
1) Berpartisifasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR.
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
4) Level kelemahan.
5) Sirkulasi status baik.
6) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
SIKI:
Manajemen Energi (I.05178)
1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
2) Bantu klien untuk memilih posisi nyaman untuk istirahat atau
tidur.
3) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
4) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
5) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
d. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit.
Definisi : Perasaan yang tidak nyaman atau kekawatiran yang samar
disertai respon autonom (sumber sering idak spesifik / tidak
diketahui oleh individu). Perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman.
SLKI :
1) Tingkat Ansientas (L.09093)
2) Kontrol Diri (L.09076)
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk
mengontrol cemas.
3) Vital sign dalam batas normal.
4) Poster tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukan berkurangnya kecemasan.
SIKI :
Reduksi Ansietas (I.09134)
1) Lakukan pengkajian tingkat kecemasan.
2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
3) Dorong klien mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
4) Dorong keluarga untuk selalu menemani klien.
5) Dengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian.
6) Gunakan pendektan terapeutik.
e. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) berhubungan dengan
hipertensi.
Definisi: Beresiko mengalami sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan.
SLKI:
1) Perfusi Serebral (L.02014)
Kriteria Hasil :
1) Mendemostrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
2) Tidak ada ortostatik hipertensi.
3) Komunikasi jelas.
4) Menunjukkan konsentrasi dan orientasi.
5) Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
SIKI :
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.09325)
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas /
dingin / tajam / tumpul.
2) Monitor adanya paratese.
3) Intruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
5) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
6) Monitoring kemampuan BAB.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap Implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor -faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan. pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping perencanaan asuhan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi,dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2. Jakarta : CV.
Trans Info Media.

Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :


Deepublish.

Fauzan, Lutfi. 2009. Konseptual Tentang Desensitisasi Sistematisi. Online


http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/08/09/kontrak-perilaku/ [accessed
16/11/2011]

Hasnawati. 2020. Hipertensi. Jawa Timur : BM Indonesia.

Hastuti, Apriyani Puji. 2019. Hipertensi. Jawa Tengah : Lakeisha.

Jones, Richard Nelson. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Komalasari, G. et al. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Indeks

Manuntung, Alfeus. 2018. Terapi Perilaku Kognitif pada Pasien Hipertensi. Malang :
Wineka Media.

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia berdasar PPNI. Jakarta :


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Utami, M.S. tanpa tahun. Prosedur-prosedur Relaksasi (dlm Subandi ed.). 2002.
Psikoterapi : Pendekatan Konvensional & Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
& Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM.

http://keperawatan.unsoed.ac.id/content/pengaruh-teknik-relaksasi-autogenik-
terhadap-skala-nyeri-pada-ibu-post-operasi-sectio

Anda mungkin juga menyukai