Anda di halaman 1dari 64

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan di Indonesia semakin berkembang, budidaya yang

berkembang menyebabkan kebutuhan pakan buatan pun meningkat.

Perkembangan industri perikanan ini menuntut adanya pakan buatan yang

berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak bersaing

dengan kebutuhan manusia.

Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha

budidaya perikanan. Syarat pakan yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang

tinggi, mudah diperoleh, mudah diolah, mudah dicerna, harga relatif murah, tidak

mengandung racun. Jenis pakan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan, dimana

semakin kecil bukaan mulut ikan maka semakin kecil ukuran pakan yang

diberikan, dan juga disesuaikan dengan umur ikan (Khairuman, 2003 dalam Arief,

2009).

Pakan terdiri dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami

merupakan pakan yang sudah tersedia di alam. Pakan buatan adalah pakan yang

dibuat dari berbagai macam bahan baku hewani dan nabati dengan

memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan mengkonsumsi

pakan tersebut dengan cara dibuat oleh manusia dengan bantuan peralatan pakan

(Gusrina, 2008 dalam Perdana dkk., 2016). Pakan buatan ini biasanya dinamakan

pelet.

Penanganan pakan pasca produksi sangat penting untuk dilakukan, seperti

pengujian mutu terhadap produk pakan jadi serta proses pengemasan dan
2

penyimpanannya digudang. Pengujian mutu dilakukan untuk mengetahui kualitas

pakan buatan yang dihasilkan yang ditentukan oleh kandungan nutrisinya yaitu

kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar abu. Selain itu,

kualitas pakan juga ditentukan oleh sifat fisikanya, seperti ketahanan pakan dalam

air, daya mengapungnya, serta kekerasan pakan, dan sifat biologisnya terhadap

ikan yang mengkonsumsinya untuk mengetahui respon ikan terhadap pakan dan

nilai konversi pakan (feed conversion ratio) ikan yang mengkonsumsinya.

Proses pengemasan dan penyimpanan, penggunaan bahan kemas dan lama

penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari pakan yang disimpan. Kualitas

pakan yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Penyimpanan

pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang keliru akan menyebabkan

tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat

menurunkan kualitas pakan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah mempelajari teknik penanganan pasca

produksi pakan ikan yaitu pengujian mutu pakan mulai dari uji fisik, kimia, dan

biologi, proses pengemasan, penyimpanan dan transportasi, serta pemasaran.

1.3 Kerangka Pemikiran

Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk

pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi

yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi


3

kebutuhan dari ikan tersebut. Untuk mengetahui nilai nutrisi (gizi) pakan buatan

pada umumnya dilakukan melalui analisa proksimat. Beberapa kandungan gizi

yang perlu untuk diketahui dalam rangka menyusun ransum pakan yaitu protein,

lemak, karbohidrat yang terdiri dari serat, serta abu. Selain itu juga perlu diketahui

kandungan airnya, sehingga dapat disimpan relatif lama dan tidak ditumbuhi oleh

jamur saat penyimpanan (Darmawiyanti dan Baidhowi, 2015).

Pakan buatan berupa pelet yang disimpan perlu dikemas atau dibungkus

agar tidak mudah rusak atau tidak mudah dicemari mikroorganisme, serangga

maupun tikus. Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk

membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan

pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan serta

memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih,

1999 dalam Wigati, 2009). Contoh bahan kemas antara lain seperti, karung goni,

karung plastik, plastik, dan kemasan kertas. Namun, karung plastik kini telah

banyak digunakan untuk menggantikan karung goni karena mempunyai sifat kuat,

tahan air, lembab, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin.

Penyimpanan pakan buatan yang telah jadi harus dilakukan dengan benar

agar pakan yang telah dibuat tidak mengalami kemunduran mutu pakan (Gusrina,

2008 dalam Sidik, 2016). Menurut Syarief dan Halid (1994 dalam Sholihah,

2011) selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu dapat dikelompokkan ke

dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah

kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga,

tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu,

kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan,


4

ketengikan), sedangkan penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau

bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga,

dan tikus). Untuk itu ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam

menyimpan pakan buatan dalam bentuk kering seperti penggunaan pallet dan

penyusunan tumpukan selama penyimpanan, lama penyimpanan, penggunaan

sistem FIFO (First In First Out), dan pelaksanaan fogging.

1.4 Kontribusi

Hasil Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

mahasiswa, masyarakat dan petani untuk menambah wawasan mengenai

pengawasan kualitas pakan ikan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Buatan

Pakan diperlukan untuk pertumbuhan, kesehatan ikan dan untuk

peningkatan mutu produksi. Untuk keperluan tersebut ikan memerlukan nutrien

berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang kebutuhannya

berbeda sesuai dengan umur dan jenis ikan (Suwirya dkk., 2001 dalam Marzuqi,

2013). Pakan untuk benih ikan harus mengandung gizi yang lebih tinggi sekitar

50% sedangkan nutrisi pakan yang baik untuk pembesaran ikan lele pada

umumnya berkisar antara 25-35% protein (Kusnadi, 2014).

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari bahan makanan baik nabati

maupun hewani dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan

(Sary, 2013). Pakan buatan ini biasanya dinamakan pelet. Menurut Rizal (2005

dalam Kurniaji, 2013) pelet adalah bentuk ransum yang berasal dari berbagai

bahan pakan dengan perbandingan komposisi yang telah dihitung dan ditentukan.

Kemudian bahan-bahan tersebut diolah menggunakan mesin pelet (pelletizer).

Untuk membuat pakan buatan, diperlukan bahan baku. Bahan baku

digolongkan menjadi tiga jenis yaitu bahan baku nabati, hewani, dan bahan baku

tambahan. Menurut Sidik (2016) bahan baku yang digunakan dapat disesuaikan

berdasarkan kebiasaan makan ikan yaitu ikan herbivor, omnivor dan karnivor.

Dalam memilih bahan baku yang akan digunakan untuk ikan herbivor akan sangat

berbeda untuk ikan karnivor atau omnivor. Pada ikan herbivor komposisi bahan

baku lebih banyak yang berasal dari nabati dan untuk ikan karnivor maka

komposisi bahan bakunya lebih banyak berasal dari hewani .


6

Menurut Kurniaji (2013) persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam

memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah mempunyai nilai gizi

tinggi, dengan bahan baku yang bergizi tinggi akan diperoleh pakan yang dapat

dicerna oleh ikan. Tidak mengandung racun, bahan baku yang mengandung racun

akan menghambat pertumbuhan ikan bahkan dapat membuat ikan mati, serta

sesuai dengan kebiasaan makan ikan, bahan baku yang digunakan sebaiknya

disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan dialam, hal ini dapat meningkatkan

selera makan dan daya cerna ikan.

2.2 Pengujian Mutu Pakan Buatan

A. Uji Fisik Pakan

Menurut Mujiman (1985 dalam Anfa, 2017) Pegujian secara fisik meliputi

kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam air, serta kadar kehalusan. Pengujian

stabilitas dalam air meliputi kecepatan pecah, dispersi padatan, dispersi nutrien,

daya apung, kecepatan tenggelam, berat jenis, ukuran pakan, uji daya pikat, dan

daya lezat pakan. Pengujian daya apung adalah pengujian pakan untuk

mengetahui daya apung pakan yang direndamkan di dalam air dan mengetahui

berapa lama waktu yang dibutuhkan pakan dari permukaan air hingga ke dasar

media.

Kecepatan pecah merupakan tingkat ketahanan pakan di dalam air atau

berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga pakan lembek dan hancur (Aslamyah

dan Yushinta 2009 dalam Jefry, 2011). Untuk mengetahui pelet sudah lembek

atau belum dilakukan penekanan dengan jari telunjuk. Pengamatan ini dilakukan

dengan memencet pelet setiap lima menit sampai pakan pecah/hancur (Saade dan
7

Aslamyah, 2009 dalam Mulia dan Maryanto, 2014).

Uji organoleptik merupakan metode analisis untuk mengidentifikasi

tampilan fisik pakan ikan, meliputi tekstur, aroma, dan warna yang dilakukan

secara visual. Pengujian organoleptik sangat berkaitan dengan pengujian fisik

yang lainnya seperti kekerasan pellet, kecepatan pecah, daya lezat pakan serta

daya pikat ikan terhadap pakan (Aslamyah dan Karim, 2012).

B. Uji Kimia Pakan


Pengujian kimia yang dilakukan adalah uji proksimat untuk mengetahui

kandungan nutrien dalam pakan. McDonald dkk. (1995 dalam Achmad, 2016)

menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi 6 fraksi nutrien yaitu kadar

air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(BETN).

Analisa kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kadar air pada pakan

pellet. Air atau mineral merupakan bahan anorganik yang dibutuhkan biota

budidaya dalam jumlah yang sediki, tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting

(Fathia, 2016). Menurut Winarno (2002 dalam Utami dkk., 2014), jumlah kadar

air yang terdapat pada bahan sangat penting dalam mempertahankan daya simpan

bahan tersebut. Kadar air akan berpengaruh terhadap kenampakan, tekstur dan cita

rasa suatu makanan tak terkecuali pakan untuk ikan. Semakin rendah kadar air,

maka kemampuan tenggelam akan semakin kecil (Gunadi dkk., 2010 dalam

Kurniaji, 2012). Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi keawetan bahan

pangan dan mempercepat umur simpan serta memudahkan pertumbuhan mikroba

(Winarno, 2008 dalam Mulia dkk., 2014).

Analisa kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kadar abu pada pakan
8

pellet. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan

komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu

dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang

digunakan. Menurut Irfak (2013 dalam Zaenuri, 2014), pakan ikan yang terbuat

dari bahan tepung sangat mudah mengalami over cooking yang berakibat pada

besarnya kandungan abu yang terdapat pada pakan ikan. Abu dalam pakan

termasuk komponen anorganik yang tidak dapat dikonsumsi. Di dalam abu

terdapat garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu,

dan terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As,

dan lain-lain. (Yunizal dkk., 1998 dalam Kurniaji, 2012).

Analisa protein dimaksudkan untuk mengetahui kadar protein pada pakan

pellet. Protein merupakan senyawa organik kompleks, yang tersusun atas banyak

asam amino yang mengandung unsur C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen) dan

N (nitrogen) yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Fathia, 2016).

Menurut Herawati (2005 dalam Sidik, 2016), protein memiliki beberapa

fungsi pada ikan yaitu:

1) Pembentukan antibodi, hormon, enzim, vitamin

2) Pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh

3) Sebagai sumber gizi

4) Sebagai sumber energi utama, terutama apabila komponen lemak atau

karbohidrat yang terdapat di dalam pakan ikan tidak mampu memenuhi

kebutuhan energi

5) Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak

6) Berperan dalam proses osmoregulasi di dalam tubuh


9

7) Mambawa oksigen kesel dalam bentuk hemoglobin

8) Sebagai komponen enzim yang bertugas mempercepat reaksi kimia dalam

sistem metabolisme.

Oleh karena itu, dalam menentukan kebutuhan nutrisi, kebutuhan protein

perlu dipenuhi terlebih dahulu. Kadar protein yang terlalu tinggi dapat

menurunkan kualitas perairan terutama meningkatnya kandungan amonia. Karena

Organisme akuatik hanya dapat meretensi protein sekitar 20-25% dan selebihnya

akan terakumulasi dalam air (Stickney 2005 dalam Rachmawati, 2015).

Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain ukuran ikan, umur ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan,

suhu air dan tingkat pemberian pakan (NRC, 1983 dalam Suhenda dkk., 2005).

Analisa lemak kasar dimaksudkan untuk mengetahui kadar lemak pada

pakan pellet. Lemak merupakan sumber energi paling tinggi dalam pakan. Lemak

adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut

organik. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar di antara

protein dan karbohidrat. Lemak juga penting bagi tubuh ikan antara lain

membantu proses metabolisme, osmoregulasi dan menjaga keseimbangan daya

apung biota akuatik dalam air serta untuk memelihara bentuk dan fungsi

membran/jaringan (fosfolipida) (Fathia, 2016). Selain itu memberi nutrisi

essensial sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K, memberi energi, memberi

komponen untuk pembentukan struktur tubuh, sebagai pelindung organ vital dan

memberikan rasa nyaman di lambung dan rasa enak pada pakan (Winarno, 1997

dalam Utami dkk., 2014). Namun, kadar lemak didalam pakan yang terlalu tinggi

mengakibatkan ikan tidak dapat mencerna protein secara maksimal. Menurut


10

Takeuchi and Wattanabe (1979 dalam Perdana, 2016) tingginya kandungan lemak

akan mengganggu aktivitas enzim enzim pada membran sel, sehingga sintesis

protein dan sel juga rendah yang akhirnya berakibat pada rendahnya laju

pertumbuhan.

Analisa serat kasar dimaksudkan untuk mengetahui kadar serat pada pakan

pellet. Serat kasar mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air, asam

ataupun basa meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis (Indah, 2016). Serat

kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang

tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida

pada kondisi yang terkontrol (Suparjo, 2010 dalam Putri dkk., 2012). Kandungan

serat kasar yang terlalu tinggi di dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya

cerna dan penyerapan zat-zat makanan di dalam alat pencernaan ikan. Kandungan

serat kasar yang tinggi menyebabkan pakan sukar dicerna ikan (Hendrawati,

2011).

C. Uji Biologi Pakan

Pengujian biologi yang dilakukan misalnya mengetahui nilai konversi

pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenarnya tidak merupakan angka

mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas pakan, tetapi juga dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain, seperti jenis, ukuran ikan, kepadatan, kualitas air. Semakin

kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin

ekonomis. Untuk mengetahui nilai konversi pakan perlu dilakukan pengujian di

lapangan (Masyamsir, 2001). Selain itu baik tidaknya suatu kualitas pakan tidak

hanya dilihat dari nilai konversi pakan, tetapi juga dapat dilihat dari pertumbuhan

dan respon ikan terhadap pakan.


11

Rasio Konversi pakan (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah

pakan yang diberikan dengan jumlah bobot ikan yang dihasilkan. Semakin kecil

nilai konversi pakan berarti tingkat efisiensi pemanfaatan pakan lebih baik,

sebaliknya apabila konversi pakan besar, maka tingkat efisiensi pemanfaatan

pakan kurang baik. Dengan demikian konversi pakan menggambarkan tingkat

efisiensi pemanfaatan pakan yang dicapai (Iskandar dan Elrifadah, 2015).

Pertumbuhan sebagai pertambahan dalam volume dan berat dalam waktu

tertentu (Handajani dan Widodo, 2010 dalam Pramudiyas, 2014). Pertumbuhan

ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : bobot

tubuh, sex, umur, kesuburan, kesehatan, pergerakan, aklimasi, aktivitas biomassa,

dan konsumsi oksigen. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor abiotik dan

faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan

oksigen air,buangan metabolit (CO2, NH3), pH, cahaya, musim, dan pakan

(Pramudiyas, 2014).

Respon ikan berkaitan dengan palatabilitas dan Atraktan. Atraktan

merupakan bahan yang dicampurkan dalam pakan dalam jumlah sedikit untuk

meningkatkan asupan pakan (food intake), pertumbuhan, dan konsumsi ikan

terhadap pakan (de-Olivera & Cyrino, 2004; Venketeshwarlu dkk., 2009 dalam

Khasani, 2013). Pamungkas (2013) menjelaskan bahwa tingkat palatabilitas

merupakan salah satu faktor penting dalam penyusunan ransum, karena

palatabilitas mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Jumlah konsumsi pakan

yang tinggi menunjukkan tingkat palatabilitas pakan yang baik, sebaliknya jika

jumlah konsumsi pakan rendah maka tingkat palatabilitas pakan tidak baik.

Laconi dan Widyastuti (2010 dalam Pamungkas, 2013) menyatakan bahwa


12

penggunaan bahan baku pakan sumber nabati yang meningkat pada pakan dapat

mengurangi tingkat palatabilitas pada pakan tersebut.

2.3 Pengemasan, Penyimpanan, Serta Transportasi Dan Pemasaran Pakan


2.3.1 Pengemasan Pakan
Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus

bahan atau komoditi sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan,

pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberikan

perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999 dalam

Wigati, 2009). Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk

dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar.

Menurut Buckle dkk. (1985 dalam Sholihah, 2011), kemasan mempunyai

beberapa fungsi antara lain mempertahankan komoditi agar tetap bersih,

memberikan perlindungan komoditi terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan

sinar, efisien, ekonomis, dan mudah serta sebagai daya tarik. Menurut (Syarief

dkk., 1989 dalam Wigati, 2009), bahan kemas mempunyai kemampuan dalam

menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada tidaknya lubang-lubang

yang sangat kecil pada permukaannya.

Pengemasan bisa dilakukan menggunakan bahan kemasan dari karung

plastik. Karung plastik telah banyak digunakan untuk menggantikan karung goni,

meskipun masih terdapat banyak kekurangan misalnya karung lebih mudah pecah

serta mudah meluncur ke bawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung

plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu Polyethylene. Keuntungan dari

Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, fleksibel, dapat digunakan

untuk penyimpanan beku (-50 0C), transparan sampai buram, dapat digunakan
13

sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu

permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan

Irawati, 1988 dalam Sholihah, 2011). Karung plastik mulai pesat dipakai karena

mempunyai sifat kuat, tahan air, lembab, transparan, dapat dibentuk, diisi dan

disegel dengan mesin.

2.3.2 Penyimpanan Pakan

Menurut Winarno dan Laksmi (1974 dalam Wigati, 2009) proses

penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau menunda

suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang

tersebut.

Penyimpanan pakan buatan yang telah jadi harus dilakukan dengan benar

agar pakan yang telah dibuat tidak mengalami kemunduran mutu pakan (Gusrina,

2008 dalam Sidik, 2016). Dalam menyimpan pakan buatan ada beberapa faktor

yang akan mempengaruhi stabilitas nutrien pakan yang disimpan sebagai berikut :

1) Kadar air pakan yang akan disimpan sebaiknya tidak lebih dari 10% agar tidak

diserang jamur dan serangga

2) Kelembaban relatif ruangan penyimpanan pakan sebaiknya kurang dari 65%,

jika lebih dari 65% akan cepat merangsang pertumbuhan jamur dan serangga.

3) Suhu ruangan penyimpanan pakan yang tinggi akan merusak dan mengurangi

ketersediaan nutrien pakan. Suhu ruangan yang ideal untuk menyimpan pakan

adalah 20C.

4) Supply oksigen di dalam ruangan penyimpanan harus mencukupi. Hal ini dapat

dilakukan dengan membuat ruangan penyimpanan yang banyak terdapat


14

ventilasi. Dengan adanya ventilasi yang cukup akan terdapat pergantian udara

yang cukup di dalam ruangan penyimpanan yang akan mengakibatkan

rendahnya suhu di dalam ruangan.

5) Kadar lemak dalam pakan, pakan buatan pada umumnya mengandung lemak,

selama proses penyimpanan lemak yang terdapat di dalam pakan akan

mengakibatkan proses peroksidasi lemak dan pakan akan tengik serta bau

busuk.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, maka dalam melakukan proses

penyimpanan pakan buatan ada beberapa prosedur yang dilakukan dalam

menyimpan pakan buatan dalam bentuk kering yaitu :

1) Ruang penyimpanan dalam keadaan bersih, kering, aman dan memiliki

ventilasi yang baik.

2) Kemasan pada pakan memiliki label pakan dan kandungan nutrisi yang

terdapat pada pakan serta masa kadaluarsa pakan tertera pada kemasan (tanggal

kadaluarsa pakan).

3) Tumpukan kemasan pakan dalam tempat penyimpanan pakan sebaiknya tidak

lebih dari 6 tumpukan. Jarak palet yaitu kayu tempat meletakkan pakan dalam

ruang penyimpanan berjarak 12-15 cm dari dasar lantai agar tidak terjadi

kerusakan pakan yang ada di dasar oleh serangga, kutu, abu dan sirkulasi udara

dari bawah cukup baik.

4) Lama penyimpanan pakan buatan di dalam ruang penyimpanan sebaiknya tidak

lebih dari tiga bulan. Menggunakan pakan yang diproduksi terlebih dahulu

baru pakan yang diproduksi selanjutnya (First In First Out).


15

5) Pengasapan (Fogging), fogging dilakukan seminggu sekali pada hari libur.

Fogging bertujuan untuk memerantas hama seperti serangga dan tikus saat

penyimpanan pakan.

2.3.3 Transportasi dan Pemasaran

Ketersediaan fasilitas transportasi sangat mendukung pemasaran pakan

antar daerah atau antar pulau. Jalur transportasi yang dilalui dapat melewati darat,

laut, dan udara. Fasilitas yang disediakan berupa mobil truk. Namun, tak sedikit

supplier yang membawa mobil sendiri berupa truk bahkan kontainer. Untuk tetap

menjaga mutu pakan selama diperjalanan, mobil truk yang mengangkut pakan

ditutup dengan terpal tebal agar pakan tidak terkena sinar matahari dan hujan.

Dalam proses pemasaran perusahaan menerapkan tahap order, tahap

adminstrasi, tahap poduksi, dan tahap pengangkutan produk ke agen. Downey

(1987 dalam Wibowo, 1995) mengemukakan bahwa pemasaran adalah telaah

terhadap aliran produk secara fisis dan ekonomik, dari produsen melalui pedagang

perantara ke konsumen. Pemasaran melibatkan banyak kegiatan' yang berbeda,

yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem tersebut.

2.4 Ikan Lele

2.4.1 Klasifikasi Ikan Lele

Menurut Saanin (1984 dalam Widiyantara, 2009) klasifikasi ikan lele

digolongkan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
16

Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub-class : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

2.4.2 Morfologi Ikan Lele

Ikan lele adalah ikan air tawar yang memiliki tubuh yang licin tak bersisik,

dengan sirip dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan

sirip ekor. Kepalanya keras menulang dibagian atas, dengan mata yang kecil dan

mulut yang lebar yang terletak diujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang

sungut peraba yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap, lele memiliki

alat pernafasan berupa insang (Gambar 1).

Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang

Pada umumnya, insang tertutup atau terlindungi oleh tutup insang

(operkulum). Insang berwarna merah karena banyak mengandung pembuluh


17

darah. Pada insang inilah oksigen diserap dari air dan karbon dioksida dibebaskan

ke air. Ikan lele juga memiliki labirin yang membantu dalam proses pernafasan

ketika berada di daerah yang berlumpur. Lele memiliki sepasang patil, yakni duri

tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Pada sisi tubuh terdapat gurat sisi

yang memanjang dari belakang tutup insang sampai ekor. Gurat sisi berfungsi

untuk mengetahui tekanan air (Wartono, 2011).

2.4.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Lele

Ikan lele tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan

relatif tahan terhadap pencemaran bahan- bahan organik. Ikan lele dapat hidup

normal dilingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut 4 ppm dan air

yang ideal mempunyai kadar karbondioksida kurang dari 2 ppm, namun

pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan cepat dan sehat jika dipelihara dari

sumber air yang cukup bersih (Suyanto, 2006 dalam Iqbal, 2011). Ikan lele adalah

hewan nokturnal yang mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari

makan pada malam hari.

2.4.4 Kebiasaan Makan Ikan Lele

Ikan lele digolongkan kedalam kelompok omnivora (pemakan segala) dan

mempunyai sifat scavanger yaitu ikan pemakan bangkai. Selain pakan alami,

untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan

berupa pelet. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3% per hari dari berat total

ikan yang ditebarkan di kolam dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Khairuman dan

Amri, 2002 dalam Iqbal, 2011). Ikan lele bersifat kanibalisme, yaitu mempunyai
18

sifat yang suka memakan jenisnya sendiri, jika kekurangan makanan. Sifat

kanibalisme juga akan timbul karena adanya perbedaan ukuran, lele yang

berukuran besar akan memangsa ikan lele yang berukuran lebih kecil

(Mahyuddin, 2008 dalam Iqbal, 2011).


19

III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Laporan Tugas Akhir ini disusun berdasarkan kegiatan Praktik Kerja

Lapang yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 20 April 2017, yang

bertempat di pabrik pakan ikan PT. Citra Mandiri Kencana, Tangerang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Uji Fisik Pakan

Pakan pelet yang telah diproduksi dilakukan pengujian secara fisik

sebelum pakan tersebut dipasarkan. Alat dan bahan yang digunakan untuk

melakukan beberapa pengujian seperti uji daya apung, ketahanan pakan dalam air,

dan organoleptik (Tabel 1 dan Lampiran 1).

Tabel 1. Alat Dan Bahan Uji Fisik Pakan

Alat Bahan
Ayakan Air
Baskom kecil Pakan pellet
Gelas ukur
Blender

3.2.2 Uji Kimia Pakan

Pakan pelet yang telah diproduksi dilakukan pengujian secara kimia yang

meliputi uji kadar air, uji protein, uji kadar lemak, uji kadar serat kasar dan uji

kadar abu. Alat dan bahan yang digunakan untuk menguji pakan secara

laboratorium atau uji kimia (Tabel 2 dan Lampiran 1).


20

Tabel 2. Alat dan Bahan Uji Kimia Pakan

Jenis Analisa Alat Bahan


Timbangan analitik
Oven
Kadar Air Petri dish diameter 10 cm Sampel pakan
Sendok spatula
Gegep
Desikator
Timbangan analitik Katalis selenium mixture
Speed digester BUCHI + Asam sulfat pekat
Scrubber
Protein Rak digester Larutan asam borat
Distillation unit BUCHI Larutan NaOH
Tabung destilasi Larutan HCL 0,5 N
Erlenmeyer 250 ml Indicator merah metil
(MM)
Gelas ukur 100 ml Indicator bromo cresol
green (BCG)
Buret 25 ml
Spatula
VELP solvent extractor
Kadar Lemak 1 set (6 buah) extraction Petroleum ether
cup
Gegep Kertas saring bebas
lemak
Oven Extraction Thimbles
Timbangan analitik
Velp fiber extractor
Filter crucible
Kadar Serat Kasar Hot plate Larutan asam sulfat 1,25
% (R1)
Beaker glass Larutan kalium
hidroksida 1,25 % (R2)
Teko pemanas reagent
Oven
Tanur
Timbangan analitik
Tanur / Furnace
Kadar Abu Cawan abu (Ash crucible) Sampel pakan
Ash tray dan handle
Sendok spatula
21

3.2.3 Uji Biologi Pakan

Alat dan bahan yang digunakan untuk menguji pakan secara biologi untuk

mengetahui nilai FCR, Respon Ikan Terhadap Pakan, dan SR ikan yang dipelihara

dengan pemberian pakan pellet PP 811, PP 812, pakan SINTA, dan pakan SAFIR

(Tabel 3 dan Lampiran 1).

Tabel 3. Alat Dan Bahan Uji Biologi Pakan

Alat Bahan
Scopnet Pakan pellet
Timbangan digital Ikan lele
Nampan
Kolam semen 1 m x 1 m
Blower

3.2.4 Pengemasan, Penyimpanan, Serta Transportasi Dan Pemasaran Pakan

Proses pengemasan, penyimpanan, serta transportasi dan pemasaran pakan

perlu diperhatikan karena bertujuan agar kualitas pakan tetap terjaga. Alat dan

bahan yang digunakan dalam proses penanganan pasca produksi mulai dari

pengemasan, monitoring terhadap gudang penyimpanan, serta transportasi dan

pemasarannya (Tabel 4 dan Lampiran 1).

Tabel 4. Alat Dan Bahan Proses Pengemasan, penyimpanan pakan, dan proses
pemasaran

Alat Bahan
Forklift Label
Palet Pelet
Fogging Karung plastic
Mesin pengemas
Truk pengangkut
22

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Uji Fisik Pakan

1. Pengujian daya apung

Pengujian daya apung dilakukan dengan cara visual yaitu dengan

mengambil satu buah gelas yang diisi air hingga setengahnya, lalu mengambil

pakan masing masing 50 butir, dan memasukannya kedalam gelas kemudian

dihitung waktu yang diperlukan pelet pada waktu tenggelam (Lampiran 2).

2. Pengujian ketahanan pakan dalam air

Pengujian ketahanan dilakukan dengan cara visual dengan memasukkan

50 butir pellet ke dalam beaker glass yang diisi air setengahnya. Untuk

mengetahui pelet sudah lembek atau belum dilakukan penekanan dengan jari

telunjuk. Pengamatan ini dilakukan dengan memencet pelet setiap 5 menit sampai

pakan pecah/hancur selama 3-5 jam.

3. Pengujian organoleptik

Pengujian warna serta aroma dilakukan dengan cara visual yaitu dengan

mengambil pakan yang telah dibuat dan mengamatinya, kemudian pengujian

tekstur dilakukan dengan menggiling pakan.

3.3.2 Uji Kimia Pakan

Pengujian kimia terhadap sample pakan yang dilakukan adalah uji

proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien dalam pakan yaitu kadar air, abu,

protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar (Lampiran 3).


23

A. Uji kadar air

Dengan memanaskan sample pakan selama 3 jam pada suhu 105 0C

sampai kandungan air menguap. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator

selama kira-kira 30-45 menit, lalu ditimbang untuk mengetahui bobot akhirnya.

Analisis dilakukan secara gravimetri (perbedaan bobot).

B. Uji protein

Mendestruksikan bahan organik dari sample dengan Asam Sulfat pekat

dan katalis selama 45 menit. Kemudian mendestilasikan Protein yang terlarut

dengan penambahan basa kuat sehingga seluruh kandungan Nitrogen pada sample

menguap berbentuk uap amoniak. Destilasi sampel dilakukan satu per satu selama

4 menit per sample. Lalu Boric Acid akan mengikat uap amoniak bebas tersebut

dan mentitrasikannya dengan HCl 0,2 N. Analisis dilakukan dengan metode

Kjeldahl.

C. Uji kadar lemak

Mengekstraksi lemak kasar dengan pelarut Petroleum Ether / Petroleum

Benzene dengan metode Randall, yaitu melalui Tahapan Extraction yang

dilakukan selama 30 menit, Washing dilakukan selama 50 menit, dan Recovery

dilakukan selama 60 menit, kemudian membuka kran air pendingin dan

dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam. Lemak yang tertinggal pada Gelas

sample dapat ditentukan kadarnya.

D. Uji kadar serat

Mengekstrak sample dengan asam sulfat yang sudah dipanaskan dengan

heater pada skala 7 dan waktu 40 menit sampai mendidih. Mencuci sampel
24

dengan aquadest panas 3-4 kali menggunakan pengatur presure dan vaccum pada

alat. Menambahkan potassium sulfat yang sudah dipanaskan. Kemudian mencuci

sample dengan aquadest dingin lalu pengeringan di oven 105oc selama 3 jam dan

timbang bobotnya setelah itu dimasukan ke tanur 450oc selam 1 jam. Timbang

kembali bobotnya.

E. Uji kadar abu

Seluruh zat organik dari sample akan terbakar dan menyisakan zat

anorganik saat melakukan proses pengabuan selama 3 jam pada suhu 600 0C, lalu

ditimbang untuk mengetahui bobot akhirnya. Penetapan kadar abu dilakukan

secara gravimetri (perbedaan bobot).

3.3.3 Uji Biologi Pakan

Pengujian biologi ini dilakukan selama 3 siklus, setiap siklusnya terdiri

dari 21 hari untuk 1 kali produksi pakan CMK. Ikan lele berukuran 25 gram

dipelihara didalam 16 kolam semen yang berukuran 1 m x 1 m dengan tebar 25

ekor perkolamnya. Masing-masing kolamnya diberi label nama pakan yang

digunakan, pakan yang digunakan terdiri dari 4 jenis yaitu pakan PP 811, PP 812,

SINTA, dan SAFIR. Pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat tubuhnya,

diawal pemeliharaan. Satu jenis pelet diberikan untuk 4 kolam. Saat pemberian

pakan perlu memperhatikan respon ikan terhadap pakan yang diberikan untuk

menentukan dosis pakan yang akan diberikan selanjutnya kemudian diakhir

pemeliharaan ikan disampling untuk mengetahui nilai FCR (Lampiran 4).


25

3.3.4 Pengemasan, Penyimpanan, Serta Transportasi Dan Pemasaran Pakan


A. Pengemasan
Pakan yang telah menjadi pellet dikemas pada karung plastik dengan berat

bersih 30 kg, karung plastik ditutup dengan cara dijahit dengan mesin jahit

otomatis, kemudian disusun pada palet, satu pallet berisi 50-60 karung pakan

(Lampiran 5).

B. Penyimpanan Pakan

1. Pakan yang telah dikemas dilakukan pengangkutan ke gudang penyimpanan

menggunakan forklip kemudian disusun di dalam gudang penyimpanan, dengan

tumpukan maksimal 2 pallet.

2. Penempatan pakan disesuaikan berdasarkan jenis produknya

3. Pengeluaran pakan menggunakan sistem FIFO (First In First Out)

4. Pengawasan mutu dengan melakukan fogging yang dilakukan satu minggu

sekali (Lampiran 5)

C. Transportasi Dan Pemasaran

Transportasi yang dilakukan menggunakan mobil truk atau kontainer.

Pabrik menyediakan mobil untuk digunakan saat pengiriman namun konsumen

juga dapat menggunakan mobil pribadi jika diinginkan. Ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan saat proses pengiriman, seperti kondisi truk harus kering / tidak

basah, pakan disusun dengan rapih dan tidak dibanting, serta saat proses

pengiriman, pengangkutan yang menggunakan mobil truk harus ditutupi dengan

terpal tebal agar pakan tidak rusak karena cahaya matahari dan hujan saat

diperjalanan.
26

Dalam proses pemasaran perusahaan menerapkan tahap order, tahap

adminstrasi, tahap poduksi, dan tahap pengangkutan produk ke agen. Order

dilakukan melalui Technical Sales yang ditugaskan dilapangan, kemudian

disampaikan kepada pihak marketing, untuk melakukan administarinya agar

dibuatkan surat jalan pemesanan. Selanjutnya pihak produksi akan diberikan

waktu 2 hari untuk memproduksi pakan yang dipesan, jika pakan yang

diinginkan sudah tersedia di dalam gudang penyimpanan, pakan tersebut dapat

langsung diangkut oleh pemesan (agen) (Lampiran 5).


27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Mutu Pakan Pasca Produksi

Pengujian mutu pakan pasca produksi dilakukan untuk mengetahui

kualitas pakan buatan yang dihasilkan agar tetap sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan sebelum dipasarkan ke konsumen (Gambar 2). Pakan lele yang

dihasilkan oleh perusahaan citra mandiri kencana ini memiliki 2 tipe dengan nama

dagang yaitu premium patee 811 dan premium patee 812 ukuran 3 mm.

Gambar 2. Alur Penanganan Pasca Produksi


Pakan Ikan PP 811 Dan PP 812 Ukuran 3 mm
28

4.1.1 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik, meliputi tekstur, aroma, dan warna pakan.

Berdasarkan hasil uji organoleptik (Tabel 5) keempat pakan uji memenuhi kriteria

pakan yang baik.

Tabel 5. Hasil pengujian organoleptik pakan ikan

Parameter pengamatan
Jenis pakan Warna Aroma Tekstur
Coklat Coklat Coklat Tidak
Menyengat Kasar Halus
kekuningan muda tua menyengat
PP 811
v v v
(Pakan CMK)
PP 812
v v v
(Pakan CMK)
SINTA
v v v
(Pembanding)
SAFIR
v v v
(Pembanding)

Hasil uji organoleptik pakan ikan (Tabel 5) menunjukkan bahwa pakan PP

811, memiliki tekstur yang halus, aroma amis menyengat, dan warna pakan coklat

muda, pakan PP 812 memiliki aroma dan warna pakan yang sama dengan pakan

PP 811 yaitu amis menyengat dan warna coklat muda tetapi teksturnya berbeda

yaitu kasar, dan pakan SAFIR memiliki aroma dan tekstur yang sama dengan

pakan PP 811 dan PP 812 yaitu amis menyengat dan halus tetapi warnanya lebih

gelap yaitu coklat tua, sedangkan pakan SINTA memiliki aroma amis yang tidak

menyengat, dan warna pakan coklat kekuningan tetapi memiliki tekstur yang

halus.

Tekstur pada pakan yang diuji cenderung halus, hal ini disebabkan karena

bahan baku yang digunakan sudah berbentuk tepung yang dihaluskan. Menurut
29

Wulansari dkk. (2016), Bahan baku yang halus, selain mudah dicerna juga

menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Tetapi jika terlalu halus, pakan

akan membentuk koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang

dimanfaatkan oleh ikan atau udang.

Aroma pada pakan yang diuji cenderung menyengat, Hal ini disebabkan

oleh pakan uji mengandung bahan-bahan yang memberi daya lezat dan aroma

yang kuat. Salah satunya yaitu tepung daging unggas, tepung kepala udang, dan

tepung ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada pakan uji dengan kualitas

yang baik, sehingga mengeluarkan aroma pakan yang tajam dan disukai ikan.

Murdinah dkk. (1999 dalam Aslamyah dan Karim, 2012) mengemukakan bahwa

pakan yang baik mempunyai aroma khas yang disukai oleh ikan.

Warna pada pakan yang diuji cenderung berwarna coklat, hal ini

dikarenakan warna pada sangat bergantung pada jenis bahan baku yang

digunakan. Contoh penggunaan tepung dedak, tepung daging unggas, tepung

kepala udang, tepung ikan, dan bungkil sawit dalam jumlah relatif tinggi akan

menghasilkan pakan yang berwarna cokelat tua.

4.1.2 Uji Daya Apung Dan Uji Ketahanan Pakan Dalam Air
Daya apung merupakan pengujian pakan untuk mengetahui daya apung

pakan yang direndamkan di dalam air. Sedangkan ketahanan pakan dalam air

merupakan pengujian tingkat ketahanan pakan di dalam air untuk mengetahui

berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga pakan lembek dan hancur.

Berdasarkan hasil uji daya apung dan uji tingkat ketahanan pakan (Tabel 6)

keempat pakan uji memenuhi kriteria pakan yang baik sesuai standar.
30

Tabel 6. Hasil pengujian daya apung dan pengujian tingkat ketahanan pakan ikan

Uji Daya Apung Uji Ketahanan Dalam Air


Standar
Waktu
Jenis pakan Hasil Standar
Keterang (Menurut
pengujian PT. CMK Waktu
an Aslamyah
(%) (%)
dan Karim,
2012)
7 jam 100 %
PP 811
100 95-100 57 pakan 3-5 jam
(Pakan CMK)
menit hancur
100 %
PP 812 8 jam 6
100 95-100 pakan 3-5 jam
(Pakan CMK) menit
hancur
5 jam 100 %
SINTA
100 95-100 39 pakan 3-5 jam
(Pembanding)
menit hancur
6 jam 100 %
SAFIR
100 95-100 27 pakan 3-5 jam
(Pembanding)
menit hancur

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 6 menunjukkan bahwa semua jenis

pakan ikan yang diuji daya apungnya memiliki daya apung 100% dari 100 butir

sample yang diamati, hal ini telah memenuhi standar pabrik CMK yang telah

ditentukan yaitu 95-100% untuk daya apung pakan ikan lele. Serta semua jenis

pakan yang diuji ketahanannya dalam air hingga pakan tersebut hancur memiliki

ketahanan dalam air yang cukup baik dan sesuai standar yaitu pakan PP 812

dengan waktu terlama 8 jam 6 menit, kemudian pakan PP 811 dengan waktu 7

jam 57 menit, pakan SAFIR dengan waktu 6 jam 27 menit, dan pakan SINTA

dengan waktu tercepat 5 jam 39 menit.


31

Waktu yang diperlukan saat pengujian daya tahan pellet di dalam air

sampai saat pelet tersebut hancur merupakan ukuran daya tahannya. Menurut

(Baladz dkk., 1973 dalam Aslamyah dan Karim, 2012) secara umum stabilitas

pakan dalam air berkisar dari 3-5 jam.

Pakan ikan lele tidak membutuhkan waktu mengapung yang lama,

semakin lama waktu apung pakan ikan semakin baik, namun untuk pakan ikan

yang hidup didasar waktu apung bukan suatu masalah, namun yang perlu

diperhatikan adalah daya tahan pakan didalam air (Romadhon dkk., 2013).

Beberapa faktor yang memengaruhi stabilitas pakan dalam air, seperti

kehalusan bahan baku pakan dan proses pencampuran bahan dalam proses

pembuatan pakan. Semakin halus bahan pakan, semakin baik pula pakan yang

dihasilkan. Bahan pakan akan tercampur merata sehingga menghasilkan produk

yang lebih kompak dan stabil di dalam air. Semakin lama waktu yang dibutuhkan

untuk menghancurkan pakan, berarti semakin tinggi kekompakan pakan buatan

dan nutrien pakan tidak mudah larut dalam air (Murdinah, 1989 dalam Aslamyah

dan Karim, 2012).

Selain itu faktor yang mempengaruhi pellet ikan bisa mengambang atau

terapung adalah mesin. Pellet bisa terapung karena ada pori-pori dalam pellet

yang terjadi karena gesekan dari bahan yang dibawa oleh extruder dengan dinding

tabung dan dipadatkan diujung extruder dengan tekanan tinggi, hingga

menimbulkan panas yang cukup untuk membuat pellet matang. Setelah itu bahan

masuk kedalam lubang dies dan keluar lalu dipotong oleh pisau pemotong. Karena

perbedaan suhu di dalam dengan suhu diluar ruangan maka pellet tersebut dapat

membuat pori-pori pellet (Alip, 2010 dalam Jefry, 2011).


32

Pakan yang telah sesuai standar pabrik dari hasil pengujian daya apung,

selanjutnya akan dilakukan proses penyimpanan di gudang. Jika tidak memenuhi

standar, maka akan dilakukan proses pembuatan pakan kembali (repro).

4.1.3 Analisa Proksimat

Berdasarkan hasil pengujian kimiawi dengan analisa proksimat (Tabel 7)

pakan PP 811 dan PP 812 sudah sesuai dengan standar pabrik dan mengandung

persentase nutrien yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ikan lele.

Tabel 7. Hasil Analisa Proksimat Pada Pakan

Hasil Analisa Standar Nutrisi (%)


No Jenis Pakan Jenis Analisa
(%) PT. CMK
1. Moisture 5,04 Max. 10
2. Protein 32,43 32-34
PP 811
1. 3. Fat 6,53 Min. 5
(Pakan CMK)
4. Fiber 6,41 Max. 6
5. Ash 9,49 Max. 12
1. Moisture 4,35 Max. 10
2. Protein 31,22 31-33
PP 812
2. 3. Fat 4,76 Min. 5
(Pakan CMK)
4. Fiber 5,30 Max. 6
5. Ash 8,69 Max. 12
Max. 10
1. Moisture 6,82
32-34
2. Protein 34,95
SINTA Min. 5
3. 3. Fat 4,65
(Pembanding) Max. 6
4. Fiber 3,57
Max. 12
5. Ash 8,63
1. Moisture 7,21 Max. 10
2. Protein 35,79 32-34
SAFIR
4. 3. Fat 5,95 Min. 5
(Pembanding)
4. Fiber 4,39 Max. 6
5. Ash 10,05 Max. 12
33

Hasil uji kimia dengan analisis proksimat (Tabel 7) menunjukkan bahwa

hasil analisa moisture (kadar air) terendah terkadung dalam pakan PP 812 yaitu

4,35 % sedangkan kadar air tertinggi terkandung dalam pakan SAFIR yaitu 7,21

%. Persentase kandungan air dalam pakan lele tersebut tidak melebihi standar

yang ditetapkan oleh pabrik dan sesuai dengan pernyataan Sahwan (2002 dalam

Dani dkk., 2004) bahwa kadar air pakan sebaiknya lebih baik tidak lebih besar dari

10%. Jadi, kadar air pada pakan tersebut masih dalam batas kisaran ideal.

Kadar air dalam pakan mempengaruhi daya apung pakan. Menurut Gunadi

dkk., (2010 dalam Kurniaji, 2012) pakan apung memiliki kadar air lebih rendah

dibandingkan dengan pakan tenggelam, hal ini disebabkan pakan apung memiliki

kadar air sebesar 8,27 %, sedangkan pakan tenggelam sebesar 13,06 %. Semakin

rendah kadar air, maka kemampuan tenggelam akan semakin kecil.

Selain itu air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena

air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan.

Kandungan air dalam makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan

tersebut terhadap serangan mikroba. Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi

keawetan bahan pangan dan mempercepat umur simpan serta memudahkan

pertumbuhan mikroba (Winarno, 2008 dalam Mulia dkk., 2014).

Hasil analisa protein pada pakan lele kadar protein terendah terkadung

dalam pakan PP 812 yaitu 31,22 % sedangkan kadar protein tertinggi terkandung

dalam pakan SAFIR yaitu 35,79 %. Persentase kandungan protein ini sudah sesuai

dengan kebutuhan ikan. Menurut Rukmini (2012 dalam Kurniaji, 2012) protein

sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk
34

pertumbuhan. Bagi ikan, protein merupakan sumber tenaga paling utama. Kadar

optimum yang biasanya dibutuhkan ikan adalah antara 30-36%.

Namun kadar protein yang terlalu tinggi dapat menurunkan kualitas

perairan terutama meningkatnya kandungan amonia. Karena Organisme akuatik

hanya dapat meretensi protein sekitar 20-25% dan selebihnya akan terakumulasi

dalam air (Stickney, 2005 dalam Rachmawati, 2015). Metabolisme protein oleh

ikan menghasilkan amonia sebagai hasil ekskresi. Pada saat yang sama protein

dalam feses dan pakan yang tidak termakan akan diuraikan oleh bakteri menjadi

amonia.

Hasil analisa fat (lemak) terendah terkadung dalam pakan SINTA yaitu

4,65 % sedangkan kadar lemak tertinggi terkandung dalam pakan PP 811 yaitu

6,53 %. Persentase kandungan lemak dalam pakan lele tersebut tidak melebihi

standar pabrik dan sesuai dengan pernyataan Mudjiman (1989 dalam Dani dkk.,

2004) bahwa kandungan lemak ideal untuk makanan ikan berkisar 4-18 %. Jadi,

kadar lemak pada pakan buatan ini masih dalam batas kisaran kadar lemak ideal

untuk pakan ikan (Gambar 3).

Gambar 3. Pengujian Kadar Lemak


35

Lemak dalam makanan mempunyai peran yang penting sebagai sumber

tenaga, bahkan dibanding dengan protein dan karbohidrat, lemak dapat

menghasilkan tenaga yang besar.

Namun, kadar lemak yang terlalu tinggi tidak baik untuk ikan. Ikan tidak

dapat mencerna protein secara maksimal jika terdapat kelebihan lemak didalam

pakan tersebut, lemak cenderung tersimpan dalam tubuh dibandingkan untuk

dimanfaatkan sebagai energi untuk pertumbuhan, karena sifat dari lemak sendiri

yang sulit untuk dipecah oleh enzim. Menurut Takeuchi and Wattanabe (1979

dalam Perdana, 2016) tingginya kandungan lemak akan mengganggu aktivitas

enzim enzim pada membran sel, sehingga sintesis protein dan sel juga rendah

yang akhirnya berakibat pada rendahnya laju pertumbuhan.

Hasil analisa fiber (serat kasar) terendah terkandung dalam pakan SINTA

yaitu 3,57 % sedangkan serat kasar tertinggi terkandung dalam pakan PP 811

yaitu 6,41 %. Persentase kandungan serat kasar dalam pakan lele tersebut tidak

melebihi standar pabrik dan menurut Djajasewaka (1995 dalam Hendrawati,

2011), kandungan serat kasar < 8% akan menambah tinggi kualitas pakan, tetapi

apabila serat kasar > 8% akan mengurangi kualitas pakan. Kandungan serat kasar

yang terlalu tinggi di dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan

penyerapan zat-zat makanan di dalam alat pencernaan ikan. Kandungan serat

kasar yang tinggi menyebabkan pakan sukar dicerna ikan (Hendrawati, 2011).

Hasil analisa ash (kadar abu) terendah terkandung dalam pakan SINTA

yaitu 8,63 % sedangkan kadar abu tertinggi terkandung dalam pakan SAFIR yaitu

10,05 %. Persentase kandungan abu dalam pakan lele tersebut tidak melebihi

standar pabrik dan menurut Setyono (2012 dalam Zaenuri, 2014) kadar abu pada
36

pakan ikan yang baik sebaiknya < 12%. Abu berpengaruh pada daya cerna ikan

dan pertumbuhan ikan.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral

yang terdapat pada suatu bahan yang diperoleh dari sisa pembakaran senyawa

organik (Sudarmadji, 1998 dalam Achmad, 2016). Kandungan abu suatu bahan

pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Irfak

(2013 dalam Zaenuri, 2014), pakan ikan yang terbuat dari bahan tepung sangat

mudah mengalami over cooking yang berakibat pada besarnya kandungan abu

yang terdapat pada pakan ikan. Abu dalam pakan termasuk komponen anorganik

yang tidak dapat dikonsumsi.

4.1.4 Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio)

Hasil rataan nilai konversi pakan ikan uji pada pengamatan yang dilakukan

selama pemeliharaan (Tabel 8 dan Lampiran 6).

Tabel 8. Hasil Rataan Nilai Konversi Pakan

Nilai
Perlakuan Jenis Pakan Konversi
Pakan
PP 811
A 1,07
(Pakan CMK)
PP 812
B 1,14
(Pakan CMK)
SAFIR
C 1,17
(Pembanding)
SINTA
D 1,16`
(Pembanding)

Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio) menunjukkan seberapa

besar pakan yang dikonsumsi menjadi biomassa tubuh ikan. Hasil pengamatan
37

menunjukan rataan nilai konversi pakan yang terendah selama pemeliharaan

terdapat pada perlakuan A (1,07), diikuti oleh perlakuan B (1,14), D (1,16), dan C

(1,17). Nilai konversi pakan yang terbaik yaitu pada perlakuan A karena

memperoleh nilai FCR terendah 1,07. Semakin rendah nilai konversi pakan,

semakin sedikit yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan. Artinya,

semakin efisien pakan tersebut diubah menjadi daging (Effendie, 1979 dalam

Madinawati dkk., 2011). Dengan demikian pakan buatan yang diberikan

mempunyai kualitas yang cukup baik, karena pakan yang diberikan benar-benar

dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan bobot yang maksimal.

4.1.5 Respon Ikan Terhadap Pakan

Respon ikan terhadap pakan berkaitan dengan tingkat kesukaan ikan

terhadap pakan (Palatabilitas). Ikan yang diberikan pakan saat pengujian

mempunyai respon yang baik terhadap pakan tersebut. Karena pakan yang

diberikan sesuai dengan bukaan mulut ikan dan mempunyai aroma yang khas

sehingga ikan responsif dalam memakan pakan yang diberikan. Hasil pengujian

ikan yang diberikan pakan PP 811, PP 812, dan SAFIR dapat menghabiskan

pakan < 2 menit sesuai standar yang ditetapkan oleh pabrik, berbeda dengan ikan

yang diberikan pakan SINTA, responnya terhadap pakan dapat dibilang

lamban/kurang karena memerlukan waktu lebih lama untuk memakannya. Hal ini

disebabkan karena kurangnya pemberian atraktan yang disukai ikan pada pakan

SINTA sehingga respon ikan lamban/kurang pada pakan yang diberikan.

Palatabilitas pakan berhubungan erat dengan atraktan. Atraktan merupakan

bahan yang dicampurkan dalam pakan dalam jumlah sedikit untuk meningkatkan
38

asupan pakan (food intake), pertumbuhan, dan konsumsi ikan terhadap pakan (de-

Olivera & Cyrino, 2004; Venketeshwarlu dkk., 2009 dalam Khasani, 2013).

Palatabilitas pakan ditentukan oleh bentuk, ukuran, rasa, bau, aroma dan warna

yang merupakan faktor fisik dan kimia pakan.

4.2 Pengemasan, Penyimpanan, Serta Transportasi Dan Pemasaran Pakan

4.2.1 Pengemasan Pakan

Pengemasan pakan merupakan proses akhir dari suatu usaha pembuatan

pakan (Gambar 4).

Gambar 4. Pengemasan pakan

Sebelum disimpan pada gudang penyimpanan, pakan dikemas dengan

karung plastic, menggunakan mesin otomatis dengan bantuan manusia, media

pengemasan yang digunakan adalah karung plastik yang berisi 30 kg pakan jadi

dan diberikan label yang berisi nama pakan, komposisi, tanggal kadaluarsa, dan

berat pakan. Menurut Gusrina (2008 dalam Sidik, 2016) kemasan pada pakan

harus terdapat label pakan dan kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan serta
39

masa kadaluarsa pakan yang tertera pada kemasan (tanggal kadaluarsa pakan)

(Gambar 5).

Gambar 5. Label pada kemasan

Label yang terdapat pada pakan ikan merupakan penanda pada salah satu

jenis produk pakan agar dapat mempermudah dalam mengetahui letak pada pakan

dan kandungan yang terdapat pada pakan tersebut.

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau

mengawetkan produk. Kemasan merupakan bahan yang penting dalam berbagai

industri. Kemasan yang digunakan untuk menyimpan bahan pakan dapat

mempengaruhi berapa lama bahan pakan tersebut dapat disimpan. Kemasan yang

baik dapat menjaga kualitas bahan pakan dalam jangka waktu yang lama.

Semakin besar pori-pori kemasan, maka akan cepat meningkatkan kadar air bahan

pakan (Wigati, 2009).

4.2.2 Penyimpanan Pakan

Setelah dilakukan pengemasan, pakan disimpan pada gudang

penyimpanan sebelum di ambil oleh konsumen (Gambar 6).


40

Gambar 6. Penyimpanan Pakan

Penempatan karung pakan saat penyimpanan dilakukan berdasarkan jenis

produk pakan yang telah diproduksi. Dalam penyusunan pakan yang telah

diproduksi harus menggunakan alas yang disebut pallet. Fungsi pallet pada

penyusunan pakan yaitu untuk memberikan sirlukasi udara yang masuk melalui

dasar palet sehingga kemasan pakan tidak lembab dan menyebabkan bau tengik

yang dapat mendatangkan serangga seperti, kutu, kecoa dan tikus. Jarak antara

lantai dan pallet sekitar 10 15 cm (Gusrina, 2008 dalam Sidik, 2016).

Dalam satu pallet berisi 50-60 karung pakan jadi dan dapat ditumpuk

maximal 2 pallet. Penyimpanan pakan di gudang harus di tempat yang bersih,

kering, aman dan memiliki ventilasi yang baik. Suhu yang terdapat pada ruangan

penyimpanan yaitu berkisar antara 28-30C (Sidik, 2016). Penyimpanan pakan

yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang salah akan menyebabkan

tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat

menurunkan kualitas ransum (Wigati, 2009).

Pada proses penyimpanan, setiap bahan baku berpeluang terjadi

kerusakan, baik fisik maupun kerusakan kimia dan biologis. Salah satu cara untuk

mencegah terjadinya kerusakan bahan baku ini adalah dengan penerapan sistem
41

FIFO (first in first out) dan Fogging. Pada sistem FIFO, pakan pertama kali

diproduksi harus dikeluarkan (dipasarkan) pertama kali. Seperti yang dikatakan

Kartadisastra (1994 dalam Rambe 2014), FIFO diterapkan pada penyimpanan

produk pakan yang waktu pembuatannya tidak sama. Penggunaan sistem ini pada

produk pakan di dalam gudang akan membuat pakan selalu segar dan baru, karena

produk yang masuk lebih dahulu akan dikeluarkan lebih dahulu juga sehingga

tidak terlalu lama disimpan.

Fogging (Pengasapan) yaitu merupakan pembasmian terhadap kutu dan

organisme lainnya (Gambar 7).

Gambar 7. Mesin Fogging

Fogging dilakukan satu minggu sekali. Penggunaan mesin ini yaitu dengan

menyemprotkan pada sela-sela tumpukan pallet di gudang penyimpanan secara

merata.

4.2.3 Transportasi dan Pemasaran

Transportasi yang dilakukan menggunakan mobil truk atau kontainer.

Pabrik menyediakan mobil untuk digunakan saat pengiriman namun konsumen

juga dapat menggunakan mobil pribadi jika diinginkan. Ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan saat proses pengiriman, seperti kondisi truk harus kering / tidak
42

basah, pakan disusun dengan rapih dan tidak dibanting, serta pengangkutan yang

menggunakan mobil truk harus ditutupi dengan terpal tebal agar pakan tidak rusak

karena cahaya matahari dan hujan saat diperjalanan.

Pt. Citra Mandiri Kencana, Tangerang memasarkan pakan secara langsung

ke agen, proses transportasi yang dilakukan agen dapat mengambil langsung ke

perusahaan atau perusahaan yang mengantarkannya. Untuk harga perusahaan

menetapkan harga dengan mempertimbangkan biaya transportasi kedaerah mana

pakan-pakan tersebut akan diangkut. Harga jual akan berbeda dari agen ke

konsumen akhir dimana harga tersebut ditetapkan oleh para agen. Namun

demikian, pihak perusahaan tetap mengontrol harga di agen agar para agen tidak

seenaknya mempermainkan harga pakan didaerah.

Pemasaran telah dilakukan dibeberapa kota di Banjarmasin, Pontianak,

Bangka Belitung, Riau, Palembang, Lamung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan

Kalimantan.
43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pengamatan penanganan pasca produksi pakan ikan

di Pt. Citra Mandiri Kencana khususnya pada jenis pakan ikan lele PP 811 dan PP

812 dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil dari uji fisik pada pakan CMK yaitu PP 811 dan PP 812 yang meliputi uji

daya apung dan ketahanan pakan dalam air, serta uji organoleptik memiliki

kualitas yang baik karena sudah sesuai standar pabrik dan berada pada kisaran

ideal untuk karakteristik fisik pakan menurut literatur yang ada.

2. Hasil dari uji kimia pada pakan CMK yaitu PP 811 dan PP 812 yang meliputi

analisa moisture (kadar air), analisa protein, analisa fat (lemak), analisa fiber

(serat kasar), dan analisa ash (kadar abu) sudah sesuai standar pabrik dan

sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan menurut literatur yang ada.

3. Hasil dari uji biologi pada pakan CMK yaitu PP 811 dan PP 812 yang meliputi

respon ikan terhadap pakan dan nilai FCR menunjukkan hasil yang baik dan

lebih unggul dibanding dengan pakan uji jenis lain.

4. Pengemasan dilakukan menggunakan mesin jahit otomatis dengan bantuan

manusia, pakan dikemas dengan karung plastik dan diisi 30 kg pakan jadi

kemudian diberikan label yang berisi nama pakan, komposisi, tanggal

kadaluarsa, dan berat pakan.

5. Untuk mengatasi berkembangbiaknya mikroorganisme yang dapat menurunkan

kualitas pakan jadi didalam gudang penyimpanan, penyimpanan pakan di


44

gudang menggunakan teknik FIFO (first in first out), dan Fogging

(Pengasapan) satu minggu sekali.

6. Transportasi yang dilakukan menggunakan mobil truk atau kontainer,

pengangkutan yang menggunakan mobil truk harus ditutupi dengan terpal tebal

agar pakan tidak rusak karena cahaya matahari dan hujan saat diperjalanan.

Pemasaran pakan dilakukan secara langsung ke agen dengan harga jual yang

ditetapkan sendiri oleh agen tersebut kepada konsumennya, namun tetap

dikontrol oleh perusahaan agar tidak terjadi kecurangan permainan harga, dan

harga mempertimbangkan biaya transportasi di tiap-tiap daerah.

5.2 Saran

Penanganan pasca produksi ini sangat penting dilakukan untuk menjaga

kualitas pakan sebelum sampai ke tangan konsumen sehingga diharapkan lebih

diperhatikan dan ditingkatkan lagi dalam hal penanganannya terutama pada saat

penyimpanan.
45

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Z. K. 2016. Kajian Pola Hubungan Antara Sifat Fisik Dan Komposisi
Kimiawi Bahan Pakan Konsentrat. Institut Pertanian Bogor
Afrianto, E., dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius : Yogyakarta. Buku
[Online]. Diakses pada hari Jumat 07 April 2017 pada pukul 14:26

Anfa, A. A. P. 2017. Uji Kualitas Pakan Secara Fisik, Kimia, Dan Biologi.
Universitas Andalas

Arief, M. 2009. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Dan Pakan Buatan Terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata bleeker).
Universitas Airlangga
Asfar, A. H. 2015. Strategi Pemasaran Pakan Ternak Ayam Ras Pada Pt. Japfa
Comfeed Indonesia Tbk Unit Makassar. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Bina Bangsa. Banten
Aslamyah, S dan Karim, M. Y. 2012. Uji Organoleptik, Fisik, Dan Kimiawi
Pakan Buatan Untuk Ikan Bandeng Yang Disubstitusi Dengan Tepung
Cacing Tanah (Lumbricus sp.). Universitas Hasanuddin
Buwono I . D . 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum
Ikan. Artikel [Online]. Diakses pada hari selasa 28 Maret 2017 pada pukul
23:26
Darmawiyanti, V., Dan Baidhowi. 2015. Teknik Produksi Pakan Buatan Di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa Timur. Akademi
Perikanan Ibrahimy Situbondo
Dani, N. P., Budiharjo, A., Dan Listyawati, S. 2004. Komposisi Pakan Buatan
Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Kandungan Protein Ikan Tawes
(Puntius javanicus Blkr.). Universitas Sebelas Maret
Fathia, N. 2016. Uji Sifat Fisik Dan Mekanik Pakan Ikan Buatan Dengan Perekat
Tepung Tapioka. Universitas Lampung

Hendrawati, R. 2011. Pemanfaatan Limbah Produksi Pangan Dan Keong Emas


(Pomacea Canaliculata) Sebagai Pakan Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Universitas Sebelas
Maret

Indah, A. S. 2016. Kandungan Protein Kasar Dan Serat Kasar Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) Dengan
Lama Inkubasi Yang Berbeda. Universitas Hasanuddin
46

Iskandar, R., dan Elrifadah. 2015. Pertumbuhan Dan Efisiensi Pakan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang.
Universitas Achmad Yani. Banjarbaru
Iqbal, M. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus) Pada
Budidaya Intensif Sistem Heterotrofik. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Sulistiyo, B. 2015. Kementerian Kelautan Dan Perikanan
Dalam Angka Tahun 2015. Jakarta
Jefry. 2011. Analisis Fisik Pakan Ikan. Artikel [Online]. Diakses pada hari kamis
06 April 2017 pada pukul 21:19

Khasani, I. 2013. Atraktan Pada Pakan Ikan: Jenis, Fungsi, Dan Respons Ikan.
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Sukamandi, Subang, Jawa Barat

Kurniaji, A. 2013. Teknologi Bahan Dan Produksi Pakan. Universitas Haluoleo

Kurniaji, A. 2012. Nutrisi Ikan. Universitas Haluoleo

Kusnadi, H. 2014. Pelatihan Pembuatan Pakan Ikan Lele, Mas Dan Nila. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Bengkulu
Lea, O. 2016. Pembesaran Ikan Lele Clarias Sp. Institut Pertanian Bogor

Madinawati, Serdiat, N., dan Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). ISSN : 1979 5971
Marzuqi, M. 2013. Kecernaan Nutrien Pakan Dengan Kadar Protein Dan Lemak
Berbeda Pada Juvenil Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus corallicola).
Universitas Brawijaya

Masyamsir. 2001. Membuat Pakan Ikan Buatan. Artikel [Online]. Diakses pada
hari kamis 30 Maret 2017 pada pukul 21:19
Mulia, D. S., dan Maryanto, H. 2014. Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Ikan yang
Menggunakan Bahan Perekat Alami. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Pamungkas, W. 2013. Uji Palatabilitas Tepung Bungkil Kelapa Sawit Yang
Dihidrolisis Dengan Enzim Rumen Dan Efek Terhadap Respon
Pertumbuhan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus sauvage).
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Sukamandi
Perdana, A. A., Suminto, Chilmawati, C. 2016. Performa Efisiensi Pakan
Pertumbuhan Dan Kualitas Nutrisi Elver Sidat (Anguilla bicolor) Melalui
Pengkayaan Pakan Buatan Dengan Minyak Ikan. Universitas Diponegoro.
Pramudiyas, D. R. 2014. Pengaruh Pemberian Enzim Pada Pakan Komersial
Terhadap Pertumbuhan Dan Rasio Konversi Pakan (Fcr) Pada Ikan Patin
(Pangasius Sp.). Universitas Airlangga
47

Putri, D. R., Agustono, dan Subekti, S. 2012. Kandungan Bahan Kering, Serat
Kasar Dan Protein Kasar Pada Daun Lamtoro (Leucaena glauca) Yang
Difermentasi Dengan Probiotik Sebagai Bahan Pakan Ikan. Universitas
Airlangga
Rachmawati, D. 2015. Manajemen Kualitas Air Media Budidaya Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias Gariepinus) Dengan Teknik Probiotik Pada Kolam
Terpal Di Desa Vokasi Reksosari, Kecamatan Suruh, Kabupaten
Semarang. Universitas Diponegoro

Rambe, F. A. 2014. Pengendalian Pra Proses Dan Pasca Proses Produksi Pakan
Unggas Di Pt. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan-Sidoarjo.
Universitas Jember

Romadhon, I. K., Komar, N., Dan Yulianingsih, R. 2013. Desain Optimal


Pengolahan Sludge Padat Biogas Sebagai Bahan Baku Pelet Pakan Ikan
Lele. Universitas Brawijaya
Sholihah, U, I. 2011. Pengaruh Diameter Pelet Dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera Sp. Institut Pertanian Bogor

Sidik, A. M. 2016. Uji Mutu Dan Penyimpanan Pakan Pada Industri Pabrik Pakan
Ikan. Politeknik Negeri Lampung
Suhenda, N., Setijaningsih, L., dan Suryanti, Y. 2005. Pertumbuhan Benih Ikan
Patin Jambal (Pangasius djambaf) Yang Diberi Pakan Dengan Kadar
Protein Berbeda. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor
Trisnawati, Y. 2014. Pengaruh Kombinasi Pakan Buatan Dan Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus) Terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan,
Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Universitas Diponegoro

Utami, D. A. T., Aida, Y., Dan Pranata, F. S. 2014. Variasi Kombinasi Tepung
Labu Kuning (Cucurbita moschata D.) Dan Tepung Azolla (Azolla
pinnata R.Br.) Pada Kecerahan Warna Ikan Koi (Cyprinus carpio L.).
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta
Wartono. 2011. Budidaya Ikan Lele. STMIK AMIKOM Yogyakarta
Wibowo, M. 1995. Kajian Pengawasan Mutu Dan Pemasaran Apel Di Kecamatan
Bumi Aji, Malang. Institut Pertanlan Bogor

Widiyantara, G. B. 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang (Clarias


Sp.) Melalui Penerapan Teknologi Pergantian Air 50%, 100%, Dan 150%
Per Hari. Institut Pertanian Bogor
Wigati, D. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Lama Penyimpanan Terhadap
Serangan Serangga Dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk
Crumble. Institut Pertanian Bogor
48

Wulansari, R., Andriani, Y., Dan Haetami, K. 2016. Penggunaan Jenis Binder
Terhadap Kualitas Fisik Pakan Udang. Universitas Padjajaran

Zaenuri, R. 2014. Kualitas Pakan Ikan Berbentuk Pelet Dari Limbah Pertanian.
Universitas Brawijaya
49

LAMPIRAN
50

Lampiran 1. Alat Dan Bahan Uji Fisika, Uji Kimia, Uji Biologi, Dan
Penanganan Pasca Produksi

No
Nama Alat Gambar
.

1. Forklift

2. Palet

3. Sampel Pakan Jadi

Speed Digester
4.
BUCHI
51

Destillation Unit
5.
BUCHI

Velp Fibert
6. Extractor

Velp Solvent
7. Extractor

8. Scrubber
52

9. Oven

10. Tanur

11. Hot plate

12. Titrasi
53

Timbangan
13.
Analitik

14. Moisture keit

Erlenmeyer Gelas
15.
Ukur Pipet
54

16. Desikator

17. Gegep

18. Cawan petri

19. Nampan
55

20. Scopnet

Lampiran 2. Pengujian Daya Apung

Lampiran 3. Prosedur Kerja Uji Kimia

A. Analisa moist (kadar air)


Prosedur analisa:

1) Menyiapkan alat dan bahan

2) Menimbang bobot petri dish kosong (W0)

3) Menimbang sampel pada petri dish tersebut sebanyak kira-kira 2 gram (W1),

dengan ditebarkan secara merata.


56

4) Megeringkan kedalam oven yang telah diset suhunya 1050C dan telah tercapai

suhu tersebut selama 3 jam.

5) Mengeluarkan sampel dari oven dan masukan kedalam desikator selam kira-

kira 30-40 menit.

6) Menimbang sempel kembali (W2).

Kadar air dihitung dengan cara:

(0 + 1 2) 100%
% Kadar Air =
1
W0 = Bobot petri dish kosong

W1 = Bobot sampel

W2 = Bobot sampel + petri dish sesudah dikeringkan

B. Analisa Protein
Prosedur Analisa:

1) Menyiapkan alat dan bahan.

2) Menimbang sebanyak 0,5 gram sampel dan memasukan kedalam tabung

destilasi.

3) Menambahkan 5 gram (1 sendok kecil) katalis dan 10 ml asam sulfat pekat,.

4) Memasang rak sampel kealat speed digester yang telah dipanaskan

sebelumnya selama 10 menit, tutup dan sambungkan dengan scubber.

Menyalakan scubber dan digest sampel selam 45 menit dengan posisi heater

pada angka 8.

5) Memindahkan rak sampel untuk didinginkan selam 15 menit.

6) Menyiapkan alat destilasi, lakukan pemanasan alat (preheating).


57

7) Melakukan destilasi sampel satu per satu dengan penampung larutan asam

borat 4% sebanyak 60 ml didalam erlenmeyer 250 ml. Setting-an waktu

destilasi pada alat 4 menit, steam 100%.

8) Untuk setiap sampel tambahkan 60 ml aquadest dan 45 ml NaOH 30% (regen

1 dan regen 2 pada alat destilasi). Dengan menekan tombol star.

9) Setelah 4 menit destilasi, volume larutan pada erlenmeyer menjadi sekitar 180

ml.

10) Kemudia titrasi sampel dalam erlenmeyer dengan HCl 0,15 N dan catat

volume HCl.

Kadar Protein dihitung dengan cara:

(Va Vb) NHCl BAN f 100%


% Protein =
mg sampel

Va = Volume HCl sampel

Vb = Volume HCl blanko

BAN = Bobot atom nitrogen = 14

F = Faktor untuk protein = 6,25

C. Analisa fat (Kadar Lemak)


Prosedur analisa:

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Menimbang sebanyak 2 gram sampel (Ws) pada kertas saring berukuran 5x10

cm.

3. Membungkus sampel dengan kertas saring hingga rapat.


58

4. Memasukan sampel kedalam extraction thimble.

5. Memasang thimble yang telahh diberi connector pada alat Velp Solvent

Extractor.

6. Mengisi extractor cup yang telah ditimbang bobot kosongnya (W0) dengan

potrelium ether kira-kira dari tingginya 34 dari tingginya.

7. Pasang pada alat dan kemudian tutup.

8. Menyalakan alat dan set suhu pada 110oC, set timer waku ekstraksi 30 menit,

washing 50 menit, dan recovery 60 menit.

9. Membuka kran air pendingin, lalu tekan tombol star.

10. Posisi thimble disesuaikan dengan proses yang berjalan. Pada saat exstraksi

posisi thimble diatur dengan memindahkan slinder diposisi immersion, saat

pembilasan posisi washing, dan saat recovering pada recover.

11. Setelah proses selesai buka alat dan keringkan gelas sampel (extraction cup)

di oven selama 1 jam.

12. Mendinginkan gelas sampel, kemudian timbang bobotnya (W1).

13. Pelarut petroleum ether sesudah recovery ditampung dan dapat dipakai

kembali.

Kadar Lemak dihitung dengan cara:

(1 0) 100%
% Kadar Lemak Kasar =

W0 = Berat extraction cup kosong

W1 = Berat extraction cup + lemak

W2 = Berat sampel
59

D. Analisa Fiber (Kadar Serat)


Prosedur analisa:

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Menimbang sampel sebanyak 0,2 gram didalam filter crucible (W0).

3. Pasang filter crucible tersebut pada alat Velp Fiber Extractor.

4. Menambahkan asam sulfat 1,25% (R1) yang sudah dipanaskan sebelumnya

kira-kira 100 ml.

5. Menyalakan alat heater dan putar hingga posisi skala 7, set timer 40 menit

kemudian tutup bagian filter crucible dan biarkan mendidih.

6. Mencuci saring sampel dengan 30 ml aquadest panas sebanyak 3-4 kali.

Gunakan pengatur presure dan vaccum pada alat.

7. Menambahkan potassium sulfat 1,25% (R2) yang sudah dipanaskan

sebelumnya kira-kira 100 ml dan biarkan mendidih.

8. Setelah itu mencuci kembali saring sampel dengan 30 ml aquadest panas

sebanyak 3-4 kali. Terakhir cuci dengan aquadest dingin untuk mendinginkan

crucible.

9. Kemudian megeluarkan crucible dari alat lalu keringkan di oven 105oc

selama 3 jam. Dinginkan dan timbang bobot (W1).

10. Memasukan crucible ke tanur pada suhu 450oc selam 1 jam. Keluarkan

dinginkan dan timbang bobotnya (W2).

Perhitungan Kadar Fibre:

(1 2) 100%
% Kadar Fibre =
0
W1 = Berat sampel + setelah oven
60

W2 = Berat sampel + crucible setelah tanur

W0 = Berat sampel awal penimbangan

E. Analisa Ash (Kadar Abu)


Prosedur analisa:

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Menimbang bobot cawan bau kosong (W0).

3. Setelah itu menimbang 2 gram sampel pada cawan tersebut (W1).

4. Masukan kedalam tanur yang telah diset suhunya 600oC dan telah mencapai

suhu tersebut.

5. Mengeluarkan sampel dari tanur dan dinginkan selama kira-kira 30 menit.

6. Menimbang sampel kembali (W2).

Perhitungan Kadar Abu:

(2 0) 100%
% Kadar Abu =
1
W0 = Bobot cawan abu kosong (g)

W1 = Berat sampel (g)

W1 = Bobot cawan abu + sampel setelah pengabuan (g)

Lampiran 4. Pengujian Biologi (FCR)

FCR
Perhitungan rasio konversi pakan dapat dihitung menggunakan rumus

Tacon (1987 dalam Perdana, 2016) :


61

FCR = 100%

Wt + D W0

Keterangan: FCR : Rasio konversi pakan


F : Berat pakan yang dimakan (g)
Wt : Bobot biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan (g)
D : Bobot ikan mati (g)
W0 : Bobot biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan (g)

Lampiran 5. Pengemasan, Penyimpanan, Serta Transportasi Dan


Pemasaran Pakan

A. Pengemasan Pakan
62

B. Penyimpanan Pakan

C. Transportasi Dan Pemasaran


63

Lampiran 6. Uji Biologi (Perhitungan Hasil Rataan Nilai FCR)

Kolam perlakuan A
Nilai FCR
(PP 811)
Kolam 1 1,04
Kolam 6 1,12
Kolam 11 1,08
Kolam 16 1,04
Jumlah 4,28
Rata-rata 1,07

Kolam perlakuan B (PP


Nilai FCR
812)
Kolam 2 1,16
Kolam 7 1,33
Kolam 12 1,15
Kolam 17 0,94
Jumlah 4,58
Rata-rata 1,14

Kolam perlakuan C
Nilai FCR
(SAFIR)
Kolam 4 1,17
Kolam 9 1,11
Kolam 14 1,14
Kolam 19 1,27
Jumlah 4,69
Rata-rata 1,17
64

Kolam perlakuan D
Nilai FCR
(SINTA)
Kolam 5 1,08
Kolam 10 1,01
Kolam 15 1,56
Kolam 20 0,99
Jumlah 4,64
Rata-rata 1,16

Anda mungkin juga menyukai