BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena dapat menyebabkan
tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB). Sekitar 80 % dari Kabupaten / Kota di
Indonesia termasuk kategori endemis, dengan endemisitas yang
bervariasi dari rendah sampai tinggi, dan lebih dari 45 % diantara
penduduknya berdomisili di daerah endemis.
Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005 2010 cenderung
menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000 menjadi 1,96 per
1000 penduduk pada tahun 2010. Angka ini cukup bermakna karena
diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian malaria yang salah satu
hasilnya adalah peningkatan cakupan pemeriksaan sediaan darah atau
konfirmasi laboratorium.
1
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak lama, dimulai pada
dekade tahun 1952 1959, pada akhir periode ini yaitu pada tanggal 12
Nopember 1959 di Yogyakarta oleh Presiden RI yang pertama, Ir.
Soekarno, telah mencanangkan program pembasmian malaria, dikenal
dengan sebutan Komando Pembasmian Malaria (KOPEM). Tanggal 12
November tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari Kesehatan
Nasional.
Dalam rangka mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian
akibat malaria terutama pada kelompok rentan yaitu pada ibu dan anak,
telah disepakati sebagai komitmen global sebagaimana terdapat pada
tujuan keenam pembangunan milenium (Millenium Development Goals
/MDGs) bahwa kegiatan pengendalian penyakit malaria perlu
dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan amanah Presiden RI pada
peringatan Hari Malaria Sedunia Pertama pada tanggal 25 April 2008 yang
menginstruksikan untuk terus meningkatkan upaya pengendalian malaria
menuju eliminasi.
2
Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau),
Provinsi NTB, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada tahun
2020; dan
Provinsi Papua, provinsi Papua Barat, provinsi Maluku, Provinsi NTT
dan Provinsi Maluku Utara, pada tahun 2030.
3
dengan standar sehingga dapat mendukung upaya pengendalian malaria
menuju eliminasi di Indonesia pada tahun 2030.
B. Tujuan Pedoman
Umum:
Sebagai acuan pengembangan laboratorium pemeriksaan malaria di
berbagai tingkat pelayanan dan acuan petugas di fasilitas pelayanan
kesehatan dalam mengikuti dan melaksanakan kegiatan laboratorium
yang mendukung program pengendalian malaria
Khusus :
1. Meningkatnya jangkauan laboratorium pemeriksaan malaria
2. Meningkatnya efisiensi laboratorium pemeriksaan malaria
3. Meningkatkan mutu pemeriksaan laboratorium malaria
4. Mengembangkan sistem rujukan laboratorium pemeriksaan malaria di
setiap tingkatan.
5. Meningkatkan pelaksanaan manajemen dan informasi laboratorium
malaria di sektor pemerintah, swasta, LSM dan organisasi profesi
terkait.
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini menggambarkan tugas dan fungsi dari masing-masing
tingkatan laboratorium pemeriksaan malaria meliputi mikroskopik, Rapid
Diagnostic Test (RDT), serologi, molekuler (Polymerase Chain
Reaction/PCR) di setiap tingkat pelayanan baik pemerintah maupun
swasta serta berisi tentang Pemantapan Mutu Laboratorium Pemeriksaan
Mikroskopik Malaria yang meliputi Pemantapan Mutu Internal,
Pemantapan Mutu Eksternal dan Peningkatan Mutu.
4
BAB II. JEJARING LABORATORIUM PEMERIKSA MALARIA
5
Untuk mendukung jejaring laboratorium pemeriksa malaria dilakukan
koordinasi dan kerja sama dengan laboratorium sesuai dengan kebutuhan
program malaria.
Direktorat PPBB melalui Subdit Malaria, Direktorat BPPM dan Sarkes
melalui Subdit Mikrobiologi & Imunologi berperan dalam hal manajemen
pelaksanaan jejaring : fasilitasi, penetapan Norma, Standar, Pedoman
dan Kriteria (NSPK), monitoring dan evaluasi/ monitoring evaluasi
(monev) termasuk sertifikasi kompetensi tenaga teknis.
Adanya suatu jejaring laboratorium pemeriksaan malaria akan menjamin
bahwa pelayanan laboratorium di semua tingkat pelayanan dilaksanakan
sesuai standar nasional dan international.
Laboratorium di Fasyankes
Keterangan :
: Rujukan pelayanan, konsultasi, rujukan uji silang, pencatatan
dan pelaporan
: Pembinaan
: Pembinaan, Koordinasi
:
6
C. Pelaksanaan Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Malaria
Dalam pelaksanaan Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Malaria terdapat
dua aspek pokok yang tediri dari aspek teknis dan aspek manajerial.
8
h. Melakukan analisis data menurut orang, tempat dan waktu
sehingga apabila ditemukan peningkatan kasus, segera dapat
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
10
Aspek Manajerial
a. Bekerja sama dengan unit terkait dalam menjalankan kebijakan
program nasional, prosedur operasional baku laboratorium malaria
dan pedoman teknis laboratorium pemeriksaan malaria;
b. Pembinaan teknis laboratorium pemeriksaan malaria
c. Monitoring dan evaluasi laboratorium pemeriksaan malaria
d. Memberikan sertifikasi teknis sebagai masukan legalisasi sertifikasi
kompetensi SDM laboratorium pemeriksaan malaria di tingkat di
bawahnya.
e. Identifikasi dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan
pemeriksaan dan pemeliharaan alat laboratorium pemeriksaan
malaria di tingkat nasional dan daerah.
f. Melakukan penelitian-penelitian operasional laboratorium untuk
menuju eliminasi malaria.
g. Melakukan pengolahan dan analisis data dari laporan laboratorium
di tingkat nasional.
h. Membuat pemetaan sumber daya laboratorium meliputi tenaga
teknis terlatih (jumlah, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti,
level sertifikasi) serta kondisi sarana dan prasarana laboratorium di
tingkat nasional.
i. Fasilitasi sistem informasi
Dalam melaksanakan jejaring laboratorium mikroskopik malaria,
laboratorium malaria tingkat nasional berkoordinasi dengan Subdit
Mikrobiologi dan Imunologi, Subdit Malaria Kementerian Kesehatan RI
dan kelompok kerja laboratorium Malaria yang dapat mendukung
Laboratorium Nasional dalam menjalankan fungsinya.
11
mencapai tingkat kompetensi tenaga sesuai standar, dalam mendukung
program pengendalian malaria untuk menuju eliminasi malaria.
14
b) Memberikan umpan balik hasil uji silang kepada jejaring
laboratorium fasilitas pelayanan kesehatan setiap bulan di
wilayahnya.
c) Melakukan monitoring dan bimbingan teknis di wilayahnya untuk
perbaikan kinerja petugas dan laboratorium minimal 1 kali
setahun.
d) Melakukan konsultasi kepada tim Pemantapan Mutu di tingkat
Provinsi apabila terdapat perbedaan hasil pemeriksaan.
6) Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap standarisasi mutu
reagen dan alat diagnostik malaria di wilayahnya.
7) Membuat data based updating data dan tenaga dan sarana
Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya.
8) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil semua kegiatan
secara rutin setiap bulan dan dilaporkan setiap 3 bulan ke Tim
Pemantapan Mutu Provinsi tembusan ke Tim Pemantapan Mutu
Pusat.
15
E. Persyaratan di Laboratorium Pemeriksaan Malaria
Laboratorium Tingkat Laboratorium Tingkat
Persyaratan Laboratorium Pelayanan Laboratorium Tingkat Pusat
Kab/ Kota Provinsi
Ruang - Ukuran min. 3x4 m - Ukuran min.3x4 m - Ukuran min.3x4 m - Ukuran min.3x4 m
- Memiliki SOP - Memiliki SOP - Memiliki SOP - Memiliki SOP
- Bench Aid(Atlas Malaria) - Bench Aid (Atlas Malaria) - Bench Aid (Atlas Malaria) - Bench Aid (Atlas Malaria)
- Penerangan yang cukup - Penerangan yang cukup - Penerangan yang cukup - Penerangan yang cukup
- Ventilasi - Ventilasi - Ventilasi - Ventilasi
- Air bersih mengalir - Air bersih mengalir - Air bersih mengalir - Air bersih mengalir
Ruang ELISA - - 1 ruang 1 ruang
Ukuran min. 3x4 m Ukuran min. 3x4 m
SOP - SOP
Sarana Ruang PCR - - Min.3 ruang, Ukuran min. 3x3 m tiap Min.3 ruang, Ukuran min. 3x3
Prasarana ruang m tiap ruang
- SOP - SOP
Pengelolaan limbah - Tempat sampah - Tempat sampah infeksius - Tempat sampah infeksius dan non - Tempat sampah infeksius dan
infeksius dan non dan non infeksius infeksius non infeksius
infeksius - Alat penghancur jarum dan - Tempat sampah : Bio Hazard - Tempat sampah : Bio Hazard
- Alat penghancur jarum spuit - Alat penghancur jarum dan spuit - Alat penghancur jarum dan
dan spuit - Instalasi PAL - Needle container spuit
- Incinerator - Needle container
- Instalasi PAL - Incinerator
- Instalasi PAL
Mikroskop Binokuler - 1 unit dengan - Min 2 unit dengan - Min 4 unit dengan pembesaran okuler - Min 5 unit dengan
Peralatan pembesaran okuler pembesaran okuler 10x 10x dan objektif 100x pembesaran okuler 10x dan
10x dan objektif 100x dan objektif 100x objektif 100x
16
Teaching mikroskop - - - 1 unit - Minimal1 unit
17
Tenaga - - - 1 orang - 1 orang
Pemeriksaan - D3/S1 Kesehatan - S1/S2 Kesehatan
serologi (ELISA) - Berpengalaman dalam operasional - Berpengalaman dalam
serologi operasional serologi
Tenaga - - - 1 orang
pemeriksaan - S1/S2 Kesehatan
molekuler ( PCR) - Berpengalaman dalam
operasional PCR
Catatan :
Ruangan laboratorium di puskesmas dapat juga digunakan untuk pemeriksaan laboratorium lainnya,
Pemeriksaan ELISA dan PCR digunakan pada fase eliminasi.
Pemeriksaan PCR digunakan untuk mengetahui apakah termasuk kasus indigenous atau import.
18
F. Prosedur Penetapan Laboratorium Rujukan Uji Silang
Penetapan laboratorium uji silang mikroskopik malaria dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi dan/ atau Dinkes Kab/ Kota berdasarkan:
1. Memiliki paling sedikit 1 (satu) orang tenaga pemeriksa uji silang untuk
tingkat Kabupaten/Kota sesuai kriteria di atas.
2. Lulus uji panel mikroskopik malaria, hingga memenuhi kriteria tingkat
kemampuan.
3. Memiliki keterkaitan dengan program Malaria di provinsi, Kabupaten/
Kota dan Puskesmas (Fasyankes).
4. Memiliki fasilitas sesuai persyaratan.
Penetapan Tenaga pelaksana Uji Silang dan Laboratorium Rujukan Uji Silang
Mikroskopik Malaria ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota/ Provinsi.
1
2. Persyaratan tenaga cross-checker
Pemantapan mutu sangat bergantung pada pelaksanaan uji silang
sediaan, untuk itu dibutuhkan cross-checker dengan kriteria:
1) Tingkat Kabupaten/Kota :
a) Telah mengikuti pelatihan cross-checker
b) Dapat menilai kualitas sediaan darah
c) Memiliki sertifikat pelatihan minimal level Advance yang
dikeluarkan dari Tim Pemantapan Mutu Pusat
d) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan
level advance.
2) Tingkat Provinsi:
a) Telah mengikuti pelatihan cross-checker
b) Memiliki sertifikat pelatihan minimal level Reference yang
dikeluarkan dari Tim Pemantapan Mutu Pusat
c) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan
level Reference.
3) Tingkat Pusat:
a). Telah mengikuti pelatihan sebagai cross-checker
b). Memiliki sertifikat minimal level Expert yang dikeluarkan dari
Tim Pemantapan Mutu Pusat
c) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan
level expert.
2
H. Sertifikasi kompetensi mikroskopis malaria
Sertifikasi kompetensi mikroskopis malaria merupakan salah satu faktor
yang penting dalam memperbaiki mutu pemeriksaan laboratorium malaria.
karena dapat mengurangi kesalahan diagnostik. Sertifikasi mikroskopis
dilaksanakan setiap 3 tahun dan merupakan kegiatan terpisah dari
Pemantapan Mutu dan kegiatan uji silang.
1. Pelaksana Sertifikasi
Sertifikasi dilaksanakan secara berjenjang oleh tim sertifikasi
mikroskopis tingkat pusat dan provinsi. Kompetensi tim sertifikasi tingkat
pusat akan dinilai oleh tim WHO/ institusi independent dari luar
Indonesia.
Tim sertifikasi mikroskopis pusat bertugas menilai tingkat kompetensi
tenaga crosschecker di provinsi dan kab/kota. Tim ini akan dikuatkan
dengan ketetapan Menteri Kesehatan RI dan sertifikat akan diberikan
oleh Laboratorium Rujukan Malaria Nasional/Tim Sertifikasi nasional.
Sertifikasi mikroskopis di fasyankes dilaksanakan oleh tim sertifikasi
mikroskopis tingkat provinsi yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi. Tim sertifikasi tenaga mikroskopis fasyankes terdiri
dari crosschecker dengan tingkat kompetensi Expert, pengelola
program malaria provinsi. Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi.
2. Penilaian Kompetensi
Penilaian kompetensi didasarkan pada kemampuan mendeteksi parasit
malaria, identifikasi spesies dan akurasi penghitungan parasit. Masing-
masing peserta akan diberikan informasi mengenai tata cara penilaian
kompetensi mikroskopis malaria.
Selain penilaian terhadap tingkat kompetensi dianjurkan dalam
pelaksanaan sertifikasi juga dapat dinilai kemampuan masing-masing
3
mikroskopis dalam melakukan preparasi, pewarnaan SD malaria,
penggunaan dan pemeliharaan mikroskop, keamanan laboratorium
meskipun penilaiannya dilakukan secara terpisah dari akreditasi
kompetensi
4
Penetapan tingkat kemampuan tenaga mikroskopik berdasarkan penilaian
hasil pemeriksaan.
Tabel .Tingkat kemampuan mikroskopik
Tingkat Sensitifitas Spesifisitas Akurasi Hitung
Kemampuan Spesies Parasit
Tingkat 1 100% 100% >90% >50%
(Expert)
Tingkat 2 80% - <90% 80% - <90% 80% - <90% 40% - <50%
(Refference)
Tingkat 3 70% - <80% 70% - <80% 70% - <80% 30% - <40%
(Advance)
Tingkat 4 <70% <70% <70% <30%
(Basic)
Sumber : WHO 2006-2009
Sensitifitas : kemampuan mendeteksi sediaan darah positif
Spesifisitas : kemampuan mendeteksi sediaan darah negatif
Akurasi Spesies : ketepatan mendeteksi spesies sediaan darah positif
Hitung Parasit : kemampuan menghitung kepadatan parasit per L darah
5
III. PEMANTAPAN MUTU
LABORATORIUM MIKROSKOPIK MALARIA
6
3. Peningkatan mutu (Quality Improvement).
Peningkatan mutu adalah proses yang terus menerus dilakukan oleh
laboratorium dengan cara menganalisis setiap aspek teknis dalam
pelayanan laboratorium, mulai dari persiapan, kemampuan pemeriksaan,
sarana prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) sampai dengan
pencatatan dan pelaporan hasil.
Komponen kunci dalam proses ini meliputi pengumpulan data, analisis
data dan penyelesaian masalah secara kreatif dengan cara pemantauan
yang terus menerus, identifikasi masalah yang terjadi yang ditindaklanjuti
dengan upaya perbaikan untuk mencegah dan menghindari terulangnya
kembali masalah yang sama.
7
IV. PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI)
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu
laboratorium agar seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara benar
sehingga hasilnya akurat dan tertelusur.
A. Tujuan PMI
a. Memastikan seluruh prosedur dalam persiapan, pengambilan sampel,
pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan
hasil dilakukan sesuai standar.
b. Meningkatkan ketelitian dari tenaga laboratorium untuk menghindari
terjadinya kesalahan pada proses pemeriksaan.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis tenaga laboratorium
dalam mendeteksi terjadinya kesalahan dan dapat mengoreksi atau
memperbaiki dengan cepat dan tepat terhadap kesalahan yang terjadi.
d. Menjamin kualitas bahan, alat dan SDM sesuai standar.
e. Memastikan seluruh prosedur dalam persiapan, pengambilan sampel,
pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan
hasil dilakukan sesuai standar.
f. Meningkatkan mutu pelayanan laboratorium.
8
B. Kegiatan PMI
Kegiatan PMI meliputi:
1. Menyediakan alat dan reagen sesuai standar.
2. Mengupayakan sumber daya manusia yang terampil dan bekerja sesuai
SOP.
3. Melakukan analisis dan koreksi atas kesalahan pemeriksaan
laboratorium.
4. Mencatat dan melaporkan hasil kegiatan PMI.
5. Melakukan tindak lanjut hasil analisis dan koreksi
9
Jika pada hasil pemeriksaan ditemukan kecenderungan peningkatan
kasus malaria dalam satu periode tertentu dan daerah tertentu, maka
laboratorium wajib melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat sebagai
pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB)
10
V. PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL (PME)
A. TUJUAN PME:
1. Memperoleh informasi tentang kinerja petugas laboratorium yang dapat
dimanfaatkan sebagai data untuk melakukan pembinaan.
2. Meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan mikroskopik untuk
mendapatkan diagnosis dini yang tepat dan follow up pengobatan.
3. Hasil PME dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja laboratorium.
11
c) Uji silang dilakukan secara blinded artinya cross-checker pada
laboratorium rujukan uji silang tidak mengetahui hasil pembacaan
dari laboratorium mikroskopik malaria yang diuji.
12
3. Alur Uji Silang
Fasyankes Fasyankes
(4)
(4)
Dinas Kesehatan Provinsi
(4)
Laboratorium Rujukan
Provinsi
(5)
(1) Slide uji silang laboratorium mikroskopik fasyankes diambil oleh pengelola
program Malaria
(2) Pengelola Program Malaria mengirimkan slide uji silang ke Laboratorium
rujukan Tingkat Kabupaten/Kota
(3) Hasil pemeriksaan uji silang oleh laboratorium rujukan dikirim ke pengelola
Program
(4) Pengelola program melakukan analisis uji silang dan mengirim umpan balik ke
laboratorium di fasyankes, laboratorium rujukan tingkat kabupaten/kota/provinsi
(5) Bila terjadi ketidaksesuaian (discordance), pengelola program akan
mengirimkan slide uji silang untuk dilakukan pemeriksaan ulang oleh
laboratorium rujukan provinsi.
13
b. Prosedur Uji Silang Mikroskopik
Persiapan Sediaan yang akan diuji silang
1). Pemberian Identitas Sediaan
Cara Penulisan identitas:
a).Penulisan identitas dilakukan pada kertas/ label dan
ditempelkan pada bagian atas kaca objek dengan tulisan
menghadap keatas. Bagi fasyankes yang memiliki kaca objek
frosted , identitas ditulis dengan pensil 2B pada bagian frosted.
14
3). Pemilihan Sediaan
Sampel uji silang yang dipilih adalah 100% dari sediaan darah positif
dan 5% secara acak dari sediaan darah negatif.
Pemilihan sediaan darah untuk uji silang dilakukan oleh pengelola
program.
15
(b). Mikroskopik
Tetes tebal
- Volume darah: 6 l atau
Untuk menilai SD darah negatif: minimal dapat dilihat
100 LPB atau setara dengan 3000-4000 leukosit
- Ketebalan:
baik : jumlah leukosit 15 -20/LPB
tebal : jumlah leukosit > 20/LPB
tipis : jumlah leukosit <15 /LPB
Tetes tipis
- Volume darah : 2 l
- Eritrosit tidak saling bertumpuk.
- Terfiksasi
(2) Kualitas Pewarnaan Sediaan darah
- Normal: inti leukosit berwarna ungu, inti parasit berwarna
merah, sitoplasma berwarna biru
- Asam : inti leukosit berwarna merah, inti parasit berwarna
merah, sitoplasma berwarna merah
- Basa : inti leukosit berwarna biru, inti parasit berwarna biru,
sitoplasma berwarna biru
- Kotor :banyak sisa-sisa/ endapan zat warna/ debu pada
lapang pandang
16
dianalisis dengan menghitung tingkat kesalahan (error rate),
sensitivitas, spesifisitas dan akurasi spesies sebagai berikut :
Sensitivitas =
PB
x 100%
PB + NP
Spesifisitas =
NB
x 100%
NB + PP
Akurasi Spesies =
Spesies Benar
x 100%
Total Positif spesies
Keterangan
PB : Positif Benar (true Positive) = Benar Positif + Beda Spesies
PP : Positif Palsu (False Positive)
NB : Negatif Benar (True Negative)
NP : Negatif Palsu (False Negative)
17
e. Nilai Sensitivitas 60-69%, Spesifisitas 60-69%, Akurasi spesies
60-69 % artinya kinerja laboratorium cukup.
f. Nilai Sensitivitas <60%, Spesifisitas <60%, Akurasi spesies
<60% artinya kinerja laboratorium kurang.
Apabila terdapat perbedaan hasil pembacaan (discordance) maka
harus dilakukan pembacaan/ penilaian ulang oleh lab rujukan di
tingkat atasnya atau kepada cross-checker lain di wilayahnya.
7) Tindak Lanjut
ER 5% - 10% berturut-turut dalam empat bulan dan satu kali nilai
ER > 10%
a) Perlu dilaksanakan Supervisi/Bimbingan teknis
b) Dilakukan pemberian panel tes di tempat
18
Supervisi pada fasilitas laboratorium mikroskopik malaria sangat penting
dalam memperkuat komunikasi antara laboratorium pelayanan dan
laboratorium rujukan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan
permasalahan kinerja yang kurang baik dan merekomendasikan tindakan
yang harus dilakukan.
19
4. Kualifikasi petugas
Kriteria petugas yang melakukan supervisi laboratorium mikroskopik :
a. Petugas memiliki keterampilan dan pengetahuan teknis serta
kemampuan berkomunikasi yang baik (profesional dan kompeten).
b. Berpengalaman dalam pemeriksaan mikroskopik malaria minimal 2
tahun.
c. Memiliki kemampuan manajerial laboratorium.
d. Sebagai anggota Tim Pemantapan Mutu
5. Frekuensi kunjungan bimbingan teknis.
Kunjungan bimbingan teknis ke laboratorium mikroskopik dilakukan
minimal 1 tahun sekali untuk setiap laboratorium, kecuali untuk
laboratorium yang bermasalah.
6. Persiapan kunjungan
Sebelum kunjungan lapangan dilaksanakan, perlu dipersiapkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Menentukan petugas pelaksana sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.
c. Menentukan prioritas laboratorium yang akan dikunjungi berdasarkan
data-data terkait laboratorium.
d. Mempelajari laporan supervisi periode sebelumnya.
e. Menyusun rencana jadwal kunjungan dan memberitahukan kepada
laboratorium yang akan dikunjungi sekurang-kurangnya satu minggu
sebelumnya.
f. Membawa alat bantu daftar tilik (Check list)
g. Membawa sediaan darah standar untuk meningkatkan kemampuan
dalam identifikasi parasit.
h. Membawa peralatan untuk menguji kualitas dari reagen yang
digunakan.
20
7. Kegiatan saat kunjungan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama kunjungan supervisi:
a. Setiap petugas yang melaksanakan kunjungan lapangan harus
bersikap profesional, membina dan memberikan usulan perbaikan.
b. Observasi difokuskan pada kegiatan yang berdampak terhadap mutu
hasil pemeriksaan laboratorium.
1) Kualifikasi sumber daya manusia: jumlah, pendidikan dasar,
pelatihan yang diikuti.
2) Sarana laboratorium dan kondisinya, termasuk ruangan
laboratorium.
3) Prasarana laboratorium terdiri atas : SOP (alat dan metode),
mikroskop, reagen, bahan habis pakai, Bench aid di ruang
pemeriksaan, air dan listrik.
4) Kinerja petugas: beban kerja, kepatuhan pada pedoman.
5) Pencatan dan pelaporan kegiatan laboratorium mikroskopik
malaria
6) Mengidentifikasi masalah.
7) Merekomendasi pemecahan masalah.
21
c. Hasil-hasil yang diperoleh dari kunjungan supervisi dilakukan
pembahasan secara berkala dengan melibatkan jejaring laboratorium
yang ada di wilayahnya.
Catatan :
Daftar Tilik (Check list) diperlukan pada saat kunjungan lapangan sebagai
alat bantu petugas untuk mendokumentasikan hasil kunjungan, daftar tilik
terlampir.
b. Tujuan
Tes panel bertujuan untuk mengetahui kinerja mikroskopik di
laboratorium pelayanan dan laboratorium rujukan uji silang.
22
c. Penyelenggara
Tes panel diselenggarakan oleh Tim Pemantapan Mutu pusat dan dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Tim Pemantapan Mutu yang ada dalam
jejaring
d. Mekanisme
Tes panel dilaksanakan melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Pengiriman sediaan
a) Melalui pos:
Bila menggunakan pos, sediaan harus dikemas sedemikian rupa
sehingga antara satu sediaan dengan sediaan lainnya tidak
bersinggungan langsung dan kemasan harus dibuat supaya
sediaan tidak mudah pecah.
Waktu pengiriman juga harus diperhitungkan agar paket dapat tiba
sebelum waktu pemeriksaan yang telah ditetapkan.
b) Dibawa bersamaan waktu supervisi/ bimbingan teknis :
Cara ini paling baik, terutama bagi laboratorium yang memerlukan
bimbingan, pelaksana supervisi dapat langsung membimbing dan
mengambil tindakan-tindakan perbaikan termasuk didalamnya
koreksi waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan satu sediaan (10
menit).
Cara ini hanya dapat dilakukan bila kegiatan supervisi dilaksanakan
secara rutin dan teratur.
23
3) Umpan Balik
Setelah dilakukan penilaian, laboratorium penyelenggara harus segera
mengirimkan hasil penilaian ke setiap laboratorium peserta, dengan
tembusan ke Dinas Kesehatan setempat. Laboratorium
penyelenggara membuat rekapitulasi hasil penilaian tes panel
kemudian melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Pusat.
Umpan balik tersebut mencakup:
a) Skor peserta (skor total dan skor tiap sediaan yang diperiksa).
b) Kemungkinan sebab-sebab terjadinya kesalahan.
c) Usulan tindakan perbaikan.
24
7) Menetapkan waktu yang dibutuhkan dan disediakan untuk
petugas laboratorium menyelesaikan pemeriksaan tersebut dan
melaporkan hasilnya.
8) Menetapkan kriteria evaluasi untuk kinerja.
9) Membuat umpan balik.
10) Membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) bila diperlukan.
f. Jumlah sediaan tiap batch dan komposisi sediaan
1) Sediaan yang dikirim ke masing-masing laboratorium pada
tingkatan yang sama, dengan jumlah dan komposisi yang sama
untuk periode yang sama.
2) Jumlah sediaan yang dikirim dari laboratorium rujukan malaria
Nasional untuk laboratorium uji silang tingkat Provinsi adalah 20
SD dan 25 SD dengan komposisi:
Pembacaan 20 SD:
8 slides negatif
5 slides Pf
4 slides Pv
1 slides Po
1 slides Pm
1 Slides mix (Pf+Pv)
untuk SD positif digunakan density parasit 40-200 prst/ul darah
25
3) Pengiriman sediaan ke laboratorium peserta harus disertai dengan
surat pengantar dan petunjuk pelaksanaan (a.l : menerangkan
berapa sediaan yang dikirimkan dan cara pengisian hasil
pemeriksaan pada formulir, kapan hasil harus dilaporkan).
h. Penilaian
Hasil pemeriksaan tes panel dinilai seperti dengan cara pemberian
skor seperti pada penilaian PME Uji Silang Mikroskopik.
26
VI. PENUTUP
Saran dan kritik perbaikan terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih
menyempurnakan pedoman ini.
27