Anda di halaman 1dari 37

TK5210 KATALIS & KATALIS

SEMESTER II 2016/2017

Tugas Akhir

Judul
ISOMERISASI n-PARAFIN RANTAI PANJANG (ISODEWAXING)

Disusun oleh:
Muhammad Luthfi 23016043

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Mei 2016

Halaman 1
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iv
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
PRINSIP DASAR ISOMERISASI n-PARAFIN .................................................................. 3
MEKANISME HIDROISOMERISASI PARAFIN .............................................................. 6

1. Mekanisme Monomolekular ......................................................................................... 6


2. Reaksi Samping ............................................................................................................. 8

KATALIS HIDROISOMERISASI PARAFIN RANTAI PANJANG ................................ 11

Sisi Logam Katalis Bifungsional ..................................................................................... 11


Sisi Asam Katalis Bifungsional ....................................................................................... 11
Katalis Zeolit ................................................................................................................... 13
1. Zeolit tanpa sifat molecular-sieve................................................................................ 14
2. Zeolit dengan sfiat molecular-sieve ............................................................................. 15
2.1. Efek struktur zeolit 1-D, 10R pada hidroisomerisasi ............................................... 17
2.2. Perbandingan kinerja berbagai jenis zeolit ............................................................... 19
2.3. Hubungan antara sifat physicochemical zeolit 1-D, 10-Rdan kinerja katalis ........... 21

KINETIKA HIDROISOMERISASI n-PARAFIN RANTAI PANJANG........................... 28


TEKNOLOGI DAN KATALIS INDUSTRIAL HIDROISOMERISASI n-PARAFIN
RANTAI PANJANG ......................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 32

Halaman i
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Skema singkat produksi lube oil (Chang dkk., 2006) .......................................... 1
Gambar 2. Jalur skematik sederhana hidroisomerisasi n-Parafin (Bauer dkk., 2014)........... 3
Gambar 3. Jalur reaksi hidroisomerisasi dan perengkahan n-parafin dengan katalis
bifungsional. (Deldari, H., 2005) ......................................................................... 4
Gambar 4. Dua jenis mekanisme penataan ulang karbokation: (A) tanpa perubahaan derajat
percabangan dan (B) dengan perubahan derajat percabangan. (Gerasimov dkk.,
2015) .................................................................................................................... 7
Gambar 5. Kemungkinan struktur resonansi pada senyaa intermediet PCP (Gerasimov dkk.,
2015) .................................................................................................................... 7
Gambar 7. Kemungkinan jenis dekomposisi karbokation selama pemutusan ikan C-C
(Gerasimov dkk., 2015) ....................................................................................... 9
Gambar 8. Laju relatif isomerisasi dan dekomposisi karbokation C10 pada ikatan C-C
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 10
Gambar 9. Contoh efek molecular-sieve pada zeolit (Gerasimov dkk., 2015) ................... 13
Gambar 10. Efek struktur ZSM-5 pada hidroisomerisasi parafin dan perengkahan
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 16
Gambar 11. Kemungkinan jenis adsorpsi methylgeneicosane di posisi PM dan KL
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 17
Gambar 12. Perolehan hidroisomerisasi dan perengkahan heptan pada Pt/ZSM-23
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 19
Gambar 13. Selektivitas isomer C8 pada berbagai zeolit 1-D, 10-R (a) Pt-SAPO pada 295-
350C (b) Pt-ZSM pada 203-340C (Gerasimov dkk., 2015) ........................... 20
Gambar 14. Hidroisomerisasi n-Oktane pada Pt/SAPO-41A (a) konversi (b) peolehan
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 22
Gambar 15. Hidroisomerisasi heksadekan (a) konversi (b) selektivitas isoheksadekan pada
0.5%-b Pt/SAPO-11 dengan ukuran kristal (1) 7-10 dan (2) 0.4-0.5 m
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 23
Gambar 16. Skema pembuatan mesopori dengan hard templates (Gerasimov dkk., 2015)24
Gambar 17. Skema pembuatan mesopori dengan organosilan rantai panjang (Gerasimov
dkk., 2015) ......................................................................................................... 25

ii
Gambar 18. Hidroisomerisasi n-oktana (a) selektivitas isomer C8 (b) fraksi isomer dimetil
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 25
Gambar 19. PFD proses ISODEWAXING dari Chevron (Thomas dkk., 2007)................... 30
Gambar 20. PFD proses MWI dari ExxonMobils (Thomas dkk., 2007) ........................... 31

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Deskripsi beberapa jenis struktur kerangka zeolit (Gerasimov dkk., 2015).......... 14
Tabel 2. Karakteristik hidroisomerisasi dodekana pada Pt/SAPO-11 dan Pt-Sn/SAPO-11
(Gerasimov dkk., 2015) ..................................................................................... 26
Tabel 3. Perbandingan karakteristik produk ISODEWAXING dari Chevwon (Gerasimov
dkk., 2015) ......................................................................................................... 30
Tabel 4. Kondisi operasi proses ISODEWAXING dari Chevron (Avilno dkk., 1994) ...... 31

iv
PENDAHULUAN

Sekarang, isomerisasi n-parafin memainkan peranan penting di dalam industri pengilangan


minyak bumi. Proses tersebut dapat meningkatkan kualitas produk yang diinginkan karena
senyawa n-parafin memberi dampak yang buruk terhadap sifat produk. Hidroisomerisasi
hirdrokarbon C4-C7 digunakan untuk menghasilkan gasolin dengan nilai oktan yang tinggi.
Isomerisasi n-parafin C7-C15 digunakan untuk menghasilkan minyak diesel dengan angka
cetan yang tinggi dan meningkatkan sifat aliran (cold flow properties), seperti viskositas,
titik tuang (pour point), dan titik beku (freezeing point). Hidrokarbon n-parafin yang lebih
dari C15 dan memiliki kandungan tersebut lebih dari 80% disebut sebagai wax. Fraksi lube
oil memiliki kandungan wax yang besar. Senyawa wax meningktakan nilai titik beku dan
titik tuang pada produk lube oil sehingga menurunkan kualitas dari produk tersebut.

Fraksi lube oil dihasilkan dari memproses VGO (Vacuum Gas Oil) hasil distilasi vakum
residue hasil pengolahan distilasi atmosferik minyak. Proses tersebut berupa hydrocracking
dan hydroisomerization fraksi VGO. Lube oil nantinya akan digunakan untuk menghasilkan
pelumas, baik kendaraan bermotor, maupun mesin di industri dengan spesifikasi pelumas
yang berbeda-beda.

Gambar 1. Skema singkat produksi lube oil (Chang dkk., 2006)

Chevron merupakan licensor terdepan yang mengembangkan teknologi


pengolahan/produksi lube oil dengan kualitas premium dengan berbagai jalur teknologi
proses berbasis hidrogen. Pertama-tama lube oil diproses dengan menggunakan dua proses
utama, yaitu solvent extraction dan catalytic dewaxing. Proses solvent extraction digunakan
untuk mengambil senyawa aromatik dan komponen sangat polar yang mengandung sulfur
dan nitrogen sedangkan proses catalytic dewaxing digunakan untuk menghilangkan
kandungan wax dari lube oil dengan perengkahan katalitik n-parafin dan sisi rantai senyawa

Halaman 1
wax menjadi hidrokarbon fraksi ringan. Setalah dua proses utama tersebut, produk lube oil
akan diolah dengan hydrofinishing untuk menyempurnakan proses penjenuhan aromatik
agar produk memiliki stabilitas termal dan oksidasi yang baik. Akan tetapi, pada tahun 1993
Chevron berhasil mengembangkan proses isomerisasi wax berkatalis bernama
Isodewaxing. Teknologi tersebut merupakan terobosan perbaikan di dalam teknologi
hydroprocessing. Dibandingkan dengan perengkahan katalitik wax menjadi hirdrokarbon
ringan, katalis Isodewaxing dapat mengisomerisasi molekul wax menjadi lube oil yang
memiliki nilai titik tuang yang lebih rendah. Katalis Isodewaxing meningkatkan perolehan
lube oil secara signifikan dibandingkan teknologi sebelumnya.

Produk lube oil yang dapat dijual ke pasaran harus memiliki sifat aliran (cold properties)
yang baik. Sifat utama yang dilihat antara lain Viscosity Index (VI) yang tinggi, titik tuang
(pour point) yang rendah, dan kestabilan termal dan oksidasi. Penjelasan lebih lanjut akan
disampaikan pada bab berikutnya.

2
PRINSIP DASAR ISOMERISASI n-PARAFIN

Reaksi hidroisomerisasi selalu disertai dengan reaksi perengkahan yang akan menurunkan
perolehan molekul umpan yang terisomerisasi seperti yang terlihat pada Gambar 2. Reaksi
isomerisasi n-parafin terjadi lebih dahulu dan diikuti oleh reaksi perengkahan, yang mana
alkana dengan cabang yang banyak (multibranched) lebih disukai oleh reaksi perengkahan.
Parafin dengan cabang tunggal (monobranched) kurang rentan terengkah dibandingkan
parafin dengan cabang banyak. Oleh karena itu, untuk menurunkan reaksi perengkahan
parafin cabang banyak harus dibatasi.

Gambar 2. Jalur skematik sederhana hidroisomerisasi n-Parafin (Bauer dkk., 2014)

Reaksi isomerisasi umumnya terjadi pada katalis bifungsional yang mengandung sisi logam
dan sisi asam. Sisi logam berfungsi untuk hidrogenasi atau dehidrogenasi sedangkan sisi
asam untuk isomerisasi kerangka melalui ion karbenium. Menurut mekanisme isomerisasi
klasik, n-parafin didehidrogenasi pada sisi logam katalis menghasilkan olefin, kemudian
senyawa tersebut diprotonasi oleh sisi asam Bronsted menghasilkan ion alkilkarbenium. Ion
karbenium ini menjalani penataan ulang kerangka dan reaksi -scission lalu diikuti oleh
deprotonasi dan hidrogenasi pada sisi logam untuk menghasilkan iso-parafin. Langkah
berurutan dari mekanisme ini umumnya sebagai berikut:
i. Dehidrogenasi pada sisi logam menghasilkan olefin dan hidrogen;
ii. Protonasi olefin pada sisi asam Bronsted dengan pembentukan alkilkarbenium
sekunder;
iii. Penyusunan ulang ion alkilkarbenium melalui pembentukan alkilkarbenium siklik
(mekanisme PCP);
iv. Deprotonasi membentuk iso-olefin;
v. Hidrogenasi iso-olefin menjadi iso-parafin.

3
Sisi asam

Sisi logam
Sisi asam

Sisi logam

Sisi logam

Sisi logam
Gambar 3. Jalur reaksi hidroisomerisasi dan perengkahan n-parafin dengan katalis
bifungsional. (Deldari, H., 2005)

Katalis bifungsional terdiri dari sisi logam dan sisi asam dari penyangga. Logam yang biasa
digunakan untuk reaksi hidrogenasi dan dehidrogenasi adalah Pd, Pt, atau sistem bimetalik
(Ni/Co, Ni/W, Ni/Mo, W/Mo dalam bentuk sulfida). Penyangga asam yang biasa digunakan
beragam tergantung kebutuhan dan sifat dari masing-masing penyangga tersebut (tingkat
keasaman, luar area pori, dan ukuran pori). Berikut ini beberapa jenis penyangga yang bisa
digunakan untuk katalis bifungsional:
1. Oksida amporf atau campuran oksida (HF-treated Al2O3, SiO2-Al2O3, ZrO2/SO42-);
2. Zeolit (Y, Beta, ZSM-5, ZSM-22);
3. Silikaluminafosfat (SAPO-11, SAPO-31, SAPO-41);
4. Material mesopori (MCM-41, AlMCM-41).

Sifat Katalis yang Dibutuhkan


Katalis hidroisomerisasi yang efektif seharusnya dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya reaksi perengkahan. Reaksi ini menyebabkan degradasi n-parafin sehingga
mengurangi produk dan menghasilkan fraksi yang lebih ringan yang dapat meningkatkan
volatilitas dari produk akhir. Selektivitas isoparafin utamanya bergantung pada
keseimbangan antara fungsi logam dan asam. Keasaman katalis memiliki pengaruh utama
dalam perolehan hidroisomerisasi dan hidrocracking. Densitas sisi aktif (asam) dan
distribusi kekuatan keasaman adalah parameter utama dalam menentukan katalis yang

4
reaktif dan selektif pada katalis bifungsional. Katalis yang memiliki derajat aktivitas
hidrogenasi yang tinggi dan derajat keasaman yang rendah sangat baik untuk
memaksimalkan reaksi hidroisomerisasi dibandingkan dengan reaksi perengkahan. Ukuran
pori dari katalis juga memiliki peranan penting dalam mengatur selektivitas produk. Jika
ukuran pori cukup kecil untuk mencegah terbentuknya iso-parafin yang lebih besar dari
reaksi pada sisi asam di dalam ukuran pori, katalis akan menunjukkan selektivitas yang baik
untuk mengonversi n-parafin. Secara keseluruhan, ada tiga sifat katalis yang harus
diperhatikan dalam proses isomerisasi n-parafin:
1. Densitas sisi asam (Bronsted) mempengaruhi jumlah sisi asam utamanya di
dalam pori katalis;
2. Tingkat keasaman mempengaruhi arah reaksi, perengkahan (asam kuat) dan
isomerisasi (asam lemah);
3. Ukuran pori mempengaruhi selektivits produk yang terbentuk, ukuran produk
yang diinginkan harus sedekat mungkin dengan ukuran pori katalis.

5
MEKANISME HIDROISOMERISASI PARAFIN

1. Mekanisme Monomolekular
Mekanisme monomolekular digunakan untuk mendeskripsikan hidroisomerisasi parafin
dengan jumlah karbon lebih dari 4 atom. Hidroisomerisasi terjadi melalui beberapa tahap
berikut ini:

Reaksi dehidrogenasi (1) dan hidrogenasi (2) terjadi pada sisi logam pada katalis sedangkan
pembentukan dan penataan ulang karbokation terjadi pada sisi/pusat asam. Berdasarkan
mekanisme berikut ini, laju reaksi dibatasi oleh tahap penataan ulang karbokation (4).
Mekanisme di atas dikonfirmasi oleh beberapa hal:
1) Laju hidroisomerisasi berbanding terbalik dengan tekanan hidrogen. Peningkatan
tekanan hidrogen menyebabkan penurunan kandungan olefin yang terbentuk pada
tahap (1) yang akan menjadi ion karbokation pada tahap (2) di dalam campuran
reaksi sehingga menurunkan laju reaksi keseluruhan.
2) Pengendapan/peletakan sejumlah logam transisi yang cukup untuk hidrogenasi-
dehidrogenasi pada penyangga asam dan dalam kondisi hidrogen bertekanan akan
menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas, selektivitas, dan
stabilitas katalis.

Terdapat dua jenis penataan ulang karbokation, yaitu tipe A dan B. Tipe A merupakan
penataan ulang tanpa terjadi perubahan derajat percabangan sedangkan tipe B merupakan
penataan ulang dengan perubahan derajat percabangan. Penataan ulang karbokation terjadi
melalui pembentukan karbokation non-klasik, yaitu protonated dialkylcyclopropane
intermediate (PCP).

6
Penataan ulang karbokation melalui mekanisme B meningkatkan pembentukan struktur
cabang. Hidroisomerisasi dari n-parafin secara berkesinambungan membentuk cabang
mono-, di-, trimetil- isomer. Laju isomerisasi mekansime A jauh lebih besar dibandingkan
dengan laju isomerisasi mekanisme B. Oleh karena itu, distribusi cabang monometil isomer
bergantung pada kestabilan termodinamika dari masing-masing isoalkana. Akan tetapi,
distribusi isomer dapat berubah jika katalis hidroisomerisasi memiliki sifat molecular-sieve.

Gambar 4. Dua jenis mekanisme penataan ulang karbokation: (A) tanpa perubahaan
derajat percabangan dan (B) dengan perubahan derajat percabangan. (Gerasimov dkk.,
2015)

Kabokation non-klasik memiliki beberapa kemungkinan struktur resonansi, seperti yang


terlihat pada Gambar 5. Semakin panjang rantai n-parafin, semakin besar kemungkinan
jumlah struktur resonansi untuk pembentukan karbokation non-klasik. Oleh karena itu, laju
transformasi n-parafin meningkat dengan bertambahnya jumlah rantai n-parafin.

Gambar 5. Kemungkinan struktur resonansi pada senyaa intermediet PCP (Gerasimov


dkk., 2015)

Perhatikan bahwa hidroisomerisasi utamanya terbentuk metil isomer, sedangkan etil dan
propil isomer memiliki jumlah yang kecil. Laju pembentukan isomer sebagai berikut.
Metil >> Etil >> Propil >> Butil isomer
Laju pembentukan metil yang lebih cepet di atas mengindikasikan bahwa reaksi utamanya
terjadi melalui proses protonated dialkylcyclopropane intermediates (PCP) sedangkan
protonated dialkylcyclobutane dan dialkylcyclopentane intermediates yang menghasilkan
etil dan propil isomer terbentuk pada jumlah yang kecil. Hal tersebut disebabkan oleh
protonated cycloalkanes dengan jumlah karbon lebih dari tiga di dalam cincin kurang stabil.

7
2. Reaksi Samping
Reaksi oligomerisasi dan perengkahan adalah reaksi samping yang dapat menurunkan
selektivitas dari hidroisomerisasi. Oligomerisasi terjadi akibat keberadaan dari olefin di
dalam campuran reaksi. Olefin dapat terbentuk akibat reaksi dehidrogenasi n-parafin (1) dan
reprotonasi karbokation (5). Olefin mudah bereaksi dengan karbokation, membentuk
molekul dengan rantai yang lebih panjang:

Hidrokarbon berat yang terbentuk hasil oligomerisasi tidak mudah teradsorb oleh
permukaan katalis dan dapat menyebabkan pembentukan kokas (coke). Selain itu juga,
molekul tersebut mudah terengkah sehingga menurunkan perolehan selektivitas keseluruhan
proses. Reaksi oligomerisasi dapat ditekan dengan menjaga kesetimbangan konsentrasi
olefin yang rendah di dalam campuran reaksi dengan menggunakan katalis dengan fungsi
logam yang kuat dan meningkatkan tekanan hidrogen.

Gambar 6. Skema hidroisomerisasi dan perengkahan n-parafin via senyawa antara PCP
(Gerasimov dkk., 2015)

8
Hirdoisomerisasi dan hidro-perengkahan n-parafin terjadi di dalam satu proses. Mekanisme
PCP tipe A juga dapat menyebabkan perengkahan seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Dekomposisi karbokation selama proses perengkahan terjadi dengan pemutusan ikatan C-C
pada posisi relatif terhadap ion karbokation. Terdapat lima kemungkinan jenis
dekomposisi karbokation yang sangat berbeda signifikan laju dekomposisinya.

Gambar 7. Kemungkinan jenis dekomposisi karbokation selama pemutusan ikan C-C


(Gerasimov dkk., 2015)

Pada karbokation C10 terjadi kompetisi antara penyusunan ulang struktur dengan reaksi
dekomposisi. Gambar 8 menunjukkan kecepatan laju reaksi dari kemungkinan isomerisasi
dan dekomposisi. Laju dekomposisi dengan jenis A >> isomerisasi mekanisme tipe A >>
dekomposisi dengan jenis B1 > dekomposisi dengan jenis B2 > isomerisasi mekanisme tipe
B > dekomposisi dengan jenis C > dekomposisi dengan jenis D.

Pada reaksi hidroisomerisasi parafin C7+ dengan katalis bifungsional berbasis non -
molecular-sieve, selektivitas yang tinggi hanya dapat dicapai pada konversi reaktan yang
rendah. Pada kondisi tersebut, apabila dipaksa dilangsungkan pada konversi yang tinggi, n-
parafin secara simultan akan menghasilkan isomer cabang di- dan trimetil yang mudah
terengkah dengan jenis A, B1 atau B2 pada Gambar 8 sehingga menurunkan secara drastis
selektivitas hidroisomerisasi. Oleh karena itu, katalis yang efektif untuk parafin C7+ adalah

9
bukan hanya memiliki rasio sisi logam dan asam yang sesuai melainkan juga dapat menekan
reaksi samping, yaitu perengkahan.

Gambar 8. Laju relatif isomerisasi dan dekomposisi karbokation C10 pada ikatan C-C
(Gerasimov dkk., 2015)

10
KATALIS HIDROISOMERISASI PARAFIN RANTAI PANJANG

Sisi Logam Katalis Bifungsional


Katalis akan ditambahkan atau dimuat logam untuk meningkatkan aktivitas dan selektivitas
katalis. Logam nobel (Pt atau Pd) memberikan selektivitas yang tinggi untuk reaksi
hidroisomerisasi dibandingkan dengan logam transisi non-nobel, seperti Ni, Co, Mo, dan W
(tungsen).

Sisi Asam Katalis Bifungsional


Seperti yang disebutkan pada subbab sebelumnya, katalis ideal untuk reaksi
hidroisomerisasi n-parafin dengan aktivitas dan selektivitas yang tinggi adalah dengan
menyeimbangkan antara sifat keasaman katalis dengan aktivitas hidrogenasi, serta ukuran
pori untuk meningkatkan selektivitas dari produk yang diinginkan. Oleh karena itu, selain
menggunakan logam pada sintesis katalis bifungsional, jenis penyangga dan karakterisitk
dari masing-masing penyangga, seperti ukuran pori, keasaman, luas permukaan, dan
distribusi keasaman memiliki efek penting pada performa katalis. Ada berbagai jenis
penyangga yang bisa digunakan pada katalis bifungsional:
1. Silikaluminafosfat (SAPO)
SAPO molecular-sieve umumnya memiliki keasaman yang lebih rendah
dibandingka dengan penyangga asam lainnya dan telah terbukti menghasilkan
performa yang baik untuk hidroisomerisasi hidrokarbon rantai panjang. Karakterisitk
utama dari SAPO adalah memiliki pori yang medium sehingga menghasilkan shape
selectivity yang hanya dapat membentuk isoparafin cabang rendah. Jenis SAPO yang
biasa digunakan adalah SAPO-11, SAPO-31, dan SAPO-41. Komponen utama dari
SAPO adalah templet (dipropilamin), Al2O3, SiO2, dan P2O5. Kerangka SAPO dibuat
dari subsitusi Si ke dalam kerangka AlPO. Terdapat dua mekanisme untuk substitusi
ini, yaitu
a) SM2: satu Si mensubstitusi satu P membentuk asam bronsted
b) SM3: dua Si mensubsititusi sati P dan satu Al kerangka tetrahedral netral
2. Zeolit (Beta, ZSM-22, ZSM-48, Mordenit, USY, dan USDY)
Zeolit adalah material kristal yang berpori medium. Pori tersebut dapat
menyebabkan terbentuknya cabang metil pada rantai hidrokarbon lurus. Ukuran pori

11
medium sebesar 5-7. Jika ukuran pori cukup kecil untuk menghalangi terbentuknya
isoparafin yang besar dari reaksi pada sisi asam di dalam pori katalis, maka katalis
akan memberikan selektivitas yang baik untuk mengonversi n-parafin. Secara
umum, cabang metil akan meningkat dengan menurunnya ukuran pori zeolit,
sedangkan cabang etil dan propil yang disukai oleh reaksi perengkahan akan
dihasilkan dari ukuran pori yang besar.
3. Padatan Sangat Asam (Super Acid Solids)
Padatan super asam berbasis katalis zirkonium oksida (ZrO2). Subsitusi sejumlah
kecil WO3 dengan SO42- menghasilkan padatan ZrO2/WO3 yang sangat asam. Katalis
ZrO2/SO4 lebih asam dibandignkan ZrO2/WO3. Katalis yang sangat asam ini akan
menghasilkan selektivitas hidroisomerisasi n-parafin yang rendah karena cenderung
ke reaksi perengkahan.
4. Silika-Alumina Amorf (MSA)
Katalis komersial pertama untuk hidroisomerisasi n-parafin adalah berbasis
anorganik oksida amorf, seperti alumina atau silika-alumina. Menggunakan katalis
ini, perolehan hidroisomerisasi akan menurun dengan bertambahnya panjang rantai
parafin umpan. Hal tersebut disebabkan oleh reaksi perengkahan dan
hidroisomerisasi dapat berlangsung via PCP. Laju reaksi perengkahan pada
hidrokarbon panjang jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju isomerisasinya.
Oleh karena itu, selektivitas hidroisomerisasi akan menurun juga dengan
bertambahnya rantai parafin.
5. Material Mesopori (MCM-41 dan AlMCM-41)
Seiring ditemukannya katalis mesopori molecular-sieve pada tahun 1992, terdapat
ketertarikan yang besar untuk memanfaatkan katalis tersebut untuk hidroisomerisasi
n-parafin. Karena sifat sisi asam ringannya dan kemungkinan membentuk rasio Si/Al
yang berbeda-beda tanpa secara signifikan merubah struktur pori, material ini sangat
berpotensi untuk mentransformasi komponen besar, khusunya hidroisomerisasi n-
parafin rantai panjang.

12
Katalis Zeolit
Zeolit dicirikan oleh sistem mikropori yang teratur dengan ukuran yang mendekati ukuran
molekul. Struktur zeolit terdiri dari TO4 tetrahedral (T = Si, Al, dll) yang dihubungkan
dengan atom oksigen. Faktor utama yang menyebabkan penggunaan zeolit sangat luas
sebagai katalis:
1) Kemungkinan berbagai jenis sifat asam;
2) Kemungkinan modifikasi komposisi kimia menggunakan penukaran ion dan
subsitusi isomorfik;
3) Kestabilan termal yang tinggi;
4) Sifat molecular-sieve.

Gambar 9. Contoh efek molecular-sieve pada zeolit (Gerasimov dkk., 2015)

Material zeolit termasuk ke dalam golongan molecular-sieve, di dalam mikropori terjadi


adsorbsi dan transformasi katalitik secara selektif bergantung pada ukuran dan bentuk dari
molukul reagen dan produk reaksi. Selektivitas tersebut biasa disebut sebagai shape
selectivity (SS). Terdapat tiga teori umum SS (Gambar 9), yaitu:
1) Reactant shape selectivity (RSS)
Masing-masing molekul umpan memiliki laju difusi yang berbeda-beda. Molekul
besar akan dibatasi oleh difusi selama proses penyerapan ke dalam pori zeolit
bahkan terkadang molekul tersebut tidak dapat masuk ke dalam mikropori katalis.
Apabila ukuran molekul lebih besar dari ukuran mulut pori zeolit maka reaktan
tersebut akan terpental kembali ke fasa curah.

13
2) Product shape selectivity (PSS)
Masing-masing molekul produk memiliki laju difusi yang berbeda-beda. Pada kasus
ekstrim, difusi molekul produk besar dibatasi oleh pori katalis sehingga akan terlibat
reaksi sekunder membentuk molekul yang lebih kecil.
3) Transition state selectivity (TSS)
Kemungkinan terbentuknya transisi kompleks bergantung pada ukuran ruang
kosong di dalam zeolit. Kemungkinan reaksi terbentuknya transisi rendah apabila
ukuran dari molekul transisi dekat dengan ukuran ruang kosong zeolit.

Berdasarkan sifat fisiknya, zeolit dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu zeolit yang tidak
memiliki sifat molecular-sieve dan zeolit yang memiliki sifat molecular-sieve. Berikut ini
adalah contoh berbagai jenis struktur kerangka zeolit beserta dimensi dan deskripsinya.

Tabel 1. Deskripsi beberapa jenis struktur kerangka zeolit (Gerasimov dkk., 2015)

1. Zeolit tanpa sifat molecular-sieve


Banyak penelitian yang melakukan penelitian terhadap zeolit yang tidak memiliki limitasi
terhadap sterik molekul reagen, produk, dan transisi. Zeolit tersebut, yaitu mordenit, H-Y,
dan H- dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1.

14
Untuk mendapatkan perolehan produk hidroisomerisasi n-parafin C7+, diperlukan katalis
dengan tingkat kestabilin asam dan logam yang sangat tinggi. Katalis seperti itu biasa
disebut dengan katalis bifungsional ideal (IBCs):
1) Sisi asam dan logam katalis harus berada sedekat mungkin dengan satu sama lain
untuk menghindari limitasi laju transfer olefin;
2) Katalis harus memiliki aktivitas hidrogenasi-dehidrogenasi yang tinggi agar dapat
menyediakan sejumlah alkena yang cukup pada sisi asam dan agar produk alkena
(tak jenuh) dapat cepat terhidrogenasi menjadi alkana.
Katalis bifungsional ideal menunjukkan aktivitas yang tinggi pada temperatur rendah dan
menyebabkan perolehan hidroisomerisasi yang tinggi dan utamanya adalah hasil produk
perengkahan.

Pengoperasian katalis nyata dengan mode IBC sangat bergantung pada sifat katalis tersebut
dan kondisi operasi. Oleh karena itu, ketidakseimbangan antara sifat asam dan logam katalis,
penurunan tekanan, peningkatan temperatur dan rasio hidrogen per reaktan akan
menghalangi operasi katalis dalam mode IBC. Peracunan katalis dapat juga mempengaruhi
keseimbangan dari sisi logam dan asam katalis.

Berbagai jenis katalis bifungsional yang tidak memiliki sifat molecular-sieve dan mengikuti
sifat mode IBCs menghasilkan perolehan produk isomerisasi yang tidak jauh berbeda.
Sebagai contoh, katalis Pt/H-Y, Pt/H-, Pt/Al2O3-SiO2 menghasilkan perolehan maksimum
produk hidroisomerisasi parafin C7+ yang hampir sama.

Hidrosiomerisasi n-parafin C7-C10 menggunakan katalis Pt/H-Y dan Pt/H- menghasilkan


perolehan produk maksimum sebesar 65-70%-b sedangkan hidroisomerisasi n-parafin C14-
C16 pada katalis Pt/H- menurun menjadi 40-45%-b. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
perolehan yang besar dan menurunkan fraksi produk perengkahan dibutuhkan menggunakan
katalis yang memiliki sifat molecular-sieve.

2. Zeolit dengan sfiat molecular-sieve


Zeolit yang memiliki sifat molecular-sieve untuk transformasi parafin adalah ZSM-5,
MCM-22, dan EU-1. Dari spesifikasi katalis pada Tabel 1, ZSM-5 kurang cocok digunakan
sebagai katalis hidroisomerisasi parafin C7+. Ukuran pori ZSM-5 hanya memperbolehkan

15
parafin dengan struktur normal (lurus) yang dapat masuk/menembus ke dalam mikropori
zeolit, menghlangi molekul yg lebih besar untuk masuk. Molekul n-parafin menembus
melalui ruang (channel) 10-R ke dalam rongga yang terbentuk di persimpangan saluran lurus
dan sinusoidal. Ukuran dari rongga tersebut cukup untuk mentransformasi parafin menjadi
isomer yang sangat bercabang. Ukuran dari ruang 10-R pada zeolit menghambat difusi dari
isomer yang besar untuk keluar sehingga mengaktifkan perengkahan isomer yang sangat
bercabang membentuk produk yg lebih ringan. Skema reaksi untuk ZSM-5 ditunjukkan pada
Gambar 10. Oleh karena itu, struktur zeolit seperti ini menyebabkan perolehan produk
hidroisomerisasi parafin C7+ rendah, di bawah 35% untuk n-parafin C7-C10 dan di bawah 10-
15% untuk n-parafin C14-C16 dengan katalis Pt/ZSM-5.

Gambar 10. Efek struktur ZSM-5 pada hidroisomerisasi parafin dan perengkahan
(Gerasimov dkk., 2015)

Katalis MCM-22 memiliki 2 ruang sistem nonbonded dengan jalur reaksi yg berbeda-beda.
Parafin yang masuk melalui ruang 12-R lalu menuju ke ruang 10-R utamanya akan
menghasilkan reaksi perengkahan, sedangkan alkana yang teraserap ke dalam ruang
sinusoidal 10-R yang tidak mengandung ruang yang besar sehingga utamanya menghalami
reaksi isomerisasi menjadi isomer cabang rendah. Maksimum perolehan produk
hidroisomerisasi dengan n-parafin C8, C10, C14, C16 adalah 50, 40, 15 dan 10%-b.

Katalis EU-1 memiliki karakterisitik yang hampir sama dengan MCM-22. Katalis tersebut
menghasilkan perolehan maksimum produk isoheptan sebesar 50-55%. Hal tersebut
disebabkan oleh katalis EU-1 memiliki ruang 12-R yang dapat menghasilkan isomer yang
sangat bercabang dan mudah terengkah.

16
Selektivitas tertinggi hidroisomerisasi parafin C7+ ditunjukkan oleh zeolit dengan struktur
yang spesifik (ZSM-22, ZSM-23, SAPO-11, SAPO-41) dengan spesifikasi seperti pada
Tabel 1. Katalis ini memiliki sistem pori 1 dimensi dan 10 cincin (1-D, 10-R) sehingga di
mulur rongga tidak terdapat ruang yang besar. Perolehan maksimum produk
hidroisomerisasi parafin C7+ menggunakan zeolit jenis ini akan mencapai 80-85%-b.

2.1. Efek struktur zeolit 1-D, 10R pada hidroisomerisasi


Terdapat dua teori utama yang dapat digunakan untuk menjelaskan kekhasan
hidroisomerisasi parafin C7+ menggunakan katalis 1-D, 10-R. Teori pertama mengenai efek
molecular-sieve dan teori kedua mengenai transofrmasi parafin yang terjadi di permukaan
luar struktur kristal (mulut pori) katalis.

Teori tentang efek molecular-sieve (RSS, PSS, dan TSS) bergantung kepada perbedaan
energi bebas pembentukan molekul reagen, produk, dan transisi di dalam mikropori katalis.
Oleh karena itu, konsep ini diberi nama free-energy landscape (FEL) approach.
Pendekatan FEL digunakan di dalam kimia kuantom dan berdasarkan pada perhitungan
energi bebas pada semua kemungkinan posisi struktur molekul or supramolekular. Menurut
konsep ini, komposisi kimia zeolit diabaikan dan hanya bergantung pada struktur zeolit yang
akan mempengaruhi karakterisitik termodinamika reaksi.

Gambar 11. Kemungkinan jenis adsorpsi methylgeneicosane di posisi PM dan KL


(Gerasimov dkk., 2015)

Teori kedua mengenalkan dua jenis adsorpsi, yaitu di mulut pori (pore mouth (PM) position)
dan secara bersamaan di dua mulut rongga yang berdekatan (key-lock (KL) position) seperti

17
yang ditunjukkan pada Gambar 11. Adsorpsi parafin dengan jenis PM utamanya
menghasilkan monometil isomer dengan posisi grup metil yang ekstrim sedangkan adsoprsi
dengan jenis KL menghasilkan momometil isomer dengan posisi grup metil dan dimetil di
tengah isomer utamanya. Teori ini umumnya disebut sebagai pore mouth and key-lock
selectivity (PMKLS). Teori PMKLS ini umumnya digunakan untuk menjelaskan
kekhususan dari katalis hidroisomerisasi zaolit 1-D, 10-R dengan struktur TON atau MTT.

Ciri khusus dari pengoperasian katalis 1-D, 10-R adalah sebagai berikut:
1) Menghasilkan selektivitas hidroisomerisasi parafin C7+ yang tinggi.
Perolehan maksimum dengan katalis ini adalah 80-85%-b bahkan lebih. Produk
dominan adalah monometil isomer, dimetil isomer terbentuk dalam jumlah yang
sedikit, dan trimetil isomer tidak ada.

Hidroisomerisasi dengan katalis ini tidak menghasilkan isomer yang mudah


terlibat dalam reaksi perengkahan. Menurut teori FEL, ketidakhadiran isomer
selama reaksi berlangsung menyebabkan tidak terjadinya pembentukan molekul
transisi kompel (PCP) karena ukurannya yang lebih besar dari ukuran rongga zeolit.
Oleh karena itu, ukuran rongga katalis menghindari terbentuknya molekul kompleks
yang besar sehingga menyebabkan isomer dimetil dan trimetil jumlahnya kecil
bahkan tidak ada.

Menurut teori PMKLS, posisi KL bertanggung jawab pada terbentuknya isomer


dimetil yang utamanya menyebabkan produk di dalam grup metil dipisahkan
minimal oleh dua atom karbon.

2) Pada konversi umpan yang rendah, 2-metil isomer dengan posisi ekstrim grup metil
ditemukan dapat jumlah yang besar dibandingkan dengan monometil isomer lainnya.
Menurut teori FEL, laju difusi isomer 2-metil di dalam rongga zeolit lebih cepat
dibandingkan dengan isomer dengan grup metil yang berada pada posisi tengah
rantai utama. Menurut teori PMKLS, pembentukan 2-metil isomer disebabkan oleh
adsorpsi molekul reagen pada posisi PM.

18
Monometil- Dimetil-
isomer isomer

Parafin ringan Keseluruhan

Gambar 12. Perolehan hidroisomerisasi dan perengkahan heptan pada Pt/ZSM-23


(Gerasimov dkk., 2015)

3) n-Alkana hadir dalam jumlah yang cukup banyak yang didapat dari hidroisomerisasi
Teori PMKLS mengakui bahwa hanya pada perengkahan normal sekunder
karbokation yang sangat lambat terjadi di dalam pori zeolit dan membentuk n-alkana
dengan masa molekular yang kecil.

4) Selektivitas hidroisomerisasi berubah sedikit dengan meningkatnya rantai parafin.


Penggunaan parafin dengan rantai yang lebih panjang akan menyebabkan
peningkatan jumlah pembentukan isomer yang sangat bercabang. Menurut teori
FEL, jumlah molekul transisi kompleks yang menyebabkan terbentukan isomer yang
sangat berantai meningkat dengan meningkatkan rantai parafin reagen. Menurut
teori PMKLS, peningkatan jumlah rantai molekul reaktan menyebabkan peningkatan
fraksi alkana yang teradsorb di dalam posisi KL sehingga membentuk isomer yang
sangat bercabang.

2.2. Perbandingan kinerja berbagai jenis zeolit


Penelitian mengenai performa katalis hidroisomerisasi dengan zeolit 1-D, 10-R dan zeolit
dengan struktur telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Katalis bifungsional dengan zeolit

19
1-D, 10R (SAPO-11, SAPO-41, ZSM-22, ZSM-23) memberikan perolehan produk
hidroisomerisasi parafin C7+ yang lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit tanpa sifat
molecular-sieve (H-Y, H-). Perolehan produk maksimum hidroisomerisasi n-dekan, yaitu
70-80% didapat dengan menggunakan katalis Pt/SAPO-41 dan Pt/SAPO-11, sedangkan
dengan Pt/H- dengan kondisi yang sama didapatkan perolehan tidak lebih dari 40%
isodekan. Hal tersebut disebabkan oleh pada zeolit 1-D, 10-R reaksi perengkahan terhalangi.

Penelitian juga dilakukan dengan menggunakan zeolit yang memiliki sifat molecular-sieve
tetapi struktur porinya tidak mengikuti zeolit 1-D, 10-R (ZSM-5, MCM-22, EU-1) seperti
yang dijelaskan pada subbab 2. Tidak ada dari zeolit tersebut yang menghasilkan perolehan
hidroisomerisasi parafin C7 lebih dari zeolit 1-D, 10R.

Uji hidroisomerisasi oktana juga dilakukan pada berbagai zeolit 1-D, 10-R aluminofosfat
dengan logam platina. Selektivitas yang paling besar dihasilkan oleh zeolit SAPO-41 diikuti
oleh SAPO-31 dan SAPO-11. Perbedaan selektivitas tersebut disebabkan oleh ukuran
rongga pada zeolit. Keasaam, morfologi, dan bentuk kristalin.

(a) (b)
Gambar 13. Selektivitas isomer C8 pada berbagai zeolit 1-D, 10-R (a) Pt-SAPO pada 295-
350C (b) Pt-ZSM pada 203-340C (Gerasimov dkk., 2015)

Pada zeolit 1-D, 10-R, terdapat dua jenis struktur yang memeberikan perolehan terbaik, yaitu
ZSM dan SAPO. Kedua zeolit tersebut memberikan selektivitas yang hampir sama pada
hidroisomerisasi n-oktan yang ditunjukkan pada Gambar 13. Secara keseluruhan uji
aktivitas zeolit 1-D, 10-R memhasilkan selektivitas yang tidak jauh berbeda, tetapi zeolit
aluminosilikat dengan strukturnya, pusat asam yang lebih kuat, lebih aktif dan

20
membutuhkan temperatur yang lebih rendah untuk menghasilkan selektivitas yang hampir
sama dengan aluminofosfat.

2.3. Hubungan antara sifat physicochemical zeolit 1-D, 10-Rdan kinerja katalis
Keasaman
Peningkatan jumlah atau kekuatan pusat asam akan menyebabkan aktivitas katalis heterogen
meningkat yang dapat melangsungkan proses hidrokatalitik pada temperatur rendah.
Hubungan antara keasaman katalis dan selektivitas

Hasil ulasan para peneliti mengenai efek tingkat keasaman dari permukaan luar kristal zeolit
1-D, 10-R pada hidroisomerisasi parafin C7+ terdapat dua versi, yaitu ada yang menyatakan
bahwa penurunan tingkat keasaman pada permukaan luar zeolit tidak mempengaruhi
akitivitas dan selektivitas zeolit dan ada juga yang menyatakan bahwa penurunan tersebut
akan menurunkan aktivitas dan selektivitas. Oleh karena itu, hubungan antara tingkat
keasaman di permukaan luar adan dalam kristal zeolit 1-D, 10-R masih belum jelas.

Banyak peneliti yang menyatakan bahwa jumlah pusat asam zeolit 1-D, 10-R dan tingkat
kekuatan asam menentukan aktivitas katalis hidroisomerisasi, tetapi bukan selektivitas, yang
mana selektivitas lebih signifikan dipengaruhi oleh struktur mikropori katalis. Keasaman
dari zeolit (SAPO-11 dan SAPO-31) meningkat dengan meningkatnya kristalinitas.
Aktivitas dan selektivitas hidroisomerisasi katalis platina berbasis SAPO-11 dan SAPO-31
meningkat dengan meningkatnya kristalinitas. Peningkatan aktivitas disebabkan oleh
peningkatan keasaman sedangkan peningkatan selektivitas disebabkan oleh peningkatan
kristalinitas aluminofosfat. Kristalinitas menentukan level mikropori, semakin kristalin
maka level mikropori katalis akan meningkat juga. Peningkatan selektivitas zeolit 1-D, 10-
R akibat tingkat keasaman jauh lebih rendah dibandingkan dakibat struktur zeolit.

Selektivitas hidroisomerisasi parafin C7+ meningkat bersamaan dengan tingkat keasaman


pada katalis 1-D, 10-R aluminofosfat. Fakta tersbut disebabkan oleh pada katalis
aluminofosfat yang memiliki asam yg lebih lemah daripada aluminosilikat harus bekerja
pada temperatur tinggi sehingga menyebabkan cenderung ke reaksi perengkahan. Percobaan
dilakukan terhadap n-dekana dengan katalis Pt/SAPO-11. Aktivitas dan selektivitas

21
meningkat dengan meningkatnya tingkat keasaman pada aluminofosfat yang memiliki
keasamaan yang lebih lemah. Hasil percobaan tersebut ditunjukkan pada Gambar 14.

(a) (b)
Gambar 14. Hidroisomerisasi n-Oktane pada Pt/SAPO-41A (a) konversi (b) peolehan
(Gerasimov dkk., 2015)

Perlu dicatat bahwa peningkatan keasamaan yang berlebihan dapat menyebabkan


selektivitas reaksi menurun akibat dari peningkatan reaksi samping (perengkahan). Oleh
karena itu, perolehan maksimum isomer C10 pada hidroismerisasi n-dekan didapatkan oleh
katalis Pt/SAPO-41A3. Katalis SAPO-41A4 dan SAPO-41A5 yang menghasilkan pusat
asam kuat memiliki aktivitas yang lebih tinggi dengan selektivitas yang lebih rendah.

Ukuran Kristalin dan Mesopori


Material zeolit dengan dengan struktur mikropori yang teratur memiliki sejumlah sifat unit,
terutama sifat molecular-sieve. Bagaimanapun, struktur ini menyebabkan hambatan serius
terhadap difusi reagen dan produk di mikropori zeolit. Kristal zeolit sering memiliki ukuran
yang lebih besar ribuan kali daripada ukuran reagen dan produk. Perbedaan ukuran ini
menyebabkan tidak lebih dari 10% sisi aktif molecular-sieve berpartisipasi selama proses
katalitik. Selain itu, panjangnya jalur reagan di dalam pori katalis menyebabkan reaksi
samping teraktivasi. Reaksi perengkahan dan oligomerisasi selama hidroisomerisasi parafin
dapat meningkat sehingga menurunkan selektivitas proses dan menutupi beberapa rongga
zeolit dengan molekul oligomer yang besar. Hambatan difusi dapat diturunkan dengan
mengurangi kristal molecular-sieve atau membentuk sistem mesopori.

Masih terdapat perdebatan antara efek ukuran kristal zeolit terhadap selektivitas
hidroisomerisasi parafin C7+. Salah satu hasil penelitian mengatakan bahwa zeolit dengan

22
ukuran kristal yang kecil dan besar tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap
tingkat keasaman. Zeolit dengan ukuran kristal yang kecil menghasilkan aktivitas yang
tinggi karena meingkatkan laju reaksi hidroisomerisasi n-oktan, akan tetapi tidak
memberikan efek terhadap seletivitas produk. Peningkatan aktivitas pada kristal yang lebih
kecil disebabkan oleh peningkatan jumlah spesifik mulut pori yang mentransformasikan
parafin menurut teori PMKLS. Ketidaksignifikanan dari selektivitas dan distribusi produk
hidroisomerisasi pada ukuran kristal yang kecil disebabkan oleh transformasi parafin yang
terjadi pada mulut pori zeolit.

(a) (b)
Gambar 15. Hidroisomerisasi heksadekan (a) konversi (b) selektivitas isoheksadekan pada
0.5%-b Pt/SAPO-11 dengan ukuran kristal (1) 7-10 dan (2) 0.4-0.5 m (Gerasimov dkk.,
2015)

Peneliti lain berpendapat bahwa selektivitas hidroisomerisasi dengan zeolit aluminofosfat 1-


D, 10-R meningkat dengan berkurangnya ukuran kristal zeolit. Hasil penelitian tersebut
tergambarkan pada Gambar 15.

Pembentukan sistem mesopori adalah salah satu metode untuk mengurangi hambatan difusi
molekul umpan dan produk pada mikropori zeolit. zeolit hierarki merupakan zeolit yang
memiliki tambahan sistem meso- atau meso- dan makropori selain dari pori utama
(mikropori). Sistem mesopori pada struktur molecular-sieve menyebabkan aksesibilitas sisi
aktif zeolit dan laju difusi reagan dan produk meningkat. Selain itu, molekul yang terlalu
besar untuk masuk/menembus ke dalam rongga mikropori bisa mengalami transformasi
kimia terlebih dahulu pada permukaan mesopori.

23
Zeolit hierarki dapat dibuat dengan tiga proses utama:
1) Metode tradisional (Dealuminasi dan Desilikasi)
Melalu pendekatan ini, sistem mesopori bisa dibuat dengan mengurangi kandungan
Al atau Si pada zeolit aluminosilikat. Dealuminasi diproses menggunakan larutan
asam dan desilikasi menggunakan larutan basa. Kerugian menggunakan prosedur ini
adalah kehilangan Al atau Si akan merubah tingkat keasaman zeolit dan pada kondisi
ekstrim dapat mendekomposisi strukrur kristal zeolit. Selain itu, ukuran dan bentuk
mesopori yang terbentuk susah terkontrol.

2) Penggunaan hard templates


Pada saat pembuatan (sintesis) katalis, hard templates, sebagai contoh nanopartikel
juga ikut dimasukkan di dalam campuran bahan penyusun katalis. Hard templates
inilah yang akan membentuk struktur mesopori. Pada tahap kalsinasi zeolit, hard
templates akan terdekomposisi dan hilang sehingga membentuk mesopori yang
ukurannya mesopori tersebut sama dengan ukuran templet.

Gambar 16. Skema pembuatan mesopori dengan hard templates (Gerasimov dkk., 2015)

3) Penggunaan soft templates


Soft templates, seperti organosilan rantai panjang dan beberapa zat organik yang
memiliki sifat surfaktan juga dimasukkan pada tahap pembuatan zeolit. Atom silikon
pada molekul organosilan akan tertanam sebagai atom T pada kisi zeolit sedangkan
radikal alkil rantai panjang akan membentuk lapisan organik di dalam kristal zeolit.
Setelah proses kalsinasi sistem mesopori akan terbentuk akibat lapisan organik
teruapkan. Templet organosilan ini juga bisa digunakan pada zeolit aluminofosfat.

24
Gambar 17. Skema pembuatan mesopori dengan organosilan rantai panjang (Gerasimov
dkk., 2015)

Berikut ini adalah salah satu contoh penelitian yang menunjukkan perbedaan katalis Pt/H-
SAPO-11 dan katalis hierarki Pt/H-SAPO-11-HI. Terlihat bahwa katalis hierarki
menghasilkan selektivitas yang lebih tinggi.

(a) (b)
Gambar 18. Hidroisomerisasi n-oktana (a) selektivitas isomer C8 (b) fraksi isomer dimetil
(Gerasimov dkk., 2015)

Sifat Logam
Untuk membuat katalis hidroisomerisasi bifungsional, komponen logam dimasukkan ke
dalam zeolit 1-D, 10-R. Sisi logam membantu menjaga konsentrasi kesetimbangan olefin
rendah pada campuran reaksi sehingga menurunkan kemungkinan reaksi oligomerisasi dan

25
mencegah terbentuknya kokas pada permukaan katalis. Komponen logam pada katalis
hidroisomerisasi umumnya platina, dan yang lebih jarang digunakan, yaitu paladium.
Aktivitas hidroisomerisasi pada parafin C15-C18 menggunakan zeolit SAPO-11 dengan
berbagai logam menghasilkan: Pt/SAPO-11 > Pd/ SAPO-11 > Ni/ SAPO-11 > Ru/ SAPO-
11. Katalis menggunakan logam platina memberikan aktivitas yang paling tinggi.

Tabel 2. Karakteristik hidroisomerisasi dodekana pada Pt/SAPO-11 dan Pt-Sn/SAPO-11


(Gerasimov dkk., 2015)

Untuk menghasilkan kerja katalis bifungsional yang efesien, sisi logam seharusnya berada
sedekat mungkin dengan sisi asam. Aktivitas dan selektivitas katalis bifungsional
hidroisomerisasi menggunakan zeolit 1-D, 10-R meningkat dengan bertambahnya
kandungan logam hingga nilai tertentu/ambang batas. Pada jumlah pusat logam yag sedikit,
laju reaksi total akan dibatasi oleh laju hidrogenasi-dehidrogenasi. Ketika nilai ambang batas
tersebut tercapai, jumlah pusat logam menjadi cukup untuk melangsungkan reaksi bersama
dengan sisi asam katalis.

Semakin kecil partikel platina yang terdeposit pada katalis hidroisomerisasi, semakin tinggi
dispersi logam tersebit, semakin banyak jumlah logam atom yang dapat diakses oleh reagan
sehingga aktivitas katalis meningkat. Pada partikel platina yang besar akan terjadi reaksi
samping berupa hidrogenolisis hidrokarbon. Untuk meningkatkan dispersi platina,
komponen logam kedua (promotor) dapat dimasukkan juga ke dalam zeolit. Logam kedua
untuk katalis platina 1-D,10-R adalah paladium, nikel, cerium, lantanum, timah (tin), atau
magnesium. Perlu diketahui bahwa keasaman katalis platina akan berkurang ketika
kandungan logam kedua meningkat karena sebagian sisi asam tertutupi oleh partikel logam.
Ketika logam kedua didepositkan ke dalam katalis (dibawah 0.5%b) maka aktivitas dan

26
selektivitas katalis akan meningkat karena dispersi logam platina meningkat. Akan tetapi,
pada kandungan logam kedua yang lebih besar lagi dapat menurunkan aktivitas katalis.

Di dalam proses skala industrial (ISODEWAXING diesel atau oil), bahan baku atau umpan
dapat terkandung sejumlah pengotor, baik komponen sulfur- maupun nitrogen- yang dapat
meracuni katalis dan secara signifikan mempengaruhi proses. Sulfur akan meracuni sisi
logam katalis sedangkan sisi asam tidak terganggu. Teracuninya sisi logam akan
menyebabkan ketidakseimbangan dari sisi logam dan sisi asam katalis sehingga dapat
menurunkan selektivitas. Penurunan tersebut disebabkan karena pada kondisi kekurangan
sisi logam dan pada temperatur yang cukup tinggi reaksi samping, yaitu perengkahan dan
hidrogenolisis akan menjadi dominan. Peracunan akibat komponen nitrogen akan
menurunkan aktivitas katalis tetapi tidak untuk selektivitas. Penurunan aktivitas disebabkan
oleh komponen nitrogen akan meracuni sisi asam katalis. Oleh karena penurunan aktivitas
akan dikompoensasi dengan menaikan temperatur reaksi. Semakin tinggi temperatur reaksi
maka laju reaksi (perengkahan dan hidrogenolisis) samping juga akan meningkat.

Pada kondisi dimana ada pengotor sulfur dan nitrogen secara bersamaan, aktivitas katalis
platina zeolit 1-D, 10-R memang menurun tetapi selektivitas produk relatif konstan bila
dibandingkan dengan umpan yang tidak mengandung pengotor. Hal tersebut disebabkan
oleh peracunan sisi logam dengan komponen sulfur dikompensasi dengan menurunnya
keasaman katalis akibat teracuni oleh komponen nitrogen. Sebagai akibatnya, keseimbangan
antara sisi asam dan logam relatif tidak berupa karena tetap menghasilkan selektivitas yang
tinggi.

27
KINETIKA HIDROISOMERISASI n-PARAFIN RANTAI PANJANG

Persamaan laju reaksi sangat bergantung terhadap tahap yang paling lambat. Pada reaksi
hidroisomerisasi n-parafin rantai panjang, terdapat dua sisi yang bisa menjadi tahap
pengendali, yaitu sisi asam dan sisi logam. Penentu laju bergantung pada apakah logam yang
digunakan cukup kuat dan konsentrasinya cukup untuk melakukan reaksi
hidrogenasi/dehidrogenasi cepat. Kalau reaksi tersebut berlangsung cepat maka tahap
pengandali akan beralih menjadi pada sisi asam, yaitu pembentukan ion kabeniu.

Menurut Debrabander dkk (1997), mekanisme reaksi mengikuti isoterm Langmuir dimana
kedua reaktan akan teradsorpsi pada situs aktif katalis. Dengan menentukan bahwa laju
pembentukan ion karbenium sebagai penentu laju maka didaptkanlah persamaan laju reaksi
sebagai berikut.

28
TEKNOLOGI DAN KATALIS INDUSTRIAL HIDROISOMERISASI n-PARAFIN
RANTAI PANJANG

Hidroisomerisasi umpan hidrokarbon yang mengandung n-parafin C10-C40 dapat


meningkatkan karakterisitik temperatur dari produk diesel dan lube oils. Hidroisomerisasi
alkana C20+ menghasilkan lube oils dengan viskositas tinggi dan temperatur beku yang
rendah. Proses hidroisomerisasi fraksi diesel dan lube oils secara industrial disebut dengan
ISODEWAXING.

Proses isodewaxing pertama pada fraksi oil dikembangkan oleh perusahaan Chevron pada
tahun 1993. Pada tahun 1997, perusahaan ExxonMobils juga mengembangkan teknologi
proses yang sangat mirip dan diberi nama MSDW (Mobil Selective Dewaxing). Setelah itu,
perusahaan yang sama mengembangkan lagi proses isodewaxing untuk fraksi diesel yang
bernama MIDW (Mobil Isomerization Dewaxing) dan umpan parafin rantai panjang
bernama MWI (Mobil Wax Isomerization). Tujuan utama dari semua proses tersebut adalah
untuk menurunkan cold flow plugging point (untuk fraksi diesel) atau titik tuang (untuk
fraksi oli) produk hidroisomerisasi umpan n-parafin.

Isodewaxing biasanya dilangsungkan pada katalis berbasis platina yang menggunakan


umpan yang telah diolah dari kandungan pengotornya sehingga hampir tidak mengandung
komponen nitrogen dan sulfur. Hydrotreating atau hydrocracking biasanya digunakan
sebelum proses isodewaxing bergantung pada fraksi komposisi dan kualitas dari fraksi
minyak bumi. Zeolit SAPO-11 merupakan katalis pertama proses isodewaxing. Katalis
generasi selanjutnya untuk proses isodewaxing dan proses MSDW dan MWI menggunakan
zeolit dengan struktur MTT (ZSM-23).

Sebelum perkembangan isodewaxing, terdapat dua cara utama untuk meningkatkan


karakterisitk temperatur diesel dan oli, yaitu:
1) Catalytic dewaxing, yaitu dengan perengkahan selektiv n-parafin;
2) Solvent dewaxing, yaitu dengan membuang fraksi n-parafin secara fisika (pelarut).

Keuntungan dari proses isodewaxing dibandingkan dengan pelarut dan perengkahan


berkatalis, antara lain:

29
1) Perolehan produk akhir lebih besar dibandingkan dua proses sebelumnya. Semakin
banyak fraksi n-parafin umpan, maka semakin besar perbedaan perolehan produk yang
didapatkan.
2) Kualitas produk tinggi: viskositas tinggi, titik tuang rendah, dan stabilitas oksidasi baik.
3) Pada isodewaxing oli dan parafin rantai panjang, produk samping utama adalah medium
distilate yang dapat digunakan menghasilkan produk bahan bakar jet dan diesel.

Tabel 3. Perbandingan karakteristik produk ISODEWAXING dari Chevwon (Gerasimov


dkk., 2015)

Gambar 19. PFD proses ISODEWAXING dari Chevron (Thomas dkk., 2007)

Gambar di atas menunjukkan porses ISODEWAXING. Berdasarkan gambat tersebut, umpan


yang telah diolah dari pengotor akan dimasukkan ke dalam dua tahap proses katalitik, yaitu
isodewaxing dan hydrofinishing. Tahap isodewaxing untuk meningkatkan karakteristik
temperatur (titik tuang) produk hasil isomerisasi n-parafin umpan sedangkan tahap
hydrofinishing (ISOFINISHING) untuk meningkatkan warna dan stabilitas oksidasi dari

30
produk isodewaxed melalu hirogenasi dari hidrokarbon yang tidak jenuh. Produk dari tahap
hydrofinishing kemudian distabilkan melalui tahap stripping dan distilasi vakum untuk
membuang produk samping ringan. Tahap hydrofinishing menggunakan katalis berbasis
logam noble. Kondisi proses ISODEWAXING Chevron ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kondisi operasi proses ISODEWAXING dari Chevron (Avilno dkk., 1994)
Parameter Nilai
Tekanan parsial H2 (psi) 500-2500
LHSV, Vo/Vc 0.3 1.5
Temperatur (F) 600-700
Konsumsi H2 (SCFB) 100 500

Gambar di bawah ini adalah proses isodewaxing yang dikembangkan oleh ExxonMobils
bernama MWI (Mobile Wax Isomerizaiton). Reaktor HDW diselenggarakan pada tekanan
300-1000 psig dan temperatur 375-490C (Thomas dkk., 2007).

Gambar 20. PFD proses MWI dari ExxonMobils (Thomas dkk., 2007)

31
DAFTAR PUSTAKA

Deldari, H. (2005). Suitbale catalyst for hydroisomerization of long-chain normal paraffins.


Applied Catalysis A: General, 1-10.
Gerasimov, D., Fadeev, V., Loginova, A., & Lysenko , S. (2015). Hydroisomerization of
long-chain paraffins: Mechanisms and catalysts. Part II. Catalysis in Petroleum
Refining Industry.
Gerasimov, D., Fadeev, V., Loginova, A., & Lyseno, S. (2015). Hydroisomerization of long
chain paraffins: Mechanisms and catalysts. Part I. Catalysisis in Petroleum Refining
Industry.
Hsu, C., & Robinson, P. R. (2006). Pratical advances in petroleum processing. Louisiana:
Springer.
Lei, G.-D., Dahlberg, A., & Krishna, K. (t.thn.). All hydroprocessing route to high quality
base oil manufacture using Chevron ISODEWAXING Technology.
Lynch, T. R. (2008). Process chemistry of lubricant base stocks. Taylor & Francis Group.
Sequiera, A. (1994). Lubricant base oil and wax processing. New York: Marcel Dekker.

32

Anda mungkin juga menyukai