Anda di halaman 1dari 47

Wawasan Nusantara

A. Pengertian Wawasan Nusantara

Secara umum, Pengertian Wawasan Nusantara adalah cara pandang


dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan bentuk geografisnya menurut
Pancasila dan UUD 1945 dalam mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai
kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Pengertian Wawasan Nusantara
Secara Etimologis adalah cara pandang terhadap kesatuan kepulauan yang
terletak antara dua benua yaitu asia dan australia dan dua samudra yaitu samura
hindia dan samudra pasifik. Istilah wawasan nusantara berasal dari kata Wawas
(Bahasa Jawa) yang artinya "pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi", dan
kemudian ditambahkan akhiran an , sehingga arti wawasan adalah cara pandang,
cara tinjau, cara melihat. Sedangkan kata Nusantara terdiri dari dua kata yaitu
nusa yang berarti "pulau atau kesatuan kepulauan" dan antara yang berarti "letak
antara dua unsur yaitu dua benua dan dua samudra". Sehingga arti dari kata
nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak dari dua benua yaitu asia dan
australia dan dua samudra yaitu samudra hindia dan pasifik.

1. Pengertian Wawasan Nusantara Menurut Definisi Para Ahli


Setelah arti umum dan etimologis wawasan nusantara, jika ditinjau dari
pengertian wawasan nusantara menurut para ahli antara lain sebagai
berikut...

Prof. Dr. Wan Usman, Pengertian wawasan nusantara menurut definisi


prof. Dr. Wan Usman adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri
dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang beragam.

Kel. Kerja LEMHANAS, Pengertian wawasan nusantara menurut


definisi Kel. Kerja LEMHANAS (Lembaga Pertahanan Nasional) 1999
adalah cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan
lingkungan yang beragam dan bernilai startegis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
untuk mencapai tujuan nasional.

Tap MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN, Pengertian wawasan
nusantara menurut definisi Tap MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN
adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional

2. Fungsi Wawasan Nusantara - Terdapat berbagai fungsi wawasan


nusantara yang baik secara umum, menurut pendapat para ahli dan
pembagiannya antara lain sebagai berikut..
a. Fungsi Wawasan Nusantara Secara umum - Wawasan nusantara
berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam
menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan
bagi penyelenggaraan Negara di pusat dan daerah maupun bagi seluruh
rakyat Indonesia dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Fungsi Wawasan Nusantara Menurut Cristine S.T. Kansil, S.H.,


MH dkk yang mengutarakan pendapatnya dalam bukunya pendidikan
kewarganegaraan di perguruan tinggi antara lain sebagai berikut..

Membentuk dan membina persatuan dan kesatuan bangsa dan


negara Indonesia
Merupakan ajaran dasar nasional yang melandasi kebijakan dan
strategi pembagunan nasional

c. Fungsi Wawasan Nusantara dibedakan dalam beberapa pandangan


antara lain sebagai berikut..

Fungsi wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional adalah


sebagai konsep dalam pembangunan, pertahanan keamanan dan
kewilahayan

Fungsi wawasan nusantara sebagai pembangunan nasional adalah


mencakup kesatuan politik, sosial dan ekonomi, sosial dan politik, dan
kesatuan pertahanan dan keamanan.

Fungsi wawasan nusantara sebagai pertahanan dan keamanan adalah


pandangan geopolitik Indonesia sebagai satu kesatuan pada seluruh
wilayah dan segenap kekuatan negara.

Fungsi wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan adalah


pembatasan negara untuk menghindari adanya sengketa antarnegara
tetangga.
3. Tujuan Wawasan Nusantara

Tujuan wawasan nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi


dari segala aspek kehidupan rakyat indonesia yang mengutamakan
kepentingan nasional dari pada kepentingan perorangan, kelompok, golongan,
suku bangsa atau daerah. Kepentingan tersebut tetap dihargai agar tidak
bertentangan dari kepentingan nasional.

4. Latar Belakang Wawasan Nusantara


Wawasan nusantara dilatar belakang dalam beberapa aspek antara lain
sebagai berikut..
a. Falsafah Pancasila, Pancasila merupakan dasar dalam terjadinya
wawasan nusantara dari nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila. Nilai-
nilai tersebut antara lain sebagai berikut..

Penerapan HAM (Hak Asasi Manusia). misalnya pemberian kesempatan


dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya.

Mengutamakan pada kepentingan masyarakat dari pada kepentingan


indivud dan golongan

Pengambilan keputusan berdasarkan dalam musyawarah mufakat.

b. Aspek Kewiilayahan Nusantara, aspek kewilayahan nusantara dalam hal ini


pada pengaruh geografi karena indonesia kaya akan SDA dan suku bangsa

c. Aspek Sosial Budaya, aspek sosial budaya dimana dalam hal ini dapat terjadi
karena indonesia terdapat ratusan suku bangsa yang keseluruhan memiliki adat
istiadat, bahasa, agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, yang menjadikan tata
kehidupan nasional memiliki hubungan interaksi antara golongan karena dapat
menyebabkan konflik yang besar dari keberagaman budaya.

d. Aspek Sejarah, Dapat mengacuh kepada aspek sejarah karena indonesia


memiliki banyak pengalaman sejarah yang tidak ingin terulangnya perpecahan
dalam bangsa dan negara Indonesia. Dimana kemerdekaan yang didapatkan
merupakan hasil semangat persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, sehingga
harus dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan
indonesia
5. Penerapan/Implementasi Wawasan Nusantara - Dalam implementasi
wawasan nusantara, perlunya memperhatikan hal-hal berikut..

a. Kehidupan Politik

Pelaksanaan politik diatur dalam UU partai politik, pemilihan umum,


pemilihan presiden dimana pelaksanaannya sesuai hukum dan
mementingkan persatuan bangsa. Misalnya dalam pemilihan presiden,
DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan
keadilan, agar tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa
indonesia.

Pelaksanaan kehidupa bermasyarakat dan bernegara harus sesuai dengan


hukum yang berlaku di Indonesia tanpa pengecualian.

Mengembangkan sikap HAM dan pluralisme dalam mempersatukan dan


mempertahankan berbagai suku, agama, dan bahasa, sehingga terciptanya
dan menumbuhkan rasa toleransi.

Memperkuat komitmen politik dalam partai politik dan pada lembaga


pemerintahan untuk meningkatkan kebangsaan, persatuan dan kesatuan.

Meningkatkan peran indonesia dalam dunia internasional dan memperkuat


korps diplomatik dalam upaya penjagaan wilayah Indonesia khususnya
pulau terluar dan pulau kosong.

b. Kehidupan Ekonomi

Harus sesuai berorientasi pada sektor pemerintahan, perindustrian, dan


pertanian

Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan


antara daerah, sehingga dari adanya otonomi daerah dapat menciptakan
upaya dalam keadilan ekonomi.

Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan


memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.

c. Kehidupan Sosial

Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang


berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah.
Pengembangan budaya Indonesia untuk melestarikan kekayaan Indonesia,
serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber
pendapatan nasional maupun daerah.

d. Kehidupan Pertahanan dan Keamanan

Memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk beperan aktif


karena merupakan kewajiban setiap warga negara seperti meningkatkan
kemampuan disiplin, memelihara lingkungan, dan melaporkan hal-hal
yang mengganggu kepada aparat dan belajar kemiliteran.

Membangun rasa persatuan dengan membangun rasa solidaritas dan


hubungan erat antara warga negara berbeda daerah dengan kekuatan
keamanan agar ancaman suatu daerah atau pulau menjadi ancaman bagi
daerah lain untuk membantu daerah yang diancam tersebut.

Membangun TNI profesional dan menyediakan sarana dan prasarana bagi


kegiatan pengamanan wilayah indonesia, khususnya pulau dan wilayah
terluar Indonesia.

6. Kedudukan Wawasan Nusantara - Dalam paradigma nasional, kedudukan


wawasan nusantara adalah sebagai berikut...

Pancasila sebagai falsaah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan


sebagai landasan idil

UUD 1945 adalah landasan konstitusi negara yang berkedudukan sebagai


landasan konstitusional.

Sebagai visi nasional yang berkedudukan sebagai landasan visional

Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional yang berkedudukan sebagai


landasan konsepsional

GBHN (garis-garis besar haluan negara) sebagai politik dan strategi


nasional atau sebagai kebijakan dasar nasional yang berkedudukan sebagai
landasan operasioal.

7. Landasan Wawasan Nusantara - Wawasan nusantara dilandasi dengan dua


landasan antara lain sebagai berikut..

Landasan Idil adalah pancasila

Landasan Konstitusional adalah UUD 1945


8. Asas Wawasan Nusantara - Asas wawasan nusantara adalah ketentuan dasar
yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara demi mewujudkan ketaatan dan kesetiaan
kepada setiap komponen atau unsur pembentuk bangsa Indonesia (golongan/suku)
terhadap kesepakatan (commitmen) bersama. Macam-macam asas wawasan
nusantara adalah sebagai berikut...

Kepentingan/tujuan yang sama

Keadilan

Kejujuran

Solidaritas

Kerja sama

Kesetiaan terhadap kesepakatan

9. Hakikat Wawasan Nusantara - Hakikat wawasan nusantara adalah hakikat


yang selalu utuh dengan menyeluruh dalam lingkup nusantara untuk kepentingan
nasional, tanpa menghilangkan kepentingan lainnya sepert kepentingan daerah,
golongan, dan perorangan.

10. Dasar Hukum Wawasan Nusantara - Dasar hukum wawasan nusantara


diterima sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang tercantum dalam dasar-
dasar hukum antara lain sebagai berikut..
Tap MPR. No. IV/MPR/1973 pada tanggal 22 maret 1973
Tap MPR. No IV/1978/22/Maret/1978/ tentang GBHN
Tap MPR. No. II/MPR/1983/12/Maret/1983
Ketahanan nasional

A. Pengertian Ketahanan Nasional


Ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan,
Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan
dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dalam perjuangan mencapai cita-cita/tujuan nasionalnya bangsa Indonesia
tidak terhindar dari berbagai ancaman-ancaman yang kadang-kadang
membahayakan keselamatannya. Cara agar dapat menghadapi ancaman-ancaman
tersebut, bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan
yang dinamakan ketahanan nasional.
Kondisi atau situasi dan juga bisa dikatakan sikon bangsa kita ini selalu berubah-
ubah tidak statik. Ancaman yang dihadapi juga tidak sama, baik jenisnya maupun
besarnya. Karena itu ketahanan nasional harus selalu dibina dan ditingkatkan,
sesuai dengan kondisi serta ancaman yang akan dihadapi. Dan inilah yang disebut
dengan sifat dinamika pada ketahanan nasional.
Kata ketahanan nasional telah sering kita dengar disurat kabar atau
sumber-sumber lainnya. Mungkin juga kita sudah memperoleh gambarannya.
Untuk mengetahui ketahanan nasional, sebelumnya kita sudah tau arti dari
wawasan nusantara. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik yang
dimiliki suatu bangsa, yang didalamnya terkandung keuletan dan ketangguhan
yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.
Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan
kesatuan, keberadaan, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bisa jadi
ancaman-ancaman tersebut dari dalam ataupun dari luar.
B. Konsepsi Ketahanan Nasional
Konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras
dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan terpadu berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 dan wawasan nusantara dengan kata lain konsepsi ketahanan
nasional merupakan pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kesejahteraan dapat
digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang
adil dan merata, rohaniah dan jasmaniah. Sedangkan keamanan adalah
kemampuan bangsa melindungi nilai-nilai nasional terhadap ancaman dari luar
maupun dari dalam.

Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan


politik bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional
dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan
gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak
langsung untuk menjamin kelangsungan kehidupan politik bangsa dan negara
Republik Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945.

Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi


segenap kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan,
baik yang datang dari dalam maupun dari luar, untuk menjamin identitas, integrasi
dan kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan
nasional dapat dijelaskan seperti dibawah ini :

a. Ketangguhan
Adalah kekuatan yang menyebabkan seseorang atau sesuatu dapat bertahan,
kuat menderita atau dapat menanggulangi beban yang dipikulnya.
b. Keuletan
Adalah usaha secara giat dengan kemampuan yang keras dalam
menggunakan kemampuan tersebut diatas untuk mencapai tujuan.
c. Identitas
Yaitu ciri khas suatu bangsa atau negara dilihat secara keseluruhan. Negara
dilihat dalam pengertian sebagai suatu organisasi masyarakat yang dibatasi oleh
wilayah dengan penduduk, sejarah, pemerintahan, dan tujuan nasional serta
dengan peran internasionalnya.
d. Integritas
Yaitu kesatuan menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu bangsa baik
unsur sosial maupun alamiah, baik bersifat potensional maupun fungsional.
e. Ancaman
Yang dimaksud disini adalah hal/usaha yang bersifat mengubah atau
merombak kebijaksanaan dan usaha ini dilakukan secara konseptual, kriminal dan
politis.
f. Hambatan dan gangguan
Adalah hal atau usaha yang berasal dari luar dan dari diri sendiri yang
bersifat dan bertujuan melemahkan atau menghalangi secara tidak konsepsional.
C. Asas Ketahanan Nasional
Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :

1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan


Kesejahteraan dan kemakmuran dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial.
Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan merupakan asa dalam sistem
kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan keamanan, sesitem kehidupan
nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan
nilai intrinsik yang ada pada sistem kehidupan nasuional itu sendiri. Kesejahtrean
maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apa pun. Dalam
kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional yang dicapai
merupakan tolok ukur Ketahanan Nasional

2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu


Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa
dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan
selaras pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara
utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif intergral).
3. Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar
Sistem kehidupan naasional merupakan perpaduan segenap aspek
kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan
nasional juga berinteraksi dengan linkungan sekelilingnya. Dalam proses interaksi
tersebut dapat timbul berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun negatif.
Untuk itu diperlukan sikap mawas ke dalam maupun keluar.

a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi
kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemadirian yang
proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet
dan tangguh.
b. Mawas ke Luar
Mawas Ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta
mengatasi dampak lingkungan stategis luar negeri dan menerima kenyataan
adanya interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional.

4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan kebersamaan,
kesamaan, gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perbedaan tersebut harus dikembangkan
secara serasi dalam hubungan kemitraan agar tidak berkembangkan menjadi
konflik yang bersifat saling menghancurkan.

D. Sifat-Sifat Ketahanan Nasonal


1. Mandiri
Ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri
dengan keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah serta bertumpu pada identitas, integritas dan kepribadian bangsa.
2. Dinamis
Ketahanan nasional tidaklah tetap melainkan dapat meningkat dan atau
menurun tergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi
lingkungan strategisnya.
3. Wibawa
Makin tinggi tingkat ketahanan nasional Indonesia makin tinggi pula nilai
kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki
bangsa dan negara Indonesia.
4. Konsultasi dan kerjasama
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap
konfrontatif dan antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik
semata tetapi lebih pada sikap konsultatif dan kerjasama serta saling menghargai
dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.
E. Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional
1. Kedudukan
Ketahanan nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh
seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu di
implementasikan secara berlanjut dalam rangka membina kondisi kehidupan
nasional yang ingin diwujudkan, wawasan nusantara dan ketahanan nasional
berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasil sebagai
landasan ideal dan UUD sebagai landasan konstisional dalam paradigma
pembangunan nasional.
2. Fungsi
Ketahanan nasional nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional
perlu dipahami untuk menjamin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak
dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa yang bersifat inter regional
(wilayah), inter sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini perlu
supaya tidak ada cara berfikir yang terkotak-kotak (sektoral). Satu alasan adalah
bahwa bila penyimpangan terjadi, maka akan timbul pemborosan waktu, tenaga
dan sarana, yang bahkan berpotensi dalam cita-cita nasional. Ketahanan nasional
juga berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional. Pada hakikatnya
merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunman nasional
disegala bidang dan sektor pembangunan secara terpadu, yang dilaksanakan
sesuai dengan rancangan program.
F. Hakekat Ketahanan Nasional
Pada hekekatnya ketahanan nasional ialah kemampuan dan ketangguhan
suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya.Penyelenggaraan ketahanan
nasional dilakukan melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan:

1. Kesejahteraan digugakan untuk mewujudkan ketahanan yang berbntuk


kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai
nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil merata, baik jasmani maupun rohani.
2. Keamanan adalah kemampuan dalam melindungi keberadaa nbangsa, serta
melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam maupun
dari luar.
3. Kedua pendekatan keamanan dan kesejahteraan telah dugunakan bersama-
sama.Pendekatan mana yang ditekankan tergantung pada kondisi dan situasi
nasional dan internasional. Penyelenggaraan kesejahteraan memerlukan tingkat
keamanan tertentu, demikian pula keadaaan sebaliknya. Dengan demikian
evaluasi penyelenggaraan ketahanan nasional sekaligus memberikan gambaran
tentang tingkat kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa.
4. Konsep ketahanan dikembangkan berdasarkan konsep wawasan nusantara,
sehingga konsep ketahanan nasional dapat dipahami dengan baik apabila telah
memahami wawasan nusantara.
G. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional Pada Kehidupan Bernegara
Ketahanan nasional merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata)
kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada saat tertentu. Tiap-tiap aspek
relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-aspek
dinamis sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang sulit dipantau
karena sangan komplek. Konsepsi ketahanan nasional akan menyangkut
hubungan antar aspek yang mendukung kehidupan, yaitu:
1. Aspek Ilmiah ( STATIS )

a. Geografi
b. Kependudukan
c. Sumber kekayaan alam
2. Aspek Sosial ( DINAMIS )

1. Aspek Ideologi ( Pengaruh Aspek Ideologi )


Ideologi adalah Suatu sistem nilai yang merupakan kebulatan ajaran yang
memberikan motivasi. Dalam Ideologi terkandung konsep dasar tentang
kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa. Keampuhan ideologi tergantung pada
rangkaian nilai yang dikandungnya yang dapat memenuhi serta menjamin segala
aspirasi hidup dan kehidupan manusia. Suatu ideologi bersumber dari suatu aliran
pikiran/falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
1. Ideologi Dunia

a. Liberalisme(Individualisme)Negara
adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua
orang (individu) dalam masyarakat (kontraksosial). Liberalisme bertitik tolak dari
hak asasi yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat
oleh siapapun termasuk penguasa terkecuali atas persetujuan dari yang
bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar (intrinsik) yaitu
kebebasan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak.
Tokoh: Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, Herbert Spencer, Harold J.
Laski.
b. Komunisme(ClassTheory) Negara
adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Golongan borjuis
menindas golongan proletar (buruh), oleh karena itu kaum buruh dianjurkan
mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari kaum kapitalis
& borjuis, dalam upaya merebut kekuasaan / mempertahankannya,
komunisme,akan:
1. Menciptakan situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
2. Atheis, agama adalah racun bagi kehidupan masyarakat.
3. Mengkomuniskan dunia, masyarakat tanpa nasionalisme.
4. Menginginkan masyarakat tanpa kelas, hidup aman, tanpa pertentangan,
perombakan masyarakat dengan revolusi.
c. PahamAgama Negara membina kehidupan keagamaan umat dan bersifat
spiritual religius. Bersumber pada falsafah keagamaan dalam kitab suci agama.
Negara melaksanakan hukum agama dalam kehidupan dunia.
2. Ideologi Pancasila
Merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar
budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh
sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang
terkandung didalamnya. Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik
kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang dari luar/dalam,
langsung/tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan
ideologi bangsa dan negara Indonesia. Untuk mewujudkannya diperlukan kondisi
mental bangsa yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara serta pengamalannya yang konsisten dan
berlanjut. Untuk memperkuat ketahanan ideologi perlu langkah pembinaan
sebagai berikut:
1. Pengamalan Pancasila secara obyektif dan subyektif.
2. Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu direlevansikan dan diaktualisasikan
agar mampu membimbing dan mengarahkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara.
3. Bhineka Tunggal Ika dan Wasantara terus dikembangkan dan ditanamkan dalam
masyarakat yang majemuk sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa dan
kesatuan wilayah.
4. Contoh para pemimpin penyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat
merupakan hal yang sangat mendasar.
5. Pembangunan seimbang antara fisik material dan mental spiritual untuk
menghindari tumbuhnya materialisme dan sekularisme.
6. Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada anak didik dengan cara
mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain.
2. Aspek Politik ( Pengaruh Aspek Politik ) Politik berasal dari kata politics dan
atau policy yang berarti kekuasaan (pemerintahan) atau kebijaksanaan.
1. DalamNegeri Adalah kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila
dan UUD 45 yang mampu menyerap aspirasi dan dapat mendorong partisipasi
masyarakat dalam satu system yang unsur-unsurnya:
a. StrukturPolitik Wadah penyaluran pengambilan keputusan untuk kepentingan
masyarakat dan sekaligus wadah dalam menjaring/pengkaderan pimpinan
nasional.
b. ProsesPolitik Rangkaian pengambilan keputusan tentang berbagai kepentingan
politik maupun kepentingan umum yang bersifat nasional dan penentuan dalam
pemilihan kepemimpinan yang akhirnya terselenggara pemilu.
c. BudayaPolitik Pencerminan dari aktualisasi hak dan kewajiban rakyat dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang dilakukan secara sadar
dan rasional melalui pendidikan politik dan kegiatan politik sesuai dengan
disiplinnasional.
d. KomunikasiPolitik Hubungan timbal balik antar berbagai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik rakyat sebagai sumber aspirasi
maupun sumber pimpinan-pimpinan nasional.
2. LuarNegeri Salah satu sasaran pencapaian kepentingan nasional dalam pergaulan
antar bangsa. Landasan Politik Luar Negeri yaitu Pembukaan UUD 45,
melaksanakan ketertiban dunia, berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial dan anti penjajahan karena tidak sesuai dengan kemanusiaan dan
keadilan. Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas dan aktif.
Bebas yaitu Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada
dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Aktif yaitu Indonesia dalam percayuran internasional tidak bersifat reaktif dan
tidak menjadi obyek, tetapi berperan atas dasar cita-citanya. Untuk mewujudkan
ketahanan aspek politik diperlukan kehidupan politik bangsa yang sehat dan
dinamis yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas politik yang
bersadarkan Pancasila UUD 45 Ketahanan pada aspek politik dalam negeri yaitu
Sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum, mekanisme politik yang
memungkinkan adanya perbedaan pendapat. Kepemimpinan nasional yang
mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyarakat Ketahanan pada aspek
politik luar negeri dengan meningkatkan kerjasama internasional yang saling
menguntungkan dan meningkatkan citra positif Indonesia. Kerjasama dilakukan
sesuai dengan kemampuan dan demi kepentingan nasional. Perkembangan,
perubahan, dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji dengan
seksama.memperkecil ketimpangan dan mengurangi ketidakadilan dengan negara
industri maju. Mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban dunia. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan
diplomasi negatif negara lain dan hak-hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan

3. Aspek Ekonomi ( Pengaruh Aspek Ekonomi )


1. Aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi
masyarakat meliputi: produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang jasa.
2. Usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara individu
maupun kelompok, serta cara-cara yang dilakukan dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Sistem perekonomian yang
diterapkan oleh suatu negara akan memberi corak terhadap kehidupan
perekonomian negara yang bersangkutan. Sistem perekonomian liberal dengan
orientasi pasar secara murni akan sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh dari
luar, sebaliknya sistem perekonomian sosialis dengan sifat perencanaan dan
pengendalian oleh pemerintah kurang peka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar.
Perekonomian Indonesia = Pasal 33 UUD 45, Sistem perekonomian sebagai
usaha bersama berarti setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang
sama dalam menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk
mensejahterakan bangsa. Dalam perekonomian Indonesia tidak dikenal monopoli
dan monopsoni baik oleh pemerintah/swasta. Secara makro sistem perekonomian
Indonesia dapat disebut sebagai sistem perekonomian kerakyatan. Wujud
ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa
yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan
dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan
daya saing tinggi dan mewujudkan kemampuan rakyat. Untuk mencapai tingkat
ketahanan ekonomi perlu pertahanan terhadap berbagai hal yang menunjang,
antara lain: Sistem ekonomi Indonesia harus mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan yang adil dan merata. Ekonomi Kerakyatan Menghindari :
1. Sistem free fight liberalism: Menguntungkan pelaku ekonomi yang kuat.
2. Sistem Etastisme: Mematikan potensi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
3. Monopoli: Merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan
sosial.
4. Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang antara sektor pertanian,
perindustrian dan jasa.
5. Pembangunan ekonomi dilaksanakan sebagai usaha bersama dibawah
pengawasan anggota masyarakat memotivasi dan mendorong peran serta
masyarakat secara aktif.
6. Pemerataan pembangunan.
7. Kemampuan bersaing.
4. Aspek Sosial Budaya ( Pengaruh Aspek Sosial budaya ) Sosial = Pergaulan
hidup manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai kebersamaan,
senasib, sepenanggungan, solidaritas yang merupakan unsur pemersatu Budaya =
Sistem nilai yang merupakan hasil hubungan manusia dengan cipta rasa dan karsa
yang menumbuhkan gagasan-gagasan utama serta merupakan kekuatan
pendukung penggerak kehidupan. Kebudayaan diciptakan oleh faktor
organobiologis manusia, lingkungan alam, lingkungan psikologis, dan lingkungan
sejarah. Dalam setiap kebudayaan daerah terdapat nilai budaya yang tidak dapat
dipengaruhi oleh budaya asing (local genuis). Local genuis itulah pangkal segala
kemampuan budaya daerah untuk menetralisir pengaruh negatif budaya asing.
Kebuadayaan nasional merupakan hasil (resultante) interaksi dari budaya-budaya
suku bangsa (daerah) atau budaya asing (luar) yang kemudian diterima sebagai
nilai bersama seluruh bangsa. Interaksi budaya harus berjalan secara wajar dan
alamiah tanpa unsur paksaan dan dominasi budaya terhadap budaya lainnya.
Kebudayaan nasional merupakan identitas dan menjadi kebanggaan Indonesia.
Identitas bangsa Indonesia adalah manusia dan masyarakat yang memiliki sifat-
sifat dasar:
- Religius - Kekeluargaan - Hidup seba selaras - Kerakyatan Wujud ketahanan
sosial budaya tercermin dalam kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang
dijiwai kepribadian nasional, yang mengandung kemampuan membentuk dan
mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, bersatu, cinta tanah air,
berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan
seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai
dengan kebudayaan nasional.

5. Aspek Ketahanan Keamanan ( Pengaruh Aspek Ketahanan keamanan )


Pertahanan Keamanan Indonesia=> Kesemestaan daya upaya seluruh rakyat
Indonesia sebagai satu sistem ketahanan keamanan negara dalam
mempertahankan dan mengamankan negara demi kelangsungan hidup dan
kehidupan bangsa dan negara RI. Pertahanan keamanan negara RI dilaksanakan
dengan menyusun, mengerahkan, menggerakkan seluruh potensi nasional
termasuk kekuatan masyarakat diseluruh bidang kehidupan nasional secara
terintegrasi dan terkoordinasi. Penyelenggaraan ketahanan dan keamanan secara
nasional merupakan salah satu fungi utama dari pemerintahan dan negara RI
dengan TNI dan Polri sebagai intinya, guna menciptakan keamanan bangsa dan
negara dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional Indonesia. Wujud
ketahanan keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi
kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara
stabilitas pertahanan keamanan negara (Hankamneg) yang dinamis,
mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan
mempertahankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman.
Postur kekuatan pertahanan keamanan mencakup : - Struktur kekuatan - Tingkat
kemampuan - Gelar kekuatan Untuk membangun postur kekuatan pertahanan
keamanan melalui empat pendekatan:
1. Ancaman
2. Misi
3. Kewilayahan.
4. Politik Pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari luar dan menjadi
tanggung jawab TNI. Keamanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari
dalam negeri dan menjadi tanggung jawab Polri. TNI dapat dilibatkan untuk ikut
menangani masalah keamanan apabila diminta atau Polri sudah tidak mampu lagi
karena eskalasi ancaman yang meningkat ke keadaan darurat. Secara geografis
ancaman dari luar akan menggunakan wilayah laut dan udara untuk memasuki
wilayah Indonesia (initial point). Oleh karena itu pembangunan postur kekuatan
pertahanan keamanan masa depan perlu diarahkan kepada pembangunan kekuatan
pertahanan keamanan secara proporsional dan seimbang antara unsur-unsur
utama. Kekuatan Pertahanan = AD, AL, AU. Dan unsur utama Keamanan = Polri.
Gejolak dalam negeri harus diwaspadai karena tidak menutup kemungkinan
mengundang campur tangan asing (link up) dengan alasan-alasan : - Menegakkan
HAM - Demokrasi - Penegakan hokum - Lingkungan hidup Mengingat
keterbatasan yang ada, untuk mewujudkan postur kekuatan pertahanan keamanan
kita mengacu pada negara-negara lain yang membangun kekuatan pertahanan
keamanan melalui pendekatan misi yaitu = untuk melindungi diri sendiri dan tidak
untuk kepentingan invasi (standing armed forces) :
1. Perlawanan bersenjata = TNI, Polri, Ratih (rakyat terlatih) sebagai fungsi
perlawanan rakyat.
2. Perlawanan tidak bersenjata = Ratih sebagai fungsi dari TIBUM, KAMRA,
LINMAS.
3. Komponen pendukung = Sumber daya nasional sarana dan prasarana serta
perlindungan masyarakat terhadap bencana perang.
Ketahanan pada Aspek Pertahanan Keamanan :

1. Mewujudkan kesiapsiagaan dan upaya bela negara melalui penyelenggaraan


SISKAMNAS.
2. Indonesia adalah bangsa cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan dan
kedaulatan.
3. Pembangunan pertahanan keamanan ditujukan untuk menjamin perdamaian dan
stabilitas keamanan.
4. Potensi nasional dan hasil-hasil pembangunan harus dilindungi.
5. Mampu membuat perlengkapan dan peralatan pertahanan keamanan.
6. Pembangunan dan penggunaan kekuatan pertahanan keamanan diselenggarakan
oleh manusia-manusia yang berbudi luhur, arif, bijaksana, menghormati HAM,
menghayati nilai perang dan damai.
7. TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang berpedoman pada Sapta Marga.
8. Polri sebagai kekuatan inti KAMTIBMAS berpedoman pada Tri Brata dan
Catur Prasetya.
H. Keberhasilan Ketahanan Nasional
Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan nasional
yang mencakup aspek ideologi, politik,ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam
semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah
NKRI yang dilandasi oleh landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD
1945, dan landasan visional Wawasan Nasional. Utnuk mewujudkan keberhasilan
ketahanan nasional diperlukan kesadaran setiap warga negara Indonesia, yaitu :
1. Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang
berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka
menghadapi segala ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsunganhidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
2. Sadar dan peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga setiap warga
negara Indonesia baik secara individu maupun kelompok dapat mengeliminir
pengaruh tersebut, karena bangsa Indonesia cinta damai akan tetapi lebih cinta
kemerdekaan. Hal itu tercermin akan adanya kesadaran bela negara dan cinta
tanah air. Apabila setiap warga negara Indonesia memiliki semangat perjuangan
bangsa dan sadar serta peduli terhadap pengaruh yang timbul dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengeliminir pengaruh-
pengaruh tersebut, maka akan tercermin keberhasilan ketahanan nasional
Indonesia. Untuk mewujudkan ketahanan nasional diperlukan suatu kebijakan
umum dari pengambil kebijakan yang disebut Politik dan Strategi Nasional
(Polstranas).

A. Pengertian Good Governance


Good Governance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan
berhasil dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk
memperoleh kemampuan bantuan optimal dan Good Governance dianggap
sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan.
Secara konseptual good dalam bahasa Indonesia baik dan Governance
adalah kepemerintahan. Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam
Sedarmayanti (2008:130) mengemukakan arti good dalam good governance
mengandung dua arti:

1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional)
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dalam memahami arti


good governance:

1. Robert Charlick dalam Pandji Santosa (2008:130) mendefinisikan good


governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan atau kebijakan yang baik demi untuk
mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
2. Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai Suatu bentuk
manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai administrasi pembangunan,
yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent of change dari
suatu masyarakat berkembang atau develoving didalam negara berkembang
efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara
domaindomain negara, sektor swasta, dan masyarakat1[1].
3. Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara
kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
4. Menurut UNDP (United National Development Planning), Good governance
merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan.
Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua
tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting,
yaitu2[2]:
a. Kesejahteraan rakyat (economic governance).
b. Proses pengambilan keputusan (political governance).
c. Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance) (Prasetijo,
2009).

Berdasarkan uraian pendapat para ahli tersebut, maka dapat


disimpulkan bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan
pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif
dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber
daya dalam negara, sektor swasta, dan masyarakat.

B. Latar belakang Good Governance

Lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan-


penyimpangan yang terjadi dalam praktek pemerintahan,seperti Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN)3[3].
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat tidak transparan,
nonpartisipatif serta sentralisasi , menumbuhkan rasa tidak percaya dikalangan
masyarakat bahkan menimbulkan antipati terhadap pihak pemerintah. Masyarakat
sangat tidak puas terhadap kinerja pemerintah yang selama ini dipercaya sebagai
penyelenggara urusan publik. Berbagai ketidakpuasan dan kekecewaan akhirnya
melahirkan tuntutan dari masyarakat untuk mengembalikan dan melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah yang ideal, sehingga Good Governance tampil
sebagai upaya untuk menjawab berbagai keluhan masyarakat atas kinerja birokrasi
yang telah berlangsung.
C. Prinsip-prinsip Dasar Good Governance

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip


kepemerintahan yang baik terdiri dari4[4]:

1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara


pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan
biaya yang terjangkau.
2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam
segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur
yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana
dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan
hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang
menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung.
6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,
mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa
pengecualian.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Good governance awalnya


digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun
sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi
dan manajemen profesionalnya maka diterapkan good corporate governance.
Sehingga dikenal prinsip- prinsip utama dalam governance korporat yaitu:
transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas dan responsivitas.5[5]

Transparansi bukan berarti ketelanjangan, melainkan keterbukaan,


yakni adanya sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi
internal dan eksternal dari korporasi. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban
secara bertingkat ke atas. Dari organisasi manajemen paling bawah hingga dewan
direksi, dam dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara
luas diberikan oleh dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas
secara sempit dapat diartikan secara finansial. Fairness agak sulit diterjemahkan,
karena menyangkut keadilan dalam konteks moral. Fairness lebih menyangkut
moralitas dari organisasi bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik
secara internal maupun eksternal.6[6]

Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan.


Dalam konteks ini penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada
etika korporat, termasuk dalam hal ini etika professional dan etika manajerial.

Prinsip-prinsip Good Governance di atas cenderung kepada dunia


usaha, sedangkan bagi suatu organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip-
prinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan
(2005:115) menyebutkna bahwa adanya hubungan sinergis dan kontruktif di
antara Negara, sector swasta dan masyarakat disusun sembilan pokok karakteristik
Good Governance yaitu7[7]:

1. Partisipasi (Participation)

Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi
dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Penerapan Hukum (Fairness)

Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak azasi manusia.

3. Transparansi (Transparency)

Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan
dapat dimonitor.

4. Responsivitas (Responsiveness)

Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani


setipa stakeholders.

5. Orientasi (Consensus Orientation)

Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk


memeproleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal
kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
6. Keadilan (Equity)

Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan


untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7. Efetivitas (Effectivness)

Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah


digariskan dengan menggunkan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

8. Akuntabilitas (Accountability)

Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, secor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholder.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan atau eksternal organisasi.

9. Strategi Visi (Strategic Vision)

Para pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance dan
pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Prinsip-prinsip di atas adalah merupakan suatu karakterisitik yang


harus dipenuhi dalam pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan
control dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar
cara dan penggunaan cara sungguh-sungguh mencapai hasil yang dikehendaki
shareholders.

Masyarakat menyelenggarakan Pemilu untuk menentukan siapa yang


menyelenggarakan Negara dan itu adalah pemerintah. Pemerintah adalah ibarat
manajer professional yang disewa oleh rakyat untuk menyelenggarakan organisasi
negara untuk sebesar-besarnya kemanfaatan rakyat. Penerapan good governance
kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat mamstikan bahwa mandate,
wewenang hak da kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini
dapat dilihat bahwa arah ke depan dari good governance adalah membangun the
professional government, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola oleh para
teknokrat. Namun oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional,
yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan yang mampu mentransfer
ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam melaksanakannya berlandaskan
etika dan moralitas yang tinggi.

Berkaiatan dengan pemerintah yang dikelola siapa saja yang


mempunyai kualifikasi professional mengarah kepada kinerja SDM yang ada
dalam organisasi public sehingga dalam penyelenggaraan good governance
didasarkan pada kinerja organisasi publik, yakni responsivitas (responsiveness),
responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability).

Reponsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali


kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan
mengembangkan program- program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat8[8].

Berdasarkan pernyataan Tangkilisan di atas maka disebutkan bahwa


responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan
yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka
kinerja organisasi tersebut akan dinilai semakin baik. Responsivitas dimasukkan
sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan suatu organisasi public dalam menjalankan misi dan
tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang
sangat rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi
dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki
responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek.
Responsibilitas menjelaskan sejauh mana pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan yang implisit atau eksplisit.
Semakin kegiatan organisasi public itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi dan peraturan serta kebijaksanaan oraganisasi, maka kinerjanya akan
dinilai semakin baik. Sedangkan akuntabilitas mengacu pada seberapa besar
pejabat poltik dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat poltik yang
dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena
dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan
rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisasi publik dinilai baik apabila
seluruhnya atau setidakanya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-
upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil rakyat. Semakin banyak
tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik maka kinerja
organisasi tersebut dinilai semakin baik.

Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa


besar kebijakan dan kegiatan organisasi public atau pemerintah seperti pencapaian
target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal juga seperti nilai-nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi public
memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai
dengan nilai dan norma yang berekembang dalam masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek


fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu9[9] :

1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik
langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi
yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.

2. Penegakan Hukum (rule of law)


Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan
publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah
aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses
mewujudkan cita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law dengan karakter-karakter sebagai berikut :

a. Supremasi hukum
b. Kepastian hukum
c. Hukum yang responsitif
d. Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e. Independensi peradilan

3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang terwujudnya
good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak
ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkepanjangan
dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan transparansi dalam proses
kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme
pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :

a. Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan


b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat

4. Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-
masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya, tetapi
mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna
memenuhi kepentingan umum.

5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain
dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang
mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi
semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.

6. Kesetaraan (equity)
Clean and good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan, yakni
kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara
sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena
kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama,
dan budaya.

7. Efektivitas dan efisiensi


Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda,
yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat
publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil,
yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan
lapisan sosial.

8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.
Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal
yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan
berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih
tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban
pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.

9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan
datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya,
harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan
dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Sepuluh Prinsip Good Governance menurut KNKG adalah10[10] :

1. Akuntabilitas: Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam


segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

2. Pengawasan: Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan


pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan
masyarakat luas.

3. Daya Tanggap: Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan


terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

4. Profesionalisme: Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan


pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan
biaya terjangkau.

5. Efisiensi dan Efektivitas: Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada


masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal &
bertanggung jawab.

6. Transparasi: Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan


masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam
memperoleh informasi.

7. Kesetaraan: Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat


untuk meningkatkan kesejahteraannya.

8. Wawasan ke depan: Membangun daerah berdasarkan visi & strategis yang


jelas & mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga
warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.

9. Partisipasi: Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam


menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut
kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun tidak langsung.
10. Penegakkan Hukum: Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua
pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat.

D. Mengkritisi Pelaksanaan Good Governance

Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan


mencapai keadaan yang baik dan sinergi antar pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan, dan
ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapaai good governance adalah adanya
trasparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan
efisiensi, dan keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan Negara yang baik maka
harus ada keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan11[11]. Konsep good governance dapat diartikan acuan untuk proses
dan struktur hubungan politik dan social ekonomi yang baik.

Berdasarkan uraian diatas dalam perjalanan penerapan good


governance hampir banyak negara mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type
of governance, padahal konsep itu sendiri sebenarnya dirumuskan oleh banyak
praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dalam rangka membangun relasi
negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.

Beberapa ahli malah tidak setuju dengan konsep good governance,


karena dinilai terlalu bermuatan nilai-nilai ideologis. Alternatif lainnya, menurut
Purwo Santoso (2002), adalah democratic governance, yaitu suatu tata
pemerintahan yang berasal dari (partisipasi), yang dikelola oleh rakyat (institusi
demokrasi yang legitimate, akuntabel dan transparan), serta dimanfaatkan
(responsif) untuk kepentingan masyarakat. Konseptualisasi ini secara substantif
tidak berbeda jauh dengan konseptualisasi good governance, hanya saja ia tidak
memasukkan dimensi pasar dalam governance.
Kritik berikutnya terhadap good governance adalah kegagalannya
dalam memasukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good
governance seolah-olah kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara
pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di
negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, secara kenyataan bahwa aktor yang
sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam
hitungan, aktor tersebut adalah dunia internasional. Merestrukturisasi pola relasi
pemerintah, swasta dan masyarakat secara domestik dengan mengabaikan peran
aktor internasional adalah pengingkaran atas realitas global. Dampak dari
pengingkaran ini adalah banyaknya variable, yang sebenarnya sangat penting,
tidak masuk kedalam hitungan. Variabel-variabel yang absen itu adalah kearifan
lokal (akibat hegemoni terma good oleh Barat) dan dampak dari kekuatan
kooptatif internasional. Secara konseptual keberhasilan penerapan good
governance di berbagai dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak
kuatnya fundamental ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan
rakyat dengan good governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya
hubungan antara negara, bisnis dan rakyat ternyata tidak serta merta menguatkan
fundamental ekonomi rakyat. Pukulan krisis pangan adalah bukti konkrit yang
tidak bisa dipecahkan oleh good governance.

Bila kita memahami kembali kutipan bahwa Presiden Tanzania Julius


K. Nyerere di depan Konferensi PBB sepuluh tahun lalu, beliau dengan lantang
telah mengkritik habis-habisan good governance yang dikatakannya sebagai
konsep imperialis dan kolonialis. Good governance hanya akan mengerdilkan
struktur negara berkembang, sementara kekuatan bisnis dunia makin membesar.
Terlepas dari benar salahnya kritik sang Presiden, kritik tersebut mengilhami Ali
Farazmand (2004) dalam menggagas konsep Sound Governance (SG) yang
sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan global ke depan. Setelah good
governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya dan si miskin di tingkat
nasional, maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubungan negara kaya
dengan negara miskin melalui agenda Sound Governance. Konsep Sound
Governance merupakan konsep baru yang jauh lebih komprehensif dan reliable
dalam menjawab kegagalan epistimologis dan solusi atas arus besar kesalah
kaprahan dari good governance. Terdapat tiga alasan utama yang muncul dari
wacana Sound Governance.

Pertama, dari evaluasi terhadap pelaksanaan good governance bahwa


aktor kunci yang berperan adalah terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan
civil society), dan good governance selama ini lebih merestrukturisasi pola relasi
pemerintah, swasta dan masyarakat secara domestik. Sound Governance
mempunyai pandangan yang jauh komprehensif dengan empat aktor, yaitu
inklusifitas relasi politik antara negara, civil society, bisnis yang sifatnya domestik
dan satu lagi aktor yaitu kekuatan internasional. Kekuatan internasional di sini
mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian internasional. Dalam
pandangan Sound Governance penerapan good governance kehidupannya hanya
berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di
negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif,
sebab kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen
tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan. Aktor tersebut adalah dunia
internasional.12[12]

Kedua, bermula dari kritik terhadap identitas dari good governance


kata good menjadi sesuatu yang hegemonik, seragam dan juga dilakukan tak
jarang dengan paksaan. Term good dalam good governance adalah westernized
dan diabsolutkan sedemikian rupa. Sound Governance mempunyai pandangan
yang berbeda dan justru mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman
konsepsi birokrasi dan tatapemerintahan, utamanya nilai dasar budaya
pemerintahan tradisional yang telah terkubur. Ali Farazmand mencontohkan
kebesaran kerajaan Persia, sebelum digulung oleh dominasi budaya barat,
memiliki prestasi yang sangat besar dalam pengelolaan pemerintahan13[13].
Berdasarkan apa yang disampaikan Ali Farazmand bahwa pentingnya sistem
pemerintahan yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai banyak terabaikan dan
ini juga terjadi di negara dunia ketiga termasuk di Indonesia (Andi,2007). Hal ini
terjadi karena kontruksi konsep birokrasi modern Weber yang mewarnai
perkembangan ilmu administrasi publik termasuk lahirnya good governance
adalah bentuk pembantaian budaya lokal dalam sistem pemerintahan. Sound
governance muncul untuk memberikan peluang dalam menyelamatkan keragaman
kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata pemerintahan.

Ketiga, dalam pelaksanaan good governance untuk berjalannya proses


tata pemerintahan yang baik maka ada satu jalan yaitu bagaimana pemerintahan
harus menjalankan prinsip-prinsip yang digariskan dalam good governance yaitu:
participation, rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation,
equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. Sound
Governance mempunyai pandangan berbeda dan lebih melihat pada proses
menuju tercapainya tujuan, dari pada membahas perdebatan soal bagaimana
(prinsip-prinsip) dilakukan untuk mencapai tujuan. Kendati demikian di dalam
sound governance masih menekankan perlunya prasyarat-prasyrat dasar universal
terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk itu titik tekan dari sound
governance adalah fleksibilitas dan ini dibutuhkan inovasi yang kemudian
menjadi ruh implementasi sound governance dalam praktek pemerintahan.

Berdasarkan uraian diatas bahwa Sound governance sebagai wacana


baru yang muncul sebagai kritik good governance, yaitu memberikan makna term
Sound menggantikan Good adalah dalam rangka penghormatan terhadap
kenyataan keragaman (diversity). Untuk itu Sound governance dalam tata
pemerintahan (pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat) membuka kembali
peluang variable-variable yang absen yaitu kearifan lokal (akibat hegemoni term
good oleh Barat) dan dampak dari kekuatan kooptatif internasional.
Menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-barat sebenarnya banyak yang
applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu Sound governance pada
prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau invoasi lokal tentang
bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan,
budaya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal tentang kesejahteraan rakyat
dan penghormatan hak dasar harus tetap ditegakkan14[14].

E. Good Governance di Indonesia

Pada awal 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance telah


menyempurnakan Pedoman Umum Good Coorporate Governance (GCG) dan
merintis pembuatan Pedoman Good Public Governance (Combined Code) yang
pertama di Indonesia, dan mungkin bahkan di dunia. Ini merupakan sebuah
terobosan dan bukti kepedulian terhadap penciptaan kondisi usaha yang lebih baik
dan menjanjikan di Indonesia jika diterapkan dengan konsisten. Pemerintah
melalui perangkatnya juga terlihat melakukan banyak pembenahan untuk
memperbaiki citra pemerintah dan keseriusannya dalam meningkatkan praktik
good public governance, melalui pemberdayaan Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Kejaksaan Agung, dan Kepolisian telah cukup banyak temuan dan kasus yang
diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement yang tegas15[15].

Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional,


saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius
semua pihak. Good governance atau tata pemerintahan yang baik, merupakan
bagian dari paradigma baru, yang berkembang dan, memberikan nuansa yang
cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi, seiring dengan tuntutan era
reformasi. Situasi dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpinan nasional masa
depan, yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia
mendatang. Perkembangan situasi nasional dewasa ini, di cirirkan dengan tiga
fenomena yang dihadapi, yaitu16[16]:

1. Permasalahan yang semakin kompleks (multidimensi )


2. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi kebijakan dan aksi-reaksi
masyarakat)
3. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi
ekonomi yang tidak mudah di prediksi, dan perkembangan politik yang up and
down).

Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia


antara pemerintah dan rakyatnya, maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk di pahami
dengan logika awam masyarakat, seperti17[17]:

1. Indonesia kaya raya potensi Sumber Daya Alam(SDA), mengapa banyak yang
miskin?
2. Anggaran untuk penanggulangan kemiskinan naik drastis dalam tiga tahun
terakhir ini, dari 23 trilyun (2003) menjadi 51 trilyun lebih (2007), mengapa
jumlah penduduk miskin justru meningkat dari 35,10 juta (2005) menjadi 39,05
juta (2006) ? Bukankah bila anggarannya di tambah dengan tujuan untuk
menanggulangi kemiskinan, jumlah penduduk miskin seharusnya dapat
berkurang.
3. Berikutnya, produksi pertanian konon surplus (meningkat) 1,1 juta dan bahkan
kita oernah berswasembada pangan. Mengapa harga beras membumbung tinggi?
Mengapa harus import terus? Semua ini membuat masyarakat pusing tujuh
keliling karena tidak memahami kebijakan nasional.

Komunikasi politik ke bawah, secara efektif belum terjadi, sehingga


hanya mengandalkan informasi dari berbagai media massa dengan variatif dan
terkadang bisa berbau provokatif. Dalam situasi masyarakat seperti itu
(kebingungan informasi), masyarakat tak tahu apa itu good governance.

Sekalipun pemerintah berusaha gencar memasyarakatkannya, namun


proses dan cara yang salah dalam berkomunikasi justru akan di sambut dengan
apatisme masyarakat. Dalam situasi masyarakat yang sedang belajar
berdemokrasi, komunikasi politik yang transparan, partisipasi, dan akuntabilitas
kebijakan publik menjadi sangat penting. Ini artinya, good governance
menemukan relevansinya.

Laporan Global Competitiveness Report yang dipublikasikan oleh


World Economic Forum (WFF) yang menganalisis daya saing ekonomi dengan
pendekatan, yakni pendekatan pertumbuhan ekonomin (OCI) dan pendekatan
mikro ekonomi (MCI) menunjukkan bahwa peringkata daya saing perekonomian
Indonesia (Growth Competitiveness Index) merosot lagi dari urutan ke 64 di tahun
2001 ke urutan 67 (dari 80 negara) di tahun 2002, dan daya saing mikro ekonomi
(MCI) turun sembilan tingkat, dari urutan ke 55 menjadi urutan ke 63.
Sebelumnya sebuah survey yang dilaporkan pada bulan Juni tahun 2001, yang di
lakukan oleh Political and economic Risk consultancy (PERC), menempatkan
Indonesia dalam kelompok dengan resiko politik dan ekonomi terburuk di antara
12 negara Asia bersama Cina dan Vietnam. Di lihat dari kebutuhan dunia akan
usaha, kepercayaan investor yang menuntut adanya corporate governance
berdasarkan prinsip-prinsip dan praktek yang di terima secara Internasional
(Internasional Best Practice), maka terbentuknya komite internasional mengenai
kebijakan corporate governance, National Comittee on Corporate Governance
(NCCG) di bulan Agustus tahun 1999 merupakan suatu tonggak penting dalam
sejarah perkembangan Good Governance di Indonesia.

Secara riil, melihat data investasi ke Indonesia selama 2007, ada


perkembangan luar biasa, karena realisasi PMA naik lebih dari 100%, dengan
nilai realisasi investasi yang menembus US$9 miliar. Namun, penilaian dari
lembaga-lembaga internasional sepertinya tidak ada perubahan yang signifikan
dalam penerapan good governance secara konsisten. Berdasarkan survei World
Bank 2007, ada perbaikan dalam situasi bisnis di Indonesia. Misalnya pada
pembentukan usaha baru, Indonesia telah menunjukkan reformasi positif dengan
percepatan pemberian persetujuan lisensi usaha dari Departemen Kehakiman dan
simplifikasi persyaratan usaha.

Selain itu, Indonesia telah melakukan pencatatan semua kreditur


dalam credit registries, dan memperbesar pagu kredit hampir lima kali lipat. Ini
tentu akan memudahkan para entrepreneur untuk menambah modal usaha, selain
menjaga terhadap risiko pemberian kredit bermasalah. Juga ada perbaikan dalam
peng-eksekusi-an kontrak di Indonesia18[18].

Walaupun demikian, dalam urutan peringkat Indonesia malah


menurun. Dari total 175 negara, Indonesia berada di posisi 135, turun empat
peringkat dibandingkan dengan tahun 2006. Dari sini bisa disimpulkan bahwa
penerapan governance yang baik di Indonesia sudah mengalami kemajuan.
Namun, negara-negara lain tampaknya berlari lebih cepat dibandingkan dengan
Indonesia, karena mereka yakin dengan upaya demikian mereka unggul dalam
menarik investasi.

Survei ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang


praktik corporate governance di Asia juga menyebutkan penerapan indikator CGG
di Indonesia semuanya berada di bawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip
dan praktik governance yang baik, penegakkan peraturan, kondisi politik dan
hukum, prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan kultur19[19].

Dalam laporan itu disebutkan beberapa hal yang baik di Indonesia.

1. Pertama, walaupun kondisi pelaporan keuangan di Indonesia belum memadai,


kualitas pelaporan keuangan kuartalan ternyata cukup bagus.
2. Kedua, Indonesia ternyata juga memiliki kerangka hukum yang paling .strict
dalam memberikan perlindungan untuk pemegang saham minoritas, khususnya
dalam pelaksanaan preemptive rights (hak memesan efek lerlebih dahulu).
3. Ketiga, gerakan antikorupsi yang dilakukan pemerintah telah menunjukkan
hasil cukup positif. Ditambah lagi, penyempurnaan Pedoman Unium CGG, dan
Pedoman CGG sektor perbankan yang dilakukan di Indonesia. Namun, masih
menurut laporan tadi, belum banyak yang percaya bahwa pemerintah cukup serius
mendorong penerapannya.
Selanjutnya, seorang pengamat mencoba mengkaji kadar
penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia, beliau menyimpulkan
bahwa ada beberapa pertanyaan yang perlu diperhatikan, apabila Indonesia akan
menciptakan pemerintahan yang baik, antara lain :

1. Bagaimana relasi antara pemerintah dan rakyat


2. Bagaimana kultur pelayanan publik
3. Bagaimana praktek KKN
4. Bagaimana kuantitas dan kualitas konflik antara level pemerintah
5. Bagaimana kondisi tersebut di provinsi dan kabupaten/kota

Dari kajian yang dilaksanakan, maka ditemukan ciri pemerintahan


yang buruk, tidak efisien dan tidak efektif, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Relasi antara pemerintah dan rakyat berpola serba negara


2. Kultur pemerintah sebagai tuan dan bukan pelayan
3. Patologi pemerintah dan kecenderungan KKN
4. Kecenderungan lahirnya etno politik yang kuat
5. Konflik kepentingan antar pemerintah
A. Pengertian Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos
yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat
diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa
:
1) F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2) Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas
atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3) Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi
daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional
suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip
Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah
daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan
otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber
material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan
kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat
inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya
kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah,
karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan
kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan
pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Pendapat tentang otonomi di atas,
juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi
daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun
administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan.
Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang
menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan
dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia[1].
B.Aspek Otonomi Daerah

Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada
prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1) Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
2) Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan
nasional.
3) Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai
perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan
menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan
pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang
kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban
harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional.
Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk
berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23
Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1) Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan sendiri
2) Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3) Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4) Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
C. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah

Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan


yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik
berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota.

Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang
masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,
dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk
lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman
daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi
luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang


dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata
ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Atas dasar pemikiran di atas maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang
terbatas.
b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi
yang terbatas.
d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga
tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.
f) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g) Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
sebagai wakil daerah.
h) Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa
yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987)
mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a) Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada
rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b) Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam
bidang perekonomian[2].

D. Hakikat Otonomi Daerah

Desentralisasi dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintah sering


digunakan secara campur baur (interchangeably). Desentralisas sebagai mana
didefinisikan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah:
Desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui secara dekonsentrasi, misalnya
pendelegrasian, kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian
kepada pemerintah atau perwakilan d daerah.
Sedangkan pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai
mandiri . Sedangkan dalam makna yang luas diartikan sebagai berdaya.
Otonomi daerah engan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Namun demikian, pelaksanan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang
kuat baik secara teoritik ataupun empirik. Kalangan teoritis pemerintah dan politik
mengajukan sejumlah argumen yang menjadi dasar atas pilihan tersebut sehingga
dapat dipertanggung jawabkan baik secara empirik atau pun normatif-teoritik. Di
antara berbagai argumentasi dalam memilih desentralisasi-otonomi daerah adalah:
1. Untuk terciptanya efesensi dan efektifitas penyelenggara pemerintah.
2. Sebagai sarana pendidikan politik.
3. Pemerintah daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
4. Stabilitas politik.
5. Kesetaraan politik (political equlity).
6. Akuntabilitas publik[3].
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah akan dapat diawasi secara
langsung dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat karena
masyarakat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pemerintah malalui
proses pemilihan secara langsung.

Visi Otonomi Daerah


Visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa
otonomi daerah harus diarahkan pada pengelola , penciptaan dan pemeliharaan
integrasi dan harmoni sosial. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang
sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya
cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang di pandang kondusif dalam mendorong
masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan
kehidupan global.

Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah

Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu deconcentration,


delegtion to semi-autonomous and parastatal agencies, develution to local
governments, dan nongovernment institutions(privatization). Dekonsentrasi hanya
berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya

Desentralsasi dalam Negara Kesatuan dan Negara Federal: Sebuh Perabandingan.


Dalam dimensi karakter dasar yang dimilki oleh struktur pemerintahan
regional/lokal pemerintah daerah dalam negara kesatuan tidak memiliki
soverienitas (kedaulatan), sedangkan dalam nagara federal merupakan struktur asli
yang memiliki karakter kedaulatan. Dalam pembahasan sistem federal dikenal
pembagian kekuasaan dan kewenangan secara vertikal antara negara bagian dan
federal.
E. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia.

Undang-undang nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan


pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan 29
(dua) jenis daerah, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta
3(tiga) tingkatan daerah otonom yaitu propnsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota
kecil.
Sistem Otonomi Daerah
Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menerjemahkan maksud
tersebut diatas. Penulis paling tidak mengidentifikasi ada empat istilah yang
digunakan oleh para ahli untuk memahaminya. Istilah-istilah itu antara lain
sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapun mengenai faham atau atau system otonomi tersebut pada umumnya orang
mengenal ada dua faham atau system pokok, yaitu faham atau system otonomi
materiil dan faham atau system otonomi formal. Oleh Sujamto (1990) kedua
istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materiil (materiele
huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele
huishoudingsbegrip)
Koesoemahatmadja (1978) menyatakan ada tiga ajaran rumah tangga yang
terkenal yaitu :
a. Ajaran Rumah Tangga Materiil (materiele huishoudingsleer) atau Pengertian
Rumah Tangga Materiil (materiele huishoudingsbegrip),
b. Ajaran Rumah Tangga Formil (formil huishoudingsleer) atau Pengertian
Rumah Tangga Formil (formeele huishoudingsbegrip)
c. Ajaran Rumah Tangga Riil (riele huishoudingsleer) atau Pengertian Rumah
Tangga Riil (riele huishoudingsbegrip)
Pada ajaran rumah tangga meteril bahwa dalam hubungan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah ada pembagian tugas yang jelas, dimana tugas-tugas
tersebut diperinci dengan jelas dan diperiinci dengan tegas dalam Undang
Undang tentang pembentukan suatu daerah. Artinya rumah tangga daerah itu
hanya meliputi tugas-tugas yang telah ditentukan satu persatu dalam Undang-
Undang pembentukannya. Apa yang tidak termasuk dalam perincian tidak
termasuk dalam rumah tangga daerah, melainkan tetap berada ditangan
pemerintah pusat. Jadi ada perbedaan sifat materi antara tugas pemerintah pusat
dam pemerintah daerah.
Adapun mengenai ajaran rumah tangga formil disini tidak terdapat perbedaan sifat
antara tugas-tugas yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan oleh
pemerintah daerah.
Perkembangan kebijakan otonomi daerah di Indonesia
a. UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.

b. Undang-Undang Pokok tantang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1948.


c. Undang-Undang Nomor 1 tahun1957
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1965
e. UU Nomor 5 tahun 1974
f. UU Nomor 22 tahun 1999
F. Otonomi Daerah Dan Demokratisasi

Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan reformasi. Ia


merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara bangsa
dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk
memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia.
Dalam konteks itu otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan
kongruen antara pusat dan daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun?
Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan
sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan.
Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya
sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Selain itu, otonomi
daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan.
Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan
dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen
antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai
publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem
pemerintahan yang terpusat sebelumnya.
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi publik
atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja otonomi
daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik, atau
sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan
menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah
dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.
Namun demikian, tidak terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan
keindonesiaan masih tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus
kedaerahan, bukan otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang
berhubungan secara sistemik dengan otonomi daerah.
Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan
karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi terbentuknya hubungan
yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara otonomi daerah dan
NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari kinerjanya, maka otonomi
daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.

Anda mungkin juga menyukai