PENDAHULUAN
kedokteran gigi tetapi menimbulkan soket pada tulang alveolar. Soket ekstraksi
gigi biasanya dapat sembuh dengan normal, tetapi menimbulkan defek sebagai
dampak pencabutan gigi tersebut (Weijden dkk, 2009). Dampak pencabutan gigi
dapat menimbulkan berbagai masalah pada rahang yaitu gangguan susunan gigi-
geligi, masalah oklusi, masalah pada TMJ dan masalah stomatognatik (Quaker,
terjadi pada tahun pertama khususnya pada enam bulan pertama, dan berlangsung
sepanjang hidup sampai kehilangan tulang rahang dalam jumlah yang besar
(Jahangiri dkk, 1998). Kehilangan tulang paling besar terjadi dalam dimensi
horizontal biasanya pada aspek fasial linggir rahang, juga dalam arah vertikal
yang tampak dari sisi bukal (Lekovic dkk, 1997; Lindhe, 2005). Proses resorpsi
relokasi linggir ke posisi palatal/lingual (Iasella dkk, 2003). Derajad resorpsi pada
tulang alveolar tergantung beberapa hal antara lain anatomi, fungsi, riwayat
1
2
penyembuhan secara alami, meskipun belum ada guideline yang pasti tentang
jenis bahan dan teknik yang paling baik yang dapat digunakan untuk preservasi
Volume tulang alveolar yang adekuat dan linggir alveolus yang memadai
penting dalam rekonstruksi prostetik yang estetis serta fungsional, sehingga dalam
ekstraksi gigi serta perubahan kontur yang disebabkan oleh resorpsi tulang rahang
(Weijden dkk, 2009). Bone grafting dengan atau tanpa membran dapat digunakan
untuk mempertahankan anatomi linggir tulang alveolar pada soket ekstraksi gigi
injectable bone substitute yang mengandung polimer dan kalsium fosfat secara
tulang alveolar setelah ekstraksi gigi. Guided bone regeneration dan bone
substitute sintetis atau xenograft berasal dari bovine dapat mempertahankan lebar
dan tinggi interproksimal linggir tulang alveolar (Mardas dkk, 2010). Canuto dkk
antara lain adalah autograf, allograft, xenograft maupun material sintesis. Bone
substitute juga dapat digunakan untuk preservasi linggir alveolar. Berbagai bahan
3
Menurut Garagiola (2006), ciri ideal bone substitute antara lain adalah
bahan tersebut dapat seutuhnya diterima oleh organisme yang hidup (excellent
tulang baru dari dinding defek tulang host (high osteoconductivity), permukaan
area dalam yang luas sehingga memungkinkan revaskularisasi oleh tulang host,
moderately slow resorption sehingga terjadi remodeling dalam jangka waktu yang
Glass ionomer cement (GIC) merupakan salah satu bone substitute selain
(PMMA), poruous polyethylene polymer serta bioactive glass (Salata dkk, 1999;
Pryor dkk, 2009). GIC telah digunakan dalam bidang Otolaryngology dan
dynamic hip screw pada kaput femur pasien osteoporosis (Jonk dkk, 1990). GIC
Glass Ionomer Cement diperkenalkan tahun 1970 oleh Wilson dan Kent
sebagai bahan tambal pada kedokteran gigi. GIC menjadi populer karena
mengandung beberapa sifat dalam satu bahan tambal yaitu fluor release, ekspansi
4
termal dan modulus elastisitas yang sama dengan dentin, adhesi pada enamel
strength dan low resorption (Goenka, 2012). Berbagai penelitian dilakukan untuk
biomedis.
tulang baru dibentuk pada material bone substitute (Mao dan Kamakshi, 2014).
anorganik seperti silika, kalsium fosfat, fluorida serta aluminium (Nicholson dkk,
terkandung dalam GIC terhadap sel secara in vitro maupun in vivo. Beck Jr dkk
nanopartikel signifikan meningkatkan bone mineral density (BMD). Kim Jr. dkk
Penelitian oleh Salata dkk (1999), pada uji in vitro kultur osteoblas dengan
Pelepasan fluorida secara perlahan tetapi berlangsung lama menjadi stimulus pada
aktifitas osteoblastik sehingga meningkatkan ikatan implan pada tulang. Selain itu
peningkatan stimulasi diakibatkan oleh efek growth factor dan sinerginya dengan
calcitonin.
B. Permasalahan
sebagai berikut:
Apakah terjadi peningkatan ekspresi osteocalcin pada soket ekstraksi gigi yang
diaplikasi GIC.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui dan mengkaji pengaruh aplikasi GIC pada soket ekstraksi gigi
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah GIC dapat meningkatkan ekspresi osteocalcin
pada soket ekstraksi gigi sebagai marker bone formation sehingga dapat
gigi karena pada umumnya dokter gigi menggunakan GIC sebagai bahan
E. Keaslian penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang ekspresi osteocalcin
pada soket ekstraksi gigi yang diaplikasi GIC menggunakan quantitative real time
literatur yang ada di Perpustakaan UGM maupun jurnal-jurnal yang dirilis melalui
internet.
7
sendi.
2. Jonk dan Gobbelaar (1990) melakukan eksperimen dan evaluasi klinis
alveolar tikus wistar oleh Brook dan Lamb (1991). Evaluasi membandingkan
Meyer dkk (1993), tidak ditemukan adanya tanda-tanda toksik pada analisis
tikus.
6. Penelitian lain dilakukan oleh Buric dkk (2003) melihat respon glass ionomer
A. Telaah pustaka
1. Tulang
kartilago, jaringan adiposa, sistem syaraf serta jaringan ikat fibrous. Jaringan
tulang dibentuk oleh jaringan ikat dimana matriksnya mengeras yang disebabkan
a) Fungsi tulang
hematopoiesis sumsum tulang, selain untuk fungsi pengaturan endokrin (Burr dan
Allen, 2014). Fungsi mekanis tulang terjadi oleh adanya tulang kortikal dan
yang lebih kuat. Fungsi mekanis tulang tidak sederhana dengan sekedar menahan
beban sederhana, tetapi juga harus mempunyai derajad strength dan stiffness
menghindari pengaruh fatal akibat injuri. Secara mikrostruktur tulang pada regio
8
9
kepala tidak berbeda dengan tulang lainnya, tetapi mampu menyerap energi besar
hematopoietik terjadi pada tulang spongy seperti tulang iliak, vertebra dan femur
perkembangan. Rongga tersebut diisi oleh yellow fat pada orang dewasa. White
fat dan brown fat juga terdapat pada tubuh manusia yang diperankan oleh
osteocalcin produksi osteoblas. Yellow marrow fat berasal dari sel prekursor yang
dan fosfat serta mineral lainnya seperti magnesium. Tulang kortikal dan kanselosa
merupakan tempat penyimpanan dan pergantian ion secara cepat selama fase
fosfat dan energi dengan mensekresikan dua hormon yaitu fibroblast growth
menurunkan reabsorbsi fosfat pada ginjal serta menurunkan level serum 1,25-
pada ginjal dan usus. Osteocalcin yang dilepas oleh matriks tulang dalam bentuk
10
hormonnya membantu mengatur proses di dalam sumsum tulang, otak, ginjal serta
Secara makroskopis tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu tulang kortikal
padat (kompak) dan tulang porus kanselosa yang mengandung trabecular strut
usia maupun akibat osteoporosis. Tulang kompak juga ditemukan disekitar tulang
kanselosa vertebra, metafise tulang panjang, krista iliaka serta tulang tengkorak
iliaka, dan tulang iga. Tulang kanselosa terdiri dari lempeng dan batang tulang
dengan ketebalan 200 m yang mengisi 25-30% volume seluruh jaringan tulang.
11
Secara mikroskopis (gambar 2), unsur sel dalam tulang sangat kecil jika
dibandingkan dengan massa tulang keseluruhan. Sebagian besar tulang terdiri atas
menyebar agak rata pada substansi interstisial. Lakuna ditempati oleh sebuah sel
anastomosis dengan kanalikuli yang berdekatan. Lakuna yang satu dengan lainnya
terhubung melalui saluran yang sangat halus, meskipun jarak antar lakuna
berjauhan. Saluran halus tersebut berfungsi sebagai saluran untuk nutrisi sel-sel
Terdapat tiga lamela tulang kompak yaitu lamela yang sebagian besar
unit silindris disebut sistem Havers atau osteon, sistem interstisial berupa
potongan tulang berlamel dengan ukuran dan bentuk tidak beraturan, lamela
sirkumferensial dalam dan luar yang tidak terputus dan mengitari bagian batang
yang berada pada permukaan korteks tepat di bawah periosteum (Fawcett, 2002).
Saluran vaskular dalam tulang kompak terbagi menjadi dua kategori yakni
kanal Havers yaitu saluran memanjang di pusat osteon kanal Volkman yaitu
saluran yang menerobos tulang dalam arah tegak lurus maupun serong. Kanal
Havers terdiri atas satu atau dua pembuluh darah kecil yang terbungkus oleh
jaringan ikat yang terhubung dengan permukaan melalui Kanal Volkman, tetapi
Periosteum pada masa embrional dan masa pertumbuhan terdiri atas sel-
berubah menjadi sel-sel pelapis tulang tidak aktif yang dapat menjadi aktif
kembali sebagai osteoblas pembentuk tulang baru ketika terjadi cedera pada
tulang. Endosteum mempunyai fungsi yang mirip dengan periosteum dalam hal
periosteum. Semua rongga dalam tulang termasuk kanal Havers dan rongga
d) Sel-sel Tulang
Menurut Saladin (2010), tulang seperti halnya jaringan ikat lainnya terdiri
dari sel-sel, serat dan substansi dasar. Ada empat tipe dasar sel-sel tulang yaitu:
Sel osteogenic (osteoprogenitor) yaitu stem sel yang berkembang dari sel-
sel mesenkim, ditemukan hampir pada seluruh tipe sel tulang. Sel osteogenic
ditemukan pada endosteum yaitu lapisan dalam periosteum juga pada kanalis
14
2. Osteoblas
maupun angular pada satu lapisan tulang di bawah permukaan endosteum dan
Osteoblas mensintesis matriks tulang dalam bentuk matriks organik lunak yang
pada diferensiasi sel mesenkim pluripoten menjadi sel osteoblas. Salah satu
matur. Cbfa1 banyak terekspresi pada sel-sel turunan osteoblas dan mengatur
15
ekspresi berbagai gen spesifik osteoblas. Runt-related gen lain yang selalu
3. Osteosit
matriks yang terdeposisi. Osteosit berada pada rongga kecil lakuna yang saling
tulang. Antar osteosit yang berdekatan terhubung oleh tonjolan osteosit pada
gap junction lain sehingga dapat mengangkut nutrisi dan sinyal kimia ke dalam
osteosit. Selain itu, dengan adanya tonjol yang saling terhubung menyebabkan
densitas tulang serta konsentrasi ion kalsium dan fosfat dalam darah. Para
peneliti menduga bahwa osteosit juga berperan sebagai sensor strain, osteosit
akan mengalirkan cairan ekstraseluler pada lakuna dan kanalikuli jika ada
4. Osteoklas
16
ditemukan pada permukaan tulang. Osteoklas terbentuk dari stem sel yang
stem sel, sehingga osteoklas mempunyai ukuran yang lebih besar (sampai
mempunyai diameter 150 m) yang dapat dilihat dengan kasat mata. Osteoklas
batas berbentuk cekungan yang dalam oleh membran plasma sel. Osteoklas
2010).
e) Matriks Tulang
anorganik tulang terdiri dari 1/3 sampai 2/3 berat kering matriks tulang
seluruhnya. Matriks anorganik terdiri dari 85% hidroksiapatit yaitu garam kalsium
sejumlah kecil magnesium, sodium, potasium, fluorida, sulfat, karbonat serta ion
material karena terdiri dari dua kombinasi struktur yaitu keramik dan polimer.
17
Kolagen pada tulang adalah polimer dan hidroksiapatit beserta mineral lainnya
Tulang menjadi lunak dan mudah ditekuk, jika tulang kekurangan garam kalsium
(Saladin, 2010).
fleksibilitas. Tulang memiliki rasio mineral dengan kolagen yang berbeda pada
masing-masing regio tulang, sehingga tension dan kompresi tiap bagian tulang
2. Klasifikasi Tulang
Tulang panjang terdiri dari humerus, radius dan ulna, metakarpal, phalang
2. Tulang pendek, panjang dan lebar tulang hampir sama terdiri dari tulang
karpal serta tulang tarsal. Tulang pendek mempunyai gerakan terbatas disertai
sedikit gerakan meluncur sehingga ankle dan wrist dapat bergerak dalam
berbagai arah.
3. Tulang pipih berfungsi untuk menutup dan melindungi organ lunak dan
menjadi permukaan yang luas buat perlekatan otot. Tulang pipih terdiri dari
4. Tulang irreguler mempunyai bentuk yang tidak sama dengan salah satu
kategori tulang di atas. Tulang irregular terdiri dari vertebra, tulang sphenoid
Proses penyembuhan tulang terdiri atas beberapa fase yang saling tumpang
tindih yaitu fase inflamasi, fase repair serta fase remodeling. Fase inflamasi
terbentuk hematom di dalam fraktur beberapa jam sampai beberapa hari setelah
jaringan pembuluh darah serta migrasi sel-sel mesenkim. Oksigen serta nutrisi
soft callus pada sisi repair. Masa 4-6 minggu soft callus sangat lemah dalam
kembali dengan bentuk, struktur dan mechanical strength yang sama dengan
serta remodeling tulang pada bagian kortikal maupun kanselosa (Lukman, 1997).
kerusakan struktur tulang itu sendiri. Pembuluh darah yang rusak menyebabkan
sel mast melepas katekolamin, bradikinin serta serotonin yang menimbulkan efek
Ujung-ujung fraktur akan mengalami nekrosis dan pada saat bersamaan terjadi
vasodilatasi, eksudasi cairan plasma yang berisi sel-sel inflamasi masuk ke bagian
yang mengalami fraktur. Sel-sel inflamasi tersebut adalah leukosit PMN diikuti
dilepas trombosit terdiri dari platelet derived growth factor (PDGF), transforming
20
Bersamaan dengan tahap ini, sel-sel nekrotik dan eksudat akan diresorpsi dan
1997).
kolagen. Fase ini disebut juga fase mesenkimal karena sel-sel yang dominan
adalah kolagen tipe I dan II. Fibroblas mensintesis serabut kolagen tipe III dan V.
Kolagen tipe I lebih dominan pada tahap ini. ALP dan protein spesifik tulang
seperti proteoglycan core protein, kolagen tipe II, bone gla protein serta
adalah kolagen tipe II dan IX. Kolagen tipe II akan dideposisi pada area kartilago
yang telah matur. Sel-sel osteoid mulai terbentuk pada fase kondroid-osteoid yang
Soft callus terbentuk pada daerah sentral inflamasi yaitu di sekitar medula
dan daerah interfragmen fraktur yang didominasi oleh jaringan kartilago. Tulang
mesenkim bermigrasi dari jaringan lunak sekitar dan berdiferensiasi menjadi sel-
sel kondroid. Kartilago dan jenis kartilago hialin yang terbentuk pada tahap ini
(Lukman, 1997).
mineralisasi. Fase ini terjadi mulai minggu ketiga setelah fraktur dengan mulai
urutan aktivasi sel-sel. Sel kondrosit mensintesis kolagen tipe I yang mempunyai
serabut-serabut kolagen. Proses ini terjadi dengan dua cara yaitu dengan
tinggi sehingga menghambat mineralisasi dan cara kedua yakni setelah sel-sel
menghidrolisis adenosine triphosphate (ATP) dan ester fosfat yang kaya energi
serta menyediakan ion fosfat yang berguna untuk pengendapan kalsium (Lukman,
1997).
massa kalus fusiformis yang berisi woven bone yang terus meningkat. Semakin
banyak mineral yang terdeposisi semakin keras kalus yang terbentuk (Lukman,
1997).
terbentuk dari woven bone yang sudah terbentuk sebelumnya, disertai resorpsi
pasien sudah mampu melakukan aktifitas dan fungsi normal. Secara radiologis
remodeling untuk mempertahankan tulang skeletal dalam kondisi sehat. Saat ini
sangat sedikit penelitian yang dilakukan terhadap tulang rahang. Tulang rahang
merupakan tulang yang unik dibanding tulang lainnya dalam tubuh. Terdapat
beberapa perbedaan tulang rahang dengan tulang lainnya antara lain: tulang
embriologi, tulang rahang berasal dari sel neural crest dari lapisan benih
neuroektoderm, sedangkan tulang axial skeleton berasal dari sel sklerotom dan
tulang skleton appendikular berasal dari sel mesoderm lempeng lateral (Bukka
dkk, 2014).
hanya pada tulang rahang. Bone mineral density tulang trabekula mandibula lebih
sedikit terpengaruh jika dibandingkan dengan tulang tibia pada kasus ovariektomi
dan malnutrisi tikus percobaan. Selain itu, stem sel mesenkim atau sumsum tulang
stroma yang berasal dari tulang rahang mempunyai potensi osteogenik lebih tinggi
usia sehingga penuaan akan mengakibatkan atropi pada tulang rahang (Matsura
dkk, 2014).
5. Osteocalcin
oleh osteoblas dan disimpan dalam matriks mineral tulang sebagai kristal
mempunyai level tertinggi pada osteosit, karena sel ini bertanggung jawab pada
berlokasi pada lengan pendek kromosom 12 (12p). Gen berada pada 3,9 kilobasa
kromosom DNA disertai empat exon yang dipisahkan oleh tiga bagian besar
yang berikatan kuat dengan mineral hidroksiapatit matriks osteoid (Zanatta dkk,
2014).
sebagian kecil ditemukan pada tulang dan peredaran darah, sehingga dapat
sebagai marker bone formation juga marker biomekanis khusus (Zanatta dkk,
2014).
Pada tikus percobaan gen osteocalcin ditemukan dalam tiga kluster yaitu
OG1 dan OG2 yang terdapat pada tulang, sedangkan osteocalcin related gen
(ORG) terdapat pada ginjal. Protein sejenis osteocalcin yang terdapat pada ginjal
a. Struktur Osteocalcin
protein non kolagen tulang yang paling banyak terdiri dari 1-2% dari total matriks
protein tulang. Dari sejumlah kecil 49-residu protein mengandung tiga kalsium
pada tiga posisi 17, 21 dan 24 post translasi dan dua residu cysteine (cys 23 dan
dependent pada tulang dan kartilago membentuk matrix gla protein (MGP) (Lian
dkk, 1989).
b. Sintesis Osteocalcin
osteocalcin pada jaringan tulang pada matriks ekstraseluler seiring dengan awal
osteocalcin meningkat 200 kali lipat pada periode deposisi mineral matriks
deposisi mineral (Lian dkk, 1989). Osteocalcin berperan dalam mengikat kalsium
dan hidroksiapatit pada tahap remodeling tulang dan akan disimpan dalam matriks
kedokteran gigi (Weidjen dkk, 2009). Tindakan pencabutan gigi dilakukan karena
mendukung untuk gigi tetap dipertahankan dalam rongga mulut, tetapi ekstraksi
5. Gigi malposisi yang menyebabkan trauma jaringan lunak dan tidak mungkin
6. Fraktur gigi atau fraktur akar menyebabkan nyeri yang tidak dapat diatasi
8. Gigi impaksi yang tidak mungkin erupsi menuju oklusi fungsional akibat
kekurangan ruang kecuali pada pasien dengan masalah medis atau usia di
atas 35 tahun
10. Gigi dengan lesi patologis yang tidak dapat dirawat dengan bedah endodonti
12. Gigi fraktur atau luksasi parah pada garis fraktur tulang rahang dicabut untuk
perawatan gigi.
antara lain adalah trauma termasuk trauma pencabutan gigi, perubahan patologis
30
lama, posisi gigi, kondisi tulang rahang atas atau rahang bawah (Kubilius dkk,
2012).
Perubahan yang terjadi pada linggir alveolar dapat berupa resorpsi tulang
derajad penyembuhan tulang dimana tulang yang lebih lebar akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk sembuh. Tinggi dan lebar tulang alveolar selalu
cekungan jika dilihat dari aspek lateral. Besarnya kerusakan dinding fasial akibat
trauma atau penyakit akan menentukan besarnya perubahan kontur (Kubilius dkk,
2012).
Perubahan intraalveolar
Soket akan terisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam merupakan perubahan
kontraksi dan hancur membentuk jaringan granulasi dalam 2-3 hari. Biasanya
jaringan granulasi akan menutupi linggir tulang alveolar setelah 4-5 hari dan epitel
berproliferasi jika tepi jaringan lunak menutupi jaringan granulasi dan osteoid
31
akan terlihat pada dasar soket sebagai tulang yang belum terkalsifikasi dan
membentuk anyaman pembuluh darah dan jaringan ikat setelah satu minggu. Tiga
minggu kemudian alveolus akan terisi oleh jaringan ikat sementara osteoid mulai
mengalami mineralisasi dan epitel akan menutupi permukaan soket. Setelah enam
minggu terjadi pembentukan tulang trabekula. Deposisi tulang dalam soket akan
terlihat jelas setelah dua bulan. Deposisi akan melambat 4-6 bulan kemudian
tetapi akan masih berlanjut selama beberapa bulan kemudian (Kubilius dkk,
2012).
Perubahan ekstraalveolar
tipis daripada lingual/palatal. Soket alveolar dibatasi oleh tulang kortikal yang
secara radiologis tampak sebagai lamina dura, yaitu lapisan tipis yang membentuk
sebagian besar dinding soket alveolar. Lamina dura mempunyai ketebalan 1-2 mm
peridonsium yang berdampak pada resorpsi tulang. Resorpsi tulang semakin parah
jika dilakukan elevasi/pembukaan flap pada waktu pencabutan gigi (Kubilius dkk,
2012).
peningkatan jumlah osteoklas dalam satu minggu pada kedua dinding dalam dan
luar alveolar. Osteoklas berada pada linggir alveolar yang mengalami pencabutan
gigi dua minggu kemudian. Jaringan ikat muda dan bundel tulang digantikan oleh
32
tulang immatur secara intermittent. Osteoklas masih terdapat pada sisi bukal dan
area linggir alveolar selama empat minggu kemudian, tulang immatur digantikan
oleh tulang trabekula. Tulang kortikal menutupi soket alveolar selama delapan
resorpsi. Perubahan linggir alveolar terjadi dalam 12 bulan dapat dilihat dengan
vertikal sebanyak 0,7-1,8 mm dimana sisi bukal lebih banyak daripada sisi
lingual. Dua pertiga pengurangan linggir alveolar terjadi pada tiga bulan pertama
7. Bone substitute
Menurut Pryor dkk (2009), bone substitute adalah bahan sintetis kombinasi
inorganik atau organik yang secara biologis dapat memperbaiki defek tulang
yang biokompatibel dengan host serta tidak memicu reaksi inflamasi parah,
mudah diaplikasikan pada defek tulang dalam waktu singkat, bentuk dan volume
bahan dapat bertahan dalam waktu yang lama tanpa berubah bentuk. Bahan juga
tidak penghantar panas, bioaktif, dapat disterilisasi dan dapat digunakan sewaktu-
waktu.
aplikasinya, keamanan, waktu operasi yang semakin singkat dan dapat digunakan
secara klinis dalam berbagai kasus yang berhubungan dengan defek tulang (Pryor
dkk, 2009)
grup yaitu allograft yang berasal dari manusia, xenograft yang berasal dari spesies
lain seperti bovine serta alloplast yang diproduksi secara sintetis (Sanz dan
Vignoletti, 2015).
Berbagai bahan yang digunakan sebagai bone substitute antara lain adalah
(PMMA), poruous polyethylene polymer serta bioactive glass (Pryor dkk, 2009).
GIC sebagai bone substitute telah banyak digunakan dalam aplikasi bedah minor
a. Komposisi GIC
bahan yang digunakan pada kedokteran gigi sebagai bahan tambal maupun luting
cement. Penamaan diperoleh dari formula yang mengandung glass powder dan
GIC terdiri dari larutan cairan asam poliakrilat sebagai ionomer dan asam
basa semen ketika mengeras yang diawali oleh reaksi cairan ionomer polyacid
34
dengan kalsium yang dilepas oleh glass membentuk polysalt tidak terlarut
khususnya rongga mulut harus mempunyai sifat stabil tetapi pasif dan tidak
kemungkinan berasal dari fluorida yang dilepas. GIC telah banyak mengalami
proses penyempurnaan dalam hal komposisi, sifat, strength agar dapat digunakan
dkk, 1991).
lainnya karena tidak memerlukan bonding untuk melekat ke kavitas dan juga
dan HEMA mempunyai flexural strength yang lebih tinggi dibanding Glass
dentin. BAG yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut antara lain mengandung
35
silikon, sodium, kalsium dan fosfor dengan perbandingan tertentu. Bahan ini
diperkenalkan oleh Larry dan Hench pada tahun 1969 dengan komposisi kimia
dan perbandingan berat Na2O 24,5%, SiO2 45%, P2O5 6%, CaO 24,5%. Secara
yang hilang pada manusia. Bahan tersebut berikatan dengan tulang melalui
tidak ditolak oleh tubuh manusia (Koroushi dan Keshani, 2014). Penambahan
BAG pada RMGI mengurangi compressive strength tetapi jauh lebih kuat jika
silika. Penambahan asam tartatik (ASPA II) berpengaruh pada waktu manipulasi
dirilis sehingga bisa diabsorbsi oleh struktur gigi. Adanya fluorida akan
Menurut Purton dan Rodda (1988), semen tidak hanya melepas ion fluorida tetapi
untuk tidak menginduksi respon negatif oleh jaringan hidup. Komponen yang
Glass ionomer cement yang pertama sekali diperkenalkan oleh Wilson dan
Kent (1971) terdiri dari reaksi asam basa dengan komponen dasarnya adalah
kopolimer asam alkenoat (Wilson dan McLean, 1985). Seperti sudah diketahui
bahwa substansi anorganik GIC dapat dilepas oleh semen yang telah mengalami
fluorida dan aluminium. Silika secara alami terdapat pada makanan dan minuman,
Kalsium fosfat merupakan komponen anorganik utama tulang dan gigi sehingga
meskipun dilepas dari GIC tidak menyebabkan efek biologis pada tubuh. Fluorida
yang terkandung dalam GIC dapat bertahan selama 18 bulan, tetapi telah terbukti
scanning electron microscopy (Salata dkk, 1999). Menurut Brook dan Hatton
(1998), GIC yang tidak mengalami pengerasan dapat melepas sejumlah polyacid
dan ion ke area reseptor sehingga menyebabkan kerusakan jaringan lunak maupun
jaringan syaraf.
baik karena asam poliakrilat bersifat lemah dan tidak mampu berdifusi ke dalam
dentin karena mempunyai berat molekul besar. Pada pemeriksaan histologi efek
Percobaan implantasi GIC pada tulang terbukti bahwa GIC tidak dapat
yang lemah. Syarat penting agar suatu material dapat berikatan secara kimia
semen tulang yang memiliki sifat osteokonduktif dengan respon klinis dan
Toksisitas
sel sekitar. Pada kejadian toksik bahan GIC yang telah dilaporkan, sifat toksik
38
GIC disebabkan oleh permukaan material yang kasar serta bahan toksik yang
dilepaskannya (Hatton dkk, 2006). Ion logam yang terkandung dalam GIC diduga
ion yang berpengaruh pada sel tulang. Pengaruhnya berupa stimulator maupun
inhibitor tergantung pada konsentrasi dan kondisi kultur. Selain itu pH rendah
neurotoksik (Brook dan Hatton, 1998). pH rendah jaringan oleh asam poliakrilat
menjadi kemungkinan penyebab nekrosis lokal jaringan pada tahap awal GIC
diaplikasikan. Pelepasan partikel glass bebas dari semen yang tidak mengeras dan
air pada pengerasan glass ionomer juga berpengaruh, tetapi partikel glass yang
dilepas diduga sebagai penyebab reaksi inflamatori jaringan lunak sekitarnya, oleh
karena itu perlu dihindari kelembaban yang berlebihan (Hatton dkk, 2006).
konvensional dan GIC modifikasi resin, menyatakan bahwa GIC modifikasi resin
terhadap sel pulpa juga GIC konvensional seperti Fuji IX, GIC FX dan Fuji II SC
Bioresorbability
didefinisikan sebagai resorbsi material secara in vivo oleh aksi osteoklas yang
disebabkan pori yang saling terhubung satu sama lain, sehingga luas permukaan
diatur oleh struktur kristal, ukuran butir, mikroporositas, geometri bagian leher,
Setting Reaction
Setting reaction GIC terjadi melalui mekanisme reaksi asam basa antara
asam poliakrilat sebagai donor proton dan glas aluminosilikat sebagai resipien
proton. Asam merusak jaringan glass dan melepas kation Al3+, Ca2+, Na+ dll.
karakter kovalen ikatan Si-O-SiO-O, akan tetapi menjadi peka terhadap asam
metalik dilepas ke dalam larutan dan terbentuk lapisan jel silikat pada
permukaan partikel.
2. Gelasi, pada tahap ini terjadi peningkatan konsentrasi kation dan pH fase cair
melalui ikatan cross-link ion lemah dan pembentukan ikatan hidrogen. Reaksi
peningkatan viskositasnya.
3. Pengerasan terjadi dengan pembentukan ikatan cross-link pada rantai polimer
akibat pelepasan kation metalik. Material akhir terdiri dari partikel glass yang
Glass ionomer (GI) dapat berikatan secara kimia dengan material seperti
enamel dan dentin. Material tersebut mempunyai energi permukaan yang besar
tetapi tidak dapat bereaksi dengan logam maupun porselen (Koroushi, 2012).
seluruh grup adesif berikatan kovalen satu sama lain (Koroushi, 2012;
McCabe, 2008).
41
Type I : semen luting untuk sementasi crown, bridge dan bracket ortodonti
yang tidak terlalu aktif, setting tidak cepat, sangat lembab, sensitif dan derajad
kandungan material yang lebih baik. Bahan ini merupakan GI yang pertama
d. Pemakaian Klinis
1. Fissure Sealent Berbasis GIC
sealent berbasis GIC akan bebas karies jika dibandingkan dengan gigi yang di
42
fissure sealent berbasis resin. Hal tersebut menunjukkan adanya efek protektif
terhadap bakteri dan substratnya akibat efek pelepasan fluorida oleh GIC
meskipun secara klinis fissure sealent sudah terkikis atau bahkan sudah hilang
2. Restorasi Gigi
keras gigi (Mickenautsch dkk, 2011). Selain digunakan untuk ART, GIC juga
banyak digunakan sebagai bahan tambal pada kasus abrasi servikal, restorasi klas
III dan V juga sebagai pelindung pulpa dimana masih ditemukan lapisan dentin
teknik single cone gutta-percha kombinasi GIC. Saat ini berbagai produk telah
diteliti dan dikembangkan untuk pemakaian GIC dalam bidang endodonti (De
mengarah pada digunakannya GIC secara terbatas pada bidang Ortopedi (Jonk
dkk, 1990). GIC juga telah digunakan menambah dukungan stabilitas primer
43
dynamic hip screw pada kaput femur yang mengalami osteoporosis. GIC
Pengaruh besar juga terjadi dalam bedah otologi, dimana didapatkan hasil
yang baik dari sementasi implan protesa. GIC digunakan untuk rekonstruksi
mastoid dan membentuk ulang ossicular chain (Geyer dan Helms, 1990), juga
digunakan untuk mencegah kehilangan tulang setelah pencabutan gigi dan sebagai
filler pengisi rongga pasca enukleasi kista (Brook, 1994). Selain itu, GIC dapat
(Nordenvall, 1992).
lebih luas dalam bidang neuro-otologi dan bedah basis kranii untuk memperbaiki
defek kranial serta fistula cerebrospinal fluid (Loescher dkk, 1994), meskipun
menyimpulkan bahwa GIC tidak boleh kontak langsung dengan jaringan lunak
Banyak penelitian dilakukan melihat pengaruh ion fluorida yang dirilis dari
GIC meskipun sebatas penggunaan dalam bidang kedokteran gigi. Dalam uji
44
menunjukkan bahwa efek ion fluorida bersifat dose dependent. GIC dengan
konsentrasi fluorida yang relatif tinggi akan berfungsi sebagai enzym inhibitor
tetapi secara in vivo GIC merangsang proliferasi dan aktifitas ALP sel-sel
pembentuk tulang (Brook dkk, 1991). Fluorida juga menambah densitas tulang
mencegah resorpsi tulang (Soogard, 1995). Fluorida yang dirilis oleh GIC selama
Fluorapatit lebih tahan terhadap resorpsi daripada apatit, hal itu sesuai penelitian
bahwa fluorida berperan secara langsung dalam stimulasi proliferasi sel tulang
dalam darah manusia dengan kadar terendah 5-10 M dan kadar tertinggi 30 M.
lapisan tunggal kultur sel. Dosis mitogenik fluorida secara in vitro juga
Penelitian in vitro oleh Lu dan Baylink (1998), terdapat ciri aksi mitogenik
dalam media
5. Aksi ion fluorida pada dasarnya terdapat pada sel osteoprogenitor dan
pembentukan tulang baru (Quarles dkk, 1990). Hal tersebut didukung oleh
Posner, 1984). Secara in vivo ion aluminium yang dilepas berperan penting
mengurangi mineralisasi dengan cara membuat gangguan pada tahap awal proses
46
mineralisasi (Blumenthal dan Posner, 1984; Quarles dkk, 1990). Aluminium juga
1991).
Menurut Lu dkk (1991), pada penelitian in vitro aktivitas mitogenik
(BN) formation oleh Al3+ dan hubungannya dengan jalur sinyal PGE2 (Gambar
4).
(Smith, 1990). Secara in vivo dan in vitro, silika memiliki efek menguntungkan
ALP serta ekspresi gen (Wiens dkk, 2010). Menurut Feng dkk (2007), silika
regenerasi tulang. Ion silikon yang dilepas dari silika dapat menstimuli sel
aktivitas mineralisasi osteoblas dan ekspresi gen yang terlibat dalam sintesis
matriks tulang, meskipun ditemukan hal-hal yang belum jelas mengenai dosis
mencegah kehilangan tulang dan pembentukan tulang secara preklinis dan klinis
belum jelas.
PTK atau inhibisi aktivitas PTP atau keduanya. Mekanisme molekular aksi
Gambar 6 Dua mekanisme molekular aksi fluor dalam sel tulang (Lu dan
Baylink, 1998)
growth factor seperti IGF-I pada reseptor permukaan sel mengaktivasi aktivitas
50
MAPK pada kedua residu threonine dan tyrosine dan teraktivasi. Aktivasi MAPK
migrasi ke nukleus, fosforilasi dan aktivasi sejumlah faktor transkripsi dan aksi
empat regulator yaitu reseptor growth factor, rasGAP, Raf dan MAPK. Aktivitas
diferensiasi sel. Fluorida yang masuk ke dalam sel menginhibisi aktivitas satu atau
meningkat, yang berdampak pada potensiasi proliferasi dan aktivitas sel yang
menjadi 200 jenis sel berbeda berdasarkan spesifikasinya dalam struktur dan
fungsinya. Sel tipikal sebenarnya tidak ada, karena setiap sel mempunyai beragam
spesialisasi struktur dan fungsi, namun berbagai sel memiliki banyak kesamaan.
Secara umum sel memiliki tiga subdivisi utama yaitu membran sel, nukleus yang
membungkus setiap sel. Sawar berminyak ini memisahkan isi sel dari lingkungan
sekitar. Membran plasma menjaga intrasel tetap berada di dalam sel dan tidak
bercampur dengan cairan ekstra sel. Selaput ini juga berperan dalam mengontrol
organel yang tersebar dalam sitosol yaitu cairan kompleks mirip gel. Hampir
semua sel mengandung enam jenis utama organel yaitu retikulum endoplasma,
organel mengandung satu set bahan kimia untuk melaksanakan fungsi tertentu sel.
52
Bagian sitoplasma yang tidak ditempati organel terdiri dari sitosol (Sherwood,
2012).
Nukleus merupakan komponen tunggal sel yang paling besar, berupa struktur
bulat atau oval yang berada di tengah sel. Struktur ini dilapisi oleh membran lapis
ganda yaitu selubung inti yang memisahkan nukleus dari bagian sel lainnya.
Selubung inti memiliki banyak pori inti yang memungkinkan lalulintas antara
sebagai cetak biru genetik selama replikasi sel. DNA menyediakan kode/sandi
tertentu di dalam sel. Dengan menentukan jenis dan jumlah berbagai enzim dan
protein lain yang diproduksi, nukleus secara tak langsung mengatur sebagian
besar aktivitas sel dan berfungsi sebagai pusat kontrol sel (Sherwood, 2011).
yaitu kode genetik DNA untuk protein tertentu diterjemahkan ke dalam molekul
RNA perantara (messenger RNA, mRNA) yang keluar dari nukleus melalui pori
untuk membentuk protein yang telah ditentukan. RNA ribosom (rRNA) adalah
amino yang sesuai di dalam sitoplasma ke tempat yang telah ditentukan pada
sebagai cetak biru genetik selama replikasi sel untuk memastikan bahwa sel
menghasilkan sel lain yang sama dengan dirinya sehingga tercipta turunan sel
transkripsi gen yang disebut messenger RNA (mRNA). Banyaknya gen yang
dan mendeteksi jumlah pasti ekspresi gen dari sejumlah kecil RNA. Polymerase
cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Proses
spesifik menjadi ribuan sampai jutaan kopi sekuen DNA. Teknik ini menggunakan
metode enzimatis yang diperantarai primer. Prinsip dasar PCR adalah sekuen
DNA spesifik diamplifikasi menjadi dua kopi selanjutnya menjadi empat kopi dan
seterusnya. Pelipat gandaan ini membutuhkan enzim spesifik yang dikenal dengan
54
membutuhkan primer serta DNA cetakan seperti nukleotida yang terdiri dari
empat basa yaitu Adenine (A), Thymine (T), Cytosine (C) dan Guanine (G) (Gibbs
1990). Reaksi amplifikasi ini dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan
yang berantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian suhu diturunkan sehingga
primer akan menempel (annealing) pada DNA cetakan yang berantai tunggal.
melakukan proses polimerase rantai DNA yang baru. Rantai DNA yang baru
2006).
Proses dalam PCR dibagi menjadi tiga langkah, yaitu denaturasi DNA
pada suhu tinggi, penempelan (annealing) primer pada DNA target, serta sintesis
dengan PCR terjadi secara berulang dalam 30-45 siklus. Denaturasi DNA untai
ganda menjadi DNA untai tunggal dilakukan pada suhu 95C. Suhu kemudian
diturunkan 10 saat proses annealing menjadi sekitar 40-60oC. Optimasi suhu pada
tahap annealing sangat penting karena jika suhu terlalu rendah, primer akan
menempel pada daerah yang tidak spesifik (non target), tetapi jika suhu yang
dipakai terlalu tinggi, primer tidak dapat menempel pada DNA target (Walker dan
Rapley, 2009).
55
Kedua prosedur real time dan deteksi end point dimulai dengan isolasi
ini diawali transkripsi balik (reverse transcriptase) sampel RNA murni, tetapi
tahap ini tidak dilakukan apabila sampel berupa DNA murni. Jumlah amplifikasi
pita DNA dapat diukur dengan menggunakan mesin digital densitometri, berbeda
dengan real time PCR, jumlah DNA diukur di setiap siklus proses amplifikasi
PCR terutama pada fase eksponensial. Deteksi akumulasi amplifikasi DNA pada
PCR real time menggunakan probe DNA fluoresen. Analisis hasil data kedua
terhadap acuan yang diketahui untuk menentukan kualitas awal ekspresi target
dimulai dari isolasi RNA atau DNA sampai analisis data. Prinsip kerja PCR real
reaksi. Reaksi selama fase eksponensial dapat dipantau dengan mencatat jumlah
56
emisi fluoresen pada setiap siklus. Peningkatan hasil amplifikasi PCR pada fase
tingkat ekspresi gen target maka deteksi emisi fluoresen makin cepat terjadi
(Pardal, 2010).
PCR berdasarkan fluoresensi di awal fase eksponensial PCR dan melewati garis
mencapai ambang batas disebut Ct. Nilai Ct PCR real time sangat berkorelasi
dengan kuantitas urutan DNA target (Giglio dkk, 2003). Apabila kuantitas urutan
DNA target tinggi di awal reaksi, nilai Ct akan lebih cepat diketahui. Nilai Ct
lebih sering ditemukan pada fase eksponensial setiap siklus amplifikasi PCR dan
menjadi alasan utama nilai Ct lebih mampu mengukur jumlah amplifikasi DNA
Terdapat empat fase reaksi PCR yaitu Baseline, Exponential, Linear dan
dapat terdeteksi. Selama fase kedua, amplifikasi reaksi kinetik menentukan dalam
produk yang tidak bertahan lama mengganda pada masing-masing siklus. Pada
jumlah siklus meningkat dan produk PCR yang tidak berguna mengalami
degradasi. PCR tradisional mendeteksi produk reaksi pada tahap akhir, sehingga
fase plateau pada titik yang berbeda yang ditandai dengan kinetik yang berbeda
sehingga tampilannya juga berbeda, oleh karena itu end-point PCR tidak dapat
untuk deteksi RNA, DNA dan cDNA. Teknik ini sangat sensitif yang
real time jika dibandingkan dengan PCR konvensional adalah lebih dinamis,
untuk pengujian lebih banyak (Black dkk, 2002). Polymerase Chain Reaction
(PCR) real time tepat untuk berbagai aplikasi seperti analisis ekspresi gen,
pengujian PCR real time jika dibandingkan dengan pengujian PCR konvensional
(Chantratita dkk, 2008). Namun demikian, PCR real time juga mempunyai
kelemahan yaitu memerlukan peralatan dan reagen yang mahal serta pemahaman
produk setiap siklus PCR dimana kombinasi amplifikasi serta deteksi DNA dapat
terjadi dalam satu tahap sehingga tidak memerlukan processing post PCR, range
terdapat sedikit variasi inter-assay yang menimbulkan hasil yang reliable dan
karena itu qPCR lebih condong ke arah penelitian kuantitatif daripada kualitatif.
B. Landasan Teori
Glass ionomer cement banyak digunakan dalam kedokteran gigi sebagai
bahan tambal, semen luting maupun bahan pengisi saluran akar. GIC mempunyai
59
Otolaryngology.
Kandungan GIC terdiri dari kalsium, sodium, aluminium, fluorida, fosfat,
silikon dan oksigen. Silika, aluminium dan fluorida secara sendiri atau bersama
sinyal MAPK melalui inhibisi osteoblastic fluoride sensitive PTP serta aktivasi
mitogenik ditentukan oleh reaksi dua enzim yang saling berlawanan. PTK
terjadi akibat stimulasi aktivitas PTK atau inhibisi aktivitas PTP maupun
berperan dalam sintesis protein serta cetak biru genetik selama replikasi sel. Gen
osteocalcin berlokasi pada lengan pendek kromosom 12 (12p). Gen berada pada
3,9 kilobasa kromosom DNA dengan empat exon yang terpisah oleh tiga bagian
60
pada Gla residu 17, 21 dan 24 sehingga terbentuk Gla residu tergantung Vitamin-
salah satunya menggunakan metode PCR. Proses PCR dibagi menjadi tiga
langkah yaitu denaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal pada suhu 95 0C,
pada DNA target serta sintesis DNA (extension/elongation). Optimasi suhu pada
tahap annealing penting karena jika suhu terlalu rendah, primer akan menempel
pada daerah yang tidak spesifik (non target) tetapi jika suhu terlalu tinggi primer
tidak menempel pada DNA target. Prinsip kerja real time PCR adalah mendeteksi
pertambahan amplifikasi DNA dalam reaksi PCR. Reaksi pada fase eksponensial
C. Hipotesis
61
bahwa ekspresi Osteocalcin lebih banyak pada soket ekstraksi gigi yang diaplikasi
GIC.
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
C. Subyek Penelitian
Jumlah pasien yang menjadi subyek penelitian ini adalah 4 orang tanpa
N = 2 [ (Z+Z) S ]2
x1-x2
= 2 [(1,64+0,84) 6 ]2
10,3
= 4
Keterangan :
Z : kesalahan tipe 1 sebesar 5% =1,645
Z : kesalahan tipe 2 sebesar 20% = 0,842
(x1-x2) : selisih minimal yang dianggap bermakna =10,3
S : standar deviasi = 6 (Grieve dkk., 1994)
Subyek penelitian adalah pasien yang datang ke Poli Bedah Mulut RSGM
Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada untuk dicabut
Kriteria inklusi:
1. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent
2. Pasien laki-laki atau perempuan usia 20-40 tahun
3. Kondisi kesehatan baik dan tidak ada penyakit sistemik
4. Memiliki 2 gigi yang akan dicabut rahang atas atau rahang bawah
5. Indikasi pencabutan seperti fraktur akar atau mahkota yang dapat dicabut
dengan pencabutan biasa, karies yang tidak dapat direstorasi dengan diagnosa
Kriteria Eksklusi:
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Pengaruh : Glass ionomer cement
2. Variabel Terpengaruh :
Ekspresi mRNA Osteocalcin dari soket ekstraksi gigi
3. Variabel Terkendali :
Oral Hygiene baik, satu sendok powder GIC yang dicampur dengan liquid
Jenis kelamin, respon imun subyek, volume soket gigi, lokasi gigi
E. Definisi Operasional
64
1. Glass ionomer cement adalah semen glass poly alkenoat yang dipakai secara
luas sebagai bahan tumpatan dalam konservasi gigi. Nama dagang yang
Smittgen (2001).
F. Pengambilan Sampel
1. Kelompok A
Pengambilan jaringan lunak sekitar soket dan isi soket gigi pasien pasca
2. Kelompok B
Pengambilan jaringan lunak sekitar soket dan isi soket gigi pasien pasca
G. Etik Penelitian
Penelitian dilakukan pada pasien yang datang ke RSGM Prof. Soedomo
FKG UGM untuk dicabut giginya dan mendapatkan surat lolos etik dari komisi
5. 0.1% Tween 20
7. KAPA SYBR FAST Master Mix Universal 2X qPCR Master Mix (2 x 5 ml =10
ml)
Alat Penelitian
7. Benchtop microcentrifuge
8. Vortexer
I. Jalannya Penelitian
66
flap. Jaringan lunak sisa dibuang setelah gigi dicabut dan kuretase soket, diirigasi
dengan larutan NaCl 0,9%. Soket B dikeringkan dengan kasa dan diaplikasi GIC
berupa pasta campuran powder dan liquid sesuai petunjuk pabrikan sedangkan
soket A dibiarkan tanpa aplikasi GIC. Kedua soket dibiarkan terbuka tanpa
hari pemakaian. Hari ke-3 dan 14 semua soket dibersihkan menggunakan larutan
Analisis Laboratoris
Semua sampel ditempatkan dalam tabung ependorf yang berisi RNAlater RNA
stabilization solution untuk mencegah degradasi RNA. Jaringan dari dalam soket
Cara kerja:
A. Prosedur pemurnian total RNA jaringan
reagen RNAlater suhu -200C, kristal yang terbentuk dan menempel pada
ada jaringan fresh sisa dapat disimpan dalam reagen RNAlater RNA
stabilisasi.
jaringan disimpan dalam reagen RNA later RNA stabilisasi, jaringan akan
seluruhnya.
(lysate).
e. Penambahan 1 volume 70% etanol untuk menjernihkan lysate dan diaduk
dalam RNA
69
seluruhnya
1,6 pM.
konsentrasi rendah
C. Pengenceran acuan
berikutnya
gambaran berupa dua band. Proses selanjutnya adalah sintesis cDNA dengan
primer DNA yang memiliki ujung poli T yang akan berpasangan dengan poli
RNA memiliki konsentrasi yang sama dan siap untuk dilakukan pemeriksaan
real-time PCR.
F. Kuantifikasi qPCR. Pemeriksaan qPCR dengan melihat perbandingan Ct
Tabel 1. Threshold cycle Ct Osteocalcin dan Ct GAPDH aplikasi GIC dan tanpa GIC
Ct OCN Ct GAPDH Ct
Ct Ct =
GIC
Hari Pasien non non non Ct GIC - R = 2- Ct
GIC GIC
GIC GIC GIC Ct non GIC
0 1
2
3
4
3 1
2
3
4
14 1
2
3
4
K. Analisis Data
GAPDH masing-masing kelompok yang diaplikasi GIC dan tanpa GIC, hari ke-0,
L. Alur Penelitian
Ethical clearance
Informed consent
Soket A Soket B
Tanpa GIC Aplikasi GIC
Pengolahan data
Analisis data
Laporan penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
73
Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada dan
mulai bulan Maret sampai Mei 2016. Penelitian ini dinyatakan laik secara etik
oleh Komisi Etik Penelitian FKG UGM dengan surat Ethical Clearance No.
00533/KKEP/FKG-UGM/EC/2016.
dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada
untuk pencabutan 2 gigi sekaligus menurut kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Keterangan : non GIC = soket tanpa aplikasi GIC, GIC = soket dengan aplikasi GIC
Subyek penelitian enam orang yakni tiga orang laki-laki dan tiga orang
perempuan dengan rentang usia antara 22-39 tahun, rata-rata usia laki-laki 26
tahun sedangkan perempuan 38,3 tahun. Elemen gigi yang dicabut adalah gigi
flap. Soket ekstraksi gigi perlakuan dan kontrol dibiarkan terbuka tanpa
penjahitan. Proses penyembuhan soket ekstraksi gigi pasca aplikasi GIC pada
Tabel 3. Threshold Cycle mRNA OCN dan GAPDH jaringan soket ekstraksi gigi
Keterangan:
OCN = Osteocalcin, GAPDH = glyceraldehyde 3-phosphate-dehydrogenase (housekeeping gene/gen referensi), Non GIC = tanpa aplikasi GIC, GIC = aplikasi
GIC, Ct = Threshold cycle, Ct OCN = Threshold cycle OCN, Ct GAPDH = Threshold Cycle GAPDH, Ct Non GIC = Ct Non GIC OCN - Ct Non GIC
GAPDH, Ct GIC = Ct GIC OCN Ct GIC GAPDH, Ct = Ct GIC Ct Non GIC, R= 2 Ct (rasio/perbandingan ekspresi gen OCN kelompok perlakuan
dengan kontrol menurut Livak dan Schmittgen (2011)
Threshold Cycle (Ct) menunjukkan reaksi ketika jumlah amplikon yang
(McPherson dan Moller, 2006). Nilai rata-rata Ct OCN kelompok kontrol dan
perlakuan seluruh subyek penelitian hari ke- 0, 3, dan 14 ditunjukkan pada tabel 4.
perlakuan GIC hari ke-0, 3 dan 14. Konsentrasi OCN pada kelompok kontrol
menurun dari hari ke-0, 3 dan 14 sedangkan pada kelompok perlakuan tidak
tampak perbedaan signifikan antara hari ke-0 dengan hari ke-3 tetapi menurun
pada hari ke-14 (Ct kelompok kontrol meningkat dari hari ke-0, 3 dan 14
sedangkan Ct pada kelompok perlakuan sama antara hari ke-0 dengan hari ke-3
Ct O CN p a si en 2 Ct O CN p a sien 1
27.32
26.9
22.98
22.15
23.3
22.3
23
Ct O CN p a si e n 3 Ct O CN p a si en 4
non GIC GIC non GIC GIC
30.27
25.93
25.72
24.05
23.33
25.23
25.15
24.05
22.5
20.16
23.13
27
h ar i 0 hari 3 hari 1 4 h ar i 0 h ar i 3 h ar i 1 4
Ct O CN p a si en 5 Ct O CN p a si en 6
26.69
26.54
25.23
24.89
24.81
24.17
22.77
22.04
22.6
H ar i 0 h ar i 3 Hari 1 4 h ar i 0 h ar i 3 hari 1 4
perlakuan dan Ct non GIC untuk kelompok kontrol. Nilai Ct GIC dan Ct Non
perlakuan dan kontrol yang dihitung berdasarkan rumus R= 2 -Ct (Livak dan
Schmittgen, 2001).
hari ke-0 sebesar 4,5110,70, menurun pada hari ke-3 menjadi 2,544,36 dan
menurun lagi pada hari ke-14 menjadi 0,78 0,67. Kondisi tersebut dapat dilihat
5.00
4.50 4.51
4.00
3.50
Ekspresi osteocalcin 3.00
2.50 2.54
2.00
1.50
1.00
0.78
0.50
0.00
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-14
Waktu pengamatan
Osteocalcin pada hari ke-0 dan hari ke-3 tidak berdistribusi normal sehingga
dilakukan transformasi data dengan hasil uji normalitas dan uji homogenitas pada
tabel 6 berikut :
memiliki sebaran yang normal (p>0,05). Hasil uji homogenitas varian ekspresi
yang homogen dengan nilai signifikansi 0,338 (p>0.05) sehingga pengolahan data
Tabel 7. Hasil uji Repeated Measure Anova ekspresi osteocalcin aplikasi GIC pada soket
ekstraksi gigi
menunjukkan nilai p sebesar 0,710 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
bermakna ekspresi mRNA OCN aplikasi GIC pada soket ekstraksi gigi pada hari
B. Pembahasan
GIC terhadap ekspresi mRNA OCN jaringan dari soket ekstaksi gigi
gen dibanding teknik lain adalah data yang diperoleh akurat dan tidak
memerlukan manipulasi post amplifikasi. Real time PCR 10000-100000 kali lebih
sensitif daripada RNase protection assay dan 1000 kali lebih sensitif daripada dot
sebaiknya disimpan pada suhu -700 C untuk mencegah degradasi OCN. Sampel
penelitian untuk melihat ekspresi OCN sebaiknya segera diproses karena OCN
tidak stabil dan cepat mengalami degradasi (Lee dkk, 2000). Penelitian in vitro
Garnero dkk (1994) menyatakan bahwa OCN intak mengalami degradasi 17%
setelah 2 jam inkubasi pada suhu ruang, oleh sebab itu sampel harus segera
OCN sampai 40% (Lee dkk, 2000) sehingga berpengaruh pada jumlah ekspresi
triplicate sehingga dapat melihat jika ada kontaminasi selama proses qPCR dan
nilai rata-rata Ct yang diperoleh lebih valid, tetapi pada penelitian ini masing-
dalam menghitung ekspresi gen pada level mRNA. Ekspresi gen yang diamati
harus dibandingkan dengan gen kontrol mRNA tertentu. Jumlah mRNA yang
diamati fluktuatif antara lain karena perbedaan massa jaringan dan jumlah sel.
internal kontrol (Ullamnova dan Haskovec, 2003). Menurut Hugget dkk (2005),
untuk menjamin kemurnian total RNA. GAPDH merupakan salah satu gen
referensi yang paling banyak digunakan (de Jonge dkk, 2007), karena ekspresinya
82
yang sangat stabil pada berbagai perlakuan (Hugget et al., 2005) dan banyak
Menurut Bustin (2002), actin dan GAPDH tidak cocok digunakan sebagai
internal reference pada beberapa penelitian akibat variabilitasnya, oleh sebab itu
saling tumpang tindih terdiri dari fase inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase
tersebut melibatkan proses selular yang terjadi secara terus menerus. Penelitian
Canuto dkk (2011) untuk melihat pengaruh Hydroxyapatite paste Ostim terhadap
ekspresi gen pada penyembuhan alveolar soket ekstraksi gigi dilakukan pada hari
ke-1, 7 dan 14, sedangkan pada penelitian ini pengaruh GIC terhadap ekspresi
pada sampel perlakuan hari ke-0 nilainya 4,51 kali dibanding kontrol, hari ke-3
menurun menjadi 2,54 kali dibanding kontrol, dan hari ke-14 menurun lagi
menjadi 0,78 kali dibanding kontrol. Data tersebut menunjukkan penurunan rasio
ekspresi mRNA OCN dari hari ke -0, 3 dan hari ke-14. Rasio ekspresi mRNA
OCN yang semakin menurun pada periode pengamatan sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Canuto, dkk (2011). Pengaruh Hydroxyapatite paste Ostim
terhadap ekspresi mRNA OCN pada soket ekstraksi gigi berakar tunggal menurun
dari hari ke-1, 7 dan 14. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada jumlah
sampel, usia rata-rata pasien, bahan yang diaplikasikan, banyaknya ekspresi gen
kolagen dan OCN secara signifikan lebih tinggi pada minggu ke-2 jika
dibandingkan dengan sebelum dan sesudah minggu ke-2. Hasil penelitian Canuto
dkk (2011) dan penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian tersebut, ekspresi
mRNA OCN menurun pada hari ke-14 (minggu ke-2) tetapi meningkat pada awal
inflamasi proses penyembuhan soket ekstraksi gigi. Ekspresi mRNA OCN tinggi
pada awal inflamasi menurut Gortz dkk (2004) sebagai akibat inflamasi
osteoblas tikus pada konsentrasi fluor fisiologis menyimpulkan bahwa fluor tidak
meningkatkan ekspresi protein seperti OCN selama fase proliferasi hari ke-5
Kadar OCN serum terdiri atas 10-40% dari total OCN dalam tubuh
sedangkan selebihnya terikat pada matriks tulang. Half life OCN serum singkat
sehingga dihidrolisis pada ginjal dan liver (Lee dkk., 2000). Osteocalcin yang
dirilis di sirkulasi merupakan molekul intak yang baru disintesis oleh osteoblast
(Diaz dkk, 1998). Menurut Ingram dkk (1994), Osteocalcin mempunyai distribusi
berbeda tergantung usia dan jenis kelamin. Fares dkk (2003) menyatakan bahwa
tinggi jika dibandingkan dengan dewasa muda perempuan pada usia yang sama
karena laki-laki mempunyai tulang yang lebih panjang dan lebih lebar, selain laki-
84
laki lebih lama mencapai puncak bone mineral density daripada perempuan (Szulc
dkk, 2007).
(Hannemann dkk, 2013) jika dibandingkan dengan laki-laki usia paruh baya atau
tua (50-60 tahun) yang stabil atau sedikit meningkat (Gundberg dkk, 2002),
sedangkan pada perempuan konsentrasi OCN serum stabil pada saat pre
menopause 35-45 tahun (Ardawi dkk, 2010). Rata-rata usia subyek penelitian
rata-rata usia perempuan 38,3 tahun mempunyai konsentrasi OCN serum stabil
dan telah mencapai skeletal maturity dan fase stabil bone turnover (Glover dkk,
2008).
dan jenis kelamin juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti pemakaian obat-
yang sama, tetapi volume GIC di dalam soket tidak dapat dikendalikan oleh
adalah penelitian eksperimental klinis aplikasi GIC pada soket ekstraksi gigi
dengan subyek manusia. Ekspresi mRNA OCN soket ekstraksi gigi dihitung
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
diaplikasi GIC dengan kelompok kontrol tanpa aplikasi GIC pada soket ekstraksi
gigi (p = 0,710)
86
2. Saran
disarankan untuk:
penelitian dilakukan
d. Sampel penelitian Real-Time qPCR diproses duplicate atau triplicate .
Daftar Pustaka
Anusavice, K.J., 2004, Philips science of dental material, 12th ed, Elsevier, India.
Ardawi, M.S., Maimani, A.A., Bahksh, T.A., Rouzi, A.A., Qari, M.H., Raddadi,
R.M., 2010, Reference intervals of biochemical bone turnover markers for
Saudi Arabian women: a cross-sectional study, Bone, 47:804814.
Beck Jr., G.R., Shin-Woo Ha, Camalier, C.E., Yamaguchi, M., Li, Y., Jin-Kyu Lee,
and Weitzmann, M.N., 2012, Bioactive silica based nanoparticles stimulate
bone forming osteoblasts, suppress bone esorbing osteoclasts, and enhance
bone mineral density in vivo, Nanomedicine, 8(6): 793803.
Boix, D.,Weis, P., Gauthier, O., Guicheux, J., Bouler, J-M., Pilet, P., Daculsi, G.,
and Grimandi, G., 2006, Injectable bone substitute to preserve alveolar
ridge resorption after tooth extraction: A study in dog, J Mater Sci: Mater
Med 17:11451152.
Brook, I.M., Craig, G.T., and Lamb, D.J., 1991, In vitro interaction between
primary bone organ cultures, glass-ionomer cements and
hydroxyapatite/tricalcium phosphate ceramics, Biomaterials, 12:179-86.
Brook, I.M., Craig, G.T., and Lamb, D.J., 1991, Initial in vivo evaluation of glass-
ionomer cements for use as alveolar bone substitutes, Clin Mater, 7:295-
300.
Brook, I.M., and Hatton, P.V., 1998, Glass-ionomers: bioactive implant materials,
Biomaterials, 19:565-571.
Brook, I.M., and Lamb, D.J., 1994, Clinical evaluation of ionogran for use in the
restoration and treatment of alveolar bone atrophy, European Conf on
Biomaterials, 11:466-68.
Bukka, P., McKee, M.D., and Karaplis, A.C., 2014, Molecular regulation of
osteoblas differentiation in Bronner F et.al. Bone formation, Spinger-Verlac
London, p.3.
88
Buric, N., Jovanovic, G., Krasic, D., and Kesic, L., 2003, Investigation of the
bone tissue response to glass-ionomer microimplants in the canine maxillary
alveolar ridge, Journal of Oral Science, 45:207-212.
Burr, D.B., and Allen, W.A., 2014, Basic and applied bone biology, Elsevier, New
York, p 3-5.
Bustin, S.,A., 2002, Quantification of mRNA using real time reverse transcription
PCR (RT-PCR): Trends and problems, J. Mol. Endocrinol, 1:23-29.
Camargo, P.M., Lekovic, V., and Weinlaender, M., 2000, Influence of bioactive
glass on changes in alveolar process dimensions after exodontia, Oral
Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 90:581-6.
Caverzasio, J., Palmer, G., Suzuki, A., and Jean-Philippe Bonjour, 1997,
Mechanism Of The Mitogenic Effect Of Fluoride On Osteoblast-Like
Cells: Evidences For A G ProteinDependent Tyrosine Phosphorylation
Process, Journal of bone and mineral research, 12: 1975-83.
Canuto, R. A., Pol, R., Martinasso, G., Muzio, G., Gallesio, G., and Mozzati, M.,
2013, Hydroxyapatite paste Ostim, without elevation of full-thickness
flaps, improves alveolar healing stimulating BMP- and VEGF-mediated
signal pathways: an experimental study in humans, Clin. Oral Impl. Res.,
24: 4248.
Cioban, C., 2013, Early healing after ridge preservation with a new collagen
matrix in dog extraction sockets: preliminary observations, Rom J Morphol
Embryol, 54(1):125130.
Dahlan, S.M., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Salemba
Medika, Jakarta, pp
De-Bruyne, M.A.A., and De-Moore, R.J.G., 2004, The use of glass ionomer
cement in both conventional and surgical endodontics, International
endodontic journal, 37:91-104.
Doblare, M., Garc, J.M., and Gomez, M.J., 2004, Modelling bone tissue fracture
and healing: a review, Engineering Fracture Mechanics, 71:1809-40.
Diaz, D.E., Nacher, M., Rapado, A., Serrano, S., Bosch, J., Aubia, J., 2002,
Immunoreactive osteocalcin forms in conditioned media from human
osteoblast culture and in sera from healthy adult control subjects and
patients with bone pathologies. Eur J Clin Invest, 28:48-58.
Fares, J.E., Choucair, M., Nabulsi, M., Salamoun, M., Shahihe, C., H., Fuleihan,
G.,E., 2003, Effect of gender, puberty, and vitamin D status on biochemical
markers of bone remodeling, Bone, 33:242-47
Farley, J.R., Wergedal, J.R., and Baylink, D.J., 1983, Fluoride directly stimulates
proliferation and alkaline phosphatase activity of bone forming cells,
Science, 222:330-2.
Feng, J., Yan, W., Gou, Z., Weng, W., and Yang, D., 2007, Stimulating effect of
silica-containing nanospheres on proliferation of osteoblast-like cells, J
Mater Sci: Mater Med, 18:21672172.
Fraga, D., Meulia, T., and Fenster, S., 2008, Real-time PCR. In: Current protocols
essential laboratory techniques. John Wiley & Sons, Inc. New York. pp.
10.3.1-10.3.33.
Gerhardt, Lutz-Christian., and Boccaccini, A.R., 2010, Bioactive Glass and Glass-
Ceramic Scaffolds for Bone Tissue Engineering, Materials, 3: 3867-3910.
Geyer, G., and Helms, J., 1990, Reconstructive measures in the middle ear and
mastoid using a biocompatible cement-Preliminary clinical experience.
Clinical implant materials In: Heimke E, Soltese U, Lee AJC, Advances in
biomaterials, 10:529-35. Elsevier, Amsterdam.
Glover, S.J., Garnero, P., Naylor, K., Rogers, A., Eastell, R., 2008, Establishing a
reference range for bone turnover markers in young, healthy women, Bone,
90
42:623630.
Goenka, S., Balu, R., and Kumar, T.S.S., 2011, Effects of nanocrystalline calcium
deficient hydroxyapatite (nCDHA) incorporation in glass ionomer cements
(GIC), thesis,
Goodman, W.G., and O-Connor J., 1991, Aluminium alters calcium influx and
efflux from bone in vitro, Kidney Int, 39:602-7.
Gortz, B., Hayer, S., Redlich, K., Zwerina, J., Tohidast-Akrad M., Tuerk, B.,
Hartmann, C., Kollias, G., Steiner, G., Smolen, J.,S., Schett, G., 2004,
Arthritis induces lymphocytic bone marrow inflammation and endosteal
bone formation, J Bone Miner Res, 19:990998.
Grieve, W.G, Johnson, G.K, Moore, R.N, Reinhart, R.A, Dubois, L.M., 1994,
Prostaglandin E (PGE) dan Interleukin 1- Levels in Gingival Crevicular
Fluid During Human Orthodontic Tooth Movement, Am J Orthod
Dentofacial Orthop, p. 369-74.
Gundberg, C.M, Looker, A.C., Nieman, S.D., Calvo, M.S., 2002, Patterns of
osteocalcin and bone specific alkaline phosphatase by age, gender, and race
or ethnicity, Bone, 31:703708.
Hannemann, A., Friedrich, N., Spielhagen, C., Rettig, R., Ittermann, T., Nauck,
M., Wallaschofski, H., 2013, Reference interval for serum osteocalcin
concentration in adult men and women from the study of health in
Pomerania, BMC Endocrine disorders, 13(11):1-9.
Hugget, J., Dheda, K., Bustin, S., dan Zumla, A., 2005, Real-time PCR
normalisation: Strategies and consideration, Genes and Immunity, 6:279-
284.
Iasella, J.M., Geenwell, H., Miller, R.L., Hill, M., Drisko, C., Bohra, A.A., and
Scheetz, J.P., 2003, Ridge preservation with freeze-dried bone allograft
and a collagen membrane compared to extraction alone for implant site
development: a clinical and histologic study in humans, J. Periodontol,
74:990-999.
91
Ingram, R.T., Park, Yong-Koo., Clarke, B.L., Fitzpatrick, L.A., 1994, Age- and
Gender related in the distribution of osteocalcin in the extracellular matrix
of normal male and female bone, J. Clin. Invest, 93:989-97.
Irinakis, T., 2006, Rationale for Socket Preservation after Extraction of a Single-
Rooted Tooth when Planning for Future Implant Placement, J Can Dent
Assoc, 72(10):91722.
Itagaki, T., Honma, T., Takahashi, I., Echigo, S., Sasano, Y., 2008, Quantitative
analysis and localization of mRNA transcripts of type I collagen,
osteocalcin, MMP2, MMP8, and MMP13 during bone healing in a rat
calvarial experimental defect model, The anatomical record, 291:1038-46.
Johal, K., Craig, G.T., Hill, R., Devlin, A.J., and Brook, I.M., 1995, In vivo
response of ionomeric cements: effect of glass composition, increasing soda
or calcium fluoridaide content, J Mater Sci Med, 7:690-94.
Jonck, L.M., Grobbelaar, C.J., and Strating, H., 1989, Biological evaluation of a
glass-ionomer cement Ketac-O as an interface material in joint replacement.
A screening test, Clin Mater, 4:201-24..
Jonck, L.M., and Grobbelaar, C.J., 1990, Ionos bone cement (glass-ionomer): an
experimental and clinical evaluation in joint replacement, Clin Mater, 6:323-
59.
Kaneki, H., Ishibashi, K., Kurokawa, M., Fujieda, M., Kiriu, M., Mizuochi, S.,
and Ide, H., 2004, Mechanism underlying the aluminum induced stimulation
of bone nodule formation by rat calvarial osteoblasts, Journal of health
science, 50(1):47-57.
Kawahara, H., Imanishi, Y., and Oshima, H.,1979, Biological Evaluation on Glass
Ionomer Cement, J Dent Res, 58: 1080-6.
Kim, E.J., Bu, S.Y., Sung, M.K., and Choi, M.K., 2012, Effects of Silicon on
Osteoblast Activity and Bone Mineralization of MC3T3-E1 Cells, Biol
Trace Elem Res.,
Khoroushi, M., Mansoori-Karvandi, T., and Hadi, S., 2012, The effect of pre-
warming and delayed irradiation on marginal integrity of a resin-modified
glass-ionomer, Gen Dent, 60:383-8.
Kubilius, M., Kubilius, R., and Gleiznys, A., 2012, The preservation of alveolar
bone ridge during tooth extraction, Stomatologija, Baltic dental and
maxillofacial journal, 14:3-11.
Lee, A.J., Hodges, S., Eastell, R., 2000, Measurement of osteocalcin, Ann Clin
Biochem, 37:432-46.
Lekovic, V., Kenney, E. B., Weinlaender, M., Han, T., Klokkevold, P., Nedic, M.,
and Orsini, M., 1997, A Bone Regenerative Approach to Alveolar Ridge
Maintenance Following Tooth Extraction. Report of 10 Cases, J
Periodontol, 68 (6): 563-570.
Li, R., and DenBesten, P.,K., 1993, Expression of bone protein mRNA at
physiological fluoride concentrations in rat osteoblast culture, Bone and
mineral, 22:187-96.
Lian, J.B., Stein, G.S., Gerstenfeld, L., and Glowacki, J., 1989, Gene expression
and functional studies of the vitamin-K dependent protein of bone,
osteocalcin in Lindh, E. Clinical impact of bone and connective tissue
markers. Academic press, London, pp.
Loescher, A.R., Robinson, P.P., and Brook, I.M., 1994, The effects of implanted
ionomeric and acrylic bone cements on peripheral nerve function, J mater
sci med, 5:108-12.
Mao, T., and Kamakshi V., 2014, Bone grafts and bone substitutes, Int j pharm
pharm sci, 6: 88-91.
Marending, M., Stark, W.J., Brunner, T.J., Fischer, J., and Zehnder, M., 2009,
Comparative assessment of time-related bioactive glass and calcium
hydroxide effects on mechanical properties of human root dentin, Dent
Traumatol, 25:126-9.
93
Mardas, N., Chadha, V., and Donos, N., 2010, Alveolar ridge preservation with
guided bone regeneration and a synthetic bone substitute or a bovine-
derived xenograft: a randomized, controlled clinical trial, Clin. Oral Impl.
Res., 21: 688698.
Matsuura, T., Tokutomi, K., Sasaki, M., Katafuchi, M., Mizumachi, E., and Sato,
H., Distinct Characteristics of Mandibular Bone Collagen Relative to Long
Bone Collagen: Relevance to Clinical Dentistry. Review Article, BioMed
Research International.,
McCabe, J.F., and Walls, A.W., 2008, Applied Dental Materials, 9th ed, Blackwell
publishing Ltd., Oxford, p. 245-64.
Meyer, U., Szulczewski, D. H., Barckhaus, R.H., Atkinsont, M., and Jones, D.B.,
1993, Biological evaluation of an ionomeric bone cement by osteoblast cell
culture methods, Biomaterials, Vol. 14 No. 12.
Michael, W., Pfaff, Tichopad, A., Prgomet, C., and Neuvians, T.P., 2005,
Determination of stable housekeeping genes, differentially regulated target
genes and sample integrity: BestKeeper Excel-based tool using pair-wise
correlations Biotechnology Letters 26:509-515.
Mickenautsch, S., Mount, G., and Yengopal, V., 2011, Therapeutic effect of glass-
ionomers: An overview of evidence, Aust Dent J, 56:10-5.
Muller, J., Geyer, G., and Helms, J., 1993, Ionomer cement in cochlear implant
surgery, Laryngorhinootologie, 72(1):36-38.
Nagaraja, Upadhya, P., and Kishore, G., 2015, Glass ionomer cement:The
different generations, Trends Biomater Artif Organs, 18:158-65.
Neve, A., Corrado, A., and Cantatore, F.P., 2010, Osteoblast physiology in normal
and pathological conditions. Cell Tissue Res.,.......
Nicholson, J.W., Braybook, J.H., and Wasson, E.A., 1991, The biocompatibility of
glass-poly(alkenoat)(glass ionomer) cements: A review, J. Biomater sci
polym edn, 2(4): 277-85.
Oliva, A., Ragione, F.D., Salerno,., Riccio, A.V.,Tartarot, G., Cozzolino, A.,
Amatol, S.D., Pontoni, G., and Zamia, V., 1996, Biocompatibility studies
on glass ionomer cements by primarf cultures of human osteoblasts,
Biomaterials, 17:1351-1356.
Orlando, C., Pinzani, P., and Pazzagli, M., 1998, Developments in quantitative
PCR, Clin. Chem. Lab. Med, 36:255-69.
Patti, A., Gennari, L., Merlotti, D., Dotta, F., and Nuti, R., 2013, Endocrine
Actions of Osteocalcin, Journal of Endocrinology: 1-11.
Peterson, L.J., 1998, Contemporary oral and maxillofacial surgery. 3rd ed, Mosby,
pp 132-3.
Pivonka, P., Dunstan, C.R., 2012, Role of mathematical modeling in bone
fracture healing, Bone key reports, 221:1-10.
Price, P.A., Parthemore, J.G., Deftos, L.J., 1980, New biochemical marker for
bone metabilosm. Measurement by radioimmunoassay of bone GLA protein
in the plasma of normal subjects and patients with bone disease, J Clin
Invest, 66:878-83.
Pryor, L.S., Gage, E., Langevin, C. J., 2009, Review of bone substitute
Craniomaxillofac Trauma Reconstruction, 2:151160.
Purton, D.G., and Rodda, J.C., 1988, Artificial caries around restorations in roots,
J Dent Res, 67:817-21.
Szulc, P., Kaufman, J.M., Delmas, P.D., 2007, Biochemical assessment of bone
turnover and bone fragility in men, Osteoporos Int , 18:14511461.
Quaker, A.S., 2011, Consequences of tooth loss on oral function and Need for
replacement of missing teeth among patients attending muhimbili dental
clinic. A Thesis.
Quarles, L.D., Murphy, G., Vogler, J.B., and Derzner, M.K., 1990, Aluminium
induced neo osteogenesis. A generalised process aecting trabecular
networking in the axial skeleton, J Bone Miner Res, 5:625-35.
Raso, A., and Biassoni, R., 2014, Quantitative Real-Time PCR: Methods and
Protocols, Methods in Molecular Biology. Springer Science+Business
Media, New York, pp......
Renard, J.L., Felten, D., and Bequet, D., 1994, Post-otoneurosurgery aluminium
encepohalopathy, Lancet, 344:63-64.
Saladin, K.S., 2010, Anatomy and physiology. The unity of form and function, 5th
ed, Mc. Graw Hill, Boston, pp......
95
Salata, L.A., Sverzut, C.E., and Xavier, S.P., 1999, Recent advances in the use of
glass ionomers: bone substitutes, Rev Odontol Univ So Paulo, 13:203-207.
Sanz, M., and Vignoletti, F., Key aspects on the use of bone substitutes for bone
regeneration of edentulous ridges, Dental materials, 31: 640647.
Sasanaluckit, P., Albustany, K.R., Dockerty, P.J., and Williams, D.F., 1993,
Biocompatibility of glass-ionomer cements, Biomaterials, 14(12):906-16.
Sherwood, L., 2011, Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Alih bahasa, Brahm U.
Pendit. 6th ed, EGC, Jakarta, pp 23-25
Smith, D.C., 1990, Composition and characteristics of glass ionomer cements,
Jada: 120.
Sogaard, C.H., Mosekilde, L., Schwartz, W., Leidig, G., Minne, H.W., and
Ziegler, R., 1995, Effects of fluoride on rat vertebral body biomechanical
competence and bone mass, Bone, 16:163-69.
Suprastiwi, E., 2009, Potensi Semen ionomer Kaca Sebagai Material bioaktif,
Jurnal PDGI, 58:2.
Wang, J., Ramakrishnan, R., and Tang, Z., 2010, Quantifying EGFR alterations in
the lung cancer genome with nanofluidic digital PCR arrays, Clin Chem,
56:623632.
Watson, J.D, Baker, T. A., Bell, S.P., Gann, A., Levine, M., and Losick, R., 2004,
Molecular Biology of the Gene, 5th ed., Benjamin Cummings, San Fransisco,
pp.....
Weijden, F., DellAcqua F., and Slot, D.E., 2009, Alveolar bone dimensional
changes of post-extraction sockets in humans: a systematic review, J Clin
Periodontol, 36: 10481058.
Wiens, M., Wang, X., Schoeder, H.C., Kolb, U., SchloBmacher, U., Ushijima, H.,
and Muller, W.E.G., 2010, The role of biosilica in the
osteoprotegerin/RANKL ratio in human osteoblast-like cells, J.
Biomaterials, 07:002.
Wong, M.L. and Medrano, J.F., 2005, Real-time PCR for mRNA quantification.
BioTechniques, 39(1):75-83
96
Yengopal, V., Mickenautsch, S., Bezerra, A.C., and Leal, S.C., 2009, Caries
preventive effect of glass ionomer and resin-based fissure sealants on
permanent teeth: A meta analysis, J Oral Sci, 51:373-82.
Yuwono, T., 2006, Teori dan aplikasi polymerase chain reaction, Penerbit Andi,
Yogyakarta, pp
Zanatta, L.C.B., Boguszewski, C.L., Borba, V.Z.C., and Kulak, C.A.M., 2014,
Osteocalcin, energy and glucose metabolism, Arq Bras Endocrinol Metab,
58(5).