Anda di halaman 1dari 10

Kritik Deskriptif

Pendekatan Feng Shui Dalam Dunia Arsitektur

Pada : Simposium Nasional Arsitektur dan Feng Shui

Lembaga : Universitas Khatolik Parahyangan Bandung,

Jawa Barat

Oleh : Grace Mulyono, Josef Prijotomo, dan Murni

Rachmawati

Alamat Website :

Resume dan Ulasan oleh :

Lembaga : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang, Jawa Timur

Diakses :

Resume Kritik Arsitektur

Kritik Normatif
Konstruksi Jendela Baja Balai Kota Malang

Pada : Jurnal Ruas Vol. 11 No. 2

Lembaga : Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur

Oleh : Nurachmad Sujudwijono, Edi Hari Purwono, Totok

Sugiharto

Alamat Website : http://www.homerika.com/145/lovell-house-

richard-neutra/html.

Diakses :

Resume dan Ulasan oleh : Kelompok

Lembaga : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang, Jawa Timur

Resume Kritik :
Pada bangunan Balai Kota Malang, terdapat 20 buah konstruksi jendela yang
menggunakan baja terletak pada massa bangunan bagian depan.

Gambar 1: Denah lantai 1 Balai Kota Malang

Arsitektur gaya kolonial Belanda mempengaruhi aritektur gedung Balai Kota


Malang dan banyak diterapkan pada bagunan-bangunan penting di kota Malang
pada rentang waktu tahun 1927-1929. Pemilihan penggunaan profil baja pada
kusen jendela Balai Kota Malang merupakan hasil pilihan desainer Belanda yang
ingin memperkuat karakter arsitektur kolonial Belanda. Pada bangunan Balai Kota
Malang terdapat 20 buah jendela yang menggunakan baja sebagai sistem
konstruksi jendela. Dari 20 buah jendela tersebut dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan
ukuran dan model jendela serta bukaannya. Pada tiap tipe jendelaakan dijelaskan
teknik sambungan yang digunakan, yakni sebagai berikut:
JENDELA 1 :
Tipe jendela 1 merupakan jendela yang berputar ke dalam pada bagian
jendela atas dan berputar keluar pada bagian jendela bawah. Tipe jendela 1 ini
dibagi menjadi dua tipe ukuran jendela yakni tipe jendela 1a yang ukurannya lebih
besar dibandingkan tipe jendela 1b.

Gambar 2: Model jendela tipe pertama


JENDELA 2 :
Jendela model kedua merupakan jedela double shading, dimana jendela
bagian dalam adalah jendela berputar ke dalam, sedangkan bagian atas jendela
terdiri dari jedela mati dan jendela nako. Pada bagian luar jendela terdapat
jendela yang dapat berputar keluar dan dilengkapi profil lis baja dengan krepyak
kayu.

Gambar 3: Model jendela tipe kedua

Jendela 3:

Pada jendela tipe ketiga ini sama dengan jendela tipe pertama, yang berbeda
hanyalah adalah jenis lis profil jendela yang berbahan kayu. Selain itu terdapat
tambahan pada ketiga jendela terdiri dari profil K1 sebagai profil pengkopel
disamping itu juga berfungsi sebagai lis air untuk untuk jendela yang terletak
langsung berhubungan dengan area luar ruangan dan mengkakukan jendela.

Sistem Sambungan

1. Penyambungan antara dinding dengan kusen


Unrtuk penyambungan antara dinding dengan kusen dilakukan dengan
pemasangan angker-angker, dan dilanjutkan dengan pemasangan baut.
Setelah selesai jendela dipasang belakangan dalam lubang dinding yang
telah disediakan.

Gambar 4: Gambar sambungan kusen

2. Penyambungan antar kusen


Untuk penyambungan antara kusen dilakkan dengan pemasangan engsel
yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan baut pada sambungan
antar kusen.

Gambar 5: Gambar sambungan antar kusen

Alat Pengunci
Penguncian jendela baja dilakukan dengan cara: yang satu dipasangpada
kusen ataupun dinding dan paroh dan yang satunya lagi dipasangkan pada
jendela. Untuk penguncian jendela dilakukan dengan sebuah engkol jendela.
Kelebihan dalam penggunaan kusen jendela baja yang pertama adalah
kelebaran yang tidak seberapa dari tiang-tiang dan ambang-ambang sehingga
pemasukan cahaya pada ukuran lubang dinding yang sama akan lebih besar.
Kedua karena logam lebih tahan terhadap penyusutan maupun pengembangan.
Selain memiliki kelebihan, kusen jendela baja juga memiliki kekurangan yaitu tidak
tahan terhadap karat dan harus selalu dilakukan perawatan berupa pengecatan
pada kusen. Walaupun demikian, kusen baja terbukti lebih tahan lama dan tidak
mudah keropos. Baja memiliki profil yang kaku dan ramping, dan terlihat lebih
dinamis. Selain itu penggunaan kusen baja pada Balai Kota Malang juga atas
pertimbangan pada aspek estetika dan memperkuat kesan bangunan kolonial.

Ulasan dan Argumen:


Dari penjabaran di atas, kritikus menjabarkan tentang material dasar dari
sebuah bukaan serta konstruksi bangunan yang terdapat pada Balai Kota Malang,
selain itu kritikus juga menjelaskan nilai ukuran beberapa bukaan pada Balai Kota
Malang, sistem-sistem sambungan, penguncian, dan sistem-sistem lainnya yang
digunakan pada jendela tersebut, material konstruksi yang digunakan pada
jendela, dan jenis penggunaan bukaan dengan tipe yang sesuai menurut posisi
bukaan. Pada kritikan ini kritikus juga memaparkan cara-cara pemasangan kusen
baja dengan cara yang singkat dan tidak berbelit-belit. Didalam kritikan ini kritikus
menyampaikan cara pemasangan kusen dan sambungannya dengan cara yang
sistematis dan dilengkapi gambar/model yang sesungguhnya agar pembaca lebih
mengerti dan paham tentang apa yang dibahas.
Tidak hanya itu, kritikus juga memaparkan kelebihan penggunaan kusen baja
yang tidak mudah mengembang dan menyusut saat terpapar sinar matahari serta
terlihat lebih dinamis dan estetis. Didalam kritikannya juga membahas kekurangan
penggunaan kusen jendela baja yang tidak tahan terhadap karat dan harus selalu
dilakukan perawatan dengan cara pengecatan yang dilakukan secara rutinan
Kritik Interpretatif
Ekspresi Budaya Pada Facade Bangunan Tinggi

Studi Kasus: Menara Da Vinci

Pada : Media Matrasain

Lembaga : Universitas Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara

Oleh : Frits. O. P. Siregar, ST, M. Sc

Alamat Website : www.indonesia-architect.com

Diakses :

Resume dan Ulasan oleh : Kelompok

Lembaga : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang, Jawa Timur

Resume Kritik Arsitektur

Menara Da Vinci yang terletak di Jakarta ingin menampilkan apa


sesungguhnya, selain itu kehadiran menara ini dengan desain nuansa klasik bukan
berarti membebaskan detail tanpa batas, hanya saja berusahan mengahdirkan
arsitektur klasik yang sesungguhnya. Fasade bangunan Menara Da Vinci terdiri dari
3 bagian, yaitu lantai 1 hingga lantai 13 bertindak sebagai Base, dari lantai 14
hingga 29 bertindak sebagai body, dan roof pada bagian kubah yang mengadopsi
Basilika St. Peter. Ide utama pada fasade bangunan ini adalah rossete windows
yang terlihat menjulang dari lantai 1 hingga lantai 12 yang terdiri dari paduan
antara cathedral glass dan operant glass yang kemudian membentuk stilasi bunga
mawar dan kemudian menjadi focal point dari Menara Da Vinci.
Gambar 1: Rossete window pada menara Da Vinci
Esensi dari kebudayaan barat adalah arsitektur Yunani klasik. Susunan tiang
yang sengaja ditinjolkan pada arsitektur Yunani menggambarkan tentang tugas
berat tiang tersebut dalam memikul beban diatasnya. Tiang dibuat dengan dimensi
yang besar dan berpenampang bulat karena dianggap paling cocok dalam
mengekspresikan kekuatan. Keseluruhan tempat pertemuan balok dan tiang
mengungkapkan diri sebagai tempat pertemuan yang dinamis, sekaligus dapat
bertahan dan stabil. Bentuk permukaan yang tegak dari bentuk atap segitiga
mengungkapkan gugusan daya-daya berat yang terdapat dalam sistem balok
yang didukung oleh tiang-tiang.

Gambar 2: Tiang dan balok gaya ionik dari bait Propylean

Orang Yunani yang rasional dan selalu mempertanyakan hakikat segala


sesuatu dalam berarsitekturpun mereka mencari hakikat bangunan melalui bentuk.
Mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang dibangun terdiri dari dua
hakikat, pertama ada unsur yang dipikul atau ditopang, dan kedua ada unsur yang
memikul atau menopang. Bila antara beban yang memikul dan yang dipikul ada
keseimbangan, maka bangunan itu serba stabil dan kokoh yang kemudian
diekspresikan melalui tektoon. Kebenaran prinsip Tektoon tadi sangat diekspresikan
oleh orang-orang Yunani dalam penataan dan reka bentuk bangunan-bangunan
Yunani dan terus berkembang dan menjadi ideal di zaman Renaisance, Klasik, dan
Neo Klasik.

Pada menara Da Vinci, ornamen yang digunakan berupa tiang dan balok ionik
dengan komposisi yang telah diperhitungkan sebelumnya. Akan tetapi, fungsi tiang
dan balok tersebut hanya sekedar ornamen dan tidak mengekspresikan prinsip
Tektoon. Pada bagian body bangunan merupakan ekspresi dari bangunan bercitra
teknologis dengan unsur-unsur bangunan serba homogen, secara horisontal
mengungkapkan irama yang ingin terus berlanjut atau Open End. Akan tetapi,
secara vertikal sengaja terhenti karena diberi batas yang disebut Closed End.
Gambar 3: Prinsip Open End dan Closed End pada Menara Da Vinci

Bagian atap pada menara Da Vinci yang mengakomodir bentuk kubah Basilika
St. Peter dihubungkan dengan fungsinya sebagai apartemen menimbulkan ekspresi
ketidaksesuaian antara fungsi dengan ekspresi bentuk yang ditonjolkan. Selain itu,
sosok menara Da Vinci yang dilapisi batu belah berwarna coklat abu-abu dan
dipenuhi ornamen klasik yang rumit seperti mahkluk asing dilingkungan serba
modern dengan bentuk bangunan yang hanya memperhatikan prinsip konstruksi
dan fungsional ruang.

Bentuk-bentuk pada unsur-unsur bangunan menara Da Vinci mengekspresikan


bentuk-bentuk kuno Yunani dan dalam penataannya mengekspresikan keindahan
dan harmoni yang sempurna. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa setiap
setiap bagian-bagian bangunan memiliki proporsi dan harmonis dengan lainnya,
hal ini diekspresikan melalui pembagian bangunan menjadi 3 bagian yaitu Base,
Body dan Roof yang memiliki karakter proporsi yang berbeda akan tetapi memiliki
kesatuan yang utuh dan harmonis.

Ulasan dan Argumen

Awalnya kritikus ini memaparkan kepada pembaca apa fakta sesungguhnya


dari menara Da Vinci yang ia kritik. Kritikus ini memaparkan terlebih dahulu tentang
facade bangunan yang meniru gaya klasik Yunani dengan menggunakan
ornamen yangh rumit, bangunan yang dilapisi batu belah, kolom-kolom ionik, dan
sebagainya. Sepertinya dia ingin menciptakan suasana agar para pembaca tidak
terdoktrin olehnya melainkan dapat membandingkan, menelaah lebih dalam apa
kelebihan dan kekurangan dari facade menara Da Vinci, dan berusaha
memberikan solusi tepat dalam menanggapi hal ini.

Di awal penjelasan, kritikus memang belum banyak menanggapi permasalahan


fasade bangunan menara Da Vinci, akan tetapi lebih kepada menjelaskan
bagaimana Facade menara Da Vinci sesungguhnya. Setelah itu, kritikus memberika
beberapa studi literatu berkaitan dengan objek kritikannya mulai dari pendapat
Mangun Wijaya dalam Wastu Citra tentang pemahaman terhadap arsitektur barat
yang berakar atau berangkat dari arsitektur klasik Yunani, dalam penjelasan ini
kritikus juga menjelaskan kegunaan kolom dan balok pada arsitektur klasik Yunani.
Kritikus berusaha memberikan pemahaman kepada pembaca tentang arsitektur
klasik Yunani yang sesungguhnya melalui literatur yang ada dan nantinya dirinya
akan membandingkannya dengan objek kritikannya. pada bacaan, sepertinya
kritikus lebih banyak memberikan teori tentang arsitektur klasik Yunani dari pada
membahas objek kritikannya sendiri. Bahkan bagi pembaca yang masih awam
mungkin akan bingung tentang apa yang dibahas pada bacaan ini karena
muatannya yang lebih banyak teori dan makna filosofi dari arsitektur klasik Yunani.
Pembahasan mengenai objek kritikan baru masuk menjelang kesimpulan bacaan.
Dari sini kritikus mulai menanggapi tentang kegunaan kolom pada arsitektur klasik
Yunani dengan penggunaan kolom pada menara Da Vinci. Disini kritikus juga mulai
membandingkan penggunaan kolom dan balok pada arsitektur klasik Yunani yang
mengacu pada prinsip Tektoon yang berarti keseimbangan antara beban yang
menopang dengan beban yang ditopang dengan menara Da Vinci yang berfungsi
sebagai pajangan saja walaupun terdapat harmonisasi dan keseimbangan dalam
penataan kolom-kolom ionik tersebut.

Selain membandingkan, kritikus juga menjelaskan facade bagian tengah


menara Da Vinci. Pada hala ini kritikus lebih banyak berbicara tentang makna
dibalik penggunaan facade yang lebih mengacu pada aspek teknologis pada
bagian tengan menara Da Vinci. Pada pembahasan ini, kritikus juga menjelaskan
filosofi penggunaan fasade pada bagian tengah menara tanpa
membandingkannya dengan objek lainnya. Sepertinya kritikus tidak ingin
menimbulkan kesan negatif pembaca tentang bangunan dan melalui pembahsan
ini penulis mencoba mengajak pembaca menelaah lebih dalam tentang menara
Da Vinci. Hal ini terlihat sekali dari akhir tulisan seperti tergantung dan masih belum
ada kelanjutan, tetapi tiba-tiba di paragraf selanjutnya kritikus membahas
persoalan lainnya dan kembali membandingkan penggunaan kubah atau dome
pada menara Da Vinci dengan arsitektur klasik Yunani. Pada pembahasan
penggunaan kubah/dome ini kritikus juga mengungkapkan ketidaksesuaian
penggunaan antara dome pada menara Da Vinci dengan penggunaan dome
pada Basilika St. Petrus. Penggunaan dome pada menara Da Vinci tidak sesuai
dengan fungsinya sebagai apartemen dengan penggunaan dome pada Basilika
St. Petrus yang berfungsi sebagai gereja. Selain itu kritikus juga membahas tentang
penggunaan detai onamen yang rumit pada dome menara Da Vinci yang
dianggap tidak tepat sasaran karena letaknya yang terlalu tinggi dan susah untuk
dilihat dari bawah bangunan.

Menjelang akhir bacaan kritikus juga mengomentari tentang menara Da Vinci


yang terlihat seperti mahkluk asing diantara gedung-gedung tinggi disekelilingnya.
Menurut kritikus facade menara Da Vinci yang dialpisi batu belah berwarna colat
abu-abu terlihat kontras dengan bangunan lain di sebelahnya yang berbentuk
kotak-kotak simpel dan abstrak serta tidak memiliki kekayaan makna. pada akhir
bacaan kritikus mengungkapkan apa maksud yang sesungguhnya diinginkan oleh
facade bangunan menara Da Vinci. Pada pembahasan ini juga kritikus kembali
menjelaskan tentang prinsip pembagian Base, Body, dan Roof pada menara Da
Vinci dan fungsinya pada facade menara Da Vinci. Dari keseluruhan bacaan,
kritikus sudah mulai mengimbangi antara kesan positif dan negatif pada objek
kritikannya. kritikus berusaha menjauhkan pandangan negatif pembaca lewat
pemaknaan filosofi dari penggunaan facade pada menara Da Vinci. Walaupun
demikian bobot bahasan terhadap bangunan dengan teori yang berkaitan masih
belum seimbang. Sepertinya bobot teori yang berkaitan lebih besar dari pada
pembahasan tentang objek rancangan sehingga para pembaca perlu konsentrasi
penuh dalam memaknai isi bacaan dan perlu menelaah dan mengulang lagi
bacaan agar dapat dimengerti lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai