Wayne Attoe
Mahasiswa:
JHON TUAH ADITYA SARAGIH
(Tugas Kritik Arsitektur)
Kritik Normatif
• Esensi kritik normatif adalah pendirian bahwa; diluar dan terlepas dari
suatu bangunan atau kota yang dikritik, terdapat norma, model,
pola, standard atau prinsip yang tingkat kualitas atau keberhasilannya
dapat diases. Norma tersebut mungkin sama bentuk fisik dan
spesifiknya dengan standard disain tangga-tangga bebas tanpa
penghalang.
• Tangga seharusnya sesuai dengan standard yang terdapat dalam
peraturan bangunan, dengan syarat-syarat tambahan yang harus
terpenuhi, seperti;
• Pijakan-pijakan tangga tidak boleh menggunakan nosing kasar
(persegi), yang diijinkan minimal nosing dengan bulatan satu inci.
• Tangga sebaiknya memiliki handrail menerus dengan ketinggian 32
inci diukur dari permukaan pijakan anak tangga.
• Handrail ini seharusnya memanjang melewati pijakan teratas dan
terbawah setidaknya 18 inci. Hal ini perlu dilakukan dengan seksama
sehingga perluasan tersebut tidak membahayakan dan perluasan
harus dibuat pada sisi dinding yang letaknya juga. (Mace dan Laslett,
1974).
Kritik Normatif
Kritik Doktrin
• Doktrin merupakan salah satu dasar pengambilan keputusan dalam
arsitektur dan kritik merupakan bagian sejarah arsitektur yang
menakjubkan. Doktrin telah disampaikan antara lain: bentuk mengikuti
fungsi, fungsi mengikuti bentuk, kurang berarti lebih (less is more),
kurang mengakibatkan bosan (less is bore), bangunan harus seperti
yang dimauinya, bangunan harus mengekspressikan struktur, fungsi,
aspirasi, metode konstruksi, iklim daerah dan material, dsb, sebuah
rumah seharusnya berada pada tempat yang sesuai dan bukan pada
puncak bukit, dan ornamen adalah kriminal.
• Kritik doktrin, karena memiliki pandangan tunggal, cenderung
mengarah kepada; ”hanya satu cara yang terbaik” (Shaw 1956) untuk
mencapai tujuan dan satu standard tunggal untuk mengukur
keberhasilan.
• Keuntungan bagi disainer, doktrin yang kabur dan tunggal akan
memberikan arah penentuan keputusan disain pada waktu yang sama
memberikan ruang yang luas untuk penafsiran. Disainer akan merasa
selalu merasa benar dari sisi moral, tanpa harus terikat (adhere) pada
tuntutan khusus bagi kebebasan (freedom).
Kritik Normatif
Kritik Doktrin
• Beberapa doktrin tidak dinyatakan dengan sederhana dan mudah, tidak
seperti doktrin sederhana Louis Sullivan ”Bentuk mengikuti fungsi” atau
pernyataan John Ruskin mengenai kuantitas ornamen pada bangunan:
”Tidak ada yang berlebihan jika untuk bagus” (Ruskin 1851, hal 268).
Doktrin juga tidak selalu muncul dan menjadi slogan yang dapat diingat
dengan mudah, karena terkadang terkubur dalam pernyataan panjang
atau sukar difahami, seperti kritik Peter Prangnell untuk Amsterdam
City Hall.
• Kritik doktrin cenderung merupakan abstraksi, seperti ”mikrokosmos”
dan ”image jalan dan tempat di kota”, dsb, maka kecil kemungkinan
membuat pengujian yang objektif untuk mengetahui sejauh mana
bangunan atau kota telah mencapai tujuan doktrin. Sepasang doktrin
yang sering muncul dalam tulisan kritik arsitektur yang memenangkan
Pulitzer, Prize Ada Louise Huxtable adalah; bangunan bersejarah yang
memiliki kualitas arsitektur harus diselamatkan, dan bangunan baru
seharusnya tidak dirancang dengan rumus klasik usang (moribund).
Boston City Hall menjadi bangunan publik yang superior karena
menghindari kemulukan arsitektur klasik lampau, Panitia pembangunannya
mencengkeram (clutch) doktrin ini seperti selimut Linus (Huxtable 1972,
hal 170). Doktrin dibawah ini, merupakan jantung kritik Huxtable terhadap
dua bangunan baru di Washington DC.
Kritik Normatif
Kritik Doktrin
• Walaupun tidak mengalir dan mudah diingat seperti doktrin ‘bentuk mengikuti
fungsi’, tetapi doktrin yang mendasari kritik Huxtable jelas dan mampu memberi
arah pada keputusan disain dan assesment yang kritis.
• Kritik David Gebhard (1974) atas museum J. Paul Getty di Malibu, Kalifornia
mengidentifikasi enam kritik dasar, yang kenyataannya merupakan dasar dari
beberapa doktrin ’penilaian negatif’. Kumpulan doktrin ini menawarkan diri sebagai
’alat ukur’ teori arsitektur kontemporer di Amerika (Gambar 12):
• Pertama, bangunan adalah ’modifier iklim’, dalam konsep yang luas berfungsi
sebagai filter lingkungan yang kompleks antara bagian dalam dan luar. Memiliki
’efek displecement’ pada iklim luar dan ekologi dan hal-hal yang dimodifikasinya,
dengan jalan menambah, mengurangi dan membuat spesifikasi input sensory pada
organisme manusia.
• Kedua, bangunan adalah ’kontainer aktivitas’, menampung dan memfasilitasi
aktivitas, dan terkadang melakukan percepatan dan penentuan aktifitas. Bangunan
ini juga modifikator untuk memodifikasi perilaku total masyarakat.
• Ketiga, bangunan adalah objek ’simbol dan budaya’ bukan hanya ditinjau dari
tujuan disainer, tetapi juga dalam hubungannya dengan rangkaian kognitif dari
orang yang melihatnya. Efek ”displacement” juga terjadi pada budaya masyarakat.
Perlu dicatat bahwa sebuah bangunan yang secara kultural negatif akan menjadi
objek simbol sama seperti bangunan yang positif (intentionally) secara kultural
• Keempat, sebuah bangunan adalah nilai tambah bagi bahan baku (seperti proses
produksi), menyangkut modal investasi, maksimalisasi sumber yang langka sejalan
dengan waktu. Dalam konteks yang lebih luas yaitu masyarakat, maka bangunan
dilihat sebagai modifier sumber.
Kritik Normatif
Kritik Sistematis
• Geoffrey Broadbent menyarankan tambahan faktor kelima
yaitu ”dampak lingkungan”. Sistem yang diajukan Hillier dkk
dikembangkan untuk membantu pemahaman tugas penelitian,
tapi dapat difungsikan sama untuk evaluasi dan mengukur
keberhasilan dan kegagalan dari masing-masing set yang
dibahas dalam sebuah sistem. Kedua sistem, Vitruvian dan
Hillier dkk mengidentifikasi faktor-faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam evaluasi, namun mereka tidak
menunjukkan standard khusus dalam membuat penilaian. Kita
disuguhi model, namun tidak dengan ukuran (measurement).
• Dalam beberapa kasus, penilaian dikaitkan dengan out-line
sebuah sistem. Christian Norberg-Schulz (1965) misalnya
mengembangkan sistem tripartite-tugas bangunan, bentuk dan
teknik (building task-form and technics) yangb diakhiri dengan
penilaian mengenai bentuk (form). Dia menjelaskan bagaimana
sistem tersebut digunakan untuk menganalisa bentuk bangunan:
Kritik Normatif
Kritik Sistematis
• Beberapa sistem kritik berusaha menjadi komprehensif, sedang yang lainnya
membatasi diri pada pertimbangan tertentu seperti pertimbangan estetis.
Sebuah sistem telah diajukan ”tongue-cheeks” untuk menentukan apakah
bangunan berhasils sebagai vernakular komersil tahun 1950-an. Sistem tersebut
didasarkan pada fitur-fitur sebuah restauran di Los Angeles yang disebut dengan
milik Googie (House and Home , 1952).
Ciri-ciri dari arsitektur Googie adalah:
• Modern: memiliki jendela ”string”, namun tidak pernah jendela 16-light jendela
”shash” kolonial, dapat dilindungi dengan atap segi-tiga terbalik tetapi tidak pernah
memiliki ”cornice”.
• Abstrak: Jika sebuah rumah kelihatan seperti jamur, maka jamurnya harus abstrak,
jika kelihatan seperti burung, maka harus seekor burung geometris.
• Lebih dari satu tema: Seperti jamur abstrak ditunggangi seekor burung abstrak.
• Mengabaikan gravitas: bangunan harus tergantung, jika alam dan enjinering
tidak dapat mewujutkannya , maka harus dibantu seni.
• Gabungan tiga tema arsitektur lebih baik daripada satu, sehingga dua atau tiga
sistem struktur yang digabung bersama menambah manfaat dan daya tarik.
• Menggunakan seluruh material yang ada: Baja, beton, kaca, kayu, semen asbes
dan blok kaca, plastik dan plywood, menggunakan lebih banyak batu anngrek yang.
Mengapa melempar batu bara ke dalam tungku ? Mengapa tidak ke dinding ?
Mengapa bukan membangun dengan tali? Mengapa tidak menggunakan apa saja ?
• Penemuan Mekanikal: Dinding menggantung dan berputar pada caster, pintu
tertanam ke tanah dan lampu overhed untuk membakar hamburger.
Kritik Normatif
Kritik Sistematis
• Kritik terhadap rumah-rumah baru di Edgartown, Massachusett yang dilakukan
oleh Moore, Allen dan Lyndon (1974) pada esensinya adalah kritik formalist
walaupun seperti kebanyakan kritik lainnya, tidak terlihat secara eksklusif.
Pengarang menganalisa pola yang timbul berulang-ulang pada pembuatan rumah
dan pembuatan jalan, dengan demikian menetapkan ”sistem” yang besifat lokal,
kemudian mengkonfrontir rumah individu dengan sistem tersebut. Sistem eksternal
terhadap bangunan yang dikritik dalam arti aturan dan tujuan tidak tergantung
pada bangunan yang dikritik, namun tetapi diturunkan dari metode pembuatan
rumah dan pembuatan jalan pada kota dimaksud. Standard tersebut tidak bersifat
universal bagi arsitektur hanya menunjukkan pola lokal.
• Untuk menggunakan sistem formalis ini, menilai arsitektur, maka harus jelas
perbedaan antara sistem penilaian arsitektur dan sistem klasifikasikan bangunan.
Yang terakhir hanya cara pengelompokan bangunan, sesuai dengan style, periode,
karakter atau asumsi yang dimiliki bangunan dan tidak menyatakan nilai dari suatu
judgement. Misalnya, Heinrich Wolfrin (n.d) mengembangkan sistem klasifikasi
bangunan berdasarkan karakter visual bangunan, yakni ”linear dan painterly” ,
”plane dan recession”, ”closed dan open form” multiplicity dan unity”, ”clearness
dan unclearness”. Charles Jencks (1971) menawarkan sistem klasifikasi
berdasarkan ”asumsi dan tujuan yang mendasari pembentukan sebuah ”form”
arsitektur”, bukan berdasarkan ciri-ciri visual, karakter yang ditawarkan Jencks
antara lain adalah; logis, idealis, kesadaraan diri (self-concious), intuisi, aktivist dan
ketidaksombongan (unself-concious).
Kritik Normatif
Kritik Tipologi
• Kritikisme didasarkan atas sebuah sebuah tipe-itipe sebuah struktur,
fungsi dan bentuk (form), yang jarang digunakan di dalam kritik-kritik
arsitektur populer maupun dalam perspektif para ahli sejarah, namun
tidak demikian akhir-akhir ini.
• Mengapa Hotel Hilton terlihat berbeda dengan sebuah
keretapenginapan, apakah karena perubahan dalam konteks cita rasa
arsitektur atau perubahan dalam konteks bisnis hotel? Pertanyaan ini
langsung mengemukakan kelemahan pendekatan konvensional
terhadap sejarah arsitektur. Pertimbangan fungsi secara logika selalu
muncul lebih dahulu dari pertimbangan estetika, dan aspek kedua ini
tidak dapat dingevaluasi tanpa memahami aspek yang pertama.
Bangunan memiliki sebuah kegunaan sebelum memiliki sebuah style
arsitektur.
• Studi tipologi bangunan, sekarang dikenal di benua Eropa sebagai
sebuah titik perhatian utama para ahli sejarah arsitektur. Buku-buku di
Inggris mencurahkan perhatian pada tipologi berbagai bangunan
tertentu seperti stasiun kereta api, pabrik, theater, mulai
dbermunculan, tetapi secara keseluruhan buku-buku ini, kurang
diperhatikan (Pevsner, 1976-A).
Kritik Normatif
Kritik Tipologi
• Kegagalan pemikiran dalam terminologi tipologi bangunan, mungkin diakibatkan
oleh karena perhatian para ahli kritik dan sejarah tefokus pada orijinalitas
(originality) sebuah bangunan. Perhatian biasanya hanya terpusat pada bangunan
yang sudah mencapai tahap “seminal” dan dikenal serta dan “prototypical”, yang
menyimpang dari pola yang sudah baku. Sejarah dibentuk oleh sekuen bangunan
yang menyimpang dan “progressive seperti ini. Studi yang dilakukan oleh Nikolaus
Pevsner ”A History of Building Types, akan membantu menyeimbangkan pandangan
sejarah arsitektur kita.
• Meskipun tipologi jarang menjadi dasar dari kritik, namun dengan mudah dapat
dikemukakan argumentasi bahwa sebagian besar lingkungan binaan, kenyataannya
didisain berdasarkan type-type standar, bukan bentuk inovasi yang orijinal yang
langka, dan perhatian ril untuk kualitas, utilitas, dan ekonomi di lingkungan
difokuskan pada tipe standard tersebut, bukan pada kondisi khusus, seperti kasus-
kasus seminal. Perhatian yang lebih dalam kepada bungalow-bungalow akan
memberikan keuntungan kepada lebih banyak orang, dari pada memberikan
penghargaan yang lebih kepada suatu bangunan karena keanehan –keanehan
arsitektural, dan memuji hanya pada satu orang. Atau jika kita memilih melanjutkan
perhatian pada bangunan khusus yang innovatif, setidaknya harus dilihat secara
tipologi, seperti dikemukakan Alan Colquhoun (1969), ’penyelesaian dengan tipe
standar sangat dominan’- bahkan juga digunakan pada disain inovatif. Hanya sedikit
’masalah’ yang memiliki parameter, yang dapat digunakan untuk menyelesakian
maslahnya sendiri, sehingga bergantung pada konvenskonvensi dan tipe-tipe standar
yang untuk mengurangi kerumitan dalam mpenyelesaian masalah.
Kritik Normatif
Kritik Tipologi
• Relevansi pendekatan tipologi dapat dilihat pada sebuah ’perbandingan’
(comparison) yang dibuat oleh March dan Steadman (1974), yang menunjukkan
tiga rumah oleh Frank Lloyd Wright yang berbeda bentuk (curvilinear, rectiliniear
dan triangular), yang pada kenyataan ketiganya didasarkan pada hubungan
fungsional yang sama.
• Daripada terfokus pada keunikan dan inovatif, kritik tipologi lebih mencari
kommonalitas diantara bangunan, yang memiliki tujuan pelayanan yang sama
(fungsi), memiliki sistem susunan formal (form) yang sama atau struktur (structure)
yang sama, yang digunakan untuk mengukur kesuksesan dan kegagalan sebuah
bangunan yang dikritik, melalui kedekatan atau kesesuaiannya dengan tipologi
tersebut yang dilakukan dengan membuat perbandingan. Tipologi kritik
mengamsumsikan bahwa; terdapat konsistensi dalam pola kebutuhan dan aktifitas
manusia (pattern of human needs and activity), sebagai akibatnya, menuntut
konsistensi cara membangun lingkungan fisik yang akan memenuhi tuntutan
tersebut.
• Terdapat tiga fitur dasar yang berhubungan dengan tipologi dalam menganalisa
sebuah bangunan yaitu: struktur, fungsi dan bentuk (structure, function and form).
Tipologi kritik berdasarkan struktural, membandingkan sebuah lingkungan buatan
dengan lingkungan buatan yang terbuat dari ’material dan pola pendukung’, yang
sesuai. Sebagai contoh, penggunaan ”vierendeel frame” oleh Louis Kahn pada
laboratorium penelitian medis, Universitas Pennsylvania, telah diuji dengan
membandingkannya pada penggunaan vierendeel lainnya, hasil perbandingan
menyimpulkan bahwa milik Khan dinyatakan “unique”.
Kritik Normatif
Kritik Tipologi
• Kritik Tipologi yang didasarkan bentuk (form) membuat sebuah asumsi
tentang eksistensi bentuk yang murni (pure form) sebagai tipologi, apapun
fngsi dari objek yang bersangkutan. Kritik jenis ini fokus pada cara “form”
itu sendiri mengalami modifikasi beserta variasinya yang timbul. Kajian
William MacDonalds berjudul “The Pantheon” (1976) menyimpulkan
dalam sebuah bab tentang kritik tipologi. Setelah mendapatkan garis besar
dan interpretasi dari sejarah Pantheon di Roma, kemudian dia mengkaji
turunannya (progeny-off spring) berupa bangunan-bangunan yang
merupakan imitasi bentuk Pantheon.
• Temuan: meskipun ini sebuah sekolah dasar tradisional, ada indikasi, jika
diberikan kesempatan pengajaran yang inovatif dan perlengkapan di luar
ruang kelas, maka fasilitas seperti ini akan digunakan dengan baik. Terlihat,
bahwa Forum telah berhasil seperti yang diharapkan, digunakan untuk
berbagai aktifitas dan oleh sejumlah orang. Atribut-atributnya yang terbaik,
adalah karena jaraknya yang dekat dan mudah diakses, bebas dari ganguan
dan memiliki disain yang atraktif. Tangga-tangganya, khususnya, digunakan
untuk tempat duduk dalam berbagai aktifitas-aktifitas dan oleh sejumlah
pemakai. (Rabinowitz 1975, p. D-2,-3)
Kritik Normatif
Kritik Terukur
• Tujuan perilaku tidak berhubungan dengan fabric bangunan atau
keberhasilannya sebagai sebuah setting untuk berbagai aktifitas,
tetapi pengaruh bangunan terhadap individu-individu. Lozar
(1974, p.173) mengusulkan sebuah taksonomi untuk
membedakan berbagai macam perilaku (behaviour), tiga kategori
yang terdapat pada taksonomi ini relevan untuk digunakan dalam
criticism sebagai; respon dengan maksud tertentu:
• Persepsi visual dari lingkungan fisik;
• Attitude umum terhadap aspek-aspek lingkungan fisik;
• dan aktifitas-aktifitas perilaku yang terlihat (observable) didalam
lingkungan fisik.
Kritik Normatif
Kritik Terukur
• 1. Persepsi lingkungan,
• Persepsi terhadap lingkungan terutama mengacu pada persepsi
terhadap aspek-aspek visual dari bentuk-bentuk buatan (built forms).
Sering bentuk-bentuk visual tertentu mengisyaratkan kategori-kategori
penggunaannya. Sebagai contoh, sebuah atap pelana dengan sebuah
menara (steeple) mengimplikasikan sebuah lingkungan gereja. (Lozar,
1974, p.173). Pada evaluasi sebuah projek perumahan di Cambridge,
Massachusetts Zeisel dan Griffin (1975) menguji persepsi pemakai,
terhadap bentuk pembangunannya secara keseluruhan. Arsitek melihat
organisasi site sebagai ”sebuah hirarki ruang-ruang”.
•
• Mereka membayangkan pqra penghuni, akan mencapai unit-unit
hunian mereka melalui tipe-tipe ruang yang berbeda: Orang dapat
memasuki site melalui salah satu jalan yang terlindung atap sekitar
pada siku-siku (knuckles) bangunan, memasuki ruang tengah yang
besar, lalu masuk ke “ruang kluster” yang spesifik berhubungan dengan
bangunan mereka, dan akhirnya memasuki sebuah tangga bersama
menuju unit hunian mereka. Pard Team (para arsitek bangunan ini)
mengharapkan site plan dapat membimbing orang melalui ruang-ruang
tersebut (p.33).
Kritik Normatif
Kritik Terukur
• 2. Sikap Umum,
• Attitude umum terhadap aspek-aspek lingkungan fisik, mengacu pada
“ketertarikan” atau “penolakan” yang dirasakan oleh seseorang
terhadap sebuah objek atau situasi. Hal ini menjadi dasar dari evaluasi
yang dibuat oleh Kasl dan Harburg (1972) yang mengkaji cara-cara
bagaimana berbagai persepsi terhadap lingkungan dikaitkan dengan
keinginan pindah dari lingkungan tersebut (p.320). Sebuah asumsi,
bahwa hampir setiap kasus keinginan pindah diinterpretasikan sebagai
sebuah penilaian negatif terhadap lingkungan sekitar. Penulis
menemukan bahwa hal ini lebih sering ketika respondent-respondent
tinggal dalam tekanan yang tinggi dalam lingkungan tersebut, dan
kemudian
• Selama 3 minggu, dua penguji, yang tidak tahu bahwa mereka adalah subjek dari
studi ini, masing-masing menghabiskan waktu sesi yang panjang mentest
(beberapa subjek) dalam sebuah ruang “indah” dan “jelek”. Pada sebuah skala
tingkatan, penguji memiliki efek-efek jangka pendek, yang sama dengan yang telah
dilaporkan sebelumnya; selanjutnya, selama 3 minggu sesi yang panjang, tingkatan
skala, secara signifikan lebih tinggipada ruang “indah”. Perbandingan lamanya waktu
percobaan dikedua ruang, menunjukkan bahwa penguji diruang “jelek’ biasanya
menyelesaikan testing lebih cepat, dari penguji yang menilai ruang “Indah”. Catatan
observasi menunjukkan bahwa di ruang “jelek” penguji mendapatkan reaksi-reaksi
terhadap ruang, seperti; kemonotonan, kelelahan, sakit kepala, mengantuk,
perasaan tidak senang, perasaan lekas marah dan lain sebagainya; sebaliknya pada
ruang “indah” penguji merasa nyaman, menyenangkan, penting, energik, dan
memiliki untuk melanjutkan aktifitas mereka lebih lama. dapat disimpukan, bahwa
estetika visual lingkungan
Kritik Normatif
Kritik Terukur
• Teknik-teknik pengukuran, dalam membuat evaluasi-evaluasi perilaku
ini, termasuk alat untuk mensurvey attitude dan mekanisme simulasi,
teknik-teknik interview, observasi yang dilengkapi dengan instrument,
obeservasi langsung, observasi stimulasi sensory, dan metode tidak
langsung atau tanpa penghalang (unobstrusive). (Lozar, 1974, p. 171).
Meskipun metoda yang tersedia banyak, namun masing-masing
memiliki kelemahan yang tak dapat dielakkan, yang harus diingat saat
membuat kesimpulan-kesimpulan. Misalnya, ketika meminta reaksi
orang terhadap gedung-gedung, kita menghadapi masalah umum yang
sering terdapat pada poling pendapat: unclear referents and
antecedents- (kita tidak pernah mengetahui dengan pasti bahwa
responden memiliki pemahaman yang sama dengan kita atas kata-kata
yang digunakan), changeability (akankah attitude ini berubah?),
response sets (sebuah gejala yang diberikan responden dalam
menanggapi yang dilakukan secara yang konsisten tanpa melihat lagi
keadaan aktual yang sesungguhnya), staged behaviour (memberikan
reaksi sesuai dengan naskah pribadi yang dibuat sendiri oleh responden
seolah bermain dalam bagian tertentu di atas panggung), evaluation
apprehension (respon untuk memenangkan dan menyenangkan
evaluator), helpfulness (memberikan jawaban untuk memperbaiki hasil-
hasil studi).