Anda di halaman 1dari 8

Skema pemeriksaan pajak

Pemeriksaan pajak dilakukan dalam sebuah skema pemerikasaan. Penjelasan dibawah dibuat
dengan alur berbentuk tabel agar memudahkan dalam memahami.

Secara umum, skema pemeriksaan pajak sebagaimana diatur oleh Menteri Keuangan melalui
keputusan/peraturan No. 545/KMK.04/2000 dan 123/PMK.03/2006 adalah sbb:

suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk


mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajihan, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
Pembukuan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak
berakhir

serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data


dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
Pemeriksaan
kewajiban perpajakan dan untuk tuiuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak
Kertas Kerja mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang
Pemeriksaan dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang
diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan

pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak


Pembahasan Akhir atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik
Hasil Pemeriksaan yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita
(Closing Conference) Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan
Wajib Pajak

Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Pajak yang terdiri dari sekurang kurangnya 3 (tiga) orang
Diskusi dgn tim
pejabat di lingkungan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak, bertugas untuk
pembahas
membahas perbedaan antara Pendapat Wajib Pajak dengan Hasil
Pembahasan atas Tanggapan Wajib Pajak oleh Tim Pemeriksa Pajak.
laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak
Laporan
secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan
Pemeriksaan Pajak
pemeriksaan

Kuesioner Pemeriksaan Pajak adalah formulir yang berisikan sejumlah


Pengisian kuesioner pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang
pemeriksaan pajak dapat digunakan oleh Wajib Pajak sebagai sarana pemberian pendapat
atau evaluasi atas pelaksanaan pemeriksaan

Meneropong Siklus Hak dan


Kewajiban Wajib Pajak
Red: M Irwan Ariefyanto

Ditjen Pajak
Ditjen Pajak

REPUBLIKA.CO.ID,Melaksanakan kewajiban pajak terasa mudah jika Wajib


Pajak (WP) memahami siklus hak dan kewajiban WP serta membiasakan diri
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan mengikuti alur siklus
tersebut. Setelah WP melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), masih terdapat 6 kewajiban
pajak lainnya, yaitu: (1) Kewajiban pembayaran pajak; (2) Kewajiban
pemungutan/pemotongan pajak; (3) Kewajiban pelaporan pajak; (4)
Kewajiban pembukuan/pencatatan; (5) Kewajiban dalam hal diperiksa; dan
(6) Kewajiban memberi data.
Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti diperhatikan: (1)
WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi: pembayaran angsuran
Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh Pasal 25) dan pembayaran
kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29); (2) WP wajib membayar PPh
melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh Pasal
26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri; (3) WP wajib membayar PPN kepada pihak
penjual atau pemberi jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah;
dan (4) WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui perangkat desa.

Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban untuk


membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena pemeriksaan
pajak. Utang pajak akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: (1) Surat
Tagihan Pajak (STP); (2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); (3)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); (4) Surat
Keputusan Pembetulan, (5) Surat Keputusan Keberatan, dan (6) Surat
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.

Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme pembayaran


lainnya yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan
oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak
yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk
memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah bendahara
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila
WP tergolong sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan
juga sebagai pemotong/pemungut pajak.

Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan pajak dapat
disampaikan di tempat-tempat berikut: (1) Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; (2) Drop Box; (3) e-Filing; dan/atau
melalui (4) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga
digunakan untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang
dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan
harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut
tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT
terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.

Kewajiban berikutnya adalah pembukuan/pencatatan. Pembukuan


diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian apabila omsetnya dalam
satu tahun di bawah Rp 4,8 milyar. Sedangkan bagi WP Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan omset di bawah Rp
4,8 milyar setahun atau tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas, diwajibkan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data
tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final.

Jika WP diperiksa, maka WP wajib: (1) Memenuhi panggilan untuk datang


menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya
untuk jenis Pemeriksaan Kantor; (2) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain
termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek
yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib
memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses dan/atau
mengunduh data yang dikelolah secara elektronik; (3) Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; (4) Menyampaikan
tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; (5)
Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; dan (6) Memberikan keterangan
lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk memberi data dan


informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain,
wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada Pasal
35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau
badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha,
penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi
mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa,
kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang
disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Tujuh kewajiban WP tersebut diimbangi dengan dua belas hak pokok WP.
Yang pertama adalah hak atas kelebihan pembayaran pajak. Di mana jika
pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau
dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka WP
mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan
tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan
dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara
lengkap. Khusus untuk WP yang masuk kriteria WP Patuh, pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk
PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Pengembalian ini
dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: (1) Melalui
Surat Pemberitahuan (SPT); atau (2) dengan mengirimkan surat permohonan
yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan
kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak
menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Hak yang kedua adalah hak dalam hal dilakukan pemeriksaan, maka WP
berhak: (1) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan; (2) Melihat tanda pengenal
pemeriksa; (3) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemeriksaan; (4) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan
SPT; (5) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan; dan (6) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP
terkait hasil pemeriksaan.

Hak yang ketiga adalah hak untuk mengajukan keberatan, banding atau
gugatan, serta peninjauan kembali. Di mana berdasarkan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu surat
ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang
bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat
mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum
puas dengan keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan
banding atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP
dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).

Hak yang keempat adalah hak kerahasiaan WP. WP dijamin kerahasiaannya


atas: SPT, Laporan Keuangan, data-data dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia; dan dokumen atau rahasia WP lainnya sesuai ketentuan yang
berlaku. Selanjutnya delapan hak-hak lainnya bagi WP meliputi: (1) Hak
untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak; (2) hak untuk
penundaan pelaporan SPT Tahunan; (3) Hak untuk pengurangan PPh Pasal
25; (4) Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); (5) Hak
untuk pembebasan pajak; (6) Pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak; (7) Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung
pemerintah; dan (8) Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan.

Dengan memahami siklus hak dan kewajiban WP, diharapkan setiap WP di


Indonesia tidak ragu lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan
sekaligus menikmati hak-haknya. Bangga bayar Pajak! (adv)

Sumber : Ditjen Pajak


http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/08/mbjvhi-meneropong-siklus-hak-dan-
kewajiban-wajib-pajak

Anda mungkin juga menyukai