Anda di halaman 1dari 36

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat

yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun


mengembangkan imajinasi anak.
Menurut Thompson dan Henderson (2007) terapi bermain adalah penggunaan model-
model teoritis secara sistematis untuk menjalin sebuah proses interpersonal dimana seorang
terapis menggunakan kekuatan-kekuatan terapetik dari kegiatan bermain, untuk membantu
para klien dalam mencegah atau mengatasi masalah-masalah psikososial dan mencapai taraf
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
Terapi Bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis,
untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial,
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal melalui eksplorasi atau ekspresi diri.

B. Tujuan Terapi Bermain


Tujuan terapi bermain adalah mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi
tingkah laku yang diharapkan. Dengan terapi, anak mampu diubah perilakunya melalui cara
yang menyenangkan.
1. Kategori Bermain :
a. Bermain aktif
Yaitu anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak sendiri.
Contoh: bermain sepak bola.
b. Bermain pasif
Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakukan aktivitas (hanya melihat).
Contoh: memberikan support.
2. Ciri-ciri Bermain :
a. Selalu bermain dengan sesuatu atau benda
b. Selalu ada timbal balik interaksi
c. Selalu dinamis
d. Ada aturan tertentu
e. Menuntut ruangan tertentu
3. Klasifikasi bermain menurut isi:
a. Social affective play
Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan dalam bentuk
permainan,misalnya orang tua berbicara memanjakan anak tertawa senang,dengan bermain
anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
b. Sense of pleasure play
Anak memproleh kesenangan dari satu obyek yang ada disekitarnya,dengan bermain dapat
merangsang perabaan alat,misalnya bermain air atau pasir.
c. Skill play
Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh keterampilan tertentu dan anak akan
melakukan secara berulang-ulang misalnya mengendarai sepeda.
d. Dramatika play role play
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau ibu.
4. Menurut sosial:
a. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa orang lain yang bermain
disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita Todler.
b. Paralel play
Permainan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing mempunyai mainan
yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung,
biasanya dilakukan oleh anak preschool
Contoh: bermain balok
c. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktifitas yangsma tetapi belum
terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak bermain sesukanya.
d. Kooperatif play
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi dan terencana dan ada
aturan tertentu. Biasanya dilakukanoleh anak usia sekolah Adolesence.
5. Tahap perkembangan bermain :
a. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain.
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan.
c. Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
d. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
6. Karakteristik bermain sesuai tahap perkembangan:
a. 1 Bulan
Visual: Lihat dengan jarak dekat gantungkan benda yang terang dan menyolok
Auditori: Bicara dengan bayi, menyanyi, musik, radio, detik jam
Taktil: Memeluk, menggendong, memberi kesenangan
Kinetik: Mengayun, naik kereta dorong
b. 2-3 Bulan
Visual: Buat ruangan menjadi tenang, gambar, cermin ditembok. Bawa bayi ke ruangan lain.
Letakkan bayi agar dapat memandang disekitar.
Auditori: Bicara dengan bayi, beri mainan bunyi, ikut sertakan dalam pertemuan keluarga.
Taktil: Memandikan ,mengganti popok, menyisir rambut dengan lembut, gosok
dengan lotion/bedak.
Kinetik: Jalan dengan kereta, gerakan berenang, bermain air.
c. 4-6 Bulan
Visual: Bermain cermin, anak nonton TV. Beri mainan dengan warna terang.
Auditori: Anak bicara, ulangi suara yang dibuat, panggil nama, remas kertas didekat telinga,
pegang mainan bunyi.
Taktil: Beri mainan lembut/kasar, mandi cemplung/cebur.
Kinetik : Bantu tengkurap, sokong waktu duduk.
d. 6-9 Bulan
Visual: Mainan berwarna, bermain depan cermin, ciluk .ba. Beri kertas untuk dirobek-
robek.
Auditori: Panggil nama Mama Papa dapat menyebutkan bagian tubuh. Beri tahu yang anda
lakukan, ajarkan tepuk tangan dan beri perintah sederhana.
Taktil: Meraba bahan bermacam-macam tekstur, ukuran, main air mengalir, berenang.
Kinetik: Letakkan mainan agak jauh lalu suruh untuk mengambilnya.
e. 9-12 Bulan
Visual: Perlihatkan gambar dalam buku. Ajak pergi ke berbagai tempat, bermain bola,
tunjukkan bangunan agak jauh.
Auditori: Tunjukkan bagian tubuh dan sebutkan, kenalkan dengan suara binatang.
Taktil: Beri makanan yang dapat dipegang, kenalkan dingin, panas dan hangat.
Kinetik: Beri mainan.
C. Penggunaan Terapi Bermain Sebagai Teknik Psikoterapi
1. Nilai Terapi dari permainann
Saat anak mengeluarkan perasaannya melalu permainan, maka mereka membawa
perasaan tersebut kedalam tingkatt kesadaran, sehingga akhirnya mereka akan terbuka
menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya. Bentuk-bentuk permainan untuk
mengekspresikan diri dapat berupa :
a. Mainan kehidupan nyata
Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh
kartun dapat menjadi media untuk mengekspresikan perasaan secara langsung.
b. Mainan pelepas agresivitas-bermain peran
Klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan atau materi seperti
karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus, dan hewan buas, pistol dan pisau mainan,
boneka orang dan balok kayu.
c. Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas
Klien dapat mengekspresikan emosi atau kreativitasnya melalui mainan atau materi seperti
balok kayu, lilin, pasir dan air.
2. Kepada siapa terapi bermain diberikan
Terapi bermain dapat dipakai sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Terapi bermain
dapat diberikan kepada anak yang :
a. Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan
b. Gangguan emosi dan skizofren
c. Takut dan cemas
d. Mengalami masalah penyesuaian sosial
e. Kesulitan bicara
f. Anak penyandang autism
3. Proses terapi bermain
Menggambarkan lima tahap dimana dimana anak yang mengalami gangguan emosi
berkembang menuju ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
a. Emosi negatif terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain. Misalnya, ekspresi dari
reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang bermain, alat permainan, atau pada terapis.
b. Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan
kekasaran.
c. Anak lebih fokus dalam mengekspresikan emosi negatif, misalnya pada orang tua, diri sendiri
atau orang lain dalam hidupnya.
d. Emosi dan sikap yang bertentangan negatif dengan positif, kembali terjadi dengan fokus pada
orang tua, diri sendiri atau orang lain.
e. Anak mengekspresikan pemahaman atas emosi negatif ataupun positif yang ada pada dirinya
dengan jelas, terbedakan, terpisah, dan realistik dengan sikap positif yang lebih dominan

. Pengertian
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-
kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan melakukan apa yang dapat dilakukan, dan
mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya
yang tidak disadarinya (Miller dan Keong, 1983).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting
dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress
pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan
Glaser, 2005).
B. Fungsi
1. Perkembangan Sensori
a. Memperbaiki keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi
b. Meningkatkan perkembangan semua indra
c. Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia
d. Memberikan pelampiasan kelebihan energi
2. Perkembangan yang intelektual
a. Memberikan sumber sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran
b. Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran, tekstur, warna.
c. Pengalaman dengan angka, hubungan yang renggang, konsep abstrak
d. Kesempatan untuk mempraktikan dan memperluas keterampilan berbahasa
e. Memberikan kesempatan untuk melatih masa lalu dalam upaya mengasimilasinya kedalam
persepsi dan hubungan baru
f. Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan
realita.

3. Perkembangan sosialisasi dan moral


a. Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks.
b. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan.
c. Mengembangkan keterampilan sosial
d. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap positif terhadap orang lain.
e. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui standar moral.
4. Kreativitas
a. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat kreatif
b. Memungkinkan fantasi dan imajinasi
c. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus
5. Kesadaran diri
a. Memudahkan perkembangan identitas diri
b. Mendorong pengaturan perilaku sendiri
c. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri (keahlian sendiri)
d. Memberikan perbandingan antara kemampuasn sendiri dan kemampuan orang lain.
e. Memungkinkan kesempatan untuk belajar bagaimana perilaku sendiri dapat mempengaruhi
orang lain
6. Nilai Teraupetik
a. Memberikan pelepasan stress dan ketegangan
b. Memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima dalam bentuk
yang secara sosial dapat diterima
c. Mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara yang aman.
d. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut,
dan keinginan.
C. Tujuan
1. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yg normal pada saat sakit.
Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
Permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengsekspresikan berbagai perasaan yang
tidak menyenangkan.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk mencipakan sesuatu
seperti yang ada dalam pikirannya.
4. Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS.
D. Prinsip prinsip Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktifitas
bermain bisa menjadi stimulus yang efektif :
1. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan nutrisi yang
memadai.Asupan atau intake yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat
memerlukan aktifitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif.Pada
anak yang sakit keinginan untuk bermain umumnya menurun karena energi yang ada
dugunakan untuk mengatasi penyakitnya.
2. Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat
optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat
permainannya.
3. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan
anak.Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini sehingga alat permainan yang diberikan
dapat berfungsi dengan benar dan mempunyai unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Aktifitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di halaman, bahkan di ruang
tidur. Diperlukan suatu ruangan atau tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan, di
mana ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk menyimpan permainannya.
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya, atau diberitahu
oleh orang tuanya. Cara yang terahkir adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan
berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua yang
tidak pernah mengetahui cara bermain dari alat permainan yang diberikan, umumnya membuat
hubungannya dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.
6. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya, saudara, atau orang tuanya. Ada
saat-saat tertentu di mana anak bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya
sendiri.Bermain yang dilakukan bersama orang tuanya akan mengakrabkan hubungan dan
sekaligus memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang
dialami oleh anaknya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosislisasi anak dan
membantu anak dalam memahami perbedaan.
E. Faktor yang Mempengaruhi Bermain
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan
anak. Orang tua dan Perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang
tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Status kesehatan anak
Aktivitas bermain memerlukan energi maka Perawat harus mengetahui kondisi anak pada saat
sakit dan jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain
pada anak yang sedang dirawat di RS.
3. Jenis kelamin
Pada dasarnya dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki
atau perempuan namun ada pendapat yang diyakini bahwa permainan adalah salah satu alat
mengenal identitas dirinya. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang
berbeda antara laki laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4. Lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang
untuk bermain.

5. Alat dan jenis permainan yg cocok


Pilih alat bermain sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Alat permainan harus aman
bagi anak.
F. Alat Permainan Edukatif
Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan
anak, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya.
Contoh alat permainan pada balita dan perkembangan yang distimuli :
1. Pertumbuhan fisik dan motorik kasar
Contoh : Sepeda roda tiga/dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll.
2. Motorik halus
Contoh : Gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll.
3. Kecerdasan/ kognitif
Contoh : Buku gambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil, warna, dll.
4. Bahasa
Contoh : Buku bergambar, Buku cerita, majalah, radio, tape, TV, dll.
5. Menolong diri sendiri
Contoh : Gelas/ piring plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki, dll.
6. Tingkah laku sosial
Contoh : Alat permainan yang dapat dipakai bersama missal congklak, kotak pasir, bola, tali,
dll.
G. Klasifikasi Bermain
1. Menurut isi permainan
a. Sosial affective play
Inti permainan ini adalah hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan
orang lain (contoh: ciluk-baa, berbicara sambil tersenyum dan tertawa).
b. Sense of pleasure play
Permainan ini sifatnya memberikan kesenangan pada anak (contoh: main air dan pasir).
c. Skiil play
Permainan yang sifatnya meningkatkan keterampilan pada anak, khususnya motorik kasar dan
halus (misal: naik sepeda, memindahkan benda).
d. Dramatik Role play
Pada permainan ini, anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainanny. (misal:
dokter dan perawat).
e. Games
Permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan / skor (Contoh :
ular tangga, congklak).
f. Un occupied behaviour
Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek yang ada
disekelilingnya, yang digunakan sebagai alat permainan (Contoh: jinjit-jinjit, bungkuk-
bungkuk, memainkan kursi, meja dsb).
2. Menurut karakter sosial
a. Onlooker play
Anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisifasi dalam permainan (Contoh: Congklak/Dakon).
b. Solitary play
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan
temannya dan tidak ada kerja sama.
c. Parallel play
Anak menggunakan alat permaianan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak
terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya tidak ada sosialisasi.
Biasanya dilakukan anak usia toddler.
d. Associative play
Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak
terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (Contoh: bermain boneka,
masak-masak).
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, dan punya
tujuan serta pemimpin (Contoh: main sepak bola).

3. Menurut usia
a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play).
Visual : dapat melihat dgn jarak dekat
Audio : berbicara dgn bayi
Taktil : memeluk, menggendong
Kinetik : naik kereta, jalan-jalan.
b. Umur 2-3 bln
Visual : memberi objek terang, membawa bayi keruang yang berbeda
Audio : berbicara dengan bayi,memyanyi
Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut.
c. Umur 4-6 bln
Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nonton TV.
Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas.
Kinetik : bantu bayi tengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya.
Taktil : memberikan bayi bermain air.
d. Umur 7-9 bln
Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dengan kaca serta berbicara sendiri.
Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yang diucapkan seperti mama, papa.
Taktil : membiarkan main pada air mengalir.
Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
e. Umur 10-12 bln
Visual : memperlihatkan gambar terang dalam buku.
Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak merasakan
angin.
Kinetik : memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau didorong, seperti sepeda
atau kereta.
f. Umur 2-3 tahun
Paralel play dan sollatary play
Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering merusak
mainan)
Jenis mainan: boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar.
g. Preschool 3-5 thn
Associative play , dramatik play dan skill play.
Sudah dapat bermain kelompok
Jenis mainan: roda tiga, balok besar dengan macam-macam ukuran.
h. Usia sekolah
Cooperative play
Kumpul prangko, orang lain.
Bermain dengan kelompok dan sama dengan jenis kelamin
Dapat belajar dengan aturan kelompok
Laki-laki : Mechanical
Perempuan : Mother Role

i. Mainan untuk Usia Sekolah :


6-8 tahun : Kartu, boneka, robot, buku, alat olah raga, alat untuk melukis, mencatat, sepeda.
8-12 tahun : Buku, mengumpulkan perangko, uang logam, pekerjaan tangan, kartu, olah raga
bersama, sepeda, sepatu roda.
j. Masa remaja
Anak lebih dekat dengan kelompok
Orang lain, musik,komputer, dan bermain drama.

H. Bermain di Rumah Sakit


Perawatan di Rumah Sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak
maupun orang tua. Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengeskpresikan perasaan
tersebut dan mampu bekerja sama degan petugas kesehatan selama dalam masa perawatan.
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di RS akan memberikan keuntungan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan hubungan klien dan perawat
2. Aktivitas beramain yang terpogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.
3. Permainan di RS membantu anak mengekspresikan perasaannya.
4. Permainan yang terapeutik akan membentuk tingkah laku yang positif.
Prinsip prinsip bermain di rumah sakit :
1. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
2. Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
3. Sesuai dengan kelompok usia.
4. Peramainan tidak boleh bertentangan dengan terapi yang sedang dijalankan.
5. Perlu partisipasi orang tua dan keluarga.
Tekhnik Bermain di Rumah Sakit :
1. Berikan alat permainan untuk merangsang anak bermain sesuai dengan umur
perkembangannya
2. Berikan cukup waktu dalam bermain dan menghindari interupsi
3. Berikan permainan yang bersifat mengurangi sifat emosi anak
4. Tentukan kapan anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai dengan kondisi anak

II. TERAPI BERMAIN ULAR TANGGA EDUKATIF UNTUK USIA 6 12 TAHUN


A. Deskripsi
Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang
atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar
sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Dalam permainan
ular tangga edukatif ini, kelompok memodifikasi papan ular tangga menjadi kotak kotak yang
berisi gambar gambar edukatif untuk membantu pengembangan intelektual anak.
Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri
bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata
dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung
pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak
di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir.
Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat giliran
sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya.

B. Jenis Permainan
Jenis permainan ini adalah Games. Games adalah permainan yang menggunakan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan / skor.

C. Tujuan
1. Umum :
Setelah dilakukan tindakan program bermain pada anak usia sekolah (6 -12 tahun) selama
kurang lebih 30 menit diharapkan anak dapat bermain sambil belajar mengenal tanda umum
anak bergizi baik.

2. Khusus :
Bagi anak:
Dapat mengatur strategi dan kecermatan.
Dapat mengenal tanda tanda anak bergizi baik
Dapat mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan permainan
Dapat berlatih bersosialisasi
Dapat berlatih bersikap sportif
Dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan pada anak
Dapat belajar pramatematika yaitu saat menghitung langkah pada permainan ular tangga dan
menghitung titik titik yang terdapat pada dadu.
Bagi perawat:
Membangun trust antara pasien anak dan perawat
Mampu mengaplikasikan teori terapi bermain pada anak usia 6-12 tahun
Mampu mengenal karakter tiap anak usia 6-12 tahun

D. Sasaran
Kriteria Klien
1. Anak yang berumur usia sekolah ( 6-12tahun )
2. Anak kooperatif
3. Anak dengan komunikasi verbal baik
4. Anak yang tidak ada kontra indikasi untuk bermain
Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit,
anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah,
takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang
dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk
itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat
beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti
pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi
juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf bernamaIan
Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga
dapat mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami dirumah sakit M. Djamil Padang diruangan anak kronis
dan akut didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5 tahun) sebanyak 15 oranganak. Anak-anak
pada dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu dengan bongkar pasang yang bisa
melatih kecerdasan otak anak dan berpikir secara logis untuk menyelesaikan gambar yang bisa
menjadi sesuatu yang menarik seperi binatang atau orang
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah
sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti
bermain dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam
meletakkan gambar yang telahdi bongkar.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas dan
kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit
dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a) Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
b) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
c) Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
d) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
e) Beradaptasi dengan lingkungan
f) Mempererat hubungan antara perawat dan anak

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Bermain puzzel
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri
untuk berperan dan berpilaku dewasa. (aziz alimul, 2009)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana
yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika
anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan
pasangannya.
B. Tujuan Bermain puzzel
Tujuan brmain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam kemampuan
keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal dunia, maupun
mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak
tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
C. Fungsi Bermain Puzzel
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan
sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak
membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat
mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan
semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang
lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan
masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai social
yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.

4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan
belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan
memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya
dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil
mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai
moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan
kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang
efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh
karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas
bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.

D. Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif
dan yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh dari
apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari
orang lain.
a) Bermain aktif
Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak
memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba,
menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Bermain konstruksi (construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan.
Dll.
Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau
dengan teman-temanny
Bermain bola, tali, dan sebagainya
b) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar. Bermain pasif
ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk
mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
a) Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
b) Mendengarkan cerita atau musik
c) Menonton televisi
d) Dll
e)

tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah Adolesen.

E. Hal-hal yang Harus Diperhatikan


1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2) Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada keterampilan
yang lebih majemuk.
4) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain. Jangan memberikan
alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

F. Bentuk-bentuk Permainan Menurut Usia


a. Usia 0 12 bulan
Tujuannya adalah :
Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap, menggenggam.
Melatih kerjasama mata dan tangan.
Melatih kerjasama mata dan telinga.
Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
Melatih mengenal sumber asal suara.
Melatih kepekaan perabaan.
Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
Alat permainan berupa selimut dan boneka.

b. Usia 13 24 bulan
Tujuannya adalah :
Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
Memperkenalkan sumber suara.
Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
Melatih imajinasinya.
Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang tidak mudah pecah,
sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku
bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.

c. Usia 25 36 bulan
Tujuannya adalah ;
Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
Mengembangkan keterampilan berbahasa.
Melatih motorik halus dan kasar.
Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan membedakan
warna).
Melatih kerjasama mata dan tangan.
Melatih daya imajinansi.
Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
Alat-alat untuk menggambar.
Lilin yang dapat dibentuk
Pasel (puzzel) sederhana.
Manik-manik ukuran besar.
Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
Bola.

d. Usia 32 72 bulan
Tujuannya adalah :
Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
Mengembangkan kemampuan berbahasa.
Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura (sandiwara).
Membedakan benda dengan permukaan.
Menumbuhkan sportivitas.
Mengembangkan kepercayaan diri.
Mengembangkan kreativitas.
Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumahnya.
Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal : pengertian mengenai
terapung dan tenggelam.
Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.

Alat permainan yang dianjurkan :


Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar & tulis,
kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


a. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
b. Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu
c. Jenis kelamin
d. Lingkungan lokasi, negara, kultur
e. Alat permainan senang dapat menggunakan
f. Intelegensia dan status sosial ekonomi

H. Tahap Perkembangan Bermain


a. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
c. Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam permainan
d. Tahap melamun
e. Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

I. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit


1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
5. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan

J. Hambatan Yang Mungkin Muncul


a. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
b. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
c. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang bersamaan.

K. Antisipasi hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.

L. Cara Bermain Puzzel


1. Sediakan kertas puzzel bergambar
2. Bongkar kertas pazzel tersebut
3. Pasang kembali kertas pazzel sesuai pasangannya masing
4. Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung kertas terlebih dahulu
5. Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya
6. Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm kertas puzzel di bongkar

BAB III
SAP TERAPI BERMAIN
Pokok Bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit
Sub Pokok Bahasan : Terapi Barmain Anak Usia 3-5 tahun
Tujuan : Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak
Tanggal / Jam : Hari / Tanggal : Kamis / 28 mei 2015
Jam / Durasi : Pkl. 10.00 sd selesai
Tempat Bermain : Ruang pertemuan lantai 1
Peserta : Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang anak
kronik yang memenuhi kriteria :
Anak usia 3 5 tahun
Tidak mempunyai keterbatasan fisik
Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
Pasien kooperatif
Peserta terdiri dari :
Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 4 orang didampingi keluarga
Target : 4 orang
Sarana dan Media

Sarana:
- Ruangan tempat bermain
- Tikar untuk duduk
Media:
Gambar yang belum disusun
Pengorganisasian

Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 16 orang dan 1 orang observer dengan
susunan sebagai berikut:
Co leader : Dhira Andriani
Leader : Elsa Nowesti
Observer : Ivanny Leoni
Fasilitator : Hayatunnupus Haqiqi
Dwi fuji Setia Ningsih
Dini Nasrilla
Sarah Nikita Nepu
Refi Iqbal
Desi Oktavia Rini

Pembagian Tugas :
7. Peran Leader
Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi
dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya
Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
8. Peran Co Leader
Mengidentifikasi issue penting dalam proses
Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
9. Peran Fasilitator
Mempertahankan kehadiran peserta
Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam
kelompok
10. Peran Observer
Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
Setting Tempat

Keterangan

= Pembimbing = Peserta = orang tua

= Observer = Fasilitator

= Co Leader = Leader

Susunan Kegiatan

No Waktu Terapy Anak Ket


1 5 menit Pembukaan :
1. Co-Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri terap Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan dan saling
4. Memperkenalkan anak satu persatu berkenalan
dan anak saling berkenalan dengan Mendengarkan
temannya Mendengarkan
5. Kontrak waktu dengan anak
6. Mempersilahkan Leader
2 20 menit Kegiatan bermain :
1. Leader menjelaskan cara permainan Mendengarkan
2. Menanyakan pada anak, anak mau Menjawabpertanyaan
bermain atau tidak
3. Menbagikan permainan Menerima permainan
4. Leader ,co-leader, dan Fasilitator Bermain
memotivasi anak Bermain
5. Fasilitator mengobservasi anak Mengungkapkan perasaan
6. Menanyakan perasaan anak
3 5 menit Penutup :
1. Leader Menghentikan permainan Selesai bermain
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3. Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan
4. Memberikan hadiah pada anak yang Senang
cepat menyelesaikan gambarnya dan Senang
bagus
5. Membagikan souvenir/kenang- Mengungkapkan perasaan
kenangan pada semua anak yang Mendengarkan
bermain Menjawab salam
6. Menanyakan perasaan anak
7. Co-leader menutup acara
8. Mengucapkan salam

Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
Alat-alat yang digunakan lengkap
Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi proses yang diharapkan


Terapi dapat berjalan dengan lancar
Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya

3. Evaluasi hasil yang diharapkan


Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar yang diwarnai,
kemudian digantung
Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
Anak merasa senang
Anak tidak takut lagi dengan perawat
Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya adalah
puzzrl. Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana
yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika
anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan
pasangannya.
Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat
tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari
stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang
dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk
melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena
dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak
walaupun dirumah sakit.

A. Konsep Dasar Bermain


a. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan
berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam
kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada
anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser,
1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain
(Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan aspek
penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan social anak tersebut. Walaupun tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau
memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam
bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.

b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan
intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar
yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan
sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak
membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang
ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat
mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan
semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang
lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan
masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai social
yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk
objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur tingkah
laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang
lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya
sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya
menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan
negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru.
Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat
permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia
toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai
moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral,
seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan
dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak
dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat
dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama
melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan
teman kelompok bermainnya.

c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a. Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan
orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah
Cilukba, berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi
untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa. Bayi
akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum,
tertawa, dan mengoceh.
b. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya
mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunungan
atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan
menggunakan air anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-
mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan
c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak, khususnya
motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda kecil,
memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda.
Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di
lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau
dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional
maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e. Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit,
bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Jadi,
sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di
sekelilingnya yang di gunakannya sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan
asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut .
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain
melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu
guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain
dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka
tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .

2. Berdasarkan Karakter Social


a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada
inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada
proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan
alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan
teman sepermainannya.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu
anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan
anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia
toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak
terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak
jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain
masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga tujuan
dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan
mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang
memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat
mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke
gawang lawan mainnya.

B. Konsep Dasar Preschool


a. Anak usia Preschool ( >3 tahun sampai 6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah mempunyai
kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada anak usia toddler. Anak
sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan
social dengan temannya semakin meningkat.
Oleh kerena itu jenis permainan yang sesuai adalah associative play, dramatic play dan skill
play. Anak melakukan permainan bersama-sama dengan temannya dengan komunikasi yang
sesuai dengan kemampuan bahasanya. Anak juga sudah mampu memainkan peran orang tua
tertentu yang diidentifikasinya, seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya. Permainan yang
menggunakan kemampuan motorik (skill paly) banyak dipilih anak usia prasekolah.
b. Reaksi Hospitalisasi
1. Sering bertanya
2. Menangis perlahan
3. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Kehilangan kontrol
5. Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut
sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan
perawat.

C. Konsep Dasar School


a. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekerja sama
dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman menjadi tempat belajar
mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak
hanya bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat
mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan
sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi
lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk
bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui
permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak
laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan
kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak
perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk
mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang
perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.

b. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga,
kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan kelompok
sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal

BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan bermain
Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema Cepat sembuh dengan banyak
minum. Kegiatan ini terdiri dari 3 sesi yaitu : pada sesi pertama tentang pemaparan cerita
mengunakan boneka tangan yang menceritakan tentang pentingnya mengkonsumsi banyak air
bagi penderita DHF. Pada sesi kedua, peserta diajak untuk berlomba menghabiskan air mineral
yang disediakan oleh kelompok. Pada sesi ketiga, anak diajak untuk mewarnai gambar buah-
buahan yang sudah disediakan. Pemilihan warna pada sesi ktiga ini tidak dibatasi. Kemudian
gambar yang telah selesai diwarnai, diberikan tali untuk digantung ditempat tiap tidur anak.

B. Media dan Alat


1. Boneka Tangan
2. Air mineral gelas
3. Gambar yang akan diwarnai
4. Pensil Warna
5. Tali

C. Sasaran
a. Kelompok usia : Preschool ( >3 tahun sampai 6 tahun)
School (> 6 tahun sampai 12 tahun)
b. Jumlah anak : 4 orang
c. Kriteria anak : 1. Anak usia Preschool ( >3 tahun sampai 6 tahun) dan School (> 6
tahun sampai 12 tahun)
2. Anak dengan DHF yang tidak bedrest
3. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas

D. Waktu Pelaksanaan
a. Hari / Tanggal : Kamis, 20 Januari 2011
b. Waktu : Pukul 10.00 s/d 11.00
c. Tempat : Ruang rawat inap anak RSUD Budi Asih Lantai 6 Timur
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu pada saat anak tersebut
sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur, misalnya pada pagi hari sekitar
pukul 10.00 atau pada sore hari sekitar pukul 15.00. Durasi atau lamanya bermain adalah
sekitar 40 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan permainan tersebut.

E. Pengorganisasian
1. Leader : Silva Roslina Niode, S.Kep
2. Co Leader : Dedi Prihartono, S.Kep
3. Observer : Ririn Syahrain, S.Kep
4. Fasilitator : Diah Kurnisari, S.Kep
Refina Anggraini Pertiwi, S.Kep

F. Pembagian Tugas
1. Leader : Dedi Prihartono, S.Kep
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi
dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
2. Co Leader : Silva Roslina Niode, S.Kep
Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Fasilitator : Diah Kurnisari, S.Kep
Refina Anggraini Pertiwi, S.Kep
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam
kelompok
4. Observer : Ririn Syahrain, S.Kep
Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

G. Setting Tempat

Setting tempat untuk pemaparan cerita menggunakan boneka tangan

Keterangan :
: Pemain
: Fasilitator
: Observer
: Anak

Setting tempat untuk Permainan


Keterangan :
: Leader
: Co Leader
: Fasilitator
: Observer

: Anak

H. Hambatan
Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain :
Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan
Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak, dimana dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya
sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak
adalah suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di
rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan
oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa
terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat tumbuh
dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus
yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga
harus tetap diperhatikan.

2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan trauma yang
akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk melakukan
tindakan.

3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak hospitalisasi
dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi
bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak walau

Terapi berasal daripada perkataan Greek iaitu "Therapeia" yang bermaksud


satu perkhidmatan, satu kehadiran yang berkait dengan perkataan Greek (kata kerja)
"therapeuo" yang bermaksud "i wait upon". Oleh itu, terapi adalah satu perkhidmatan
yang diberi kepada pesakit. Secara amnya, terapi ialah kaedah-kaedah untuk
mengubati penyakit atau masalah tubuh badan dan sebagainya.
Menurut kamus perubatan Mosby (2001), terapi didefinisikan sebagai rawatan
pemulihan ke atas pesakit yang pernah menghidapi sebarang penyakit dengan tujuan
mengembalikan kefungsian badan secara normal. Dalam konteks pendidikan pula,
terapi dapat didefinisikan sebagai kaedah untuk membantu seseorang individu untuk
bergerak-balas terhadap sesuatu aktiviti atau kemahiran-kemahiran yang tertentu.
Saya akan tumpuan terapi saya kepada enam terapi yang pentinga iaitu: terapi
bermain, terapi muzik, terapi bercerita, terapi seni dan terapi biblio.

2.0 Terapi Bermain


Menurut Kraus 1990, bermain secara amnya boleh didefinisikan sebagai
sebarang aktiviti yang memberikan kegembiraan dan kepuasan kepada kanak-kanak
tanpa menimbangkan apakah hasil aktiviti itu.
Carr pula dalam teorinya mengatakan bahawa main adalah penting kepada
kanak-kanak untuk meluahkan pendapat masing-masing.
Dari aspek psikologi pula, terapi main memberi peluang kepada kanak-kanak
untuk memperolehi perasaan dan mengawal keadaan yang dapat membantu kanak-
kanak untuk berurusan dengan realiti sebenar.
Terapi main membantu murid mununjukkan komitmen dan fokus yang
sepenuhnya terhadap aktiviti yang dijalankan.
Terapi permainan adalah suatu terapi interaksi sosial yang menyediakan
kesempatan untuk belajar keterampilan sosial-emosional dan meningkatkan
ketahanan emosional. Sementara kebanyakan anak belajar keterampilan sosial dari
mengamati orang lain atau melalui instruksi yang eksplisit, yang lain belum belajar
atau tidak menerapkan keterampilan sosial pro dan memerlukan pengajaran
tambahan, latihan dan pembinaan. Kecenderungan alami anak-anak untuk bermain
menyediakan cara yang sangat memotivasi untuk melibatkan mereka dalam belajar
keterampilan sosial pro. Anak-anak cenderung dengan peribadi yang menyelesaikan
masalah dengan agresi, kurangnya persahabatan, pengurusan kemarahan dan
pembohong.
Kemajuan permainan pada pengembangan keterampilan dan kompleksitas
dengan fokus yang kuat pada intervensi awal, mulai dari usia 4-14. Permainan dapat
digunakan secara beturutan selama enam sampai lapan minggu dan satu sesi untuk
menutup keterampilan tertentu. Anak-anak muda akan mulai dengan permainan
Persiapan Bersama dan bekerja dengan Teman yang Ramah dan mungkin untuk
Pemikir Ulang.
Anak-anak berusia lapan atau sembilan atau yang lebih tua akan mulai dengan
Teman yang Ramah, Pengusik atau Pemikir ulang, tergantung pada pengembangan
keterampilan yang diperlukan. Permainan dapat digunakan dengan individu,
kelompok atau anak-anak seluruh kelas.

3.0 Terapi Muzik


Terapi muzik adalah alternatif dalam rawatan moden dan satu bidang
profesional yang menggunakan muzik bertujuan untuk pemulihan, pemeliharaan dan
peningkatan taraf kesihatan mental serta fizikal. Ia adalah satu teknik klinikal
dan evidence -based yang dijalankan oleh pakar dan berdasarkan kepada fakta-fakta
hasil kajian.. Muzik adalah satu getaran tenaga bunyi dimana getaran tenaga bunyi
bergetar pada tahap-tahap berbeza. Tenaga yang serupa juga wujud dalam tubuh dan
minda kita. Sekiranya getaran tenaga bunyi boleh bergetar seiringan dengan tenaga
dalam badan kita, muzik boleh dianggap sebagai ubat yang memulihkan.
Sejarah terapi muzik telah termaktub sejak zaman purba. Di mana sebuah
buku ajaran Cina I Ching menyatakan muzik mempunyai kuasa untuk
menenangkan ketegangan dalaman dan juga berupaya untuk mengurangkan
gangguan emosi seseorang (http://ms.shvoong.com/huminities/musicology).
Terapi muzik adalah berkesan untuk meningkatkan atau menyediakan
suasana yang lebih tenang. Selain itu, terapi muzik juga melegakan keresahan,
kemurungan dan meringankan stress. Terapi muzik membantu klien (pesakit ) yang
mempunyai masalah berkaitan emosi untuk meneroka serta menyelami perasaan
mereka sendiri. Melalui cara ini mereka dapat melakukan perubahan yang
positif terhadap tingkah laku. Selain itu, klien juga dapat mempraktikkan penyelesaian
masalah yang secara tidak langsung merungkaikan dan menyelesaikan konflik
mereka.
Rawatan terapi muzik dapat memperkukuhkan kemahiran berkomunikasi dan
juga kemahiran koordinasi fizikal. Fungsi mental dan fizikal juga dapat dipertingkatkan
dan diperbaiki apabila kaedah rawatan ini digunakan kepada mereka yang
mempunyai masalah berkaitan saraf dan masalah pertumbuhan.
Muzik dapat mengalihkan kesakitan pesakit, menyedari hal itu penggunaan
terapi muzik digunakan secara lebih meluas di hospital-hospital dan klinik bersalin
untuk mengurangkan tekanan dan kesakitan ketika ibu ingin melahirkan bayi. Selain
itu, terapi muzik juga berkesan untuk mereka yang menderita sakit kepala atau
migrain.
Terapi muzik dapat meningkatkan kualiti hidup kepada pesakit-pesakit yang
Alzheimer dan penyakit yang hampir serupa. Cara ini sangat berguna kepada mereka
yang mempunyai masalah pembelajaran , masalah pertuturan dan komunikasi di
mana terapi muzik amat membantu golongan yang kurang bernasib baik ini.
Kajian menunjukkan bahawa keberkesanan teknik terapi muzik memberi
relaksasi secara fisiologi dan psikologi.
Jellison 1975, mendapati muzik latar dapat mengurangkan stress dan
membantu dalam proses relaksasi.
Scartelli & Borling, 1986 membantu proses relaksasi dengan teknik
biofeedback.
Hanser 1998, mendapati kajian literature menggunakan keberkesanan muzik
dalam relaksasi.
American Music Therapy Association (2009), terapi muzik sebagai
penggunaan intervensi muzik berasaskan klinikal dan bukti untuk mencapai matlamat
individu dalam perhubungan antara terapeutik oleh professional yang mempunyai
kredential yang telah menamatkan program terapi muzik yang diiktirak.
Satu tinjauan yang dijalankan di Amerika Syarikat ke atas penuntut kolej
menunjukkan bahawa tahap kecerdikan dapat dipertingkatkan dengan mendengar
muzik gubahan Mozart. Muzik penggubah termasyur itu berupaya menurunkan
denyutan jantung dan membuat anda bersantai.

4.0 Terapi Bercerita


Terapi bercerita ialah suatu aktiviti yang digunakan untuk menyampaikan
peristiwa dengan perkataan, imej dan suara. Elemen-elemen penting yang
terkandung dalam cerita ialah plot, watak-watak serta pandangan dan nilai-nilai murni.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, dan kanak-kanak yang
mempunyai motivasi instrinsik yang suka mendengar cerita, terapi bercerita
merupakan pendekatan yang paling berkesan untuk kaunseling kanak-kanak yang
mempunyai tingkah laku bermasalah.
Kegunaan cerita untuk terapi ialah cerita menggambarkan hidup emosi
dalaman. Cerita merangkumi pengalaman emosi. Mereka memberi kanak-kanak
perkataan yang diperlukan untuk menyatakan perasaan dan konteks untuk mereka
memahami perasaan tersebut. Dengan mendengar cerita, kanak-kanak menjadi lebih
yakin, kreatif dan cergas sewaktu menghadapi masalah harian.
Di samping itu, menndengar cerita dapat menyediakan pengalaman hadapan.
Bercerita dengan teknik yang berkesan atau melibatkan secara keseluruhan minda,
deria dan emosi pendengar, seakan-akan hidup sering dengan dunia cerita itu.
Kesannya, pendengar lebih bersedia untuk menghadapi situasi yang serupa dalam
kehidupannya.
Selain itu, cerita dapat mengajar cara penyelesaian masalah secara kreatif.
Lazimnya, cerita mengandungi masalah atau konflik yang harus diselesaikan. Cerita
membawa pendengar menghayati setiap langkah untuk menyelesaikan masalah
konflik tersebut. Cara ini mengajar kanak-kanak lebih kreatif, pintar akal dan
ketabahan. Cerita juga menunjukkan tindakan dan akibat. Cerita memberi contoh
kegagalan dan kejayaan, lesedihan dan kegembiraan. Mereka mencerminkan akibat
setiap keputusan watak, sama ada positif atau negative. Ini memberi tunjuk ajar
kepada kanak-kanak untuk membuat keputusan positf pada masa kelak.
Cerita juga mencerminkan keadaan manusia yang universal. Melalui peristiwa
yang distruktur secara emosi, cerita memberi persepsi dalam emosi pendengar dan
pengalamannya, dan mengingatkan pendengar walaupun wujud perbezaan antara
satu sama lain, semua manusia menghadapi rintangan hidup yang sama.
Helen Keller, dalam The Story of My Life menulis, mendengar cerita
merupakan cara yang paling mudah dan secara semulajadi untuk kanak-kanak
menguasai bahasa yang membolehkan mereka menyusun, menstruktur,
memanipulasi, memikir dan mempersepsikan dunia secara rasional.
Guru atau kaunselor boleh menjadikan teknik bercerita sebagai satu
pendekatan terapi kepada murid-murid di mana guru boleh meneroka dan cuba
mendekati murid bermasalah dengan bercerita. Murid yang bermasalah kadang-
kadang sukar untuk meluahkan perasaan mereka secara terbuka kepada guru atau
kaunselor. Oleh itu, guru perlu mencari sumber yang berkaitan dalam masalah yang
sedang dihadapi atau pengalaman hidup yang pernah dilalui oleh murid
tersebut.Berdasarkan sumber tersebut, guru perlu mereka dan mencipta jalan cerita
yang sesuai supaya berkaitan dan sesuai dengan masalah yang dihadapi. Apabila
murid mendengar cerita tersebut dia akan terdorong untuk mendengar lantas
meluahkan perasaan atau masalah yang dihadapi secara tidak langsung. Malah, jika
murid masih malu atau tiada keyakinan untuk bercerita kepada kaunselor, guru
perlulah menyatakan pengakhiran cerita yang baik dan boleh dijadikan panduan dan
pengajaran kepada murid tersebut. Hal ini supaya murid dapat membuat keputusan
atau menyelesaikan masalah berpandukan penutup cerita yang disediakan oleh
guru.Tujuan bercerita yang lain juga ialah untuk menerapkan nilai murni, pengajaran
dan unsur-unsur teladan yang baik kepada murid. Oleh itu, seorang pencerita
hendaklah bijak membuat pemilihan jalan cerita supaya kanak-kanak dapat dipupuk
dengan nilai-nilai yang positif. Jalan cerita yang baik untuk kanak-kanak adalah cerita
yang ringkas, mudah difahami, menarik, menggunakan bahasa yang sesuai
danmempunyai nilai moral yang tinggi supaya murid dapat menghayati pengajaran
yang ingin disampaikan pada akhir sesi bercerita. Nilai-nilai murni boleh diserapkan
secara langsung dan juga tidak langsung. Penyerapan nilai murni secara langsung
selalunya dilaksanakan oleh pencerita semasa akhir sesi penceritaan. Manakala
penyerapan secara tidak langsung dapat diselitkan semasa penceritaan tersebut
berlangsung.Terapi bercerita ini merupakan suatu teknik yang paling berkesan bagi
menyemai kemahiran berkomunikasi kepada kanak-kanak (Trencher, 1991:86).
Tugas seorang guru atau kaunseling bukan sahaja mendidik dan mengajar bagi
memenuhi bidang akademik sahaja. Namun aspek sosial seperti yang termaktub
dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan perlulah dititikberatkan oleh guru supaya
murid dapat menjadi seorang modal insan yang seimbang, harmonis,
berdikari,fleksibel dan cemerlang dalam pelbagai bidang. Apabila guru menggunakan
teknik bercerita sebagai terapi, murid-murid akan diminta berkumpul membentuk
bulatan atau sebagainya. Semasa proses penyampaian, sesi soal jawab akan berlaku
antara murid dengan guru. Guru perlu mengambil kesempatan ini dengan mencungkil
keberanian murid untuk menyuarakan pendapat di hadapan kawan-kawannya
yanglain. Selain itu, murid-murid akan berbincang dan berbual dengan rakan-rakan
tentang cerita tersebut. Oleh itu, tanggungjawab guru untuk menyediakan suasana
pembelajaran sosial yang sihat dan positif dalam kalangan murid-murid. Selain itu,
dengan terapi bercerita, murid juga dapat menambah keyakinan diri untuk
mengekspresikan perasaan dan idea di mana pendekatan ini memerlukanpenglibatan
murid secara aktif. Proses bercerita merupakan salah satu aktiviti yang berpusatkan
murid. Oleh itu murid memerlukan keyakinan diri yang tinggi untuk menjalankan aktiviti
yang diarahkan oleh guru seperti bercerita, menjawab soalan dan aktiviti susulan.
Murid akan berusaha dan berlatih untuk mempersembahkan cerita yang menarik dan
sesuai berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh guru mengikut perspektif individu.
Bimbingan dan nasihat akan diberikan oleh guru semasa proses penyampaian supaya
murid dapat membaiki kesalahan dan mempertingkatkan keupayaan diri. Di samping
meningkatkan keyakinan diri, murid juga dapat meluahkan perasaan dan idea mereka
dengan cara yang sihat di mana mereka tidak perlu bergaduh, menjerit atau
merosakkan harta benda jika mereka berhadapan dengan masalah. Dengan terapi
bercerita, mereka dapat mengaitkan diri mereka dalam cerita tersebut dan sekaligus
menyelesaikan masalah dengan bimbingan dan pendapat guru dan kawan-kawan.

5.0 Terapi Seni


Terapi seni adalah proses pemulihan sikap dan emosi yang boleh sama-sama
kita fikirkan. Gabungan antara kaedah psikologi, perlakuan, bakat dan disiplin diri
boleh dijadikan ruang untuk terapi seni diolah sebagai mekanisme pemulihan.
Terapi seni juga adalah kaedah untuk menggalakkan pesakit meluahkan
perasaan pemikiran mereka yang tidak boleh dilahirkan dengan perkataan melalui
seni terutama lukisan.
Menurut American Art Association, terapi seni adalah satu profesion kesihatan
mental yang menggunakan proses kreatif dalam lukisan untuk menambah baik dan
menyempurnakan fizikal, mental dan emosi individu di bawah semua peringkat umur.
Terapi seni boleh diertikan sebagai suatu bentuk terapi ekspresif yang menggunakan
media warna, kapur, pensil dan marker diintergerasikan dengan terapi psikoterapiutik
dan teknik proses kreatif.
Melalui ekspresi seni pelajar dapat memahami cara untuk mendedahkan
keperluan dalaman dan konflik jiwa serta boleh memberi bantuan dalam pencarian
resolusi. Penghasilan seni yang terbatas dan pelajar yang kekurangan ini mendapat
nafas baru dalam memartabatkan lagi dunia seni melalui rekabentuk seni luar. ( Judith
Peck)
Menurut Frostig & Essix ( 1998 ) The responsible of an Art or Expressive
Therapist within a school setting is to help student express and contain their internal
conflicts, while facililitating their ability to implement change.
Melalui ekspresi seni pelajar dapat memahami cara untuk mendedahkan
keperluan dalaman dan konflik jiwa serta boleh memberi bantuan dalam pencarian
resolusi. Penghasilan seni yang terbatas dan pelajar yang kekurangan ini mendapat
nafas baru dalam memartabatkan lagi dunia senimelalui rekabentuk seni luar. (
JudithPeck )
Menurut Frostig & Essix ( 1998 ) The responsible of an Art or Expressive
Therapist within a school setting is to help student express and contain their
internal conflicts, while facililitating their ability to implement change.
Gambaran ini mungkin dalam bentuk lukisan, gambar, seni pahat ataupun bahan seni
yang dicipta dari tanah liat.
Selanjutnya, pakar terapi ataupun kaunselor akan mengajak klien untuk
membincangkan karya yang dihasilkan. Melalui proses ini, klien akan diminta supaya
bersikap terbuka dalam meluahkan dan bercakap tentang segala emosi dan
perasaan-perasaan terpendam yang dihadapi olehnya.
Kaunselor akan berusaha membantu klien menyelesaikan masalah dan
merungkai kegusaran yang dihadapi oleh klien berdasarkan interpretasi kaunselor
terhadap gambaran ekspresif melalui hasil seni yang dihasilkan oleh klien.
Melalui kaedah terapi seni ini, klien berupaya menggali perasaannya serta
menyelesaikan masalah yang membelenggunya dengan cara yang berkesan dan
tidak menakutkan serta menyakitkan dengan bantuan daripada kaunselor.
Kaunselor atau pakar terapi harus pandai mengawal situasi terapi ini agar klien
tidakmerasa tertekan atau merasa didesak untuk meluahkan perasaan.
Manfaat terapi seni ini telah dibuktikan secara ilmiah di mana sebuah kajian di
University of Granada, Sepanyol telah berjaya membuktikan bahawa terapi ini boleh
membantu mengatasi gangguan mental.
Elizabeth Perez yang merupakan salah seorang pengkaji mengikuti
perkembangan 20 orang pesakit yang menderita penyakit gangguan mental akut dari
Therapeutic Community of theNorthen Area of the Virgen de las Nieves Hospital,
Granada selama lebih dari setahun. Pesakit-pesakit tersebut telah mengikuti kaedah
terapi seni ini secara sukarela selama dua hari dalam seminggu. Selama mengikuti
terapi, mereka juga mengadaptasi lukisan karya pelukis seperti Amedeo Modigliani,
EdvardMunch, Vincent Van Gogh dan sebagainya untuk menambahkan pandangan
mereka.
Para pesakit ini menggunakan lukisan untuk menggambarkan keinginan
terpendam, perasaan serta emosi dari hati dan fikiran mereka.
Selama proses ini berjalan menurut Perez, pesakit-pesakit tersebut boleh
mengungkapkan serta meluahkan perasaan dan emosi mereka.
Dengan itu, mereka boleh menghilangkan perasaan yang tidak mereka ingini
dan menyesuaikan dengan apa sebenarnya yang sepatutnya dan diingini oleh
mereka.
Terdapat dua kajian dijalankan tentang keberkesanan terapi seni sebagai
pemangkin emosi dalam sahsiah pelajar.
i. Teori mengenai mengapa kanak kanak suka bermain adalah serupa seperti
mengapa mereka melukis, di mana mereka berharap menjadi dewasa dan dapat
mengawal keadaan sekeliling. Di dalam keadaan ini, melukis memberi kanak kanak
keupayaan untuk menguasai penuh terhadap media, objek objek dan situasi yang
mewakili mereka di dalam gambar. ( Silk & Thomas , 1990). ( Eve C .Jarboe, 2002 ).
ii. Kebanyakan orang dari pelbagai peringkat umur mempunyai kebolehan untuk
meluahkan perasaan mereka melalui permainan dan seni.Mereka juga mempunyai
kebolehan untuk keluar dari aktiviti ini, untuk mencerminkan diri mereka dan untuk
mencipta idea baru yang menuju kepada kebaikan ( Dyer Friedman & Sanders ,
1997; Rubin 1978). ( Eve C .Jarboe, 2002 )

6.0 Terapi Biblio


Terapi Biblio ialah penggunaan buku-buku untuk menolong orang
menyelesaikan masalah. Konteks kanak-kanak kaunseling biblioterapi adalah bahan
bacaan penulisan yang terbimbing. Bertujuan untuk memperoleh pemahaman atau
menyelesaikan masalah sejajar dengan keperluan terapeutik kanak-kanak. Ia juga
dikenali sebagai bimbingan melalui bacaan.
Shrodes (1950):- proses interaksi dinamik antara personaliti pembaca
dengankesusasteraan di bawah bimbingan seorang yang terlatih.
Harris dan Hodges (1995):- terapi ini merangkumi penggunaan pembacaan
bahan- bahan bertulis untuk membantu pembaca berkembang dari segi kesedaran
kendiri.
Pardeck dan Pardeck (1998):- Terapi Biblio melibatkan rawatan melalui buku-
buku.
Konsep terapi biblio ialah membaca untuk pengalaman rawatan. Ia juga
merangkumi pemilihan bahan membaca untuk klien yang mempunyai pengalaman
yang relevan dengan situasi yang tertulis dalamnya. Ia juga merangkumi pendekatan
terapi bercerita. Terapi biblio ini telah diluaskan hingga dipadankan dengana ktiviti
perbincangan atau bermain.
Kegunaan terapi biblio ialah mengurangkan stress atau tekanan yang dihadapi.
Contohnya, bahan-bahan seperti Chickens Soup dapat membantu seseorang yang
murung akibat satu pengalaman trauma untuk pulih ( dari segi emosi ). Membaca
adalah satu proses terapi yang boleh bantu hilangkan kebosanan ( misalnya
ketika beratur menunggu sesuatu ). Menghilangkan ketegangan ( panas baran,
marah, tidak sabar). Meningkatkan perkembangan kanak-kanak. Dapat
menyelesaikan masalah murid. Membantu murid memperoleh ilmu.

7.0 Peranan Guru Biasa sebagai guru bimbingan.


Peranan guru biasa dalam bimbingan dan kaunseling. Bilangan murid di
sesebuah sekolah adalah berbeza. Disetengah-setengah sekolah terdapat beberapa
puluh orang murid sahaja dan setengah-setengahnya lebih daripada dua ribu orang.
Sekiranya, setiap tugasan bimbingan diserahkan kepada guru bimbingan, maka kes-
kes murid yang memerlukan pekhidmatan bimbingan akan berhimpun. Oleh itu, setiap
guru, sama ada guru biasa atau guru bimbingan hendaklah memainkan peranannya
dalam membantu meningkatkan kebajikan murid-muridnya.
Terdapat perbezaan di antara guru biasa dengan guru bimbingan. Guru biasa
tidak menghadiri kursus bimbingan selama lapanminggu dalam masa cuti atau lain-
lain kursus di Maktab Perguruan Ilmu Khas atau dimana-mana university.
Walaubagaimanapun, guru biasa pernah didedahkan kepada konsep bimbingan dan
kaunseling selama lapan minggu dalam masa cuti sekolah, kursus enam bulan atau
setahun di Maktab Perguruan Ilmu Khas , kursus diploma di Universiti Kebangsaan
Malaysia, kursus sarjana muda pendidikan ( Bimbingan dan Kaunseling) di Universiti
Putra Malaysia dan kursus sarjana di university-universiti tempatan atau luar negeri.
Bimbingan merupakan sebahagian daripada tugas pengajaran. Sama ada
dikehendaki atau tidak. Seseorang guru tidak dapat mengelakkan daripada tugas
memberi bimbingan. Dalam pengajarannya setiap hari, murid-murid mungkin
mengemukakan pelbagai masalah mengenai pelajaran dan sosioemosi. Guru perlu
berusaha untuk mengendalikan penyelesaian masalah-masalah tersebut.
Oleh sebab guru biasa kurang pengetahuan dan latihan dalam bidang
bimbingan, maka tugas-tugas mereka biasanya teridir daripada:
Yang pertama, guru biasa memainkan peranan yang penting dalam
membimbing murid di bawah jagaannya. Guru membimbing murid membuat
penyesuaian peribadi, social, emosi dan akademik dengan persekitaran sekolah,
peraturan-peraturan tatatertib dan sebagainya, khasnya dalam awal persekolahan.
Murid menghadapi masalah dan kekeliruan apabila mereka memasuki situasi
pembelajaran baru. Mereka memerlukan penyesuaian diri. Dalam hal ini, murid perlu
diperkenalkan dengan system pendidikan dan matlamat kurikulum, sukatan pelajaran,
kaedah atau cara belajar, situasi persekitaran dan peraturan sekolah, serta
kepentingan mata pelajaran terhadap masa depan kerjaya mereka. Program orientasi
merupakan salah satu cara yang sesuai untuk mencapai matlamat ini.
Harus juga diwujudkan peluang-peluang untuk setipa murid mengembangkan
daya kebolehan mengikut kemampuan dan kebolehan mereka. Untuk mencapai
kejayaan dalam pelajaran, perlulah ada rancangan pelajaran mulai dari peringkat awal
pembelajaran. Dalam hal ini, murid perlu diberi bimbingan untuk aktiviti pelajaran yang
sesuia mengikut kebolehan dan minat masing-masing. Jadi, peranan guru di sini ialah
memberi kesedaran kepada para murid di peringkat awal, sehingga mereka berjaya
menanamkan sikap suka belajar dalam diri mereka. Ini akan membawa pencapaian
objekif pelajaran dengan berkesan.
Peranan guru yang lain ialah mengesan masalah atau keadaan-keadaan yang
tidak memuaskan yang boleh menjejaskan pencapaian akademik para murid, di
samping mengembangkan peribadi dan social para murid serta memberi BImbingan
dan Kaunseling mengenainya. Pada bila-bila masa, tiap-tiap individu sering
menghadapi kesulitan yang berpunca dari dalaman diri sendiri, wujud konflik dalam
jiwa, kekecewaan, rasa tersingkir, merendah diri dan bosan dalam kehidupan dan
pelajaran. Semua ini merupakan gejala-gejala tidak sihat yang memerlukan
bimbingan daripada guru kaunselor. Masalah atau konflik yang dihadapi oleh murid-
murid sekolah menengah perlu mendapat perhatian dan bantuan daripada guru.
Bimbingan ini membantu individu mengatasi masalah-masalah peribadi akibat
kekurangan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan aspek-aspek
perkembangan yang begitu cepat. Masalah kejutan budaya, krisis keluarga,
persahabatan jantina, soal kewangan dan kerjaya adalah antara masalah yang
memerlukan bimbingan guru.
Guru harus menolong murid membentuk tabiat kerja yang baik dan
menghargai kerja yang diamanahkan. Ini bermakna guru harus membantu murid
memupuk tabiat melaksanakan kerja yang diamanahkan dengan sempurna.
Guru memainkan peranan sebagai kaunselor, haruslah bekerjasama dengan
ibu bapa dalam hal perkembangan murid, khasnya dalam bidang kurikulum dan
kokurikulum. Guru haruslah berkenal mesra dengan ibu bapa dan murid supaya dapat
mengetahui latar belakang murid sekolahnya. Butir-butir penting hendaklah dicatatkan
sebagai panduan untuk guru. Guru haruslah menyediakan kad rekod himpunan.
Tujuan menyediakan kad rekod himpunan ini adalah untuk mengetahui butir-butir
lengkap tentang maklumat pelajar serta latar belakang mereka. Dalam rekod ini, guru
dapat mengatur rancangan pelajaran dan aktiviti kokurikulum yang sesuai untuk
murid-murid tersebut. Kad rekod himpunan merupakan suatu system untuk merekod
butir-butir murid dari semasa ke semasa. Ini membolehkan guru mengenali setiap
murid dengan lebih dekat dan memahami masalah mereka serta memudahkan guru
memberi bimbingan dan kauseling untuk mereka.

8.0 Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dihuraikan, intervensi merupakan suatu teknik
kanseling yang digunakan dalam sesi terapi. Terapi untuk kanak-kanak adalah
berlainan dengan remaja dan orang dewasa. Ini kerana kanak-kanak masih kurang
matang serta menghadapi masalah kekurangan perbendaharaan kata yang cukup
untuk menjelaskan gangguan mental dan emosi yang abstrak.
Oleh itu, kemahiran melaksanakan intervensi kanak-kanak melibatkan pelbagai
jenis kemahiran komunikasi. Antaranya ialah kemahiran bermain, bercerita, melukis,
bermain alat muzik dan menyanyi. Ini adalah kerana kanak-kanak mudah
menggunakan media main, cerita, lukisan dan alat muzik untuk menggambarkan
pemikiran dan emosi secara semulajadi. Melalui aktiviti-aktiviti bermain, bercerita,
melukis dan bermain alat muzik, terapis dapat menghayati dunia dalaman kanak-
kanak dengan lebih tepat lagi, mendianogsis punca gangguan mental dan emosi
mereka dan seterusnya menggunakan kemahiran pelaksanaan intervensi kaunseling
untuk membimbing kanak-kanak kea rah menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai