Anda di halaman 1dari 16

Alam dan Lingkungan Hidup Menurut Islam

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil
(Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang
diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan
pada firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu
agamamu dan aku cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan
hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi
yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan
terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya
mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan
lingkungan hidupnya[1].

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.). Arti khalifah di sini adalah: seseorang yang diberi kedudukan
oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu
masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya
harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara[2]. Di samping itu, Surat Ar-
Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk
menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah[3].
Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi
Islam di George Washington University, Amerika Serikat. dalam dua bukunya Man
and Nature (1990) dan Religion and the Environmental Crisis (1993), yang
disajikan sebagai berikut:

Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and
centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being
taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this
power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the
instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of
his theomorphic make up, not as a rebel against heaven. Jelaslah bahwa tugas
manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah
(pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan
hidup)[4].

Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena
waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk
merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.

Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al Anaam 101 dan Al
Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya
Dialah sumber pengetahuannya. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia
diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi
khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir
ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak
untuk menjadi khafilah.

Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young
(1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami
masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta
pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam
Surat Al Anaam 79:

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit


dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan

Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam


semesta seperti firman Allah dalam Surat Al Anaam, dengan arti sebagai berikut,
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan
gelap dan terang..

Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud
dari penciptaan alam semesta, Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa,.Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.

Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat
berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh
kepada Allah.

Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah
sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al
Anaam 102 yaitu, ..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta
segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu

Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia
untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al
Araaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya.. Selanjutnya dalil ke delapan
mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan
hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, Dan kami
telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami
tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.

Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk


memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur
barat sebagai: siklus Hidrologi.

Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala seperti pada
Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al Araaf 57, Surat An Nabaa 14-16,
Surat Al Waaqiah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai
siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia
wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus
hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena
menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.

Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi

Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut,


Al-Quran dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air
ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut
dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan
hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air
(sungai, danau atau laut.

Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Quran surat ar-Ruum:48 yang


berbunyi;

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila
hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka
menjadi gembira.
Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah
inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari
kebersihan rohani.

Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; .sesungguhnya Allah senang kepada orang
yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri. Serta Surat Al-
Muddatstsir 4-5; ..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan
dosa.

Meski slogan yang dikenal umum seperti kebersihan adalah sebagian dari iman,
banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah
pernyataan tiada Tuhan selain Allah dan yang terendah adalah menjaga
kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari
tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.

Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah Subhanhu Wa Ta'ala
berfirman, Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam
dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara
optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan
kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah,
landasan etik dan referensi memadai.

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman
nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa
dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; Dan Allah telah menjadikan sumber
daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan
manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya
nalar memadai.

Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang
dikenal dengan nama Teorema Alim yang dirumuskan sebagai berikut:
Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup,
dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada
Allah. Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian.
Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan
Teorema Alim ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar
keimanan manusia.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. dan para sahabat telah memberikan


teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan.
Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan
kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi
pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban
tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan
ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam
profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi
standar pembangunan kota lain di Eropa.

Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada
masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat
perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut
sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator.
Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara
sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi,
bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini
bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931)
sebagai traveling hospital.

Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat
diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman
nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu
lingkungan hidup di Indonesia sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.
Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai
misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang
mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan.
Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia
berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu
bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali
ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung
berjangkit di mana-mana.

Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat.
Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas,
1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke
sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim
(2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air
bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan
karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.

Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar
amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan.
Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997
telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan
300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal
jalannya roda pemerintahan.

Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi
serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.

Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya


adalah peningkatan ukhuwah (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar
bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah
satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama
untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya
adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah
jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai.

Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan
bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup
adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu
mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan
lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan
akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi
monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan[5].

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Quran dan Al-
Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi
bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan
dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana
hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist,
mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit,
jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang


bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid
di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis
di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek
penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami
mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali
dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.

"Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak
lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit
putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari
al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini
membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan
Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang
sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan
dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[6]

***

Dari berbagai sumber

[1] Nabiel Fuad Al-Musawa. Islam dan Lingkungan Hidup, Kota Santri.com, Publikasi
13-05-2005 @ 18:06

[2] Dr. M. Quraish Shihab, MEMBUMIKAN AL-QURAN Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Cetakan 13, 1996

[3] Fazlun M. Khalid, pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental
Sciences (IFEES) di Birmingham, Inggris. Islam dan Lingkungan Hidup, Green Press
Network, 20 November 2007

[4] Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Kadar Iman Kita, Hidayatullah.com, 27
Juni 2006

[5] Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Aksioma Kerakusan,
Hidayatullah.com, 4 Juli 2006

[6] Al-Quran dan Hadist Terbukti Ampuh Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup,
Eramuslim, 1 November 2007

Sumber : http://green.kompasiana.com/penghijauan/2010/05/13/pelestarian-lingkungan-hidup-
menurut-islam/
Pelestarian Lingkungan dalam Perspektif
Islam
OPINI | 16 November 2010 | 15:12 Dibaca: 2241 Komentar: 6 Nihil

Planet bumi tempat umat manusia sedunia melangsungkan kehidupannya


saat ini sedang mengalami kerusakan pada tingkat yang sangat
mengkhawatirkan. Suhu rata-rata planet bumi semakin panas, gunung es
di daerah kutub meleleh sehingga menaikkan permukaan air laut, pola-pola
cuaca semakin tidak teratur, perusakan hutan semakin tidak terkendali,
bencana alam kian sering terjadi, krisis pangan global mulai mengancam,
epidemi-epidemi baru yang sulit untuk disembuhkan terus bermunculan,
ketersediaan air bersih di masa depan terancam, dan masih banyak tanda-
tanda kerusakan alam yang sedang terjadi di sekitar kita.

Penyebab kerusakan alam

Permasalahan lingkungan yang kini dihadapi umat manusia umumnya disebabkan oleh dua
hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai peristiwa yang harus terjadi sebagai sebuah
proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, sebagai akibat dari perbuatan manusia. Dari dua
penyebab ini, ternyata manusia merupakan aktor dan kontributor utama dari semua kerusakan
alam yang terjadi. Sungguh ironis, perusakan yang dahsyat terhadap lingkungan justru
dilakukan oleh makhluk yang seharusnya bertindak sebagai pelindung dan pemelihara planet
ini.

Keserakahan dan egoisme seringkali mendorong manusia melakukan hal-hal yang pada
akhirnya merusak alam seperti penggundulan hutan, aktivitas penambangan yang melampaui
batas, konsumsi energi yang berlebihan dan sebagainya. Banyak dari kita yang hanya
memikirkan kenyamanan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada
lingkungan di sekitar kita maupun lingkungan global secara keseluruhan.

Padahal, kita semua bertanggung jawab sepenuhnya pada apa yang sedang terjadi pada planet
ini. Setiap tindakan kita sebagai individu pada akhirnya akan menjadi satu kekuatan dahsyat
yang berdampak positif ataupun negatif bagi keutuhan rumah kita satu-satunya ini.

Ajaran Islam tentang pelestarian lingkungan

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Banyak ayat-ayat al-Quran dan as-Sunnah yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan
al-Quran mengenai lingkungan sangat jelas dan prospektif. Dalam pandangan Islam,
manusia adalah makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan (QS. 95:4; 17:70) yang
diangkat menjadi khalifah (QS. 2:30) dan memegang tanggung jawab mengelola bumi dan
memakmurkannya (QS. 33:72).
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia
diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat
kerusakan, Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. 28:77).

Bumi dan semua isi yang berada di dalamnya pada hakikatnya diciptakan Allah untuk
manusia (QS. 2: 29). Segala yang manusia inginkan yang ada di langit dan bumi, daratan dan
lautan, sungai-sungai, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan,
binatang melata dan binatang ternak semuanya diciptakan untuk (QS. 6:141).

Selain konsep berbuat kabajikan terhadap lingkungan yang disajikan al-Quran, Rasulullah
SAW memberikan teladan untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
dapat diperhatikan dari hadist-hadist Nabi, seperti hadist tentang pujian dan ampunan Allah
kepada orang yang menyingkirkan duri dari jalan; menyingkirkan gangguan dari jalan adalah
sedekah, menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sebagian dari iman, dan menyingkirkan
gangguan dari jalan adalah perbuatan baik.

Di samping itu, Rasulullah melarang merusak lingkungan, mulai dari perbuatan yang sangat
kecil dan remeh seperti melarang membuang kotoran (manusia) di tempat yang dapat
mengganggu manusia. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, Hati-hatilah
terhadap dua macam kutukan. Sahabat bertanya, apakah dua hal itu ya Rasulullah? Nabi
menjawab, yaitu orang yang membuang hajat di tengah jalan atau di tempat orang yang
berteduh. Di dalam hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air.

Rasulullah juga sangat peduli terhadap kelestarian satwa, sebagaimana diceritakan dalam
hadits riwayat Abu Daud. Rasulullah menegur seorang sahabat yang pada saat perjalanan
mengambil anak burung dari sarangnya. Karena anaknya diambil, maka sang induk burung
mengikuti terus kemana rombogan itu berjalan. Melihat yang demikian, Rasulullah
mengatakan siapakah yang telah menyusahkan induk burung ini dan mengambil anaknya?
Kembalikanlah anak-anak burung tersebut kepada induknya!

Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk
menjaga kelestarian lingkungan. Semua aturan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar
manusia terhindar dari musibah yang menimpanya. Islam memberikan panduan yang jelas
bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia yang harus
dipelihara dengan sebaik-baiknya. Sebab jika tidak, maka rentetan bencana alam seperti
banjir, longsor, kebakaran, kekeringan dan berbagai bencana alam lainnya akan menjadi
konsekuensinya.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS. 30:41).

Berdasarkan ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah di atas, maka dalam


berinteraksi dan mengelola alam serta lingkungan hidup itu, manusia mengemban tiga amanat
dari Allah.

Pertama, al-intifa yaitu Allah mempersilahkan kepada umat manusia untuk mengambil
manfaat dan mendayagunakan hasil alam dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan
kemaslahatan. Kedua, al-itibar yaitu manusia dituntut untuk senantiasa memikirkan dan
menggali rahasia di balik ciptaan Allah seraya dapat mengambil pelajaran dari berbagai
kejadian dan peristiwa alam. Ketiga, al-islah yaitu manusia diwajibkan untuk terus menjaga
dan memelihara kelestarian lingkungan itu.

Allah SWT telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, dalam perspektif hukum Islam dapat dinyatakan bahwa status hukum
pelestarian lingkungan adalah wajib bagi setiap individu. Dengan demikian, manusia dituntut
untuk selalu membiasakan dirinya agar bersikap ramah terhadap lingkungan.

Sumber : http://mukzizat-islam.blogspot.com/2012/03/bagaimana-hukumnya-air-daur-ulang.html
oleh

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang air yang terkotori najis
kemudian didaur ulang sehingga air itu bersih kembali, tidak menyisakan aroma menjijikkan juga tidak
menyisakan bekas-bekas najis pada warna ataupun rasa. Dan tentang hukum memanfaatkan air daur
ulang ini untuk mengairi sawah dan kebun serta pemanfaatannya untuk bersuci dan diminum ?

Beliau rahimahullah menjawab :

Tentang proses daur ulang yang bisa menghilangkan pengaruh najis sehingga bisa bersih kembali, tidak
menyisakan aroma-aroma menjijikkan, bisa menghilangkan pengaruh najis pada rasa dan warna air
serta aman dari sisi kesehatan; dalam kadaan seperti ini, air hasil daur ulang tersebut tidak diragukan
lagi kesuciannya. Air tersebut bisa dimanfaatkan untuk bersuci dan bisa dikonsumsi serta bisa
dimanfaatkan dengan cara-cara lain. Karena air itu telah suci kembali dengan sebab hilangnya pengaruh
najis dari air tersebut baik pada rasa, aroma ataupun warna. Dalam sebuah hadits dari Abu Ummah
al-Bhili Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajisi oleh (benda najis) apapun kecuali (jika-red) najis itu bisa
mengalahkan aroma, rasa dan warna air.

Dalam riwayat lain : Sesungguhnya air itu suci kecuali jika berubah aroma, rasa atau warna dengan
sebab benda najis.

Hadits ini dhaf (lemah) dari sisi sanad (jalur periwayatan-pent) serta kebanyakan ahli ilmu
menetapkan bahwa hadits ini tidak marfu sampai ke NabiShallallahu alaihi wa sallam. Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan : Para ulama ahli hadits sepakat menyatakan hadits ini
dhaf. Namun hadits ini shahih dari segi makna. Karena didukung oleh hadits-hadits yang
menunjukkan bahwa jika pengaruh najis itu telah hilang dengan cara dicuci, maka benda yang terkena
najis itu telah suci kembali. Juga karena para ulama telah berijm bahwa jika ada air yang terkena
najis lalu berubah aroma atau rasa atau warna, maka air tersebut menjadi air najis. Jika tidak berubah
(salah satu dari tiga sifat terebut-pent) maka air itu tetap suci. Kecuali jika air yang tidak berubah itu
kurang dari dua qulah. Sebagian ulama berpendapat bahwa air (yang kurang dari dua qullah-pent) itu
menjadi air najis, meski tidak berubah.

Pendapat yang benar, air itu tidak najis kecuali jika berubah (salah satu dari tiga sifat di atas-pent),
karena analisa dan qiyas (analog) mengarah pada kesimpulan ini. Karena, jika air itu berubah dengan
sebab benda najis, berarti najis tersebut telah memberikan pengaruh buruk padanya. Jika air tidak
berubah, bagaimana mungkin kita menetapkan hukum najis pada air tersebut ?

Jika sudah jelas bahwa hukum kenajisan air tergantung pada perubahan air itu, maka jika perubahan
(akibat benda najis tersebut-red) itu telah hilang melalui metode apa saja, berarti air itu telah suci
kembali. Karena hukum sesuatu tergantung pada ada atau tidak adanya sebab. Para Ulama
"rahimahumullh- menyatakan, air yang banyak yaitu mencapai dua qulah, jika perubahannya
(akibat benda najis-red) telah hilang, meski berubah sendiri tanpa usaha apapun, maka air itu suci
kembali.

Tentang daur ulang air, baik yang pertama ataupun yang berikutnya, namun tidak menghilangkan
pengaruh najis, maka tidak boleh dimanfaatkan untuk bersuci atau dikonsumsi, karena pengaruh najis
masih tersisa. Kecuali jika yang tersisa ini ini tidak mempengaruhi aroma, rasa dan warna air sama
sekali. Ketika itu, air tersebut suci kembali dan bisa dimanfaatkan untuk bersuci dan konsumsi.

Adapun air yang masih terpengaruhi najis pada warna, aroma dan rasanya, jika dimanfaatkan untuk
mengairi kebun dan sawah dan tempat rekreasi, maka yang masyhur menurut ulama Hanbilah
(pengikut imam Ahmad bin Hanbal-red) yaitu buah dari tanaman yang disirami dengan air najis atau
dipupuk dengan benda najis itu adalah haram karena terkena benda najis itu, sampai tanaman itu diairi
dengan air suci dan fisik dari benda najis (yang dipergunakan untuk pupuk-pent) itu telah hilang.
Berdasarkan uraian ini, diharamkan mengairi dan memupuk (dengan benda najis-pent) saat musim
berbuah, karena hal itu bisa mengakibatkan buahnya menjadi najis dan haram.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa buah itu tidak haram dan tidak menjadi najis dengan sebab
diairi atau dipupuk kecuali jika pengaruh dari benda najis (yang dipakai pupuk-pent) tersebut terlihat
pada biji atau buah. Inilah pendapat yang benar. Biasanya benda najis itu berubah, pengaruhnya tidak
terlihat pada biji atau buah-buahan. Namun, perlu diperhatikan bahwa tempat rekreasi itu tidak boleh
disirami dengan air najis, karena akan mengotori pengunjung dan menghalangi mereka dari duduk. Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam melarang buang air besar di jalan atau tempat berteduh orang banyak.
Hal itu akan mengotori dan mengganggu mereka. Oleh karena itu, tempat-tempat rekreasi dan taman-
taman hiburan tidak boleh disirami dengan air najis atau dipupuk dengan benda-benda najis.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo " Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197
Fax 0271-858197]

Sumber: http://www.almanhaj.or.id

http://sanadislam.blogspot.com/2012/05/artikel-islam-air-daur-ulang.html
PENERTIBAN PEMBUANGAN SAMPAH
A. Cara Cara / Sistem Penanggulangan Pemusnahan Sampah Yang Di Lakukan Oleh Warga
Sekitar.
Untuk menindak lanjuti keadaan sumpah-sumpah di lingkungan warga desa ini.masyarakat
melakukan bermacam-macam cara sistem pemusnahan sampah yang harus di lakukan oleh
para warga sekitar. Cara-cara tersebut antara lain :
a. Untuk makanan ternak ; sisa sampah berupa sayuran, sisa makanan, dan sisa buah-
buahan dapat di jadikan masyarakat untuk makanan ternak.
b. Untuk bahan pupuk; sampah yang membusuk akan menjadi bahan organik dan dapat
digunakan masyarakat sebagai pupuk.
c. Pembakaran ; cara ini dilakukan masyarakat hanya untuk sampah-sampah yang dapat di
bakar saja. Dampaknya dari pembakaran adalah munculnya asap yang dapat mengganggu
lingkungan.

B. Tujuan Masyarakat mengadakan Proses Daur Ulang Sampah ini Dalah Untuk :
a. Menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman.
b. Mewujudkan rasa kepedulianya terhadap lingkungan bahwa lingkungan dapat memberi
keindahan untuk kita.
c. Menciptakan masyarakat yang damai, tentram, dan Sejahtera.

C. Sistem Pengolahan Sampah ada ( 2 ) yaitu :


a. Sistem Pengelolaan Formal.
Yakni pengumpulan pengangkutan, dan pembuangan yang di lakukan oleh aparat pemerintah
setempat, misalnya Dinas kebersihan dan pertamanan. Pemerintah mengeluarkan dana yang
cukup besar untuk menangani kegiatan ini. Disampung itu juga di sediakan Tempat
Penampungan Akhir ( TPA ) untuk menampung dan mungkin mengolah sampah yang masuk.
Sistem ini terdapat kelemahanya, karena sudah menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan,
seringkali peran aktif dari masyarakat kurang.

b. Sistem Masyarakat In Formal.


Yakni aktivitas yang dilakukan oleh dorongan kebutuhan untuk hidup dari sebagian
masyarakat. Secara tidak sadar mereka berperan serta dalam kebersihan lingkungan desa
seperti pemulung dan Industri daur ulang, baik jenis kertas, plastik, kaleng, seng, botol,
kardus, dll. Terdapat manfaat ganda dari kegiatan pemulung yang pertama menjaga
kebersihan dan yang kedua terdapat nilai ekonomi pada sampah-sampah yang di kumpulkan.

D. Akibat / Dampak Pembuangan Sampah Tidak Teratur.


Kawasan yang terdapat banyak sampah, pastilah dapat menimbulkan berbagai macam
permasalahan/ akibat / dampak seperti :
a. Sarang Penyakit
b. Memunculkan Bau Busuk dan
c. Dapat menganggu pandangan mata.
Oleh sebab itu,
buanglah sampah pada tempat yang telah di tentukan. Jangan membuang sampah di
sembarang tempat. Tempat penimbunan sampah yang terakhir pun jangan sampai menganggu
lingkungan kehidupan. Di samping itu perlu di pikirkan pula cara pemusnahan sampahnya

Anda mungkin juga menyukai