Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur MPK bahasa Indonesia yang
dibina oleh ....
KELOMPOK 3
DIAH SUKORINI (0410230045)
HERWIYANTI (0410230089)
NALURITA P.S (0410230130)
RATIH JUNIARTI (0410233125)
RENY P.S (0410233130)
LATAR BELAKANG
Mendengar kata jurnal atau artikel ilmiah, sebagian orang akan
langsung memiliki pandangan bahwa jurnal atau artikel ilmiah pastilah
membosankan dan menakutkan. Pandangan awal tersebut mungkin diakibatkan
karena tidak pernah mengenal secara langsung seperti apakah jurnal atau artikel
ilmiah yang dimaksud.
Tampilan awalnya memang agak menakutkan dengan tebal kurang lebih
20 halaman, menggunakan bahasa inggris, dan terkadang bagian metodologi
penuh dengan rumus-rumus sulit yang cukup mengintimidasi. Namun, jika sudah
lebih mengenal jurnal atau artikel ilmiah, mungkin bisa sedikit mengurangi
pandangan negatif seperti itu.
Kurangnya minat mahasiswa untuk membaca jurnal atau artikel ilmiah
setidaknya berusaha sedikit diatasi dengan adanya kelas Seminar C yang
mengenalkan jurnal atau artikel ilmiah kepada mahasiswa. Kuliah Seminar C
memiliki tujuan di antaranya adalah meningkatkan kemampuan membaca dengan
cepat dan mengerti suatu jurnal atau artikel ilmiah dengan hanya mendengarkan
tanpa membacanya sendiri.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang
merupakan pertanyaan dalam tujuan pembahasan sebagai berikut:
Bagaimana cara yang paling efektif untuk membaca suatu jurnal atau artikel
ilmiah?
TUJUAN PEMBAHASAN
Pembahasan materi ini bertujuan agar mahasiswa mampu membaca efektif
jurnal atau artikel ilmiah.
MANFAAT PEMBAHASAN
1. Diharapkan Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan membaca jurnal
atau artikel ilmiah dengan cepat.
2. Diharapkan Mahasiswa dapat mengerti suatu jurnal atau artikel ilmiah
dengan hanya mendengarkan tanpa membacanya sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
MEMBACA EFEKTIF
Ketika seseorang membaca, apapun bahan bacaannya, seharusnya ia mampu
memahami isi dari bahan bacaan itu, sehingga ia memperoleh faedah dan manfaat.
Membaca tapi tidak memahami isi dari bacaannya, merupakan kecenderungan
yang dialami banyak orang. Kondisi ini terjadi biasanya disebabkan oleh
ketiadaan tujuan dari membaca. Sebab, sejatinya seseorang yang membaca itu,
paling tidak ia akan memperoleh informasi baru tentang apa yang dibacanya.
Karena itu, sedapat mungkin cara kita membaca, agar memperoleh banyak
manfaat, harus kita ubah. Bagaimana caranya? Pertama, membaca itu harus
bertujuan. Tanpa tujuan yang jelas, pemahaman kita terhadap apa yang kita baca
juga akan menjadi tidak jelas. Paling tidak, carilah tujuan yang paling mudah dan
sederhana. Misalnya, ketika membaca buku tentang pendidikan, maka tujuannya
minimal dapat memperoleh informasi tentang apa itu pendidikan.
Dengan cara demikian, faedah membaca pun didapatkan. Itulah yang
dimaksud dengan membaca yang bertujuan. Jadi, aktivitas membaca bukanlah
aktivitas iseng dalam rangka mengisi waktu kosong. Jika tujuannya hanya iseng,
sia-sialah aktivitas membaca tersebut.
TUJUAN MEMBACA ARTIKEL ILMIAH
1. Mengumpulkan informasi
2. Menambah wawasan
3. langkah untuk menyusun artikel ilmiah
KECEPATAN MEMBACA
Kecepatan setiap orang dalam membaca tidak selalu sama. Ada yang
memiliki kecepatan 100 -150 kpm (kata per menit), ada yang 150-200 kpm, dan
ada yang di atasnya. Berdasarkan pengamatan dalam berbagai pelatihan,
keterampilan, kecepatan rata-rata orang Indonesia dewasa (yang belum pernah
latihan keterampilan membaca) 175-300 kpm. Setelah mengikuti latihan
keterampilan membaca, kecepatan itu biasanya bisa meningkat.
Rumus untuk menghitung kecepatan membaca adalah : jumlah kata yang
dibaca, dibagi waktu yang dibutuhkan untuk membaca. Jika kecepatan membaca
itu kita andaikan A, jumlah kata yang dibaca diandaikan B, dan waktu yang
dibutuhkan untuk membaca diandaikan C, maka rumusnya menjadi:
A= B/C = kpm (kata per menit)
Seandainya waktu yang dibutuhkan untuk membaca itu terdapat detiknya
(misalnya 3 menit 20 detik), maka waktu itu dikonversikan dahulu ke detik;
kemudian rumus di atas dikali 60 detik.
A= B/C = x 60 detik =kpm (kata per menit)
Contoh
Jumlah kata yang dibaca adalah 1500 kata; lama membaca adalah 4 menit 10 detik
(=250 detik); maka kecepatan membacanya adalah:
1500/250 x 6 x 60 = 360 kpm.
Untuk mengetahui kecepatan seseorang dalam membaca,dapat dibaca tulisan
berikut ini (ditulis oleh Kartono Mohamad, mantan IDI, berjudul "Dengan Retina
Buatan, Dunia Kembali Menjadi Terang" dalam Harian KOMPAS, 14 November
1999, hlm. 4). Jumlah kata dalam tulisan ini adalah 803 kata, digenapkan menjadi
800 kata.
Untuk menghitung kata di dalam bacaan digunakan cara berikut: Pertama,
hitunglah jumlah kata dalam sepuluh baris; kemudian dibagi sepuluh. Hasilnya
adalah jumlah rata-rata kata perbaris. Kedua, hitunglah jumlah baris dalam tulisan
yang kita baca; kemudian kalikan dengan jumlah rata-rata per baris tersebut.
Hasilnya adalah jumlah kata yang kita baca.
2. SQ4R:
Survey
Question
Read
Recite
"Rite" (dari write, menuliskan pokok-pokok penting yang perlu
diingat
Review.
3. POINT:
Purpose (mencari tahu dahulu apa maksud penulis dengan
tulisannya)
Overview (melakukan peninjauan tulisan secara umum, dengan
jalan membacanya)
Interpret (menganalisa dan menafsirkan pesan dalam tulisan)
Note (mencatat hal-hal yang penting dalam tulisan)
Test (menguji apakah si pembaca sudah menguasai isi tulisan
dengan jalan menjawab beberapa pertanyaan penting berkaitan
dengan isi tulisan).
4. PQRST:
Preview (melakukan peninjauan umum)
Question
Read
Summarize (meringkas isi tulisan)
Test
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Untuk dapat membaca efektif artikel ilmiah, pertama, harus dipahami dulu
tujuannya, antara lain untuk mengumpulkan informasi dan menambah wawasan.
Dengan memperhatikan kiat-kiat membaca efektif dan bagian-bagian artikel
ilmiah, maka untuk mengetahui isi dari artikel tersebut dapat langsung dilihat dari
abstrak, kata kunci, pembahasan dan kesimpulan.
SARAN
Strategi membaca cepat dan efektif yang bisa digunakan adalah skimming,
yaitu membaca cepat dengan memperhatikan gagasan-gagasan pokok saja.
Di samping strategi skimming, juga lazim digunakan strategi scanning, yaitu
membaca cepat dengan melompat langsung ke uraian/pasal/bab yang penting dan
atau dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah
Sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda
pada "Konggres Pemoeda", 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa
Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu-Riau menjadi
bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu lebih "bersifat politis"
daripada "bersifat linguistis". Tujuannya ialah ingin mempersatukan para
pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ketika itu, yang
mengikuti "Kongres Pemoeda" adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari
Jong Jawa, Jong Sunda, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Selebes.
Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu
sebenarnya adalah bahasa Melayu. Ciri-ciri kebahasaannya tidak berbeda
dengan bahasa Melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia, para pemuda Indonesia pada saat itu secara
politis menyebutkan bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia.
Nama bahasa Indonesialah yang dianggap bisa memancarkan inspirasi
dan semangat nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau
kedaerahan.
Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir
ketiga berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi
bahasa persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia,
menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Ikrar yang
diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia ini juga memperlihatkan
betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa. Bahasa sebagai alat
komunikasi yang paling efektif, mutlak diperlukan setiap bangsa. Tanpa
bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang, bangsa tidak
mungkin dapat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara utuh
dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa itu
akhirnya akan lenyap ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukkan identitas
bangsa. Bahasa, sebagai bagian kebudayaan dapat menunjukkan tinggi
rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah
sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai suatu bangsa. Ikarar
berupa "Soempah Pemoeda" inilah yang menjadi dasar yang kokoh bagi
kedududkan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia.
Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak lagi sebagai
bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara,
bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA INDONESIA
Setelah hampir dasa windu menjadi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat komunikasi yang
mutlak diperlukan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah
membuktikan diri sebagai bahasa yang tahan uji. Bahasa Indonesia telah
menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sangat
berperan dalam mempersatukan berbagai suku bangsa yang beraneka
adat dan budayanya. Dalam mengemban misinya, bahasa Indonesia terus
berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa
Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada
perkembangan yang menyedihkan dan membahayakan, Dualisme
perkembangan ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa
yang hidup Tetapi, karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai
bahasa yang berkedudukan tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus
dipupuk dan disemaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab agar ia
bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa Indonesia.
Sebelum Perang Dunia Kedua, bahasa Indonesia tidak dihargai
dengan sepantasnya walaupun dunia pergerakan politik sedemikian
banyak memakai bahasa Indonesia. Dunia ilmu pengetahuan dan dunia
pendidikan belum lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
Kalau ingin memperbaiki nasib, bukan bahasa Indonesia yang
digunakan,melainkan bahasa Belanda sebagai bahasa kaum penjajah.
Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa Belanda.
Apabila sesorang ingin dihormati dan disegani dalam pergaulan, ia harus
bisa menguasai bahasa Belanda dengan baik. Bahasa Belanda benar-
benar bisa menentukan status pemakainya. Akibatnya, pemakai bahasa
Indonesia merasa apatis atau masa bodoh melihat kekangan-kekangan
yang hebat terhadap bahasa Indonesia ketika itu. Seolah-olah bahasa
Indonesia tidak akan mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Kaum
penjajah ketika itu memang menginginkan seperti itu sehingga pemakai
bahasa Indonesia merasa diri tidak berguna mempelajari dan menguasai
bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu merasa lebih terpelajar dan
terhormat apa bila menguasai bahasa Belanda dengan baik. Orang
Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai bahasa Indonesia
dengan baik, tetapu akan merasa ada yang kurang apabila tidk
menguasai bahasa Belanda dengan baik. Akibatnya, tidak banyak orang
Indonesia yang mau mempelajari bahasa Indonesia dengan serius dan
cukup menguasai bahasa Indonesia ala kadarnya untuk komunikasi
umum. Akhirnya, banyak pula orang Indonesia yang tidak mahir
berbahasa Indonesia , tetapi menguasai dan sangat mahir berbahasa
Belanda.
Sesudah Indonesia merdeka, bahasa Indonensia lebih berkembang
lagi dengan baik dan meluas. Bangsa Indonesia sudah merasakan betapa
perlunya membina dan memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia.
Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa tanpa bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia tidak akan memperoleh kemajuan. Minat bangsa Indonesia
untuk mau mempelajari bahasa Indonesia dengan baik setiap tahun terus
bertambah. Akibatnya, bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang
pesat. Setelah perkembangan bahasa Indonensia itu sedemikian
pesatnya, sekarang timbullah serangkaian pertanyaan:
Apakah setiap bangsa Indonesia sudah bangga berbahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional?
Apakah setiap bangsa Indonesia sudah mencintai dan
menghormati bahasa Indonesia?
Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang
yang mengaku berbangsa Indonesia?
Apabila setiap bangsa Indonesia sudah mencintai, menghormati,
dan bangga berbahasa Indonesia, apakah mereka sudah membina
bahasa Indonesia dengan baik?
Adakah pemakai bahasa Indonesia itu sudah memathui kaidah-
kaidah bahasa Indonesia yang benar?
Apakah setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia itu sudah
mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar?
Jawaban untuk semua pertanyaan ini tentulah ada di dada masing-masing
orang yang menganggap, mengaku, dan menjadikan dirinya sebagai
bagian dari bangsa Indonesia.
PENUTUP
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia
terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju
mundurnya, dan tertatur kacaunya bahasa Indonesia merupakan
tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai warga negara
Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama
berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan
meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi ini,
yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju
bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa.
Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia
sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai
bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan
bertambah besar dan bertambah mendalam. Sudah barang tentu, ini
semuanya merupakan harapan bersama, harapan setiap orang yang
mengaku berbangsa Indonesia.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri
bangsa Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa
memerlukan alat komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan
mampu menyampaikan pikiran yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa
Indonesia harus bterus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa
sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergalan
antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa
Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap
bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan
pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran.
Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau
sudah demikian, bangsa Indonesia "akan ditelan" oleh bangsa lain yang
selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan menggunakan
bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti
harus dapat dihindarkan pada era globalisasi ini. Apalagi, keadaan seperti
ini bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mursai Bahasa dan Sastra Sebagai Identiti Bangsa Dalam
Proses Globalisasi (online) (http://www.asmakmalaikat.com,
diakses 01/06/2008)