Anda di halaman 1dari 3

MISKONSEPSI SISWA MENGENAI SUHU DAN KALOR

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai miskonsepsi-moskonsepsi yang


sering terjadi pada siswa mengenai materi suhu dan kalor. Untuk lebih jelasnya kami
menyadur dari penelitian yang berjudul Miskonsepsi Siswa SMP dan SMA
Mengenai Suhu dan Kalor, oleh Kristyanto Sidkenu Boko dan Euwe (Ed) van den
Berg dari Universitas Kristen Satya Wacana.
Dalam penelitian ini pengujian miskonsepsi suhu dan kalor diberikan kepada
137 siswa SMP dan SMA. Kemudian 30 siswa diantaranya diwawancarai secara
mendalam mengenai suhu dan kalor untuk mengetahui konsepsi siswa secara lebih
mendalam dan menguji konsistensi dengan hasil tertulis. Adapun hasilnya adalah
mereka mencampur adukkan konsep suhu dan kalor, membedakan suhu/kalor panas
dan dingin, menggunakan suhu sebagai variable ekstensif daripada intensif dan siswa
belum memahami konsep seperti kesetimbangan termal, kalor jenis, dan kapasitas
bahan. Hasil siswa SMA tidak banyak berbeda dengan hasil SMP dan mirip dengan
penelitian sejenis di luar negeri.
Kesalahan siswa dalam fisika dapat dibagi menjadi beberapa jenis: 1) ralat
yang terjadi secara acak tanpa pola tertentu (misalnya, ralat hirung atau ralat mengisi
rumus, 2) Salah ingat/hafaldan 3) kesalahan yang terjadi secara konsisten, terus
menerus yaitu kesalahan yang menunjukkan pola tertentu. Kesalahan jenis 3 disebut
miskonsepsi.
Jenis kesalan ketiga sangat menarik dan mendasar. Kalau seorang siswa
membuat kesalahan yang sama dalam banyak soal yang berbeda, maka ada kesalahan
dalam pemahamannya. Itulah yang disebut salah konsepsi atau miskonsepsi. Kata
kunci untuk menentukan apakah suatu kesalahan termasuk miskonsepsi atau tidak
adalah kata konsistensi. Siswa dengan miskonsepsi cenderung salah dalam
banyak soal yang berbeda konteksnya tetapi dasar konseptualnya sama.
Jurusan Pendidikan IPA dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
sedang meneliti miskonsepsi fisika. Pada tahap pertama peniliti mendiagnosis dan
memberikan miskonsepsi dalam berbagai cabang fisika. Makalah ini adalah salah
satu hasil dari usaha diagnose, yaitu dalam bidang kalor. Pada tahap kedua peneliti
memberikan perkembangan konsepsi siswa dalam pengajaran remedial secara
perorangan atau dalam kelompok kecil (peneliti tesis Ir.Nggandi Katu, M.Sc,.PhD).
Pada tahap ketiga peneliti akan menuju ke remediasi miskonsepsi pada skala
kelompok besar (kelas).
Sejumlah peneliti (Tiberghlen, 1983, 1985; Erikson, 1979, 1980; Stavy
Berkovitz, 1980 ; Shayer & Wylan, 1981; Dult, 1986) telah meneliti konsepsi dan
miskonsepsi siswa mengenai suhu dan kalor. Antara lain mereka menemukan
konsepsi-konsepsi berikut:
1. Suhu dan kalor tidak cukup dibedakan. Dalam bahasa sehari-hari juga demikian.
Kata panas kadang-kadang berarti suhu, kadang-kadang berarti tenaga kalor
(energy kalor).
2. Kalor masih sering dianggap sebagai suatu fluida (materi) seperti pandangan
fisikawan sebelum pertengahan abad ke-19 (istilah seperti kapasitas kalor, aliran
kalor dsb, masih mengingatkan kita pada sejarah konsep kalor). Ada juga siswa
yang membedakan antara kalor panas dan kalor dingin yang masing-masing
dianggap dapat mengalir sendiri.
3. Suhu adalah ukuran dari campuran kalor panas (heat) dan kalor dingin (cold).
Kalor panas mengalir dari benda panas ke benda dingin sedangkan arah arus kalor
dingin sebaliknya.
4. Suhu seringkali dianggap sebagai variable ekstensif yang besarnya berhubungan
dengan jumlah materi (massa). Misalnya jika 1 liter air dengan suhu 60 oC
dipisahkan dalam dua kali liter, ada siswa yang berpendapat bahwa suhu
masing-masing bagian menjadi 30oC.
5. Sepengetahuan kami penelitian mengenai kapasitas kalor dan kalor jenis masih
kurang.
Di Indonesia konsep-konsep suhu, kalor, kalor jenis, kapasitas kalor dan
perpindahan kalor sudah diajarkan pada saat kelas I SMP. Di kelas I SMP siswa
mempelajari konsep suhu (dengan satuan Celcius dan Kelvin), pemuain, kalor
sebagai bentuk energy, kalor jenis, kapasitas kalor, sampai dengan rumus W=m.c.(t2-
t1), perpindahan kalor melalui hantaran, aliran, dan radiasi serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
Banyak sekali jumlah dan tipe miskonsepsi suhu dan kalor yang terdapat pada
siswa SMP dan SMA. Antara lain miskonsepsi yang menyangkut kesetimbangan
termal, suhu sebagai variable intensif (sering diberlakukan sebagai variable
ekstensif), perbedaan suhu dan kalor, hakekat kalor sebagai bentuk energy
daripada fluida, kalor jenis dan kapasitas kalor.
Hasil tidak jauh berbeda untuk jenjang-jenjang sekolah SMP dan SMA. Kelas II
SMA mendapat hasil yang terbaik, tetapi kelas I SMP tidak banyak berbeda.
Kedua kelas itu baru selesai dengan mempelajari suhu dan kalor sebelum tes
penelitian ini. Kelas III SMP dan I SMA kurang berhasil dibandingkan dengan
kelas I SMP dan kelas II SMA.
Miskonsepsi bersifat universal sebab hasil penelitian ini mirip dengan hasil
penelitian di Negara-negara lain. Maka sebab miskonsepsi harus dicari dalam
pengalaman siswa dengan alam daripada dalam budaya.
Ada kesamaan kecenderungan pemahaman tentang kalor jenis-kapasitas jenis,
hambatan-hambatan jenis dam massa jenis massa, dimana kalor jenis , hambatan
jenis dan massa jenis dianggap tergantung besar massa bahan yang ditinjau
(variable ekstensif daripada intensif).

Anda mungkin juga menyukai