Bahrina Almas
Mahasiswa Program Studi Magister Sains Ekonomi Islam
Universitas Airlangga
Abstrak
Pendahuluan
1
Menurut Subyantoro, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan
dengan maksud untuk mengarahkan perekonomian Indonesia mencapai kondisi
tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
Rencana Pembangunan Lima Tahunan atau Propenas. Dengan pengertian yang
demikian maka kebijakan fiskal di Indonesia senantiasa mengalami perubahan
dari tahun ke tahun atau berubah sejalan dengan masa bakti kabinet pemerintahan
atau rezim pemerintahan.
Sumber dana APBN Indonesia belum bisa diandalkan untuk mendanai semua
kebutuhan. Untuk mengatasi satu persoalan saja, misalnya pembenahan
infrastruktur (jalan raya, saluran irigasi, jaringan rel kereta api) seluruh dana
dalam satu atau beberapa APBN saja tidak cukup. Contoh lain untuk memperbaiki
kualitas pendidikan anak bangsa adalah berbagai pos pengeluaran yang juga
penting harus dipangkas, padahal belanja untuk 4 juta pegawai harus dipenuhi
belum lagi pertahanan militer, subsidi dan lain sebagainya.
Selayaknya negara dengan limpahan kekayaan alam ini perlu cermat dalam
mencari solusi atas semua permasalahan yang dihadapi. Konsep-konsep yang
pernah dituangkan dalam buku-buku ekonomi Islam klasik yang ditulis oleh para
pemikir ekonomi Islam pada masa kejayaan Islam dulu hendaknya dijadikan
pedoman yang alternatif-solutif dalam pengelolaan keuangan publik Indonesia
saat ini. Paper ini bertujuan untuk mengulas pemikiran-pemikiran ekonom klasik,
seperti Abu Yusuf dengan Al-Kharaj; Abu Ubaid al-Qasim dengan Al-Amwal
dan Al-Mawardi dengan Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, agar semakin banyak yang
menjadikan referensi dan mengkaji untuk kemajuan perekonomian Indonesia di
masa depan.
2
Literatur Review
Keuangan Publik Islam
Keuangan publik adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas
finansial pemerintah yang meliputi seluruh unit pemerintah dan institusi atau
organisasi oemegang otoritas publik lainnya yang dikendalikan dan didanai oleh
pemerintah, ia juga menjelaskan belanja publik dan teknik-teknik yang digunakan
oleh pemerintah untuk membiayai belanja tersebut juga menganalisis pengeluaran
publik untuk membantu dalam memahami mengapa jasa tertentu harus disediakan
oleh negara dan mengapa pemerintah menggantungkannya pada jenis-jenis pajak
tertentu sebagaimana ia juga mempelajari proses pengambilan keputusan oleh
pemerintah karena setiap keputusan mempunyai pengaruh pada ekonomi dan
keuangan rumah tangga dan swasta.1
1
Noor Fuad, dkk. Dasar-Dasar Keuangan Publik. 2004. (Erlangga: Jakarta)
2
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2008. Ekonomi Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal: 515.
3
M. Nazori Majid. Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf Relevansinya dengan Ekonomi
Kekinian. 2003. (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam-STIS Yogyakarta), hal: 202.
3
mengembangkan dan melindunginya baik dalam mengumpulkan atau
mengeluarkannya dan mengawasinya untuk mencegah kelalaian dan
membenarkan kesalahan agar harta umum tetap menjadi sarana untuk
mewujudkan kemashlahatan umat secara menyeluruh.4 Sebagaimana yang telah
diperingatkan oleh Abu Yusuf bahwa uang publik adalah amanah yang akan
dimintakan pertanggungjawabannya maka harus digunakan sebaik-baiknya untuk
kemashlahatan rakyat.5
Salah satu bidang dalam ekonomi Islam adalah keuangan publik Islam,
mengenai definisi keuangan publik Islam penulis terlebih dahulu mencantumkan
pemikiran-pemikiran ekonom Islam klasik, seperti Abu Ubaid yang menulis
Ensiklopedia Keuangan Publik (Al-Amwal). Ungkapan yang dituliskan oleh Abu
Ubaid adalah sunuful amwaal allati yaliihaa al-aimmah liiroiyyah, yang berarti
beberapa macam bentuk kekayaan yang dikelola oleh pemerintah untuk rakyat.
4
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi. Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab. Penerjemah H. Asmuni
Solihan Zamakhsyari. 2006. (Jakarta: Khalifa), hal: 619.
5
Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, hal:
70.
4
kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh khalifah dalam keuangan apalagi jika
terjadi benturan (ketidakcocokan) kebijakan dalam hal peran negara terhadap
rakyat.
Baitul maal adalah pos yang dikhususkan untuk semua pemasukan atau
pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. Setiap harta yang menjadi
kaum muslim, sementara pemiliknya tidak jelas, merupakan hak baitul maal
bahkan yang pemiliknya jelas sekalipun. Apabila harta telah diambil, dengan
pengambilan tersebut, maka harta itu menjadi hak baitul maal; baik dimasukkan
ke dalam kasnya ataupun tidak sebab baitul maal mencerminkan sebuah pos,
bukan tempat.6
1. Harta zakat menjadi kas baitul maal, wajib dibagikan kepada delapan
golongan (ashnaf) yang disebutkan dalam Al Quran hal itu dilakukan jika
ada harta zakat tersedia dalam baitul maal. Jika tidak, maka pemerintah
tidak wajib untuk mengalokasikannya dengan cara apapun, baik dengan
utang maupun mengambil dari pos lain.
6
Taqiyuddin an-Nabhani. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,
terjemahan. 1996. (Risalah Gusti: Surabaya)
5
2. Baitul maal sebagai pihak yang bertanggungjawab mengatasi kekurangan
finansial fakir miskin, ibn sabil dan lainnya serta menutupi keperluan
jihad.
3. Baitul maal adalah pihak yang berkewajiban memberikan gaji kepada
orang-orang yang telah berjasa kepada negara, seperti tentara, hakim, guru
dan sebagainya.
4. Baitul maal berkewajiban menyediakan fasilitas umum yang
keberadaannya diperlukan oleh rakyat, seperti rumah sakit, jalan, sekolah
dan lainnya.
5. Pembelanjaan baitul maal harus didasari manfaat dan mashlahat.
6. Baitul maal bertanggung jawab jika terjadi krisis, musibah dan lainnya
yang menyebabkan rakyat mengalami kesulitan ekonomi.
Awal mula adanya baitul maal seperti yang telah dicetuskan oleh Rasulullah
SAW kemudian diteruskan oleh Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan semakin
berkembang fungsinya ketika kekhalifahan Umar bin Khaththab semakin
memperkuat perekonomian negara pada masa itu sehingga menjadi lembaga
reguler dan permanen. Pembangunan institusi baitul maal yang dilengkapi sistem
administrasi yang rapi dan tertata merupakan kontribusi besar Khalifah Umar bin
Khathtab kepada dunia Islam dan kaum muslimin.
6
87, serta pertambangan dan harta terpendam (rikaz). Berikutnya di halaman 23
Abu Yusuf membahas tentang fai dan kharaj, sampai beberapa halaman
berikutnya masih menulis panjang lebar tentang pajak tanah atau pertanian
sementara usyur perdagangan, beliau menulisnya di halaman 132-137, adapun
jizyah walaupun sempat disinggung di halaman awal 28, ketika beliau
menjelaskan tentang apa yang telah berlaku di tanah Irak (maa umila bihi
fissawad) namun lebih rinci lagi, beliau membahasnya di halaman 122-126.
Bagian ketiga; Sedekah. Sedekah disini adalah zakat walaupun yang menjadi
fokus kitab al-Kharaj adalah masalah perpajakan namun Abu Yusuf berbicara
cukup panjang lebar tentang sumber pendapatan ini. Meskipun beliau hanya
memerinci satu jenis dalam pasal khusus yang membahas mengenai zakat, yaitu
zakat binatang ternak di halaman 76-79, namun ada sumber pendapatan lain yang
disimpan dalam pos zakat, seperti zakat pertanian yang dijelaskan bersamaan
dengan penjelasan pajak pertanian (kharaj), zakat perdagangan bersamaan dengan
usyur (bea cukai).
7
Tabel 1.
Struktur Penerimaan Negara Perspektif Abu Yusuf
Sebagian para ahli ekonomi Islam meyakini bahwa ketika Abu Yusuf
membahas mengenai pengeluaran negara dalam kitab Al-Kharaj tidak begitu
merincinya secara sistematis, seperti ia merinci pendapatan negara satu persatu.
Namun apabila kitab tersebut dibaca maka di dalamnya akan ditemukan poin-poin
mengenai pengeluaran negara, hanya saja tidak sistematis karena karakter kitab
Al-Kharaj yang merupakan poin-poin jawaban dari pertanyaan Khalifah Harun ar-
8
Rasyid dan sangat dimungkinkan dalam menulis Al-Kharaj, Abu Yusuf mengikuti
alur pertanyaan sang khalifah.
Dalam kitab Al-Kharaj, Abu Yusuf menulis bahwa setidaknya ada lima
pengeluaran, diantaranya8: (1) bagian pertama; gaji para pegawai negeri, hakim
dan pengelola pajak; (2) bagian kedua; fasilitas tentara untuk pertahanan; (3)
bagian ketiga; memperbaiki irigasi; (4) bagian keempat; membuat saluran air; (5)
bagian kelima; fasilitas para narapidana.
Jika ditulis lebih jelas lagi, pengeluaran pemerintah yang ditulis dalam Al-
Kharaj meliputi gaji pegawai, pertahanan militer, pembangunan infrastruktur dan
memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Tabel 2.
Struktur Pengeluaran dalam Perspektif Abu Yusuf
Jenis Pembelanjaan Bentuk Pembelanjaan
Jenis pertama, harta yang telah Allah SWT limpahkan kepada RasulNya dari
kaum musyrikin, yaitu harta yang tidak diraih oleh kaum muslimin dengan cara
menggunakan kuda dan pasukan, seperti Fadak10 dan harta kekayaan Bani
8
Nurul Huda dan Ahmad Muti. Keuangan Publik Islami: Pendekatan Al-Kharaj (Imam Abu
Yusuf). (Ghalia Indonesia, 2011). Hal: 122-123.
9
Abu Ubaid al Qasim. Al-Amwal: Ensiklopedia Keuangan Publik. (Depok: Gema Insani).
Hal: 66
10
Suatu daerah perkampungan di Hijaz dan berdekatan dengan kota Madinah
9
Nadhir11. Jenis kedua, ash-Shafi yaitu harta untuk Rasululah dari setiap ghanimah
sebelum dibagikan kepada kaum muslimin lain. Jenis ketiga, seperlima harta
ghanimah yaitu harta yang sudah dibagikan kepada orang yang berhak dan setelah
dibagi seperlima. Abu Ubaid merinci harta-harta kaum muslimin yang
merupakan komponen-komponen struktur penerimaan keuangan publik, sebagai
berikut:
Dari Abu Amru bin Himas, dari Ayahnya ia berkata, Umar pernah melewati
diriku. Lalu ia berkata, Wahai Himas! Tunaikanlah zakat hartamu. Kemudian
saya pun menjawabnya, Saya tidak memiliki harta selain dari kulit binatang dan
tempat anak panah. Umar berkata, Berikanlah nilai harganya dan kemudian
tunaikanlah zakatnya.
Kedua, Fai. Dari Yazid bin Abi Habib bahwa Umar telah mengirim sepucuk
surat kepada Amr ibn Ash. Isinya, Berilah bagian harta fai kepada orang yang
berbaiat dibawah pohon (Baitur Ridwan) sebanyak 200. Ambillah bagian yang
sama untuk dirimu karena engkau telah menjabat sebagai panglima perang.
Berikanlah bagian harta fai kepada Kharijah bin Khuzafah yang termasuk dalam
golongan tokoh terkemuka karena keberaniannya. Bagikanlah pemberian Utsman
bin Qais as-Sahmi karena dia senantiasa menyambut dan melayani tamu. Dari
Abu Ubaid berkata, yang dimaksudkan dengan 200 adalah bentuk pemberian
selama setahun.
11
Salah satu kabilah Ibrani yang telah berdomisili di Hijaz sebelum kedatangan agama
10
Terdapat empat cara pembagian anfaal (anfaal yang memiliki banyak
penafsiran); pertama anfaal yang tidak ada pembagian seperlima. Kedua anfaal
yang diambil dari harta ghanimah dan setelah pembagian harta seperlima. Ketiga
anfaal yang diambil dari pembagian seperlima. Keempat anfaal yang masih dalam
bentuk harta ghanimah dan sebelum ada pembagian seperlima.
Keempat, Jizyah. Dari Umar bahwa ia telah mengutus Utsm kerusakan dan
ibn Hunaif dan menetapkan kepada mereka 48 dirham dan 24 dan 12. Dari
Muhammad bin Abdillah ats-Tsaqafi bahwa Umar telah menerapkan atas mereka
48 dirham, kemudian 24 dirham kemudian 12 dirham. Riwayat-riwayat diatas
adalah bab Kewajiban Jizyah dan Kadarnya, Gaji Kaum Muslimin.
Kelima, Kharaj. Umar ibn Abdul Aziz menulis surat kepada Abdul Hamid
ibn Abdurrahman, Janganlah engkau menghukum orang-orang yang berbuat
kerusakan, kecuali sesuai dengan perbuatannya, janganlah pula kau menghukum
pemerintah kecuali dengan mewajibkan kewajiban Al-Kharaj. Aku perintahkan
kepadamu untuk tidak mengambil Al-Kharaj kecuali dengan timbangan tujuh
Allah SWT menentukan gaji mereka berasal dari uang zakat, agar tidak ada
lagi selain zakat yang diambil dari para muzakki. Jika jatah mereka lebih banyak
daripada gaji orang-orang yang setingkat dengan mereka maka kelebihannya
diberikan kepada mustahik lain akan tetapi jika jatah mereka kurang maka
diambilkan dari uang zakat atau diambilkan dari baitul maal (kas negara).12
12
Al-Mawardi. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah. 2012. (Darul Falah: Bekasi), hal: 219
11
Dalam hal penentuan tarif pajak, Al-Mawardi mengkhususkan pembagian
kadar tarif jika irigasi dan hasil tanah mengalami perubahan. Jika penambahan
dan pengurangan tersebut terjadi bukan karena ulah mereka maka imam (khalifah)
wajib memfungsikan sungai yang tidak berfungsi menggunakan dana dari baitul
maal (kas negara) dari jatah kemashlahatan umum.13
13
Ibid., hal: 267.
14
Ibid., hal: 226-227
12
syariah memberikan manfaat dan hasil yang baik untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Seperti termaktub dalam QS. Muhammad [47]: 33, yakni:
15
Wahbah az-Zuhayli. 1995. Zakat Kajian Berbagai Mazhab, terjemahan Agus Effendi
dan Baharuddin Fannany. Bandung: Rosda Karya.
16
Zahrah, M. A. 2005. Ushul Fiqh, terjemahan Saefullah Mashum. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
13
adl), pemerintah wajib untuk mengatur distribusi zakat kepada 8 asnaf dan
jaminan kesehatan kepada seluruh warga negara. Dari tiga aspek tersebut, masing-
masing aspek menekankan aspek yang cukup penting untuk mengatur kehidupan
masyarakat. Sehingga diperlukan kebijakan pemerintah yang adil dalam
mewujudkan ketentraman dan kesejahtearaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena memiliki sifat induktif
dengan mengambil objek spesifik yaitu zakat dan pajak yang kemudian akan
penulis uraikan dalam pembahasan, penelitian kualitatif merupakan metode-
metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sebagian orang
dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.17 Sifat alamiah dari
penelitian kualitatif adalah induktif, fokus pada makna individu dan
menterjemahkan kompleksitas suatu persoalan.
Ada dua jenis penelitian dalam metode kualitatif, yakni penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapang (field research).18 Jenis penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kepustakaan, maka metodologi penelitian ini
menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Menurut Djalaluddin (2012),
penelitian terhadap kepustakaan menekankan pada esensi yang terkandung dalam
suatu buku, tetapi bukan berarti meneliti bukunya. Studi kepustakaan dilakukan
dengan penelaahan gagasan para pakar, konsepsi yang telah ada, aturan (rule)
yang mengikat objek ilmu beserta profesinya.
Metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode vestehen yang
bertujuan untuk memahami atas tafsiran-tafsiran yang terjadu di antara objek,
sekaligus memahami perspektif objek (individual maupun kolektif) yang diteliti
dengan background kultural dan akademis.19 Sumber primer penelitian ini terdiri
dari peraturan-peraturan tentang pengelolaan keuangan negara, dokumen APBN,
buku-buku klasik maupun referensi terkini seputar keuangan publik Islam.
17
John Creswell. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
18
Mestika Zed. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
19
Imam Suprayogo, Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
14
Hasil dan Pembahasan
Tinjauan Praktis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia
20
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
21
Suminto. Kata Pengantar dalam makalah Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen
Keuangan Negara sebagai bahan penyusunan Budget in Brief 2004 (Ditjen Anggaran,
Departemen Keuangan).
15
profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
16
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Anggaran mempunyai dua sisi, yakni sisi pendapatan (revenues) dan
pengeluaran/belanja (expenditures). Sisi pendapatan berisi macam, jumlah dan
dari mana diperolehnya; sedangkan sisi belanja berisi macam, jumlah dana ke
sektor mana dana harus dikeluarkan.25
Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu (i)
Pendapatan Negara dan Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan Primer;
(iv) Surplus/Defisit Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN secara lebih
rinci adalah sebagai berikut :
Dana APBN adalah komposisi APBN belum ideal dari tahun ke tahun yang
mencakup kebijakannya yang didominasi oleh belanja pegawai, subsidi dan
minim belanja modal dan sosial. Padahal belanja modal dan sosial lah yang
25
Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Keuangan Negara (Sumber-Sumber
Keuangan Negara): Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI,
Jakarta, hal: 61-62.
17
merupakan bagian dari APBN yang mempunyai multiplier effect bagi
perekonomian. Data menunjukan bahwa hanya 16,2%dan 7,6% dari APBN 2007-
2013 yang digunakan untuk belanja modal dan belanja sosial.Seharusnya
pemerintah membuat APBN untuk anggaran belanja modal dan sosial lebih
banyak, agar kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tercipta dan
APBN tidak hanya menjadi batu loncatan sebuah konsepsi keuangan negara akan
tetapi menjadi tolak ukur sebuah kemakmuran perekonomian Indonesia.
26
Tulus T.H. Tambunan. Perekonomian Indonesia. 1996. (Jakarta: Ghalia Indonesia), hal: 68
18
untuk negara.27 Sedangkan perbedaannya adalah khusus pada perspektif pajak.
Contohnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dalam kitab Al-Kharaj pajak
dikenakan pada lahan pertanian saja sedangkan PBB dikenakan pada semua jenis
tanah, yang dimanfaatkaan untuk lahan pertanian maupun yang digunakan untuk
gedung dan sebagainya.
Sistem pemungutan pajak menurut Abu Yusuf lebih baik jika menerapakan
sistem bahwa hanya negara saja yang berhak meungut pajak dari setiap wajib
pajak agar tidak terjadi kezhaliman saat pemungutan, karena bercermin dari
sistem sebelumnya yang bertugas menjadi qibalah (wakil pemungut pajak di
setiap daerah). Jadi sistem pemungutan pajak yang diusulkan oleh Abu Yusuf
merupakan official assessment sedangkan Indonesia masih menggunakan sistem
self assessment.
Moral dan mental pegawai pajak yang dituliskan oleh Abu Yusuf dalam kitab
Al-Kharaj menunjukkan bahwa pegawai pajak harus memiliki kriteria
diantaranya; baik agamanya, amanah, cakap, jujur, tidak zhalim, berorientasi
akhirat dsb. Kriteria tersebut sangat jauh dari kondisi Indonesia yang Direktorat
Jendral Pajak (DJP) memiliki reputasi instansi terkorup nomor dua di Indonesia.
Jika kriteria-kriteria Abu Yusuf dijadikan syarat untuk pegawai pajak maka tidak
sepantasnya perpajakan menjadi sasaran empuk bagi tikus-tikus berdasi.
Kemudian pengeluaran negara konsep Abu Yusuf tidak jauh berbeda dengan
konsep belanja negara Indonesia yang berlaku hingga kini. Abu Yusuf juga
menggunakan pengeluaran negara untuk menggaji pegawai negara, militer,
pemenuhan dasar rakyat. Hanya saja belanja negara atau pengeluaran kas negara
dalam perspektif Abu Yusuf memiliki sistem alokasi terbatas untuk anggaran
tertentu, misalnya zakat untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam al
Quran dan khumus ghanimah yang digunakan untuk militer dan penerimaan
lainnya yang juga memiliki alokasi belanja khusus. Dalam sistem konvensional
seperti Indonesia, tidak memiliki anggaran terbatas untuk alokasi tertentu karena
memang tidak membolehkan pengalokasian untuk anggaran khusus untuk belanja
atau pengeluaran tertentu.
27
Nurul Huda dan Ahmad Muti. Keuangan Publik Islami: Pendekatan Al-Kharaj (Imam Abu
Yusuf). (Ghalia Indonesia, 2011). Hal: 139.
19
Tabel 3.
Perbandingan APBN Perspektif Abu Yusuf dan APBN Indonesia
Penerimaan Belanja
Tidak ada dalam
Tidak ada dalam Tidak ada dalam Tidak ada dalam
APBN
Al-Kharaj APBN Indonesia Al-Kharaj
Indonesia
Pemenuhan
Pajak Penghasilan Bunga dan Cicilan
Zakat Kebutuhan
(PPh) Utang Luar Negeri
Dasar Rakyat
Pajak Pertambahan
Jizyah Subsidi Mustahik Zakat
Nilai (PPN)
Migas Rampasan Perang - -
Pajak Ekspor - - -
Sumber: Diolah dari Abu Yusuf (1979) dan Rahayu (2010)
Dari tabel di atas tidak adanya pajak karena Abu Yusuf menjadikan zakat
dengan sektor-sektornya sebagai penerimaan negara oleh karena itu tidak
diperlukan bentuk pajak lain sedangkan dalam APBN Indonesia zakat tidak
digunakan sebagai sumber penerimaan negara. Bunga dan cicilan utang luar
negeri jelas tidak ada dalam Al-Kharaj karena kandungan riba yang ada pada
bunga kemudian subsidi, karena menurut Abu Yusuf tidak cukup hanya subsidi
untuk mensejahterakan rakyat akan tetapi diperlukan usaha untuk memenuhi
kebutuhan dasar rakyat.
Kesimpulan
20
pemikiran ekonom Islam yang (sebenarnya) sangat berpengaruh pada keilmuan
ekonomi modern. Tercatat dalam sejarah bahwa keilmuan para ekonom Islam
klasik tidak saja secara normatif tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan
metodologi yang sistematis. Diantara pemikir-pemikiran ekonomi Islam, seperti
Abu Yusuf, Abu Ubaid dan Al-Mawardi yang sangat berjasa dalam pengelolaan
sektor keuangan publik yang sudah ada sejak didirikannya negara Islam oleh
Rasulullah SAW. Al-Kharaj misalnya, merupakan kitab tata kelola keuangan
publik yang sangat rinci dan sistematis. Abu Ubaid dalam kitabnya, Al-Amwal
sangat runut dan detail dalam membahasa zakat, fai, khumus, ghanimah, jizyah,
kharaj dengan dalil-dalil lengkap dan pembahasan yang ringan mengenai
keuangan publik. Al-Mawardi menuliskan dengan gamblang bagaimana
pengelolaan harta kekayaan kaum muslimin menurut ayat-ayat Allah SWT dan
sunnah-sunnah Rasulullah SAW.
Ada beberapa sumber penerimaan negara perspektif Abu Yusuf yang tidak
tercantum dalam sumber penerimaan negara Indonesia, seperti bunga dan cicilan
utang luar negeri. Karena dalam perspektif Islam mengaharamkan bunga yang
mengandung riba dan utang tidak diperbolehkan dalam Islam. Akan tetapi jika
kita mau mengkaji dalam, ada relevansi-relevansi yang kuat antara APBN
perspektif Abu Yusuf dan APBN Indonesia seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya. Dan jika Indonesia mau mengimplementasikan konsep-
konsep pajak dalam kitab Al-Kharaj, yang memiliki perbedaan khusus dalam
konteks APBN Indonesia dan Abu Yusuf, maka keuangan negara melalui
penerimaan pajak akan lebih terkelola dengan baik dan negara bisa mewujudkan
kesejahteraan rakyat
21
Daftar Pustaka
Al-Quran Al-Karim.
Abimanyu, Anggito. Perencanaan dan Penganggaran APBN. Diakses pada
tanggal 29 Juni 2017 pukul 20.00 WIB dari
http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kolom/detailkolom.asp?NewsID=N1
19258959.
Al Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2006. Fikih Ekonomi Umar bin Al Khaththab.
Jakarta: Khalifa.
Al-Mawardi. 2012. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah. Bekasi: Darul Falah.
Al Qasim, Abu Ubaid. 2009. Al-Amwal: Ensiklopedia Keuangan Publik. Depok:
Gema Insani.
Amalia, Euis. 2007. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer. Jakarta: Granada Press.
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Perspektif Islam (terjemahan). Surabaya: Risalah Gusti.
Az-Zuhayli, Wahbah. 1995. Zakat Kajian Berbagai Mazhab, terjemahan Agus
Effendi dan Baharuddin Fannany. Bandung: Rosda Karya.
Creswell, John. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahlan, Ahmad.2008. Keuangan Publik Islam: Teori dan Praktik.Yogyakarta:
Grafindo Litera Media.
Fuad, Noor dkk. 2004. Dasar-Dasar Keuangan Publik. Jakarta: Erlangga.
Maftukhatusolikhah. 2015. Mempertimbangkan Tingkat Maqashid asy-Syariah
dalam Penentuan Anggaran Belanja Pemerintah: Evaluasi terhadap APBN
2008-2013. Jurnal Intizar, Vol. 21, No. 1.
Majid, M. Nazouri. 2003. Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf Relevansinya
dengan Ekonomi Kekinian. Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam-STIS.
Marthon, Said Saad. 2004. Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global
terjemahan Ahmad Ikhrom dan Dimyauddin. Jakarta: Zikrul Hakim.
Nurul Huda dan Ahmad Muti. 2011. Keuangan Publik Islami: Pendekatan Al-
Kharaj (Imam Abu Yusuf). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2008. Ekonomi
Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
22
Rahayu, Ani Sri. 2010. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: Bumi Aksara.
Siswantoro, Didik. 2017. Prinsip-Prinsip Islam Dalam Anggaran Sektor Publik:
APBN, APBD dan APBDes yang Islami. Bandung: Mujahid Press.
Suminto. 2004. Kata Pengantar dalam makalah Pengelolaan APBN dalam Sistem
Manajemen Keuangan Negara sebagai bahan penyususnan Budget in Brief.
(Ditjen Anggaran: Departemen Keuangan).
Suparmoko. 2000. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek edisi 5.
Yogyakarta: BPFE.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2009. Pengelolaan
Keuangan Negara.
Tisnawan, Hilman. Resensi Buku Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum
Teori, Praktik dan Kritik. Artikel di akses pada tanggal 1 Juli 2017 pukul
15.30 WIB dari http://banking.blog.gunadarma.ac.id/peraturan-
BI/5resensi1.pdf.
Zahrah, M. A. 2005. Ushul Fiqh, terjemahan Saefullah Mashum. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
23