Anda di halaman 1dari 10

MY BABY TREE

(WWF INDONESIA)

Indonesia adalah pemilik hutan tropis terluas ketiga di dunia. namun, hampir
setengah dari hutan Indonesia sudah terdegradasi. WWF Indonesia ingin
menghijaukan kembali huan Indonesia dengan memulai penamaman hutan melalui
program NewTrees dan MyBabytree dari tahun 2008 dan telah menanam pohon di
sejumlah kawasan hutan seluas 1.016,3 hektar. Untuk penanaman ini, WWF
Indonesia bekerja sama dengan kelompok petani lokal. Wilayah penanaman pohon
untuk program ini berada di :
1. DAS Ciliwung, Cisarua-Puncak Jawa Barat
2. Muara Gembong, Bekasi Jawa Barat (Khusus Mangrove atau Bakau)
3. Teluk Lamong, Surabaya
WWF Indonesia mengajak masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dalam
upaya konservasi alam, dengan itu WWF Indonesia meluncurkan program
"MyBabytree" sebagai wadah untuk masyarakat luas Indonesia yang memiliki
kepedulian terhadap kelestarian alam dan ingin berkontribusi secara langsung dalam
upaya penyelamatan alam Indonesia. WWF mengajak kita untuk dapat turut
membantu dengan cara :
1. Mendonasikan uang Rp 150.000 untuk setiap pohon, donasi tersebut sudah
termasuk perawatan selama 2 tahun dan pemantauan selama 5 tahun yang WWF
lakukan bekerja sama dengan kelompok tani lokal.
2. Setiap pohon akan diberikan nama sesuai pilihan kita
3. Sertifikat dan stempel pasrtisipasi yang akan diberikan untuk setiap donasi
4. Anda bisa memantau pertumbuhan pohon kita melalui GoogleEarth.
5. Donasi dapat dilakukan secara online melalui www.wwf.id/mybabytree
Menjadi Satria Untuk Menyelematkan Hutan Mangrove

Dikarenakan hutan Mangrove di Indonesia seperti wilayah Balikpapan yang


kini menghadapi kondisi yang sangat memprihatinkan. Dengan ini, WWF Indonesia
memfasilitasi masyarakat umum untuk dapat berdonasi pada proyek pelestariak hutan
mangrove dalam proyek penggalangan donasi bertajuk Satria & Mangrove.
Hutan mangrove Indonesia seperti di wilayah Balikpapan kini menghadapi
kondisi yang sangat memprihatinkan. Salah satunya akibat pengembangan usaha
pertambakan. Bisnis ini sudah lama memberi dampak negatif bagi hutan mangrove
karena untuk membuka wilayah pertambakan, perlu membabat hutan mangrove
disekitar wilayah pantai.
Program penggalangan dana ini diinisiasi oleh WWF Indonesia bekerja sama
dengan Earth Hour Balikpapan untuk berkontribusi dalam aksi terkait isu perubahan
iklim salah satunya dengan penanaman pohon mangrove di wilayah pertambakan
non-aktif di wilayah pesisir Balikpapan, sesuai dengan masukan ide dari Dinas
Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan bersama POKMASWAS (Kelompok
Masyarakat Pengawas) DAS Manggar (Daerah Aliran Sungai Manggar).
Masyarakat yang berdonasi pada program ini dapat menanam pohon
mangrove mereka melalui sistem adopsi pohon mangrove. Target penanaman pada
program ini adalah 2000 bibit tiap tahunnya. Dengan adanya program penanaman ini,
selain dapat menghijaukan kembali tambak yang tidak produktif, masyarakat umum
yang berdonasi dapat secara tidak langsung mengangkat perekonomian masyarakat
sekitar karena donasi yang tersalur akan dibagikan kepada masyrakat untuk
melakukan perawatan Mangrove hasil penanaman pada program ini. Tujuan dari
kampanye penggalangan donasi Satria & Mangrove ini yang terpenting adalah untuk
memberikan rasa tanggung jawab akan lingkungan yang kita huni bersama, dengan
kembali menghijaukan dan merawatnya.
Adopsi Pohon Tumbang Mencapai 98%
WWF Indonesia Kalimantan Tengah dinyatakan berhasil menjalan program
adopsi pohon. Kegiatan adopsi pohon yang dilakukan di Desa Tumbang Bulan
merupakan insiasi WWF Indonesia Kalimantan Tengah. Program adopsi pohon
adalah salah satu upaya rehabilitasi lahan hutan yang terdegradasi dengan melibatkan
orang lokal dan sebagai penyandang dana program restorasi Sungai Bulan dan
Sekamoza (Jerman), serta operator (Sebagai pengelola kegiatan WWF Indonesia
Kalimantan Tengah).
Dalam melaksanakan adopsi pohon ini, WWF Indonesia Kalimantan Tengah
telah melakukan beberapa langkah seperti sosialisasi, penentuan adopter melalui
musyawarah, penentuan teknis kegiatan, pembiayaan, dan pelaksanaan
penanaman.Dan, dalam pelaksanaannya murni dilakukan masyarakat di dalam
kawasan Taman Nasional Sebangau.
Bersamaan dengan pengelolaan kegiatan adopsi pohon, WWF Indonesia
Kalimantan Tengah akan melakukan pemeliharaan tanaman setiap 3 bulan sekali
(disesuaikan dengan kebutuhan proyek). Dalam tahap pemeliharaan adopter akan
menerima kompensasi sebesar Rp. 2.000 per pohon yang hidup dengan syarat
melakukan pembersihan lahan per triwulan, melakukan penyulaman dengan
tanggungjawab bibit dari adopter, dan melakukan pembersihan di sekitar pohon.
Keberhasilan program adopsi pohon di Desa Tumbang Bulan akan diduplikasi
di desa lainnya. Ujicoba adopsi Pohon yang dilakukan masyarakat Desa Tumbang
Bulan pada 2015 mencapai keberhasilan 98%. Capaian ini diperoleh setelah melalui 2
kali verifikasi yang dilakukan pada 2016 lalu dari 5 orang adpopter di Desa Tumbang
Bulan di lahan seluas 12,5 Ha dengan jenis tanaman adalah Belangeran (Shorea
blangeran) sebanyak 5000 pohon.
Program Adopsi Pohon
(Taman Nasional Gunung Halimun Salak)
Taman Nasional Gunung Halimun Salah (TNGHS) bekerja sama dengan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Conservation Indonesia (CI), dan
Konsorsium GEDEPAHALA bekerja sama menciptakan suatu program yang
dinamakan dengan Program Adopsi Pohon, dalam rangka merehabilitasi lahan
kawasan di areal perluasan dan untuk menyediakan pendapatan alternatif untuk
masyarakat di sekitar kawasan. ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta
mendorong publik untuk lebih memberikan perhatian kepada lingkungan alam,
mendukung tercapainya program konservasi sumberdaya hutan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan kawasan konservasi karena program ini
melibatkan masyarakat sekitar kawasan dalam kegiatan penanaman dan
pemeliharaannya.
Program Adopsi Pohon di kawasan TNGHS memiliki mekanisme yang
mengatur pengelolaan donasi dari adopter. Setiap adopter yang ingin melaksanakan
program ini dapat menyerahkan dana adopsi pohon kepada TNGHS melalui
Konsorsium GEDEPAHALA. Adapun perincian dari mekanisme tersebut adalah
sebagai berikut:
Adopter menitipkan dana sebesar Rp 70.000,- per pohon kepada masyarakat lokal
untuk tujuan merehabilitasi kawasan TNGHS dengan penanaman pada kawasan hutan
yang rusak, dengan jangka waktu adopsi selama 5 tahun. Karena setelah 5 tahun,
pohon dianggap akan dan dapat tumbuh dengan baik.
Sebesar 20% dana dipergunakan untuk kegiatan penanaman antara lain pembibitan,
pelaksanaan penanaman dan penyulaman. Masyarakat wajib menanam pohon adopter
(pohon wajib) dan pohon restorasi (pohon prestasi) dengan perbandingan 1:4.
Maksudnya adalah untuk setiap 1 pohon yang diadopsi oleh adopter, maka
masyarakat diwajibkan menanam 4 pohon restorasi. Sebagai contohnya adalah jika
adopter mengadopsi sebanyak 100 pohon, maka masyarakat akan menanam total
sebanyak 500 pohon.
Sebesar 40% akan dipergunakan untuk dana SISDUK (Sistem Dukungan
Masyarakat Hulu). SISDUK dipergunakan untuk membiayai modal usaha mandiri
kelompok masyarakat di luar kawasan. Sebesar 50% dari dana SISDUK, akan
diberikan pada tahun ke-0 setelah masyarakat melakukan persiapan dan penanaman
pohon adopter (pohon wajib) dan pohon restorasi (pohon prestasi), sedangkan 50%
sisanya akan diberikan secara bertahap setiap 6 bulan sekali hingga jangka waktu 5
tahun habis berdasarkan evaluasi pihak Taman Nasional terhadap kepastian bahwa
bibit yang telah ditanam dipelihara dan akan disulam apabila ada kematian.
Sebesar 30% digunakan untuk kegiatan fasilitasi dan pendampingan untuk
penguatan kelembagaan kelompok masyarakat tersebut.
Sebesar 5% dikelola oleh Perkumpulan GEDEPAHALA.
Sebesar 5% untuk database system dan pemetaan.
Penanaman 1.000 Mangrove and Coral dalam LSPR 4C OXYEAN
Plant 2015
LSPR 4C adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa dari LSPR yang
memfokuskan diri pada kegiatan lingkungan. Kegiatannya terdiri dari Mangrovement
(penanaman bakau), pengumpulan kertas bekas untuk didaur ulang, kampanye diet
plastik dan 3R (reduce, reuse, recycle) dan masih banyak lagi. Think Green, Act
Green, Start From Our Hands merupakan tagline yang selalu dengan bangga
diteriakkan oleh para Agent of Change, sebutan untuk anggota LSPR 4C.
LSPR 4C mengajak masyarakat untuk peduli akan kelangsungan kehidupan
laut seperti "Sea Coral and Mangrove Planting. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk melestarikan ekosistem laut dengan melakukan penanaman
1.000 mangrove dan adopsi baby coral di dasar laut serta penanaman mangrove di
wilayah pesisir Pulau Panggang.
Eksploitasi berlebihan pada ekosistem laut saat ini menjadi isu kritis, oleh
karena itu mahasiswa/i LSPR Jakarta yang tergabung dalam LSPR 4C melakukan
aksi nyata untuk melestarikan coral dan membudidayakan mangrove untuk potensi
masa depan yang lebih baik. Melalui Oxyean Plant, LSPR 4C mengajak masyarakat
terutama yang tinggal kawasan Pulau Harapan untuk memelihara dan melestarikan
ekosistem laut, mengendalikan abrasi, serta membantu perkembangbiakan biota laut.
Penanaman baby coral telah dilaksanakan oleh LSPR 4C dalam rangkaian
acara LSPR 4C Environment Month tahun lalu. Sama seperti sebelumnya, kali ini
LSPR 4C kembali mengajak mahasiswa/i LSPR Jakarta untuk berkontribusi dalam
mengadopsi baby coral yang dijual dengan harga Rp. 27.000,- per coral. Uniknya,
setiap baby coral yang diadopsi dapat diberi nama sesuai permintaan mereka yang
kemudian akan difoto setelah ditanam di dasar laut.
Adopsi Pohon Sarongge
Pada tanggal 28 April 2017, matahari mungkin sedang malu-malu
untuk muncul, terlihat dari langit yang sedikit gelap yang
mempertandakan sebentar lagi akan hujan. Pagi ini aku dan
teman-temanku akan mengikuti bootcamp di sebuah desa yang
bernama Desa Sarongge di mana kami melakukan banyak
kegiatan yang pastinya sangat menyenangkan.
Hari ini dimulai seperti hari biasanya dibuka dengan pembukaan
dan pembahasan program kerja kami untuk 1-2 tahun kedepan
dan kegiatan lainnya.
Workshop selama dua hari ini membahas mengenai pengenalan
satwa dan tumbuhan yang berada dikawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango serta fungsi Desa Sarongge sebagai
desa penyangga taman nasional yang memiliki peran penting
sebagai daerah hulu,
Dinginya angin pagi ini mampu menembus kulitku yang tidak
kubalut dengan jaket. Semilir angin mampu menyejukkan jiwaku.
Kulihat ke depan, anak-anak dan orangtuanya sedang memanen
kol dan sayuran lainya, kulihat kesamping kudapati anak-anak
sedang bermain sepak bola dengan fasilitas seadanya sambil
bersenda gurau. Suasana seperti inilah yang tidak kudapatkan di
Bogor dan aku ingin menciptakan suasana seperti ini di Bogor. Di
lain hal aku tahu, jika aku menyadari seseorang yang merasa tidak
membutuhkan lingkungan, maka ini hanya akan sia-sia. Di zaman
ketika semua orang berorientasi pada uang, mereka bahkan
berpikir uang juga dapat mengembalikan lingkungan yang asri,
sejuk, dan bersih. Tapi, apakah itu benar? Aku sangat
sedih mengingat Bogor yang dulu dikenal dengan kesejukkanya,
keasrianya, keindahanya, dan kebersihanya. Tapi sekarang, di
manakah keadaan seperti itu akan kita temukan lagi di kota Bogor
ini? Di Sarongge ini aku banyak mendapatkan ilmu tentang adopsi
pohon, jenis tumbuhan, dan lainnya.
Apa itu adopsi pohon? Adopsi pohon adalah kegiatan menanam
pohon di hutan yang sudah rusak oleh donator (perorangan
maupun perusahaan) dengan membayar Rp 108.000 untuk
perawatan pohon selama tiga tahun dan uangnya akan dikelola
sebagai sumber daya masyarakat. Donatur juga dapat ikut
memantau dan mengikuti pertumbuhannya melalui GPS.
Lalu bagaimana jenis dan ciri tumbuhan di sekitar?
Pohon: berkayu dengan tinggi minimal 1,5 m
Semak: pendek dan rimbun
Liana: akar menggantung
Epifit: seperti benalu menempel
Herba: batangnya berair
Pohon yang aku temui di Sarongge pun beragam. Di bawah ini
jenis dan ciri-cirinya:
Ekaliptus
Pohon eksotik yang berasal dari Australia dengan tinggi maksimal
50 m, memiliki batang lurus bercabang dan kulitnya yang bisa
mengelupas. Meski tidak kokoh, ekaliptus yang tumbuh ke atas
bisa semakin rimbun dan dimanfaatkan untuk pembuatan kertas.
Rasamala
Pucuk daunya berwarna merah dengan sisi daunnya yang
bergerigi. Pohon kokoh ini juga memiliki bau yang khas seperti
minyak kayu putih dan tulang daunnya bersifat marginal fein.
Puspa
Pucuk daunnya lebih berwarna yaitu merah kehijauan dan kondisi
batang yang cenderung halus.
Terter
Bunganya tampak cantik berwarna ungu kecil dihiasi daunnya
yang berbulu. Selain beraroma khas, Terter juga berfungsi untuk
pestisida nabati.
Untuk pohon herba di Hutan Sarongge pun jenisnya tak kalah
banyak, diantaranya:
Babadotan
Daun dan batangnya berbulu dan bunganya berwarna ungu.
Babadotan yang juga dikenal akan bau khasnya ternyata juga
dapat bermanfaat untuk maag dan rematik.
Pacar Tere
Daunya bergerigi dan bunganya berwarna ungu besar dengan
batang merah. Pacar Tere tak kalah bermanfaat yakni sebagai
obat sakit pinggang.
Selain tanaman untuk pengobatan, kami juga ikut mengenal
tentang semak yang berada di Sarongge, yaitu rasberi. Rasberi
yang memiliki daun bergerigi juga banyak mengandung vitamin C.
Masih banyak lagi pohon-pohon di Sarongge yang belum
terjamah, tapi karena terbatasnya waktu, kamipun kembali ke
bootcamp. Tak lupa rasa terima kasih untuk kegiatan yang sangat
menyenangkan ini dengan segudang ilmu dan manfaatnya. Terima
kasih SHARP Greenerator! #teenagersavenature
Menhut: Menjaga Hutan Agar Lestari Wajib Hukumnya
REPUBLIKA.CO.ID,TULUNGAGUNG -- Menjaga hutan agar
tetap lestari adalah wajib hukumnya,baik pemerintah maupun
masyarakat. Tak terkecuali para peserta Jambore Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang digelar se-Keresidenan
Kediri di Waduk Wonorejo, Tulungagung, Jawa Timur, Senin
(20/1).

Amanah yang disampaikan Menhut Zulkifli Hasan itu disambut


respons positif para peserta Jambore LMDH berjumlah 700
orang. Turut hadir dalam kunjungan kerja Menhut adalah
Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

Di hadapan ratusan peserta, Menhut menjelaskan, hutan


merupakan salah satu sumber kehidupan bagi seluruh makhluk
hidup di muka bumi. Sumber daya hutan berperan penting
sebagai penyangga kehidupan sekaligus menyediakan barang
dan jasa lingkungan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia "Keberadaan hutan yang baik sangat menunjang
kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Sebab itu, merupakan sebuah kewajiban dari pemerintah untuk


dapat menjaga kondisi hutan dari kerusakan, serta tetap dapat
menyejahterakan rakyatnya. Perum Perhutani memiliki sebuah
program yang sangat baik yaitu Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM). Program ini terjadi kolaborasi
yang baik antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan.
Pun para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang
optimal dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif. Selanjutnya
LMDH diharapkan dapat meningkatkan kapasitas diri dengan
memperkuat jiwa wirausaha baik secara kelembagaan maupun
personal.

Anda mungkin juga menyukai