Anda di halaman 1dari 89

Laporan Kerja Praktek

Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang


Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Kota Surabaya (PDAM) merupakan
perusahaan pemerintah daerah yang bergerak dibidang pengolahan air bersih. Salah satu
Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) yaitu Karang Pilang I. IPAM Karang Pilang I
merupakan salah satu Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) yang bertanggung jawab
dalam penyediaan air bersih di wilayah Surabaya. Air baku maupun air produksi IPAM
tersebut harus memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan dengan berbagai parameter uji
didalamnya. Air baku yang digunakan adalah bersumber dari Kali Brantas, sayangnya Kali
Brantas kian memprihatinkan akibat polutan yang dihasilkan dari aktifitas manusia dan juga
kegiatan industri.
Peningkatan kualitas air dengan cara pengolahan konvensional melalui unit
pengolahan air baku. IPAM Karang Pilang I memiliki beberapa unit diantaranya pengambilan
sumber air baku melalui intake, lalu proses aerasi pada aerator, lalu proses selanjutnya pada
unit prasedimentasi, flash mix, hingga clearator dimana terdapat proses koagulasi dan
flokulasi didalamnya. Proses koagulasi ini merupakan proses utama untuk mengikat koloid
dalam air baku dengan bantuan koagulan hingga terbentuk gumpalan yang mengendap. Unit
selanjutnya adalah filter lalu desinfeksi hingga reservoar sebagai penampungan akhir air hasil
pengolahan sebelum didistribusikan ke konsumen. Padakerja praktik ini akan dilakukan
evaluasi kinerja instalasi pengolahan air minum Karang pilang I Kota Surabaya dari intake
hingga reservoar untuk mendapatkan unit-unit yang bemaslah dalam produksi sehingga
kedepannya perusahaan akan dapat menaikkan tingkat produksi dan kepercayaan masyarkat
terhadap PDAM.

1.2 Tujuan Kerja Praktek


Adapun tujuan dari Kerja Praktek ini adalah :
1. Untuk memperoleh wawasan dan memahami mengenai proses dan pengelolaan Instalasi
Penjernihan Air Minum pada unit IPAM Karang Pilang I PDAM Surya Sembada
Surabaya.
2. Untuk mengetahui dan melakukan analisis terhadap performa dan operasional pada unit
IPAM Karang Pilang I PDAM Surya Sembada Surabaya.
3. Untuk memberikan saran untuk masalah yang ada di instalasi pengolahan pada unit IPAM
Karang Pilang I PDAM Surya Sembada Surabaya.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari Kerja Praktik pada Instalasi Penjernihan Air Minum Karang
Pilang I Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Kota Surabayaadalah :
1. Proses dan kinerja pada Instalasi Penjernihan Air Minum dari IPAM Karang Pilang I
mulai dari intake hingga reservoir tanpa mempelajari sistem distribusinya.
2. Data penelitian kualitas air diperoleh dari hasil penelitian Laboratorium Perusahaan
Daerah Air Minum Karang Pilang I Surabaya.
3. Studi ini tidak memperhitungkan proyeksi jumlah penduduk dan pengembangan Instalasi
Penjernihan Air Minum serta tidak membahas dan menghitung segala macam masalah
pembiayaan.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 1


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

1.4 Manfaat
Manfaat Kerja Praktik kali ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang unit produksi pada IPAM Karang Pilang I PDAM
Surabaya mulai dari intake hingga reservoir.
2. Memberikan usulan solusi agar kinerja unit IPAM Karang Pilang I PDAM Surya
Sembada Surabaya lebih efisien.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 2


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 PDAM Surya Sembada Kota Surabaya


Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surabaya merupakan institusi yang
bertanggung jawab terhadap penyediaan air bersih bagi masyarakat kota Surabaya. Saat ini,
PDAM Kota Surabaya tersebut telah memiliki jumlah pelanggan sekitar 480 ribu pelanggan
yang terdiri dari pelanggan domestik (rumah tangga), dan non domestik (pemerintah,
komersiil dan industri). Dengan jumlah penduduk yang ada saat ini, PDAM Surabaya dituntut
dapat memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di kota
Surabaya. Sumber air baku yang digunakan berasal dari sumber mata air tanah yang berada di
daerah Umbulan, Pasuruan dan air dari kali Surabaya Untuk pengembangan sistem air bersih
kota Surabaya berbagai kegiatan pengembangan sarana telah dilakukan PDAM seiring
dengan kebutuhan yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih tersebut, saat ini telah dioperasikan Instalasi Penjernihan Air Minum
(IPAM) di dua lokasi, yaitu di Ngagel dan di Karangpilang , di samping itu juga terdapat
beberapa sumber air dari mata air. IPAM Ngagel terbagi menjadi IPAM Ngagel I, Ngagel II,
dan Ngagel III, sedangkan IPAM Karang Pilang terbagi menjadi PDAM Karang Pilang I, II
danIII dengan masing-masing plant yang berbeda.
PDAM Karang Pilang III merupakan salah satu IPAM yang terdapat di PDAM
Surabaya. IPAM Karang Pilang III dibangun di atas lahan seluas 5 hektar, dengan kapasitas
produksi 2.000 liter/detik, dan diproyeksikan mampu meng-cover kebutuhan air minum
sekitar 120 ribu pelanggan baru,yaitu melayani warga di Surabaya Utara dan Timur, di
antaranya daerah Made, Sambikerep, Pakal, Kenjeran, Wonorejo dan beberapa daerah di
Surabaya Timur. IPAM karang pilang terdiri dari 2 plant masing-masing menggunakan 6 unit
instalasi. IPAM Karang Pilang I mampu mengolah L/s dan mampu mendistribusikan 2450
L/suntuk pelanggan. Jumlah pelanggan mencapai 463.740 sambungan. Disamping itu, PDAM
Karang Pilang I mengalami kebocoransebesar 34 % karena kebocoran pipa yang sudah tua
maupun kesalahan teknis. Jarak yang dapatdisuplai air bersih oleh PDAM Karang Pilang I
sepanjang 5200 km. PDAM Karang Pilang I masih dalam sertifikasi melalui ISO 9001 tahun
2008. Air baku yang diolah pada instalasi PDAM Karang Pilang I termasuk air kelas 2 sesuai
dengan SK Gub No 45 tahun 2002. Air baku didapatkan dari membeli kepada Perum Jasa
Tirta Rp.82,5/m sehingga modal yang dibutuhkan PDAM Karang Pilang I untuk
mendapatkan air bakudari kali Surabaya sebesar 2M/bulan.Instalasi di PDAM Karang Pilang I
menggunakan sistem gravitasi dan pemompaan diawalplant. Unit-unit pengolahan yang
digunakan antara lain Intake, Sumur Pembagi, Rumah Pompa, Aerator, Prasedimentasi,
Chemical Injection, Clearator, Filter, Klorinasi, Reservoar.

2.2 Sejarah PDAM Kota Surabaya


Perusahaan Air Minum Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya merupakan
perusahaan daerah yang disahkan menurut Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surabaya No.7 Tahun 1976. Dikukuhkan dan disahkan dengan Surat Keputusan Gubrnur
Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 06 Nopember 1976 No. HK/155/76. Diundangkan
dalam lembaran daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya tahun 1976 serf.C tanggal 23
Nopember 1976 No. 4/C. Berikut ini merupakan sejarah perkembangan PDAM Kota
Surabaya (PDAM Surabaya,2015)

Vivin Sintia Indriani 3312100017 3


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

1890 : Pengadaan air minum Kota Surabaya berasal dari sumber mata air dari Desa
Purut Kabupaten Pasuruan dan dimulai pada zaman Hindia Belanda.

Pengankutan air ke Kota Surabya dilakukan dengan perahu oleh pihak swasta,
kemudian pengankutan selanjutnya menggunakan kereta api.
1900- 1903 ` : Pemasangan pipa untuk menyalurkan air bersih dari Desa Umbulan dan
sumber mata air dari Kecamatan Pandaan menuju Surabaya oleh NV. Biernie
selama tiga tahun.
1903 : Perusahaan didirikan pada jaman pemerintahan Hindia Belanda dengan
maksud untuk teratur dalam penataan administrasi perusahaan air minum
yang sudah berjalan dengan direktur utamanya Ir. Van Beuver.
1906 : Jumlah pelanggan kurang dari 1.500 pelanggan
1922 : Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) Ngagel I dibangun dengan kapsitas
60 L/detik.
1932 : Mata airUbulan ditingkatkan kapsitasnya dengan membangun rumah pompa
baru.
1942 : IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitasnya menjadi 180L/detik.
1950 :Perurasahaan Air Minum diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia
atau Kota Praja Surabaya.
1954 : IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitas produksinya menjadi 350L/detik.
1976 :Perusahaan Air Minum disahkan menjadi perusahaan daerah dan dituangkan
dalam Perda No.7 tanggal 30 Maret 1976.
1977 : Peningkatan kapsitas IPAM Ngagel I menjadi 500L/detik.
1978 : Pengalihan status menjaadi Perusahaan Daerah Air Minum dari Dinas Air
Minum berdasarkan Surat Keputusan Wali Kotamadya Dati II Surabaya
No.657/WK/77 tanggal 30 Desember 1978.
1980 :Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I dengan kapasitas menjadi 1000L/detik.
1982 :Pembangunan IPAM Ngagel II dengan kapsitas 1000L/detik dengan lisensi
dari Neptune Microfloc (Amerika Serikat).
1990 :Pembangunan IPAM Karang Pilang I dengan kapsitas 1000L/detik dengan
dana pinjaman Bank Dunia Loan No. 2361 IND
1991 :Pembangunan gedung kantor PDAM yang terletak di Jl. Mayjen Prof.Dr.
Moestopo No.2 Surabaya yang dibiayai PDAM murni.
1994 :Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I dari 1500L/detik menjadi 1800L/detik
dan kapsitas IPAM Karang Pilang I dari 1000L/detik menjadi 1200L/detik.
1996 :Dimulainya pembangunan IPAM Karang Pilang II dengan kapasitas
2000L/detik, yang didanai Loan IBRD No.3726 IND.
1997 : Peningkatan Kapasitan IPAM Ngagel III menjadi 1500L/detik. Produksi awal
500L/detik IPAM Karang Pilang I didistribusikan ke pelanggan.
1999 :Pembangunan IPAM Karang Pialng II dengan Kapasitas 2000L/detik telah
selesai.
2001 : Pekerjaan peningkatan IPAM Karang PIlang II menjadi 2500L/detik.
2005 : Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel III menjadi 1750L/detik.
2006 :Peningkatan kapasitas IPAM Karang Pilang I menjadi 1450L/detik.
Peningkatan kapasitas Karang Pilang II menjadi 2750L/detik.
2007 :Rencana pembangunan IPAM Karang Pilang III dengan kapasitas
2000L/detik.
2010 :Pembangunan IPAM Karang Pilang III dengan kapasitas 2000L/detik.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 4


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

2.3 Tugas Dan Fungsi PDAM


Berdasarkan keputusan Walikota Surabaya No.43 Tahun 203 tentang Organisasi dan
Tata kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Surabya, tugas pokok Perusahaan Daerah
adalah mengusahakan penyediaan air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan bagi
penduduk di Kota Surabaya dan sekitarnya.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut Perusahaan Daerah mempunyai fungsi:
1. Perencanaan yang meliputi segala usaha dan kegiatan untuk merencanakan,
mempersiapkan, mengolah, menelaah penyusunan rumusan kebijaksanaan teknis serta
program kerja.
2. Pelaksanaan yang meliputi segala usaha dan kegiatan untuk menyelenggarakan kegiatan di
bidang produksi air minum dan pemungutan retribusi air minum serta pendapatan lainnya
yang sah.
3. Ketatausahaan yang meliputi segala usaha dan kegiatan di bidang tata usaha umum,
kepegawaian, keuangan, materi (termasuk perlengkapan, barang-barang, dam seluruh
inventaris perusahaan).
4. Koordinasi yang meliputi segala usaha dan kegiatan guna mewujudkan kesauan dan
keserasian gerak yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan penyediaan air minum
untuk masyarakat.
5. Pengawasan yang meliputi segala usaha dan kegiatan untuk melaksakan pengamanan teknis
atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
Kepala daerah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Visi PDAM


Tersedianya air minum yang cukup bagi pelanggan melalui perusahaan air minum
yang mandiri, berwawasan global dan terbaik di Indonesia

2.5 Misi PDAM


1. Memproduksi dan mendistribusikan air minum bagi pelanggan
2. Memberi pelayana prima bagi pelanggan dan berkelanjutan bagi pemangku
kepentingan.
3. Melakukan usaha lain bagi kemajuan perusahaan dan berpertisipasi aktif dalam
kegiatan sosial dan kemasyarakatan.

2.6 Sistem Instalasi Pengolahan Air Karang Pilang I


Instalasi Pengolahan Air Minum merupakan suatu sistem yang mengkombinasikan
proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi, serta dilengkapi dengan
pengontrolan proses juga instrumen pengukuran yang dibutuhkan. Instalasi ini harus didesain
untuk menghasilkan air yang layak dikonsumsi masyarakat bagaimanapun kondisi cuaca dan
lingkungan. Selain itu, sistem dan subsistem dalam instalasi yang akan didesain harus
sederhana, efektf, dapat diandalkan, tahan lama, dan murah dalam pembiayaan (Kawamura,
1991).Tujuan dari sistem pengolahan air minum yaitu untuk mengolah sumber air baku
menjadi air minum yang sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul sebaiknya dibuat
beberapa level. Sebaiknya dilengkapi dengan screen dan ujung pipa pengambil air yang
berhubungan dengan pompa sebaiknya diberi saringan ( strainer ). Jika fluktuasi muka air
antara musim hujan dan musim kemarau besar, maka air dapat ditampung dengan membuat
weir kecil memotong sungai untuk menghadapi musim kemarau. Jika permukaan air sungai
selalu konstan dan tebing sungai terendam, maka intake dapat dibuat di dekat sungai. Pada
Vivin Sintia Indriani 3312100017 5
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

keadaan ini air dialirkan dari sungai melalui pipa yang diletakkan secara horizontal PDAM
Karang Pilang I menggunakan Indirect Intake jenis River Intake. River Intake menggunakan
pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul dan berlanjut ke sumur penyeimbang. Intake
dibuat dengan mempertimbangkan perbedaan level muka air pada musim hujan dan musim
kemarau sehingga kontinuitas air tetap terjaga. Intake PDAM Karang Pilang I dilengkapi
dengan bar screen mekanis dan pelampung untuk menahan sampah agar tidak masuk ke
instalasi pengolahan. Pada instalasi pengolahan air minum Karang Pilang I Surabaya
menggunakan unit pengolahan dengan diagram alir sebagai berikut :

Intake Ko Screen Aerator Prasedimentasi Flash Mix

Reservoar&Distribusi Filtrasi Sedimentasi

Klorinasi

Gambar 1. Diagram Alir IPAM Karang Pilang I

Berikut detail penjelasan unit pengolahan pada IPAM Karang Pilang III Surabaya :
1. Bangunan Intake ( Bangunan Penangkap Air )
Sumur pembagi/Penyeimbang diletakkan setelah bangunan intake untuk
mengumpulkan air baku dan dibagi ke beberapa bak penyeimbang. Bak penyeimbang
berfungsi untuk meratakan debit air yang masuk ke instalasi sehingga bebean
pemompaan air ke intalasi menjadi sama dan seimbang. Rumah pompa berisi pompa
untuk memompa air dari sumur penyeimbang ke instalasi pengolahan. Terdapat 4
pompa dengan kapasitas pemompaan 1100 L/s dimana dioperasikan secara bergantian
setiap seminggu sekali dan setiap seminggu digunakan 2 pompa saja yang aktif. Untuk
pengoperasian dan pengontrolan pompa dilakukan secara otomatis sehingga lebih
mudah dan efisien. Perawatan pompa dilakukan 6 bulan- 1 tahun sekali sesuai dengan
kebutuhan.
2. Bangunan Aerasi
Aerator merupakan alat untuk aerasi yang digunakan untuk menyisihkan
kandungan organik dan gas yang terlarut diair permukaan atau untuk menambah
oksigen ke air untuk mengubah substansi yang dipermukaan menjadi suatu oksida.
Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan
larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2dan Mn+2. Ketika
kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi
valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ketingkat yang
cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan
setelah aerasi.
Fungsi dari proses aerasi adalah menyisihkan kandungan organik terlarut,
menyisihkan methana (CH4 ), menyisihkan karbon dioksida (CO2 ), menyisihkan
H2S,menyisihkan bau dan rasa, menyisihkan gas-gas lain ( Fair, 1968 ). Aerasi
dilakukan karena kualitas air baku Sungai Surabaya sangat rendah sehingga dilakukan
aerasi untuk memaksimalkan proses pengolahan. Aerasi yang digunakan pada instalasi
PDAM Karang Pilang I memiliki prinsip seperti air mancur dimana air baku dipompa
keatas kemudian dilewatkan stage-stage yang disusun keatas kemudian pada
ketinggian tertentu air jatuh kebawah dan terdapat proses masuknya oksigen. Aerator

Vivin Sintia Indriani 3312100017 6


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

berbentuk multiple tray aerator dengan dimensi 300 mm antar tray, dengan semburan
pipa berdiameter 1100 mm. Desain aerator dibuat agar air tejatuh dan membentur
stage sehingga proses aerasi dapat berlangsung berkali-kali sehingga dapat menaikkan
nilai DO yang awalnya 2-4 ppm menjadi 5-6 ppm.
3. Bangunan Prasedimentasi
Kekeruhan pada air baku yang berasal dari Sungai Surabaya mempunyai
fluktuasi, dimana kekeruhan yang tinggi dapat terjadi pada saat musim hujan yang
berasal dari aliran air yang membawa lumpur. Kekeruhan ini dapat diminimalisasi
dengan menggunakan bantuan bangunan prasedimentasi. Bak Prasedimentasi
berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel diskrit, seperti lempung,pasir, dan zat
padat lainnya yang dapat mengendap secara gravitasi (memiliki spesific gravity 1,2
dan diameter 0.05 mm).
Partikel diskrit adalah partikel yang selama proses pengendapannya tidak
berubah ukuran, bentuk, dan beratnya. Dalam pengoperasiannya,Prasedimentasi dapat
mengurangi zat padat (SS) sampai sebesar 50 75 %. Dalam pengoperasiannya, terjadi
pemisahan dimana zat padat tersuspensi sebagian akanmenjadi lumpur dan sebagian
lagi menjadi fluida yang sudah terklarifikasi . UnitPrasedimentasi dapat dibagi ke
dalam empat zone, yaitu:
Inlet Zone, sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran dari
influen ke aliran steady yang terjadi di settling zone. Fungsi dari inlet zone ini
agar proses settling yang terjadi disettling zone tidak terganggu.
Settling Zone, sebagai tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit sehingga
terpisah dari airbaku.
Sludge Zone, tempat penampungan sementara dari material yang diendapkan di
settling zone.
Outlet Zone, sebagai tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari settling
zone ke aliranefluen.
Bangunan Prasedimentasi PDAM Karang Pilang I mempunyai 5 bak sedimentasi
dengan dimensi 80 m x 15 m x 3 m.Dimana untuk mengendapkan partikel diskrit
dibutuhkan waktu detensi 2,1 jam. Lumpur yang dihasilkan dari unit prasedimentasi
merupakan lumpur kasar yang akan dibuang disludge drying bed. Lumpur yang
dihasilkan sebanyak 160 m/bulan. Pengurasan dilakukan setiap satu bulan sekali
dngan memperhatikan gelembung-gelembung yang muncul dari dasar bak. Untuk
pengumpulan lumpur digunakan scrapper yang terpasang di dasar saluran dengan
kecepatan 1rpm sehingga lumpur lebh mudah terkumpul ke zona lumpur. Pada zona
inlet terdapat perforated baffle untuk meratakan dan meminimalkan aliran turbulen air.
4. Bangunan Flash Mix Slow Mix
Chemical Injection dilakukan setelah proses prasedimentasi, bahan kimia yang
diinjeksikan adalah Larutan Aluminium Sulfat Alum atau alum {Al2(SO4 )3.14H2O}
(tawas). Chemical Injection/Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid
danpartikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang
menyebabkan pembentukan inti gumpalan (presipitat). Pada koagulasi akan terjadi
penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan dan
adsorpsi, presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid.
Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel. (Slamet, 2002) Massa
jenis alum adalah 480 kg/m, dengan kadar air 11-17%. Dosis alum dapat
dikurangidengan cara (a) Penurunan kekeruhan, (b) Filtrasi langsung untuk kekeruhan
< 50 NTU, (c) penambahan polimer, dan (d) penyesuaian pH optimum (6,0-8,0).
Bangunan Chemical Injection pada PDAM Karang Pilang I menggunakan sistem

Vivin Sintia Indriani 3312100017 7


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

hidrolis dengan desain perputaran air sehingga aliran semakin turbulen dan koagulan
mudah bercampur. Pembubuhan koagulan menggunakan pipa yang dilubangi sehingga
koagulan akan jatuh menetes ke air yang diolah kemudian air akan bergerak melingkar
dan masuk kedalam clerator. Gradien kecepatan bangunan koagulasi PDAM Karang
Pilang I sebesar > 700/s sehingga koagulan cepat bercampur dengan air.
5. Bangunan Sedimentasi
Bangunan sedimentasi di PDAM Karang Pilang I memiliki dimensi 18,25 m x
8,9 m dan kedalaman 6,5 m. Sedimentasi berfungsi sebagai tempat pemisahan antara
flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil
sedimentasi selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian
dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. Sedimentasi PDAM
Karang Pilang I ini terbuat dari beton berbentuk segi empat yang terdapat tube settler
yang dipasang miring 60 setebal 2 mm diatas permukaan air bak. Tube settler
tersusun atas paket-paket filter yang terbuat dari plastik dimana masing-masing media
plastik dengan ketebalan 0,7 cm dan dimensi 20 x 40 cm. Tube settler dipasang untuk
menyaring effluent yang sudah mengalami pengendapan di sedimentasi terlebih
dahulu. Sehingga sebelum effluent tersebut menuju outlet, air dapat menjadi lebih
jernih. sedimentasi dibagi menjadi 5 sekat diman setiap sekat dibatasi oleh V notch
dan saluranoutlet yang berfungsi untuk meratakan beban air yang ada pada bak. Pada
Sedimentasi juga ditambahkan koagulan lain yaitu Polyelectrolite sesuai dengan
kebutuhan dan kualitas air baku.
6. Filter
Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses
penyaringan flok flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak bertahan (lolos) dari
clearator. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di Instalasi PDAM Karang Pilang
I menggunakan system penyaringan permukaan (surface filter). Media filter tersebut
berjumlah 12 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis
saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika, koral an antrasit. Filter ini
berfungsi untuk menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter. Dimensi tiap
filter yaitu 10 m x 7,15 m x 2 m serta tebal media filter40 cm, dengan susunan lapisan
sebagi berikut :
1. Pasir silika dengan ketebalan 20 cm
2. Antrasit dengan ketebalan 10 cm3.
Kerikil sedang dengan ketebalan 20cm. Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter
akan tersumbat oleh flok yang masih tersisadari proses. Pertambahan ketinggian
permukaan air diatas media filter sebanding denganberlangsungnya penyumbatan
(clogging) media filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses backwash, yaitu
pencucian media filter dengan menggunakan sistem aliran balik dengan menggunakan
air yang di supply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan
kembali fungsi filter. Proses backwash dilakukan 1 jam sekali secarabergantian
tergantung pada lancar tidaknya penyaringan.
7. Desinfeksi
Desinfeksi berfungsi untuk mematikan organisme patogen. Mikroorganisme
dihilangkan dalam berbagai tingkatan selama proses pengendapan, penambahan bahan
kimia dan filtrasi akan tetapi agar air aman dikonsumsi oleh manusia maka air yang
telah melalui beberapa pengolahan tersebut haruslah didesinfeksi terlebih dahulu. Gas
klor dan senyawa klor relatif murah dan umumnya digunakan sebagai desinfektan.
Selain itu, klor mempunyai kemampuan membunuh kuman juga mematikan atau

Vivin Sintia Indriani 3312100017 8


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

merusak penghasil rasa dan bau , algae serta membantu meremoval besi, mangan dan
H2S. Desinfeksi dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu:
a. Physical
Desinfeksi secara fisik adalah dengan memanaskan air atau dengan sinar UV.
Airmendidih dapat membunuh organisme penyakit dalam waktu 15 20 menit,
meskipununtuk amannya air harus dipanaskan dalam waktu lebih lama. Sinar
matahari merupakandesinfektan alamiah karena sinar matahari mengandung
sinar UV (ultraviolet) yang mampu bertindak sebagai desinfektan.
b. Chemical
Desinfeksi chemical adalah desinfeksi dengan menambahkan zat-zat kimia
untuk mematikan mikroorganisme dalam air. Klor, brom dan iodida merupakan
kelompok hidrogen yang efektif untuk desinfektan. Agen pengoksidasi pottasium
permanganat,klorin dioksida dan ozon juga dapat digunakan sebagai
desinfektan.Pada proses desinfeksi menggunakan klor, klor bekerja dalam
bentuk hypoklorit atau klorbebas. Desinfeksi dengan klor atau yang biasa
dikenal sebagai klorinasi dapat dilakukan dengan dua cara. (1) PreklorinasiKlor
ditambahkan langsung pada air sebelum diolah. Bakteri terbunuh selama
preklorinasi akan memperkecil kemungkinan digunakannya filter bed.
Preklorinasi memperbaiki koagulasi dan mereduksi rasa dan bau karena oksidasi
bahan organik. (2) Post klorinasi Klor ditambahkan pada air yang telah diolah.
Dosis klor tegantung air baku dan lama kontak yang diperlukan. Pada Instalasi
PDAM Karang Pilang I, desinfeksi dilakukan secara kimia dengan
menambahkan gas klor (klorinasi dan ditambahkan ketika air akan masuk ke
sistem distribusi. Tersedia 4 tabung gas klorida yang masing-masing berisi 1 ton
larutan dan setiap 1 tabung dapat digunakan selama 4 hari berturut-turut. Gas
klorida yang diinjeksikan dibuat dengan konsentrasi 1 ppm.10.
8. Reservoar
Reservoir merupakan bangunan beton yang berfungsi untuk menampung air
minum (air olahan) setelah melewati media filter. IPAM Karang Pilang I memiliki 2
buah reservoir (R1 dan R2) untuk menjaga ketersediaan air yang merata. Reservoir
berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga
berfungsi tempat penyaluran air kepelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir
diinjeksikan klorin cair disebut postchlorination yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme patogen. Terdapat tendon kapsul yang berfungsi untuk mencegah air
yang balik saat produksi melebihi kapasitas.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 9


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Pengolahan Air Minum


Proses pengolahan air minum yang dilakukan tergantung dari kualitas air baku. Air baku
air minum biasanya diambil dari air permukaan (sungai, danau, kali dsb.) dan air tanah.
Menurut PP No. 20 / 1990, air adalah semua air yang berasal dari sumber air dan terdapat di
atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah
permukaan tanah dan air laut.
Berdasarkan PP No. 20 / 1990, baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi atau komponen lain yang dan atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang adanya di dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Misal
air untuk mandi, air minum, air untuk cuci, dsb. Dan untuk penggolongan air baku antara lain
yaitu :
Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum secaralangsung
tanpamelalui pengolahan terlebih dahulu
Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum
GolonganC : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan danpeternakan
GolonganD : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat
digunakan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga
air dsb.
Tujuan dari sistem pengolahan air minum yaitu untuk mengolah sumber air baku menjadi air
minum yang sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Tingkat pengolahan
air minum ini tergantung karakteristik sumber air baku yang digunakan. Sumber air baku
berasal daria air permukaan dan air tanah. Air permukaan cenderung memiliki tingkat
kekeruhan yang cukup tinggi dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh mikroba yang lebih
besar. Untuk pengolahan sumber air baku yang berasal dari air permukaan ini, unit filtrasi
hampir selalu diperlukan. Sedangkan air tanah memiliki kecenderungan untuk tidak
terkontaminasi dan adanya padatan tersuspensi yang lebih sedikit. Akan tetapi, gas terlarut
yang ada pada air tanah ini harus dihilangkan, demikian juga kesadahannya (ion-ion kalsium
dan magnesium).

3.2 Sumber Air Baku


Penyediaan air minum untuk masyarakat dilakukan dengan tujuan agar kebutuhan
masyarakat akan air minum dapat tersedia dengan baik sehingga didapatkan air yang cukup
banyak, berkualitas (memenuhi standar baku air minum), dapat diperoleh secara kontinyu,
mudah dan dengan biaya yang memadai bagi setiap pemakainya. Dalam menyediakan
kebutuhan air minum, yang perlu kita ketahui adalah sumber-sumber air minum, banyaknya
keperluan air minum, pengolahan air minum dan distribusi air minum. Beberapa sumber air
yang dapat dimanfaatkan untuk air minum adalah sebagai berikut:
1. Mata Air
Air yang keluar dari mata air umumnya jernih dan memenuhi syarat-syarat air minum.
Oleh karena itu, bila debitnya mencukupi dan mendapat izin dari yang berwajib maka mata air
sangat baik untuk dieksploitasi. Sebelum dialirkan mata air tersebut harusdikaptir atau
dibungkus agar tidak ada pengotoran dari luar dan gangguan-gangguan lainnya.
2. Air Permukaan
Merupakan air yang terdapat dalam sungai, parit, saluran irigasi, danau. Air permukaan
ini dalam hal kekeruhan berubah-ubah, apalagi di musim hujan sangat keruh. Selain

Vivin Sintia Indriani 3312100017 10


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

kekeruhan, susunan kimianya juga berubah. Saat ini, sudah banyak yang memanfaatkan air
sungai untuk diolah menjadi air minum.
3. Air Tanah Dangkal
Pemanfaatan air tanah (<15 m) untuk memenuhi keperluan rumah tangga akan air
minum, sudah banyak dilakukan. Di daerah dataran, umumnya didapatcukup air tanah
dangkal dan bila tidak ada sumber air minum lainnya menjadi sumber utama. Sebagian besar
mengeksploitirnya dengan jalan membuat sumur.
4. Sumur Artesis
Tidak setiap tempat tanahnya mengandung lapisan sumur artesis. Kedalaman lapisan air
artesis pada setiap tempat berbeda-beda dan tidak dapat ditentukan dengan tepat, kecuali bila
dilakukan pengeboran percobaan.

3.3 Pemilihan Sumber Air Baku


Menurut Kawamura (1991), dalam pemilihan sumber air baku, harus diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Kualitas air baku
2. Kuantitas air baku
3. Kondisi iklim di daerah sumber air baku
4. Lokasi sumber air baku harus tetap, tidak mengalami kemungkinan pindah atau tertutup
5. Konstruksi intake yang memenuhi syarat dan kesulitan yang kecil
6. Kemungkinan perluasan intake dimasa yang akan datang
7. Elevasi muka air yang cukup
8. Kemungkinan timbulnya pencemar dimasa yang akan datang
9. Fasilitas, biaya operasi dan biaya perawatan yang relatif murah
Pendekatan yang paling efektif untuk menentukan apakah suatu sumber air memenuhi
persyaratan sebagai sumber air baku air minum adalah memilih sumber dengan kualitas yang
baik (Sanks, 1982).
3.4 Syarat Air Baku
Secara jelas, persyaratan yang harus dipenuhi oleh air baku untuk air minum adalah
sebagai berikut:
1. Syarat kualitas
Air minum harus memenuhi syarat-syarat kualitas yang telah ditetapkan yaitu:
a. Syarat fisik : suhu, rasa, bau, warna, kekeruhan, dan zat padat terlarut
b. Syarat kimia : pH, zat organik dan anorganik serta kadar mineral yang seimbang
c. Syarat biologis : bebas dari bakteri patogen dan mikroorganisme pengganggu lainnya
2. Syarat kontinuitas
Keberadaan dan ketersediaan air minum harus terjamin setiap saat
3. Syarat kuantitas
Air minum yang diproduksi oleh instalasi air minum harus mampu memenuhi jumlah
permintaan dan kebutuhan

3.5 Bangunan Instalasi Pengolahan Air Minum

3.5.1 Bangunan Intake


Bangunan intake berfungsi sebagai penyadap atau penangkap air baku yang berasal
dari sumbernya, dalam hal ini sungai. Menurut Arifiani dan Hadiwidodo (2007), beberapa
lokasi intake pada sumber air yaitu intake sungai, intake danau dan waduk, dan intake air

Vivin Sintia Indriani 3312100017 11


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

tanah. Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore intake,intake crib, intake pipe atau
conduit,infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur dalam.

3.5.1.1 Jenis-jenis intake


Menurut Razif (1986), bangunan intake memiliki tipe yang bermacam-macam,
diantaranya adalah:
A. Direct Intake
Direct intake digunakan untuk sumber air yang dalam seperti sungai atau danau dengan
kedalaman yang cukup tinggi. Intake jenis ini memungkinkan terjadinya erosi pada dinding
dan pengendapan pada bagian dasarnya. Bentuk direct intake dapat dilihat pada Gambar 3.1
di bawah ini.

Gambar 3.1 Direct Intake

B. Indirect Intake
1. River Intake
River intake menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake ini
lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka air pada musim
hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi. Bentuk river intake dapat dilihat pada
Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 River Intake

2. Canal Intake
Canal intake digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber sebagian
terbuka ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan selanjutnya. Bentuk canal
intake dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 12


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Gambar 3.3 Kanal Intake


3. Reservoir Intake
Reservoir intake digunakan untuk air yang berasal dari dam dengan menggunakan
menara intake. Menara intake dengan dam dibuat terpisah dan diletakkan di bagian hulu.
Untuk mengatasi fluktuasi level muka air, maka inlet dengan beberapa level diletakkan pada
menara.
4. Spring Intake
Spring intake digunakan untuk air baku dari mata air/air tanah. Dalam pengumpulan air
dari mata air diusahakan agar kondisi tanah asli tidak terganggu. Air permukaan dekat mata
air sebaiknya tidak meresap ke tanah dan bercampur dengan air dari mata air. Bentuk spring
intake dapat dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini.

Gambar 3.4 Spring Intake


5. Gate Intake
Gate intake berfungsi sebagai screen dan merupakan pintu air pada prasedimentasi. Pada
umumnya intake mempunyai bagian-bagian sebagai berikut :
Bell Mouth Strainer atau Cylindrical strainer.
Strainer struktur yang dibuat untuk melindunginya.
Pipa gravitasi air baku
Gate valve
Suction well
Foot valve

Vivin Sintia Indriani 3312100017 13


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Pipa suction untuk pompa

3.5.1.2 Komponen Intake


Beberapa hal dibawah ini merupakan komponen dari suatu intake, yaitu :
a. Bangunan sadap, yang berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju sumur
pengumpul.
b. Sumur pengumpul (Sump well)
Waktu detensi pada sumur pengumpul setidaknya 20 menit atau luas area yang cukup
untuk pembersihan. Dasar sumur minimal 1 m dibawah dasar sungai atau tergantung
pada kondisi geologis wilayah perencanaan. Konstruksi sumur disesuaikan dengan
kondisi sungai dan setidaknya terbuat dari beton dengan ketebalan minimal 20 cm atau
lebih tebal.
c. Screen
Screen terdapat pada inlet sumur pengumpul, berfungsi untuk menyaring padatan atau
bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku. Bar screen berfungsi sebagai penahan
dan penyaring benda-benda keras dan besar seperti ranting kayu, potongan kayu, dan
sampah serta mencegah rusaknya saringan berikutnya. Bentuk bar screen bermacam-
macam seperti batang paralel, tongkat, kawat kawat mesh, perforated plate dan kisi.
Secara berkala bar screen memerlukan pembersihan karena benda-benda kasar
menyebabkan peningkatan kehilangan tekan. Proses pembersihan dapat dilakukan
secara manual atau otomatis tergantung beban yang ada. Bila beban sedikit maka
pembersihan dapat dilakukan secara manual dan sebaliknya. Bentuk bar screen yaitu
bar screen perforated buffle (Gambar 3.5 (a)) dan Batang paralel (Gambar 3.5(b))

(a) (b)
Gambar 3.5 Bar Screen (a)Perforated Buffle; (b) Batang Paralel

3.5.1.3 Pompa Intake


Faktor-faktor yang perlu diketahui dalam pemilihan pompa intake, adalah (Razif, 1986):
Fluktuasi level air, berguna dalam pemilihan jenis pompa, jumlah pompa, penempatan
pompa.
Kandungan padatan air sungai, berguna untuk menentukan tindakan preventif dalam
mencegah tersumbatnya pompa, terutama pada musim hujan.
Besarya arus air, berguna untuk menentukan penempatan pompa pada lokasi dan
ketinggian yang sesuai.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 14


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Kondisi fisik sungai, berguna untuk penempatan rumah pompa dan pompa agar tidak
terpengaruh gangguan. Contoh : Tidak dibenarkannya penempatan rumah pompa pada
daerah belokan sungai.

Bagian-bagian dari pompa intake antara lain adalah sebagai berikut:


1. Strainer
Strainer untuk menyaring benda-benda yang terkandung dalam air baku, bila perlu
direncanakan strainer pada ujung pipa suction pompa intake. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada strainer yaitu:
a. Kecepatan melalui lubang strainer = 0,150,3 m/detik, dan dianjurkan untuk berada
pada batas rendah untuk mencegah masuknya padatan dari dasar badan air.
b. Bukaan pada lubang strainer antara 612 mm.
c. Luas area strainer adalah 2 kali dari luas total lubang.
Berikut ini dapat dilihat faktor-faktor perencanaan dari strainer:
Diameter strainer (D)
D = 1,5 2 x Dsuction (3.1)
Jarak strainer dari dasar intake (s)
s = Dstrainer (3.2)
Jarak ujung strainer ke permukaan air (S)
S = 1,5 x Dstrainer (3.3)
Jarak strainer ke dinding intake (x)
x = Dstrainer (3.4)
2. Pipa Suction dan Discharge
Kecepatan pada pipa suction antara 1 1,5 m/detik.
3. Valve
Valve harus dipasang pada perpipaan pompa agar mudah dalam pengontrolan aliran,
penggantian, perbaikan, dan perawatannya. (Prosser, 1980)
Adapun alternatif pemilihan jenis pompa intake adalah:
1. Pompa Sentrifugal (tidak terendam air)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. NPSH yang tersedia pada sistem. Hal ini berhubungan dengan level air. Pada saat level
air maksimum, maka NPSH sistem yang tersedia cukup besar daripada saat level air
minimum. Hal ini mempengaruhi penempatan pompa karena static suction head
sistem harus lebih kecil dari static head maksimum hasil perhitungan NPSH.
b. Static suction head yang berubah-ubah akibat adanya perubahan permukaan air sungai
akan mempengaruhi karakteristik sistem yang ada. Hal ini mempengaruhi kapasitas
yang dialirkan.
c. Rumah pompa yang kedap air diperlukan terutama untuk daerah yang rawan banjir,
karena motor akan terbakar jika terendam air.
2. Pompa Submersible
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. NPSH tidak terlalu menjadi masalah, karena pompa dan motor terendam air.
b. Pompa submersible harus terendam air hingga ketinggian tertentu dari level air sungai
minimum. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pusaran air pada permukaan

Vivin Sintia Indriani 3312100017 15


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

air sungai jika ketinggiannya melebihi batas yang diisyaratkan. Jika pompa tidak
terendam air, maka pompa bisa terbakar.
c. Level air yang berubah-ubah menyebabkan perubahan pada karakteristik pompa.
d. Harga pompa submersible lebih mahal daripada pompa sentrifugal biasa.
3. Pompa Non Clogging
Pompa non clogging digunakan jika kandungan padatan tersuspensi air sungai sangat
tinggi dan harus diperhatikan bahwa harga pompa jenis ini mahal.

3.5.2 Bangunan Aerasi


Aerasi merupakan salah satu proses dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada
transfer oksign dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air adalah
melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan
melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air.
Aerasi dipergunakan pula untuk menghilangkan kandungan gasgas terlarut, oksidasi
kandungan besi dan mangan dalam air, mereduksi kandungan ammonia dalam air melalui
proses nitrifikasi dan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut agar air terasa lebih
segar. Beberapa fungsi aerator menurut farabode diantaranya sebagai berikut.
a. Menghilangkan rasa dan bau seperti sulfida hidrogen dan karbon dioksida .
b. Mengurangi korosi logam , retak beton dan semen karena adanya karbon dioksida .
c. Mengurangi klorin .
d. Penambahan oksigen ke air tanah untuk oksidasi mangan dan besi , seperti air tanah
biasanya tanpa oksigen terlarut .
e. Meremoval karbon dioksida untuk meningkatkan pH air dan untuk mengurangi jumlah
kapur yang diperlukan untuk pelunakan, sehingga mengurangi biaya pelunakan air .
f. Meremoval senyawa organik volatil yang merupakan senyawa penyebab kanker
3.5.2.1 Jenis-Jenis Bangunan Aerasi

Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat
dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu:
(1) Gravitasi / jatuhan
(2) Semprotan
(3) Diffuser
(4) Mekanik

Perbandingan untuk pelaksanaan berbagai macam bentuk aerasi disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain dan Karakteristik Operasi Aerator


Aerator Penyisihan Spesifikasi
Aerator gravitasi 20 45 % CO2 Tinggi : 1 3 m
Cascade Luas : 85 105 m3/m2.det
Kecepatan aliran : 0,3 m/det
Packing Tower >95 % VOC Diameter kolom maksimum : 3
>90% CO2 m
Beben Hidrolik : 2000
m3/m2.hari

Tray >90% CO2 Kecepatan: 0,8 1,5

Vivin Sintia Indriani 3312100017 16


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Aerator Penyisihan Spesifikasi


m3/m2.menit
Kebutuhan udara : 7,5
m3/m2.air
Jarak rak (tray) : 30 -75 cm
Luas : 50 160 m3/m2.det
Soray Aerator 70 -90 % CO2 Tinggi : 12,9 9 m
25 40 H2S Diameter nozzle : 2,5 4 cm
Jarak Nozzle : 0.6 3,6 m
Debit nozzle : 5 10 l/det
Luas bak : 105 320 m3/m2.det
Tekanan semprotan : 70 kPa
Aerator Terdifusi 80 % VOCs Waktu detensi : 10 30 menit
Udara : 0,7 1,1 m3/m2.air
Tangki
-Kedalaman : 2,7 -4,5 m
-Lebar : 3-9 m
-lebar/kedalaman <2
Volume maksimum : 150 m3
Diameter lubang Diffuser : 2-5
mm
Aerator mekanik 50 80 % CO2 Waktu detensi : 10 -30 menit
Kedalaman tangki : 2-4 m
Sumber : Qasim, 2000
3.5.2.2 Aerator Gravitasi
Aerator gravitasi digunakan untuk menyisihkan gas-gas terlarut yang tidak diinginkan
seperti hidrogen sulfide maupun zat-zat terlarut seperti besi dan mangan. Di dalam aerator
gravitasi, gravitasi dihasilkan dari percikan-percikan dan jatuhan air. Prinsip dari aerator air
adalah memanfaatkan energy potensial air untuk menciptakan interfase agar terjadi transfer
gas. Sedangkan elemen yang sangat mengendalikan adalah tekanan (head) yang tersedia
sehingga dapat terjadi aerasi (Fair,dkk,1968). Aerator gravitasi ini terdiri atas aerator
cascade, inclined planes (weir aeration), packed column arator (packed tower), multiple
tray aerator. Aerator gravitasi memiliki kelemahan karena tiak mampu digunakan apabila
konsentrasi kontaminan dalam air baku sangat besar karena oksigen yang dibutuhkan akan
lebih besar dibandingkan kemampuan transfer oksigen. Sehingga apabila konsentrasi
kontaminan besar akan lebih baik jika digunakanaerator udara terdifusi atau aerator
mekanik.
1) Cascade Aerator
Aerator cascade adalah metode yang paling murah untuk meningkatkan konsentrasi
oksigen terlarut dalam air. Aerator cascade sebagaimana terdiri atas tangga-tangga
dimana air dialirkan pada tangga-tangga tersebut dalam bentuk lapisan yang tipis.
Biasanya dengan kedalaman 15 30 cm untuk masing-masing anak tangga (Metclaf dan
Eddy,1991). Prinsip utama dari cascade aerator adalah menyebarkan air sebanyak
banyaknya dan mengalirkannya melalui anak-anak tangga yang dapat menghasilkan
turbulensi dan menciptakan interface yang seluas luasnya sehingga terjadi kontak antara
air dengan udara yang semaksimal mungkin. Prinsip aerator cascade dianalisa dari
Vivin Sintia Indriani 3312100017 17
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

prinsip dasar aerasi


secara mekanis. Aerator
cascade sebagaimana
dapat dilihat pada
Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Cassade Aerator

Pada masing-masing anak tangga, air jatuh dengan bebas disebabkan oleh gaya gravitasi.
Kecepatan vertikal awal adalah nol (vo = 0). Waktu untuk jatuh (to) pada suatu anak
tangga dapat di hitung dari ketinggian anak tangga (h).
v = - gt (3.5)
1 2
h =
2 h
(3.6)
th =

Dimana :
2h
g

h = ketinggian anak tangga , m


t h = waktu jatuhan air untuk satu anak tangga, det
g= percepatan gravitasi, m/det2

Konsentrasi DO effluent pada tiap step diturunkan dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
C1 = C0 (1- Kn) + Kn. Cs (3.7)
C2 = C1 (1- Kn) + Kn. Cs (3.8)
Untuk step ke n, dapat di ketahui konsentrasi DOnya pada persamaan 3.9. (popel, 1974)
K 2
Cn = Cs - (Cs - C0) (1- )
n
(3.9)
Dimana :
C0 = konsentrasi DO awal (mg/L)
Cs = konsentrasi DO jenuh (mg/L)
Vivin Sintia Indriani 3312100017 18
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Cn = konsentrasi DO pada step ke-n (mg/L)


K = efisiensi total
K
Kn = = efisiensi tiap step
n

2) Multiple Tray Aerator


Multiple tray aerator adalah salah satu jenis aerator gravitasi yang sering digunakan
dalam pengolahan air minum untuk transfer gas. Multiple tray aerator disebut juga
sebagai tower cascade. Aerator jenis ini terdiri atas beberapa atas beberapa seri tray/ rak
(biasanya antara tiga samapai sembilan) yang dilengkapi dengan pelat berlubang yang
saling berhubungan
alatnya sehingga mampu
mendistribusikan air dari bagian atas
ke bagian bawah. Air yang telah
diolah dikumpulkan di
bagian bawah. Multiple tray
aerator biasanya berbentuk bangunan
dengan atap dan dilengkapi dengan
ventilasi untuk mencapai efisiensi
proses dan pada jenis-jenis tertentu
dilengkapi dengan blower dengan
bentuk bangunan yang tertutup (popel,1974).
Penumpukan oksigen dapat mempercepat proses oksidasi dalam air. Jarak antara masing-
masing rak biasanya adalah 30 hingga 75 cm dan debit air yang dialirkan antara 50 -75
m3/ hari (ASCE dan AWWA,1990). Sedangkan menurut popel 1974, jarak antar rak
bervariasi antara 30 hingga 45 cm. Bentuk Multiple tray aerator dapat dilihat pada
gambar 3.7 berikut.

Gambar 3.7 Multiple tray aerator

3.5.2.3 Aerator Udara Terdifusi


Aerator udara terdifusi melakukan transfer oksigen dari udara bertekanan yang diinjeksikan
ke dalam air. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui difuser berpori berbentuk
plat atau tabung. Udara yang keluar dari difuser biasa berbentuk gelembung udara yang akan
Vivin Sintia Indriani 3312100017 19
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

menyebabkan peningkatan turbulensi air. Gelembung yang dihasilkan oleh difuser


diklasifikasikan menjadi fine dan coarse bubble. Efisiensi yang dapat dicapai dengan fine
bubble aerator adalah 8 - 12%, sementara untuk coarse bubble aerator adalah 4 - 8%. Periode
suplai udara 0,1 1 m3/menit per m3 volume tangki.
Penyisihan rasa dan bau. Aerasi mempunyai keterbatasan dalam hal penyisihan rasa
dan bau. Sebagian besar rasa dan bau disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air,
sehingga aerasi kurang efisien dalam menyisihkan rasa dan bau ini dibandingkan dengan
metoda pengolahan lain, misalnya oksidasi kimiawi atau adsorpsi. Penyisihan besi dan
mangan. Penyisihan besi dan mangan dapat dilakukan dengan proses oksidasi. Aplikasi aerasi
dalam proses ini dapat memberikan cukup banyak oksigen untuk berlangsungnya reaksi.
Proses ini biasanya digunakan pada air tanah yang kebanyakan mempunyai kandungan
oksigen terlarut yang rendah. Oleh karena itu, aerasi dalam aplikasi ini akan menghasilkan
endapan dan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Mangan sering kali tidak dapat
teroksidasi pada pH normal. Peningkatan pH sampai 8,5 dapat memperbesar oksidasi mangan,
khususnya jika digunakan menara aerator.
Penyisihan senyawa organik volatile. Senyawa organik yang bersifat mudah menguap
(volatile) dapat disisihkan dengan cara aerasi. Penyisihan karbondioksida. Karbondioksida
dapat cepat dihilangkan dengan cara aerasi. Karbondioksida mempunyai kelarutan yang
rendah dalam air, sehingga aerasi sangat efisien dalam penyisihannya. Proses ini biasanya
diterapkan pada pelunakan air tanah yang umumnya mempunyai kandungan karbondioksida
yang tinggi. Tingginya konsentrasi karbondioksida dalam air dapat meningkatkan pemakaian
bahan kimia untuk keperluan pelunakan. Menurut Faborode(2010). Tiga pengukuran dasar
untuk penentuan aerasi yaitu
Dissolved oxygen
pH and
Temperature
Penyisihan hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida adalah senyawa utama penyebab rasa
dan bau yang dapat diolah cukup efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah
terjadi oksidasi hidrogen sulfida menghasilkan air dan belerang bebas. Berikut perbedaan
antar tipe bangunan aerasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah
(1) suhu, (2) kejenuhan oksigen, (3) karakteristik air, dan (4) derajat turbulensi(Masduqi dan
Assomadi,2012)
1. Pengaruh Suhu
Koefisien penyerapan oksigen kLa meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena
suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan
kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu,
sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu.
Pengaruh suhu pada berbagai faktor tersebut dirangkum dalam persamaan dengan
koefisien empiris (f) sebagai berikut:
( Kla )20=( Kla )T F (20T ) (3.11)
Nilai f untuk aerasi permukaan umumnya memiliki rentang nilai 1,012 1,047.
2. Kejenuhan Oksigen
Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas air, suhu, dan
tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air. Eckenfelder dan OConnor dalam
Benefield dan Randal (1982) menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan
dari persamaan:
4752.65 S
(Cs)760= (3.12)
33.5+T
Dimana : (Cs) 760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mmHg (mg/L)

Vivin Sintia Indriani 3312100017 20


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

S = konsentrasi padatan terlarut dalam air (gram/L)


T = suhu (C)
Nilai konsentrasi jenuh oksigen pada persamaan (3.15) dapat dikoreksi untuk tekanan
udara barometrik dengan pernyataan:
P p
Cs=(Cs)760 (3.13)
760 p
P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap
air pada suhu air yang diaerasi. Tekanan jenuh uap air pada berbagai suhu disampaikan
pada tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Tekanan Uap Air yang berkontak dengan udara
suhu C Tekanan uap (mmHg)
0 4.5
5 6.5
10 9.2
15 12.8
20 17.5
25 23.8
30 31.8
Sumber : Benefield L. D dan Randall (1982)

Konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dan kandungan klorida = 0 mg/l yang
dipaparkan pada udara dengan kandungan oksigen 21 % tergantung pada suhu air. Kondisi
berlaku apabila enadapan dalam air dalam kondisi minimum. Pengaruh suhu terhadap
konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut pada
Tekanan 1 atm
suhu Air (C) Cs (mg/L)
0 14.62
2 13.84
4 13.13
6 12.48
8 11.87
10 11.33
12 10.83
14 10.37
16 9.95
18 9.54
20 9.17
22 8.83
24 8.53
26 8.22
28 7.92
30 7.63
Sumber : Benefield L. D dan Randall (1982)

3. Karakteristik Air
Dalam praktek ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang
Vivin Sintia Indriani 3312100017 21
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

mengandung materi tersuspensi, surfactant (detergen) dalam larutan dan perbedaan


temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs. Pengaruh faktor ini,
dikoreksi dengan menggunakan koefisien empirik () untuk pengaruh padatan
tersuspensi dan surfactant dan () untuk pengaruh perbedaan temperatur.
K La (air limbah)
= (3.14)
K La (air bersih)
C s (air limbah)
= (3.15)
C s (air bersih)

Nilai tipikal untuk surface aerator berkisar 0,8 1,2 dan nilai berkisar 0,9 1.
4. Derajat Turbulensi
Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai sebagai berikut:
a. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid film
b. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi
percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada
defisit oksigen (driving-force, C) tetap terjaga konstan.
Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai oksigen (KLa).

3.5.3 Bangunan Prasedimentasi


Prasedimentasi merupakan salah satu unit pada bangunan pengolahan air minum yang
umumnya digunakan sebagai pengolahan pendahuluan. Bentuk unit prasedimentasi yang umum
digunakan adalah rectangular dan circular serta terdiri dari empat zona, yaitu zona inlet, zona
pengendapan, outlet, dan zona lumpur. Keempat zona ini akan mempengaruhi proses pengendapan
yang terjadi di zona pengendapan. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana desain keempat zona
tersebut.
Secara umum, bak pengendap pertama terdiri dari 4 (empat) ruangan fungsional yaitu:
Zona Inlet
Tempat memperhalus aliran transisi dari aliran influen ke aliran steady uniform di zona
settling (aliran laminer).
Zona Pengendapan
Tempat berlangsungnya proses pengendapan/pemisahan partikel-partikel diskrit di dalam
air buangan.
Zona Lumpur
Tempat menampung material yang diendapkan bersama lumpur endapan.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 22


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Zona Outlet
Tempat memperhalus aliran transisi dari zona settling ke aliran efluen serta mengatur debit
efluen.
Berikut secara umum gambar bangunan prasedimentasi yang ditunjukkan seperti Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Bangunan Prasedimentasi

Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate,
vhorizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran diketahui
dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak dapat dipenuhi
keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan. Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa
acuan yang tepat untuk desain bak prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan
Froude, sedangkan acuan yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe

Vivin Sintia Indriani 3312100017 23


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

center feed adalah bilangan Reynolds. Menentukan panjang, lebar, dan kedalaman bak perlu mengacu
pada overflow rate dan kecepatan horizontal.
Kegunaan proses prasedimentasi adalah untuk melindungi peralatan mekanis bergerak
dan mencegah akumulasi grit pada jalur transmisi air baku dan proses pengolahan selanjutnya.
Pertimbangan dasar dalam mendesain bak prasedimentasi.
a. Lokasi perletakan bak prasedimentasi
Penempatan bak prasedimentasi pada lokasi intake akan memaksimalkan
kegunaan bak karena grit tersisihkan lebih awal dan menekan kemungkinan akumulasi
grit padasaluran/pipatransmisi air baku.
b. Jumlah bak yang dibutuhkan
Bak prasedimentasi dibangun dalam bentuk tunggal yang memiliki dua
kompartemen atau dua bakt erpisah, sehingga bila satu kompartemen dibersihkan,
kompartemen yang lain masih dapat beroperasi sehingga supplai air ke instalasi tidak
terganggu.
c. Bentuk bak prasedimentasi
Bentuk bak persegi panjang memiliki kinerja lebih baik dari bentuk bak
bujursangkar karena memiliki kemampuan untuk meredam trjadinya pusaran air yang
akan menurunkan efisiensi pengendapan. Perbandingan panjang dan lebar yang
dianjurkan adalah 4 : 1.
d. Ukuran grit yang disisihkan
Partikel yang disisihkan pada unit prasedimentasi berukuran 1,2 -1,5 mm.
Prasedimentasi akan mengurangi bebanpada proses koagulasi dan flokulasi dan kolams
edimentasi, sama hal nya mengurangi jumlah koagulan kimia yang dibutuhkan untuk
pengolahan air. Sebagai tambahan, prasedimentasi sangat berguna karena air baku
memasuki instalasi dari reservoir biasanya lebih seragam dalam kualitas dari pada air
yang masuk instalasi tanpa kolam penahan.

3.5.3.1 Settling zone


o Kecepatan mengendap partikel (vs)
2
g ( Ss1 ) d
vs=
18 (3.16)
dimana : g = percepatan gravitasi (m/det2)
Ss = berat jenis partikel ; d = diameter partikel (m)
v = viskositas kinematis (m2/det)
o Kecepatan aliran (vh)
P
vh=
td (3.17)
dimana : P = panjang (m);
td = waktu detensi (det)
o Kecepatan penggerusan/scouring (vsc)
1/2
8 k ( Ss1 ) gd
vsc= ( f ) (3.18)
dimana : vsc = kecepatan mengendap (m/det)
k = konstanta material scouring = 0,04
f = faktor Darcy Weisbach = 0,02

Vivin Sintia Indriani 3312100017 24


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

o Reynold number (Nre)


vhR
Nrealiran=
(3.19)
dimana : vh = kecepatan aliran (m/det)
R = perbandingan luas basah/keliling basah (m)
vsd
Nrepartikel=
(3.20)
dimana : vs = kecepatan mengendap partikel (m/det)
o Froude number (Nfr)
2
vh
Nfr=
gR (3.21)
dimana : vh = kecepatan aliran (m/det)
R = perbandingan luas basah/keliling basah (m)

3.5.3.2 Inlet zone


o Bila digunakan multi opening (berupa perforated baffle)
Q=CA 2ghf (3.22)
dimana : C = faktor koreksi
A = luasan total perforasi (m2)
hf = headloss melalui perforasi (m)
o Headloss melalui perforasi (hf)
2
( v 1v 2 )
hf =k
2g (3.23)
dimana : v1 = kecepatan aliran di settling zone (m/det)
v2 = kecepatan aliran di inlet (m/det)
hf = headloss melalaui perforasi (m)

3.5.3.3 Outlet zone


Apabila menggunakan saluran pelimpah :
o Tinggi air diatas saluran pelimpah (h)

Q= ( 32 )Cdb 2 gh 3 /2

(3.24)
3
dimana : Q = kapasitas tiap bak (m /det)
Cd = koefisien drag ; b = panjang weir keseluruhan (m)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
h = tinggi air diatas saluran pelimpah (m)
o Dimensi saluran pelimpah
3 /2
Q=1, 84BH (3.25)
dimana : B = lebar pelimpah / gutter (m)
H = kedalaman gutter (m)
Sludge zone
o Ruang lumpur berbentuk limas terpancung,
1
V = t( A 1 + A 2 + ( A 1 A 2 )1/2 )
3 (3.26)
Vivin Sintia Indriani 3312100017 25
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

dimana : V = volume ruang lumpur (m3); t = tinggi ruang lumpur (m)


A1 = luas atas (m2); A2 = luas bawah (m2).

3.5.4 Bangunan Pengaduk Cepat (Flash Mix)


Koagulasi adalah fase pengadukan cepatuntukmencampurkan koagulan. Bangunan
pengaduk cepat (flash mix) digunakan untuk proses koagulasi yang merupakan awal untuk
pengendapan partikel partikel koloid yang terdapat dalam air baku. Partikel koloid sangat
halus dan sulit untuk diendapkan tanpa proses pengolahan lain (plain sedimentation).
Pengadukan cepat juga sangat efektif dalam menghilangkan kandungan warna, rasa dan bau,
makromolekul organik, dan partikulat lainya yang terkandung dalam air baku.
Mikroorganisme dengan ukuran yang cenderung besar, termasuk alga, plankton dan amuba
juga bisa terhilangkan dengan dikuti oleh filtrasi. Penghilangan bakteri dan bakteri patogen
bisa mencapai 99% dan bisa ditingkatkan lagi, sedangkan untuk polivirus sebanyak 98%
(Sanks, 1979).
Reynold (1997) menyebutkan bahwa unit pembubuh koagulan ini berfungsi untuk
membuat larutan yang akan diinjeksikan ke saluran yang menuju ke unit pengaduk cepat.
Koagulan yang biasa digunakan dalam pengolahan air adalah aluminium sulfat
(AL2(SO4)3.18H2O) dan garam besi. Aluminium sulfat lebih sering digunakan karena lebih
murah dan lebih efektif jika dibandingkan dengan garam besi. Selain itu aluminium sulfat
tidak meninggalkan efek warna dalam air. Tipe dan dosis koagulan ditentukan melalui
percobaan jar test yang dilakukan di laboratorium. Beberapa hal pertimbangan dalam memilih
jenis koagulan yaitu.
1. temperatur air baku
2. jenis alat pengaduk
3. kapasitas alat pengaduk
4. pH air baku
5. karakteristik air baku
Katalis koagulan dapat ditambahkan apabila konsentrasi kekeruhan dan warna tinggi. Katalis
koagulan biasanya alkalinitas seperti kapur, abu soda (sodium karbonat), yang dapat
menghasilkan flok dengan baik. Selain itu penambahan kekeruhan juga diperlukan jika dalam
air baku konsentrasi kekeruhan kecil.
Kekeruhan yang kecil dapat menyebabkan dosis koagulan yang digunakan menjadi
banyak, karena banyaknya partikel koloid yang ada sehingga perlu banyak koagulan untuk
membentuk flok. Selain itu, proses koagulasi akan berjalan efektif dengan pH netral. pH dapat
disesuaikan dengan penambahan kapur untuk menaikkan nilai pH dan penambahan asam
sulfur untuk pengurangan nilai pH.
Menurut Masduqi dan Assomadi (2012), koagulasi adalah proses pengadukan cepat
dengan pembubuhan bahan kimia/koagulam yang berfungsi untuk mengurangi gaya tolak-
menolak antar partikel koloid kemudian bergabung membentuk flok-flok. Pengaduk cepat
digunakandalam proses koagulasi, karena:
untuk melarutkan koagulan dalam air
untuk mendistribusikan koagulan secara merata dalam air
untuk menghasilkan partikel-partikel halus sebagai inti koagulasi sebelum reaksi
koagulan selesai
Menurut Hadi (2000) peran G dalam pengaduk cepat tidak terlalu dominan, yang
penting adalah besarnya Gtd atau banyaknya tumbukan imajiner antara 10 4-105, dan tidak ada
zona stagnan. Pencampuran yang paling baik adalah pada titik turbulen maksimum. Sedapat
mungkin titik pencampuran tidak berada di dalam air agar terlihat sewaktu-waktu jika terjadi

Vivin Sintia Indriani 3312100017 26


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

penyumbatan pada pipa pembubuh koagulan, sehingga dapat dengan mudah


diperbaiki.Pemilihan proses koagulasi-flokulasi harus berdasarkan dengan kriteria berikut:
Tipe dari proses pengolahan, sebagai contoh konvensional, filtrasi langsung, softening,
pengkondisian lumpur.
Kualitas air baku, sebagai contoh kekeruhan, warna, dan suhu.
Karakteristik flokulasi dalam reaksi terhadap perubahan intensitas pencampuran dan
waktu pencampuran.
Berikut adalah kriteria yang harus digunakan ketika memilih tipe pengadukan:
Kondisi lokal
Headloss yang tersedia dalam perencanaan
Bentuk dan kedalaman bak
Modal dan biaya operasi dan perawatan
Menurut Reynolds, 1982 didapatkan rumus-rumus berikut.
P
Gradien kecepatan : G2 = . (3.27)
Daya pengadukan yang dibutuhkan
- Untuk single blade :
P = 5.74 x 10-4. Cd . . (1 K )3 n3 r3 A (3.28)
- Untuk multiple blade :
P = 1.44 x 10-4 CD. . (1 K )3 n3 b (r4 - r04 ) (3.29)
Cd = Koefisien Drag
Harga koefisien drag tergantung dari rasio anatara panjang dengan lebar blade. Harga
koefisien drag selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Harga Koefisien Drag


No Panjang : Lebar Cd
1 5 1,2
2 20 1,5
3 1,9
Keterangan :
P : Daya pompa (watt) ; n : jumlah putaran permenit (rpm);
: viskositas dinamis (Ns/m2); r : jari-jari blade/impeller (m);
v : volume (m3); A : luas blade/impeller (m2);
Cd: koefisien drag ; b : lebar blade/impeler (m);
: berat jenis air (kg/m3) ; td : waktu tinggal (jam)
G : gradien kecepatan (1/dt)
k : ratio kecepatan fluida terhadap kecepatan blade/impeller
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi adalah sebagai berikut .
1. Gradien kecepatan (G)
Merupakan perbedaan kecepatan antara dua titik atau volume terkecil fluida yang tegak
lurus perpindahan. Gradien kecepatan berhubungan dengan waktu pengadukan. Nilai G
yang terlalu besar dapat mengganggu titik akhir pembentukan flok.
1/2
P
Rumus :
G= ( )
C (3.30)
dimana : G = gradien kecepatan (det-1); P = power pengaduk;
= viskositas absolut; C = volume bak (m3)

Vivin Sintia Indriani 3312100017 27


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

1/2

Rumus lainnya :
G=
hf y
T [ ] (3.31)
dimana : y = densitas air
hf = kehilangan tekanan
T = waktu detensi (td)
2. Waktu kontak (td)
Waktu kontak adalah nilai kontak antara partikel kimia dengan air baku yang dipengaruhi
oleh volume bak dan debit air baku.
volume V
td= =
Rumus : debit Q (3.32)
Jumlah benturan partikel sebanding dengan nilai gradien kecepatan dan waktu detensi
(td).Putaran rotasi pengaduk (n)
P gc
Dt 5 Kt

3
n =
Rumus : (3.33)
dimana : n = putaran rotasi pengaduk (rps)
P = power pengaduk
gc = kecepatan gravitasi
Dt = diameter pengaduk
= densitas air
Kt = konstanta pengaduk untuk turbulensi
Bilangan Reynolds adalah bilangan untuk menentukan apakah aliran itu laminer, turbulen
atau transisi.
2
Dt n
N Re=
Rumus : (3.34)
dimana : Nre = bilangan Reynolds
n = putaran rotasi pengaduk (rps)
dt = diameter pengaduk
= densitas air

3.5.5 Bangunan Pengaduk Lambat


Bangunan pengaduk lambat merupakan tempat terjadinya flokulasi yaitu proses yang
bertujuan untuk menggabungkan flok flok kecil yang ttitik akhir pembentukannya terjadi di
flash mix agar ukurannya menjadi lebih besar sehingga cukup besar untuk dapat
mengendapkan secara gravitasi. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan
proses flokulasi secara tepat adalah sebagai berikut.
a. Kualitas Air Baku dan Karakteristik
Hal utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan unit flokulasi. Ada tujuh hal
penting dalam aspek kualitas air, yaitu kekeruhan, total bahan organik, pH, alkalinitas,
warna, jumlah alga, dan suhu. Karakteristik koagulasi-flokulasi dapat dievaluasi dengan
prosedur jartest.
b. Proses Pengolahan dan Tercapainya Tujuan Kualitas Air
Faktor penting kedua yang harus dipertimbangkan karena keduanya berpengaruh
terhadap flokulasi. Sebagai contoh, proses filtrasi langsung. Tangki flokulasi seharusnya
tidak menghasilkan flok berukuran besar yang mudah mengendap karena proses
sedimentasi tidak terlibat. Bahkan, bak flokulasi seharusnya menghasilkan flok yang

Vivin Sintia Indriani 3312100017 28


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

sesuai dengan tipe sehingga kedalaman filtrasi dapat dicapai dengan filter bed bertingkat
yang berlawanan. Tercapainya tujuan kualitas air juga mempengaruhi derajat flokulasi.
Jumlah zat yang berlebihan dalam air baku dapat diremoval secara efektif dengan
meningkatkan tahapan flokulasi dan sedimentasi dalam rangkaian proses, antara lain
warna sebagai pelopor THM, alga sebagai sumber rasa dan bau, serat asbes (terbatas),
dan logam/senyawa beracun tertentu.
c. Tersedianya Headloss Hidrolik dan Variasi Aliran Rencana
Faktor lainnya yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan proses flokulasi adalah
headloss yang diperbolehkan dalam proses flokulasi dan besarnya variasi aliran rencana.
Jika headloss yang diperbolehkan terbatas, metode flokulasi hidrolik dapat diabaikan.
Sehingga, perencana diharuskan menggunakan merode mekanik.Demikian pula dengan
laju aliran rencana, merupakan faktor yang penting pula. Jika fluktuasinya relatif minor
sepanjang tahun, yaitu 50% variasi dari laju aliran rata-rata harian, flokulasi hidrolik
dapat diaplikasikan dan akan berjalan efektif.
d. Kondisi Lokal
Kondisi lokal harus dianalisa ketika memilih tipe dari proses flokulasi yang sesuai. Lima
faktor utama yang harus dievaluasi antara lain topografi, kondisi iklim, ketersediaan
layanan, kemampuan petugas dalam pengoperasian, dan level dari teknologi lokal.
e. Biaya
Biaya selalu menjadi pertimbangan penting. Modal dan biaya operasi serta perawatan
harus diperhitungkan.
f. Hubungan Fasilitas Pengolahan yang Ada
Hal rencana pengembangan, hubungan antara proses flokulasi baru dengan proses yang
telah ada merupakan masalah nyata. Peraturan dasar adalah untuk membuat semua unit
flokulasi serupa, sehingga prosedur pelaksanaan, pengoperasian, dan perawatan dapat
dipertahankan.
g. Faktor Lainnya
Faktor lainnya seperti karakteristik hidrolik dari tangki flokulasi dan removal lumpur
harus tergabung selama fase perencanaan.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi, karena:
1. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk bergabung
membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.
2. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok flok kecil.
3. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.
Proses agitasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat alat mekanis, yaitu paddle, turbin atau
impeller yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara kerjanya sama
dengan alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat, hanya saja nilai gradien
kecepatnnya jauh lebih kecil.
2. Cara Hidrolis
Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2 jenis aliran
yaitu aliran horizontal dan vertikal.
Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.
Gravel bed flocculator
Vivin Sintia Indriani 3312100017 29
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai untuk
pengolahan air minum skala kecil.

Sistem Orifice
Menggunakan pipa pipa orifice yang dipasang pada dinding dinding beton dimana
pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang lubang orifice tersebut.
Pengadukan lambat ini dimana titik akhir flok flok yang telah terbentuk karena proses
koagulasi, diperbesar sehingga flok tersebut dapat bergabung dan akan diendapkan dalam bak
sedimentasi. Proses ini memanfaatkan ketidakstabilan dari partikel partikel koloid sehingga
flok flok tersebut dapat berikatan satu dengan yang lain. Dua mekanisme yang penting
dalam proses flokulasi ini adalah:
1. Perikinesis, diman apengumpulan dihasilkan dari pengadukan lambat dalam air dan
sangat signifikan untuk partikel lebih kecil dari 1 2 mm.
2. Orthokinesis, berhubungan dengan gradien kecepatan (G), dimana dengan G tertentu
diharapkan terjadi pengadukan yang membantu pengumpulan flok dan tidak
menyebabkan flok flok yang sudah terbentuk pecah.
Faktor faktor yang berpengaruh pada flokulator sama dengan yang berpengaruh pada
bangunan flash mix, diantaranya yaitu :
1. Waktu detensi
2. Gradien kecepatan (G)
1/2
P
Rumus :
G=
V ( ) (3.35)
Untuk baffle channel dan sistem orifice
gh
G2 =
td (3.36)
dimana : v = viskositas kinematis; t = waktu detensi
g = percepatan gravitasi; h = headloss
Untuk pengaduk mekanis dengan paddle
1/2
G= [
Cd Av 3
2 V ] (3.37)
dimana : Cd = koefisien drag (tergantung dari bentuk paddle dan arah aliran)
A = luas permukaan paddle; v = viskositas kinematis
v = kecepatan relatif paddle; 9V = Volume bak flokulasi

3. Headloss saluran (Hf)


( b )2
=k
Hf akibat belokan 2g (3.38)
dimana : k = konstanta empiris untuk belokan (1,5)
vb = kecepatan aliran (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)

4. Jumlah sekat/baffle (n) untuk around the end

Vivin Sintia Indriani 3312100017 30


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

2 1/3
n=
{[2t
( 1, 44+f . )][

HLG
Q ]} (3.39)
dimana : n = jumlah sekat
H = kedalaman air (m);
L = panjang bak (m)
G = gradien kecepatan (det-1);
Q = debit (m3/det)
t = waktu fluktuasi (det);
= viskositas dinamis (kg/m.det)
= densitas air (kg/m3);
f = koefisien friksi dari sekat
w = lebar bak (m)
Menurut Hadi (2000), bangunan pengaduk lambat merupakan tempat terjadinya flokulasi
yaitu proses yang bertujuan untuk menggabungkan flok flok kecil yang ttitik akhir
pembentukannya terjadi di flash mix agar ukurannya menjadi lebih besar sehingga cukup
besar untuk dapat mengendapkan secara gravitasi.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi, karena:
a. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk bergabung
membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.
b. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok flok kecil.
c. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.
Proses agitasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat alat mekanis, yaitu paddle, turbin atau impeller
yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara kerjanya sama dengan
alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat, hanya saja nilai gradien
kecepatnnya jauh lebih kecil.
2. Cara Hidrolis
a. Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2 jenis aliran
yaitu aliran horizontal dan vertikal.
b. Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.
c. Gravel bed flocculator
Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai untuk
pengolahan air minum skala kecil.
d. Sistem Orifice
Menggunakan pipa pipa orifice yang dipasang pada dinding dinding beton dimana
pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang lubang orifice tersebut.

3.5.6 Bangunan Sedimentasi (Clarifier)


Bangunan sedimentasi berfungsi mengendapkan partikel partikel flokulen yang
terbentuk pada proses koagulasi flokulasi pada bak pengaduk cepat dan lambat. Bentuk
bangunan sedimentasi ada yang rectangular dan circular tank, dimana pada tiap tangki
terdapat 4 zona, yaitu :
a. Zona Inlet

Vivin Sintia Indriani 3312100017 31


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi aliran dari aliran influen ke aliran steady
uniform di settling zona.
b. Zona Outlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi dari settling zona ke aliran effluen.
c. Zona Settling (pengendapan)
Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pengendapan partikel dari air.
d. Zona lumpur
Berfungsi sebagai tempat untuk menampung lumpur hasil dari proses pengendapan.
Jenis jenis bangunan sedimentasi yang biasanya terdapat di lapangan terdiri atas 4 jenis.
1. Konvensional
2. Menggunakan plate settler, plate settler digunakan untuk meningkatkan efisiensi
pengendapan karena plate memiliki kemiringan tertentu (45o 60o), sehingga lumpur tidak
menumpuk diplate tetapi meluncur ke bawah dan flok dapat lebih mudah dipisahkan.
Efisiensi pengendapan partikel flokulen dipengaruhi oleh overflow rate, waktu detensi, dan
kedalaman bak pengendap.
3. Tube settler, Mempunyai fungsi sama dengan plate settler, hanya saja modelnya yang
berbentuk tube. Ada yang dipasang secara horizontal maupun vertikal dengan kemiringan
tertentu terhadap garis horizontal.
4. Mekanis
Bangunan prasedimentasi secara mekanis ini menggunakan scrapper dalam
pembersihannya yang mempunyai fungsi ntuk mempercepat pengendapan flok-flok yang
telah terbentuk akibat adanya penambahan koagulan pada proses sebelumnya. Bangnan
sedimentasi secara mekanis ini biasanya digunakan untuk Instalasi Penjernihan Air Minum
yang besar.
Perencanaan desain sedimentasi biasanya terdapat beberapa aturan umum yang nantinya dapat
digunakan sebagai acuan untuk penentuan kapasitas bangunan. Berikut acuan desain
sedimentasi yang biasa diergunakan dalam perencanaan sedimentasi tercantum dalam Tabel
3.5. Namun, kriteria terbsebut hanya dapat digunakan dengan kualitas air tertentu, dan sangat
disarankan apabila telah dilakukan uji kualitas air yang akan diproduksi. Sehingga dapa pula
digunakan untuk melakukan evalusi desain dari bak sedimentasi.

Tabel 3.5 Kriteria Bak Sedimentasi


Unit Kriteria
Beban permukaan (m3/m2/jam) 0,8-2,5
kedalaman (m) 3-6
waktu retensi (jam) 1,5-3
Lebar/panjang >1/5
Beban pelimpah (m3/m/jam) <11
Bilangan Reynold <2000
Bilangan Froude >10-5
Kemiringan dasar bak (tanpa scraper) 45-60
Periode antar pengurasan lumpur 12-24
Kemiringan tube/plate 30/60
Sumber : Qasim,2000

3.5.7 Bangunan Filtrasi


Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku melalui media
pasir. Proses yang terjadi selama penyaringan adalah pengayakan (straining), flokulasi antar

Vivin Sintia Indriani 3312100017 32


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

butir, sedimentasi antar butir, dan proses biologis. Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi
dapat digolongkan menjadi saringan pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan
saringan pasir lambat (Martin,2001).
Bangunan filter berfungsi untuk menyaring flok flok halus yang masih terdapat
didalam air yang tidak terendapkan pada sedimentsi II dan juga menyaring bakteri atau
mikroorganisme lain yang ada dalam air.Rapid filtration adalah proses filtrasi yang dilakukan
setelah adanya proses koagulasi. Bentuk rapid filtration dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Flokulasi dan sedimentasi media yang bisa dipakai yaitu.
- Single media , contoh : pasir
- Dual media, contoh : pasir dan antrasit yang terpisah
- Mixed media, contoh : pasir dan antrasit yang tercampur
Secara umum, media yang sering dipakai adalah antrasit, pasir dan kerikil. Susunan media
yang baik untuk filtrasi adalah bagian atas kasar dan semakin kebawah semakin halus. Hal
tersebut dilakukan adalah untuk menghindari terjadinya penyumbatan (clogging) dilapisan
atas dan selain itu agar seluruh media dapat dimanfaatkan sebagai filter. Berikut gambar
penampang dari filter yang ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Rapid Filtration


Perencanaan desain filter biasanya terdapat beberapa aturan umum yang nantinya
dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan kapasitas bangunan. Berikut acuan desain
filter yang biasa digunakan dalam perencanaan filter tercantum dalam Tabel 3.6 Berdasarkan
SNI 19-6774-2008, kriteria perencanaan rapid sand filtration. Namun, kriteria terbsebut hanya
dapat digunakan dengan kualitas air tertentu, dan sangat disarankan apabila telah dilakukan
uji kualitas air yang akan diproduksi. Sehingga dapa pula digunakan untuk melakukan evalusi
desain dari bak filtrasi.

Tabel 3.6 Kriteria Perencanaan Filter Pasir Cepat


Unit Kriteria
Jumlah bak saringan N=12 Q^0,5
Kecepatan penyaringan (m/jam) 6-11
Pencucian

Vivin Sintia Indriani 3312100017 33


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Unit Kriteria
sistem pencucian tanpa/dengan blower & atau surface wash
Kecepatan (m/jam) 36-50
Lama pencucian (menit) 10-15
Periode antara dua penccucian (jam)18-24
ekspansi (%) 30-50
Media pasir
tebal (mm) 300-700
singel media 600-700
media ganda 300-600
ukuran efektif, ES (mm) 0,3-0,7
Koefisien keseragaman, UC 1,2-1,4
Berat jenis (Kg/dm3) 2,5-2,65
Porositas 0,4
Kadar SiO2 >95%
Media Antrasit
tebal (mm) 300-700
ES (mm) 1,2-1,8
UC 1,5
Berat jenis (Kg/dm3) 1,35
Porositas 0,5
Filter botom/dasar saringan
1) lapisan penyangga dari atas ke bawah
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 2-5
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 5-10
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 10-15
kedalaman (m) 80-150
ukuran butiran (mm) 15-30
2) Filter Nozel
Lebar slot nozel (mm) <0,5
Prosentase luas slot nozel terhadap luas
>4%
filter (%)

3.5.8 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:pemanasan, penyinaran antara
lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa,
senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi (Sutrisno, 2002). Desinfeksi berfungsi untuk
mematikan organisme patogen. Mikroorganisme dihilangkan dari dalam berbagai tingkatan
selama proses pengendapan, penambahan bahan kimia dan filtrasi akan tetapi agar air aman
dikonsumsi oleh manusia maka air yang telah melalui beberapa pengolahan tersebut haruslah
di desinfeksi terlebih dahulu. Gas klor dan senyawa klor relatif murah dan umumnya
digunakan sebagai desinfektan. Selain itu, klor mempunyai kemampuan membunuh kuman

Vivin Sintia Indriani 3312100017 34


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

juga mematikan atau merusak penghasil rasa dan bau , algae serta membantu meremoval besi,
mangan dan H2S.Desinfeksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Physical
Air mendidih dapat membunuh organisme penyakit dalam waktu 15 20 menit,
meskipun untuk amannya air harus dipanaskan dalam waktu lebih lama. Sinar matahari
merupakan desinfektan alamiah karena sinar matahari mengandung sinar UV (ultraviolet)
yang mampu bertindak sebagai desinfektan.

2. Chemical
Klor, brom dan iodida merupakan kelompok hidrogen yang efektif untuk desinfektan.
Agen pengoksidasi pottasium permanganat, klorin dioksida dan ozon juga dapat digunakan
sebagai desinfektan.Desinfeksi dengan klor atau yang biasa dikenal sebagai klorinasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu.
a. Preklorinasi
Klor ditambahkan langsung pada air sebelum diolah. Bakteri terbunuh selama
preklorinasi akan memperkecil kemungkinan digunakannya filter bed. Preklorinasi
memperbaiki koagulasi dan mereduksi rasa dan bau karena oksidasi bahan organik.
b. Post klorinasi
Klor ditambahkan pada air yang telah diolah. Dosis klor tegantung air baku dan lama
kontak yang diperlukan.
Schulz (1984) menyebutkan bahwa unit pembubuh klor ini berfungsi sebagai
tempat pembubuhan klor agar terjadi kontak antara air yang telah diolah dengan klor untuk
membunuh bakteri, sehingga terpenuhi syarat bakteriologis. Periode yang dibutuhkan
untuk reaksi antara desinfektan dan kandungan dalam air (waktu kontak) sangat penting
dalam merencanakan sistem desinfeksi. Waktu kontak minimum untuk klorinasi antara 10-
15 menit. Faktor faktor yang mempengaruhi klorinasi adalah sebagai berikut :
1. Suspended solid yang terkandung dalam air dapat digunakan sebagai pelindung
bagi bakteri dari klorin.
2. Desinfecting power menurun akibat kehadiran organic matter (senyawa organik).
3. Klorinasi berlangsung efektif pada air yang mempunyai pH dan alkalinitas rendah.
4. Keefektifan klorin menurun akibat kehadiran nitrit, besi, dan mangan.

3.5.9 Reservoir
Reservoir pada Instalasi Penjernihan Air Minum mempunyai fungsi untuk menampung
air hasil olahan IPAM sebelum didistribusikan ke konsumen. Bangunan ini selain digunakan
untuk keperluan konsumen juga digunakan untuk keperluan instalasi. Maksud dari keperluan
instalasi disini misalnya untuk proses backwash, pembersihan instalasi, pelarutan bahan kimia
dll.
Reservoir diperlukan dalam distribusi air minum karena konsumsi air yang
berfluktuasi pada konsumen. Pada saat pemakaian air di bawah konsumsi air rata-rata, maka
suplai air yang berlebih akan ditampung dalam reservoir yaitu untuk mengimbangi
pemakaian air yang besar dari pemakaian rata-rata (kebutuhan konsumen). Berdasarkan
keadaan topografinya, terdapat dua jenis reservoir, yaitu Ground Reservoir yang letaknya di
bawah permukaan tanah dan Elevated Reservoir yang letaknya di atas permukaan tanah.
Kapasitas dan volume Reservoir dapat ditentukan berdasarkan analisa fluktuasi pemakaian air
dan pengalirannya (supplay and demand analysis) yang terjadi dalam satu hari.
Untuk menganalisa bangunan air minum dan kualitas ir minum dibutuhkan babarapa
rumus dan reaksi kimianya. Berikut ini adalah rumus-rumus dan reaksi kimia yang terdapat
Vivin Sintia Indriani 3312100017 35
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

dalam pengolahan air minum (Tabel 3.7). Rumus-rumus berikut dapat dipergunakan untuk
mengihitung kapasitas dan evaluasi bangunan serta berdasrkan hasil reaksi dari unsur kima
dalam air.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 36


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Tabel 3.7 Rumus dan Reaksi Kimia dalam Pengolahan Air Minum
PROSES REAKSI KIMIA DAN RUMUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Removal H2S 1. Karakteristik volatil material yang
H2 + O2 H2O + S akan diremoval
Removal CO2 2. Temperatur
CO2 + CO2 CO3 3. Gas transfer resisten
Oksidasi Mn 4. Partial pressure gas
Mn + O2 MnO2 5. Turbulensi di fase gas dan liquid
Oksidasi Fe 6. Area : volume ratio
Fe2+ + O2 + 5 H2O Fe(OH)3 + 7. Time of exposure
4H+ Cek konsentrasi
Aerasi V = Cv (2gh)1/2
Q = Cd.A.(2gh)1/2
t = 2.Cv.Sin.(2h/g)1/2
dimana :
h : total head di nozzle
A : luas bukaan
Cv : koefisien dari velocity
Cd : koefisien dari discharge
: sudut antara vekor initial velocity
dan horisontal
t : waktu exposure
Al2(SO4)3.14,3H2O + Ca(HCO3)2 1. Konsentrasi koloidal kontaminan
Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14,3H2O + 6CO2 2. Tipe dan dosis koagulan

P 3. Karakteristik kimia dari air (pH,


temperatur, dan karakter ion)
G = .C
3 4. Kecepatan pengadukan
Cd . A .P .V
Penggunaan jenis koagulan
P= 2
P = Q..g.h = .
dimana :
Koagulasi G : gradien kecepatan (detik)
dan P : power
Flokulasi C : volume tank/reaktor
: viskositas dinamis (gr/cm.dt)
: viskositas kinematis (m2/dt)
: densitas cairan
Cd : koefisien drag
A : cross sectional of paddle
V : relatif velocity between paddle
H : headloss

Vivin Sintia Indriani 3312100017 37


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

PROSES REAKSI KIMIA DAN RUMUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Kecepatan aliran
Vv =
[ ]

1
. Np.Vp 2.
3.
Ukuran media
Porositas media
Cd .L .q2
4
4. Tekanan air selama operasi
H = 1,067 . .d. .g 5. Panjang bak
2
k ( 1 ) 6 2 6. pH, temperature
H = g
. .q. 3
.d ( )
.L

a. Backwash
L.A.(1- ) p = LE.A.(1- E) p
L(1 )

LE = [ 1(V B /V S )0,22 ]
dimana :
Vv : total volume rongga
: porositas media
Np : jumlah partikel
Vp : volume partikel media
Filtrasi H : kehilangan tekanan 1 media
H : kehilangan tekanan satu ukuran
media
Cd : koefisien drag
L : panjang limpahan
Q : debit (luas area)
: faktor kebulatan
d : diameter partikel
g : percepatan gravitasi
: viskositas kinematis
L : kedalaman media
LE : tinggi eksponen media
E : porositas saat terekspansi
A : luas permukaan bak
p : densitas partikel
VB : kecepatan upflow backwash
Vs : kecepatan mengendap

Vivin Sintia Indriani 3312100017 38


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

PROSES REAKSI KIMIA DAN RUMUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Gas klor 1. Jumlah konsentrasi klor yang
+ -
Cl2 + H2O H + Cl + HOCl dibubuhkan
a. Kaporit 2. pH
Ca(OCl)2 + 2H2O 2HOCl + 3. Waktu kontak
Ca(OH)2 HOCl H+ + Cl-
b. Removal NH3
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O
pH 7
Desinfeksi
NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O
(klorinasi)
4 pH 6
NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O
pH < 3
c. Kelebihan klor
2NH2Cl2 + HOCl N2 + 3HCl +
H2O

Headloss pada kisi 1. Besar/ukuran screen


4 /3
2. Kecepatan aliran melewati
HL =
.
[]
W
b
.hV .Sin
3.
screen
Letak (sudut kemiringan)
dimana :
Screening : faktor kisi
W : lebar saluran
b : jarak antar kisi
hV : tekanan kecepatan
: sudut kisi
Sumber : Water Supply and Sewerage, Ernest W Steel, dan Water and Wastewater
Engineering, Fair, GM Geyer

Vivin Sintia Indriani 3312100017 39


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

BAB IV
METODE PELAKSANAAN

4.1 Tempat Pelaksanaan


Kerja Praktik ini mengambil lokasi di Instalasi Pengolahan Air Minum Karang Pilang I
PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yang beralamatkan di :
Jl. Raya Mastrip 56 A
Surabaya Jawa Timur

4.2 Tema Kerja Praktik


Tema kerja praktik yang diambil di PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, Jawa Timur,
adalah Studi Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang Pilang IKota
Surabaya.

4.3 Metoda Kerja Praktik


Secara umum, metoda yang kami gunakan dalam melaksanakan kerja praktik ini dapat
dilihat dibawah ini :
Penjelasan :
1. Ide Studi
Ide studi pada proposal ini berawal dari pengetahuan mengenai PDAM Surya
Sembada Kota Surabaya dalam hal pengolahanair bersih di wilayah Kota Surabaya.
Kebutuhan masyarakat akan air semakin meningkat maka perlu diimbangi dengan
penambahan unit produksi instalasi sehingga dibutuhkan evaluasi pada tiap unit
pengolahan air minum di PDAM Surabaya khususnya IPAM Karang Pilang I.
2. Studi Literatur
Pelaksanaannya adalah dengan mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan
dalam pelaksanaan kerja praktik ini yang berbentuk pustaka. Jenis literatur yang
dipelajari dan digunakan sebagai acuan antara lain buku-buku yang relevan dengan
bidang kerja praktik termasuk pengolahan air minum, laporan kerja praktik, dan lain-
lainnya.
3. Observasi dan Orientasi Lapangan
Pengenalan secara umum dan mendetail dari instalasi penjernihan air Karang pilang
Imeliputi operasional dari setiap unit, operasional maintenance dan produksi air yang
di hasilkan.
4. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan untuk mengetahui performa instalasi pengolahan air minum di
PDAM merupakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari
observasi lapangan secara langsung dan analisa laboratorium. Sampel yang diambil
dari titik air baku (intake), outlet aerator, outlet prasedimentasi, outlet clearator, outlet
filter dan air produksi dengan pengambilan memperhatikan time detention (td) masing-
masing unit. Sementara data primer dan data sekunder diambil dari instalasi (operator)
Karangpilang I dan Laboratorium Karang Pilang yang meliputi dimensi bangunan,
penggunaan tawas, debit, dan data lain yang mendukung analisa.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 40


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

5. Analisa Pengolahan Air Minum


Analisa data hasil praktikum di laboratorium menggunakan metoda uji pengendali
rata-rata dan menggunakan parameter-parameter dan standar pengolahan yang berlaku
di Indonesia dengan mengacu pada teori yang telah diperoleh.
6. Kesimpulan dan Saran
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil proses analisa dan data terhadap
prosedur yang dilakukan di PDAM Surya sembada Kota Surabaya serta standart-
standart yang berlaku di Indonesia. Saran yang diberikan merupakan alternatif solusi
dari permasalahan yang ada.
7. Penyusunan Laporan
Merupakan tahap akhir, selanjutnya informasi yang didapatkan akan dibukukan dalam
bentuk laporan Kerja Praktik.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 41


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

BAB V
EVALUASI DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Air Baku


Air baku yang diolah diperoleh dari Kali Surabaya yang kualitasnya berubah ubah.
Perubahan ini sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan pembuangan limbah dari
aktivitas sungai di hulu. Pada musim penghujan tingkat pencemarnya lebih sedikit karena ada
pengenceran oleh air hujan yang mampu mengurangi dampak pencemar.
Data kondisi air baku yang digunakan dalam IPA Karang Pilang adalah seperti yang
tersaji pada tabel 6-11. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa air baku yang
dipergunakan pada IPAM Karang Pilang sudah melewati baku mutu air kelas 1 menurut PP
No 81 tanun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Bahkan
untuk parameter BOD seingkali sudah masuk ke kelas IV. Kondisi ini menunjukkan bahwa
daerah hulu Kali Surabaya sebelum masuk unit pengolahan (Intake Karang Pilang) sudah
terjadi pencemaran dari limbah domestik, pertanian, maupun industri. Akibatnya PDAM harus
melakukan pengolahan yang lebih. Akibat yang dapat diperhitungkan adalah dari kebutuhan
bahan kimia yang akan berlebih. Permasalahan air baku memang tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh pihak PDAM. Perlu kerjasama yang baik antara penyedia air, dalam hal ini adalah
Perum Jasa Tirta dengan konsumen, yakni PDAM. Berikut Tabel 4.1 memaparkan hasil
pengujian data primer di Laboratorium Karangpilang 1 PDAM Surya Sembada selama 6 hari.

Tabel 5.1 Data Kualitas Air Baku (di Sungai) IPAM Karang Pilang1
Tanggal Nilai DO (mg/L) pH Kekeruhan Suhu (0C)
(NTU)
8 Juli 2015 3,5 7,66 10,82 26,0
9 Juli 2015 2,9 7,64 14,50 25,7
10 Juli 2015 3,1 7,05 11,65 25,5
13 Juli 2015 3,4 7,73 10,05 25,0
14 Juli 2015 3,5 7,77 11,85 26,0
15 Juli 2015 3,9 7,65 11,10 28,0
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Karang Pilang 1

5.2 Proses Pengolahan


Pengolahan air minum merupakan usaha teknis untuk memperbaiki kualitas mutu asal
hingga menjadi mutu yang diinginkan melalui beberapa proses pengolahan dengan tujuan
supaya hasil produksi aman dikonsumsi oleh masyarakat. Terdapat tiga jenis pengolahan
yaitu.
a. Pengolahan Fisik
Pengolahan Fisik adalah pengolahan tanpa rekayasa penambahan bahan kimia
atau bahan lain untuk pemisahan zat padat atau pengotor yang terkandung didalam
air baku. Proses pengolahan secara fisik umumnya dilakukan secara bertahap
berdasarkan pada dimensi materi yang ada didalam air. Proses pengolahan ini meliputi
bar screen, aerasi, prasedimentasi, sedimentasi (clarifier) dan filtrasi.
b. Pengolahan Kimia
Pengolahan kimiawi adalah pengolahan yang ditujukan untuk menghilangkan
kotoran di dalam air dalam bentuk koloidal, menghilangkan dan memperbaiki unsure
Vivin Sintia Indriani 3312100017 42
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

unsure kimia yang tidak dikehendaki yang terdapat di dalam air dengan menggunakan
bahan kimia. Proses pengolahan kimiawi ini antara lain koagulasi dan flokulasi.
c. Pengolahan Biologis
Pengolahan bakteriologis adalah pengolahan yang ditujukan untuk memusnahkan
bakteri pathogen yang terdapat dalam air dengan cara pembubuhan desinfektan. Berikut
urutan proses pengolahan air di IPAM Karang Pilang I.
a. Intake
b. Surge Well
c. Pompa Air Baku
d. Aerator
e. Prasedimentasi
f. Koagulasi dan Flokulasi(Flash Mix dan Slow Mix)
g. Clarifier
h. Filter
i. Desinfeksi
j. Reservoir Penampungan
k. Pompa Distribusi

5.3 Hasil Observasi dan Evaluasi Bangunan Pengolahan


Studi Observasi dan evaluasi dilakukan di Instalasi PDAM Surya Sembada Kota
Surabaya tepatnya di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Karang Pilang 1 pada bulan
Juli hingga Agustus 2015.

5.3.1 Bangunan Intake


Merupakan suatu bangunan unit pengolahan air minum yang berfungsi sebagai
penyadap air baku dari sumber air ke unit pengolahan berikutnya. Seperti halnya dengan
Instalasi Penjernihan Air Karang Pilang II dan Karang Pilang III, air baku IPA Karang Pilang
I diambil dari kali Surabaya dengan sistem gravitasi. Air mengalir langsung dari intake yang
berupa kanal dan dilengkapi dengan saringan (screen) untuk menghambat kotoran atau
sampah yang masuk.
5.3.1.1 Hasil Observasi Lapangan
Air baku masuk dari intake Karang Pilang dengan berkapasitas 6150 Lt/dt. Kapasitas
tersebut sudah dapat menampung debit yang dibutuhkan IPAM Karang Pilang I, II, dan III.
Terdapat bar screen yang terbuat dari plat besi, berfungsi untuk menyaring benda benda
kasar dan berukuran besar. Panjang bar screen 23 meter, panjang floating boom 35 m dan oil
floating boom 40 m. terdapat dua jenis screen, yaitu screen kasar dengan jarak antar besi 5
cm, dan screen halus dengan jarak antar besi 2 cm dan 385 buah besi. Pengambilan sampah
yang terkumpul dapat dilakukan dengan cara manual oleh petugas PDAM, pihak Jasa Tirta
secara berkala juga membantu pembersihan sampah di pintu intake.
Observasi lapangan dilakukan di intake karang pilang untuk mengetahui kondisi real
dari air baku yang masuk ke intake. Sebelum masuk ke saluran intake air baku tersebut
disaring menggunakan barscreen berbentuk floating boom (Gambar 4.1 (a) ) untuk menyaring
kotoran di permukaan. Dan juga menggukan barscreen yang tegak lurus dengan aliran
horizontal air untuk menyaring partikel diskrit yang terbawa arus di dalam air seperti yang
pada Gambar 4.1 (b). Kedua bentu dari bar screen yang berbeda juga memiliki fungsi yang
berbeda.

Vivin Sintia Indriani 3312100017 43


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Floating boom; (b) Bar Screen

Penggunaan screen double bertujuan agar tidak sering terjadi penyumbatan oleh sampah
pada screen sehingga lebih efisien dalam hal pembersihan screen. Pembersihan screen
dilakukan setiap hari secara manual dan penggosokan lumut. Hasil pembersihan sampah
berupa plastik, dedaunan, dan lainnya dengan kuantitas relatif kecil.

5.3.1.1.1 Kanal Intake


Kanal Intake berupa saluran terbuka berukuran 1,4 meter x 1,2 meter yang berfungsi
sebagai saluran pembawa air yang berasal dari sungai Surabaya menuju ke ketiga instalasi
yang ada di Karang Pilang (IPAM Karang Pilang I , II, dan III) dengan dialirkan menuju ke
surge well. Pengaliran memanfaatkan gaya grafitasi, sehingga tidak diperlukan pompa.
Terdapat tiga sekat pada kanal Intake, dimana sekat 1,sekat 2, dan sekat 3 menuju ke surge
well terlebih dahulu kemudian menuju ke instalasi Karang Pilang I, II, dan III. Kanal terdapat
di bawah jalan, menuju surge well , ditunjukkan pada Gambar 4.2 pintu kanal menuju surge
well. Untuk menjaga debit yang masuk ke surge well dapat dilakukan dengan mengatur
bukaan pintu air yang terdapat pada intake.

Gambar 5.2 Kanal Pintu Air Karang Pilang

Vivin Sintia Indriani 3312100017 44


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

Inlet intake berada pada 1,5 meter di bawah permukaan air. Desain seperti ini bertujuan
untuk mencegah masuknya sampah dan lumpur yang mengapung pada permukaan air. Level
muka air Kali Surabaya memiliki HWL mencapai 6,4 m dan LWL 4,7 m, level muka air dapat
terbaca dengan adanya papan ukur. Inlet intake memiliki panjang 23 m dan lebar 1 m. Inlet
intake berupa 3 saluran/kanal yang nantinya terhubung dengan 3 pipa yang masing-masing
berdiameter 1000 mm. Pipa ini menuju sumur penyeimbang (surge well) bercabang menjadi 4
pipa yang bertujuan sebagai persiapan pembangunan IPAM Karang Pilang IV. Didalam sumur
penyeimbang pipa intake 1000 mm diberi lubang sejumlah 12 lubang tiap pipa agar
mengurangi beban tekanan dalam pipa sehingga tidak berubah bentuk

5.3.1.1.2 Surge Well


Surge well atau sumur penyeimbang merupakan sumur yang berguna untuk menjaga
kontinuitas aliran. Dari sumur penyeimbang air kemudian di pompa menuju aerator. Pada
surge well, air baku baku di bagi-bagi ke unit pengolahan Karang Pilang 1, 2, dan 3 yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 5.3 Surge Well

Berikut dimensi dari instalasi IPAM dengan unit surge well Karang Pilang memiliki
spesifikasi sebagai berikut.
Panjang : 10,6 m
Lebar : 6,6 m
Dalam : 7,5 m
Diameter pipa : 1400 mm
Volume : 524,7 m3
Fungsi surge well adalah menstabilkan debit air yang diangkat oleh pompa, sehingga pipa
akan terisi penuh oleh air. Hal ini untuk menghindari pipa menyerap udara (kavitasi) jika
terjadi pengurangan debit. Terdapat juga sensor elektris yang akan menentukan nyala atau
tidaknya pompa. Sensor ini terdapat di dalam pompa, sehingga apabila air yang terdapat di
dalam suge well kurang memenuhi otomatis pompa akan mati.

5.3.1.1.3 Pompa Intake


Pompa intake berfungsi untuk mengalirkan aliran air dari intake menuju ke aerator
sebagai tempat aerasi. Ada dua rumah pompa produksi air baku yang memompakan air ke
aerator, yaitu rumah pompa air baku produksi utama dan rumah pompa air baku produksi
uprating.Jenis intake (rumsh pompa) yaitu intake besar dan kecil sesuai dengan debit air yang

Vivin Sintia Indriani 3312100017 45


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

dialirkan. intake besar berukuran 11,5 m x 12 m dan terdiri dari tiga buah pompa dengan
kapasitas masing-masing 1.100 l/dt (2 pompa beroperasi dan 1 pompa sebagai cadangan).
intake kecil 5,1 m x 11,5 m dan terdiri dari 4 pompa dengan kapasitas masing-masing 125
lt/detik. Pompa intake kecil beroperasi jika kapasitas air baku kurang dari kapasitas
pengolahan.
Pipa intake Karang Pilang I dan II menggabung jadi satu, sehingga pemompaan IPAM
Karang Pilang I dan II dijadwal bersamaan untuk jalan 4 pompa setiap kali
pengoperasian,dimana pompa yang beroperasi untuk IPAM Karang Pilang I adalah 1 pompa
yang berkapasitas 1100 liter/detik dan 1 pompa dengan kapsitas 125 liter/ detik. Berikut
adalah data spesifikasi pompa yang digunakan di IPAM Karang Pilang I.
1. Pompa dengan kapasitas 1100 liter/detik
Elektro motor
Merk : MEZ FRENSTAT Rpm : 1465
TYPE : C200KK04310H S :1
Voltage: / Y 380/ 660 V Ins Class :F
A : / Y 56/ 32,5 Serial : CSN 350000 M
Freq : 50 Hz Amb : 300oC
KW : 30 IP : 55
Cos : 0,89
Weight : 225
Pompa
Merk : KSB Speed : 1450 rpm
Size dan type : MEGA G 150 Capacity : 125 l/dt
250 Motor : 30 hp
Serial : 049 7050 64-001 Bearing : 6310 CI
Total head : 15 m
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa intake yang dioperasikan di
Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.4 dengan kapastas 1100 L/s.

Gambar 5.4 Pompa Intake Kapasitas 1100 L/s Merk MEZ FRENSTAT

Vivin Sintia Indriani 3312100017 46


Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya

2. Pompa dengan kapasitas 125 liter/detik


Elektro motor
Merk : Hyundai Serial : 91MSTV1375
Type : HL A4 406 3 Ins Class :F
Fr : 400 HZ : 50
IP : 54 Speed : 595 rpm
o
KW : 155 Amb : 40 C
Voltage : 380
P : 10 Bearing : DE NU 317 NDE
Amp : 307 7317B

Vivin Sintia Indriani 3312100017 47


Nur Aini Febriyana 3312100025
Pompa
Pompa : Thorisima pump
Size and type : 700 x 600 CVF
P : 501000
Kapasitas : 1100 lt/dt
Total Head : 11m
Speed : 590 rpm
Bearing : 7322 BDB 6322
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa intake yang dioperasikan di
Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.5 dengan kapastas 125 L/s.

Gambar 5.5 Pompa Intake Kapasitas 125 L/s Merk Hyundai

Pengoperasian dan perawatan pompa yang dipasang secara vertikal lebih mudah
dibandingkan dengan pompa yang dipasang secara horizontal. Hal ini karena pompa
horizontal perlu dipancing dengan air agar bisa beroperasi, kadang pemancingan ini
membutuhkan waktu yang lama. Selain itu klep untuk menahan air dalam pipa suctionnya
juga sering mengalami kerusakan sehingga perlu penggantian secara berkala.

5.3.1.2 Evaluasi
Evaluasi intake dalam kerja praktik pada IPAM Karang Pilang I tidak terdapat alat
pengukur debit air yang masuk ke dalam instalasisehingga sulit menjaga kuantitas air yang
masuk ke dalam instalasi. Alat pengukur debit berguna untuk menentukan waktu detensi air
dalam setiap bak dan menentukan dosis koagulan, serta bahan kimia lain yang diperlukan
dalam proses pengolahan air. Tidak terdapatnya alat ukur debit menyebabkan penggunaan
bahan-bahan kimia tidak bisa tepat sesuai dengan dosis yang diperlukan.
Terdapat empat cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain :
1. Menyediakan alat pengukur debit sehingga kuantitas air yang masuk ke intake dapat
dijaga dan dikontrol
2. Menyediakan pompa otomatis yang bekerja apabila debit yang masuk ke IPAM Karang
Pilang I mengalami penurunan yang cukup besar
3. Bekerja sama dengan Jasa Tirta untuk menentukan level minimum air dari pintu air
Mlirip, Mojokerto
4. Membuat saluran pelimpah pada sisi intake agar debit air yang masuk ke intake dapat
dikontrol
Evaluasi pada surge well atau sumur pengumpul yaitu tidak ada pengaman selaian sekat
penyangga atas sehingga menyulitkan operator untuk meninjau langsung, kondisi penyangga
sudah berkarat dan jarang dibersihkan oleh operator.Kurang penjaan di daerah sumur
pegumpul. Terdapat sekat yang tidak tertutup rapat sehingga ada aliran air cross dari sisa air
olahan IPAM Karang pilang yang masuk pada air baku mutu, tetapi hal itu tidak terlalu
bermaslah karena air sisa olahan masih dari prasedimentasi, filter yang hanya mengandung
sedikit lumpur.
Berdasarkan teori yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 untuk ukuran sumur pengumpul
intake ini ini merupakan ukuran minimal untuk pembuatan bangunan sumur pengumpul dan
pipa sadap yang nantinya akan dilanjutkan pada instalasi pengolahan air minum (IPAM).

3/2 D

Gambar 5.6 Ukuran Dimensi Sumur Pengumul pada Intake

Untuk sumur pengumpul dengan ukuran,


o Kedalaman (H) + freeboard = 12 D + 2D = 14 D = 14 (1) = 14 m
o Lebar (L) + tebal dinding = 8 (1) + 0,2 m = 8(1) + 0,2 = 8,2 m
o Panjang (P) + tebal dinding = 3 m + ( 2 x 0,2 m ) = 3,4 m
Evaluasi pompa intake yaitu dari segi pengoperasian dan perawatan, pompa yang dipasang
secara horizontal memiliki kekurangan namun pompa ini perlu untuk ditambahkan karena
pemasangan secara vertikal tidak memungkinkan lagi karena harus membongkar bangunan.
Mengingat, pemasangan pompa vertikal dari bawah tanah dan disadap dari bagian bawah
sumur. Untuk kapasitas pompanya, masih memenuhi untuk debit pengolahan yaitu sebesar
1350 L/detik (terdapat pompa yang menyala dan stanby)

5.3.2 Bangunan Aerasi


Aerator merupakan suatu tempat yang memungkinkan terjadinya aerasi yaitu proses
dimana gas dibebaskan atau dilepaskan dari air atau diserap atau dilarutkan. Aerasi
merupakan salah satu satu pengolahan pendahuluan yang bertujuan meningkatkan kadar
oksigen terlarut (dissolved oksigen) pada air baku antara 0,2 0.5 mg/lt, sehingga mencegah
terjadinya proses anaerobic pada proses proses selanjutnya. Proses ini dapat juga digunakan
untuk mengurangi kandungan H2S, Fe,Mn, CO2 bebas dan detergen yang terdapat pada air
baku.

5.3.2.1 Hasil Observasi Lapangan


PDAM Karang Pilang I menggunakan aerator jenis Cascade Aerator dan Tray
Aerator. Aerator ini terdiri atas cascade dari semburan pipa intake, multiple tray aerator,
saluran pembawa. Cascade aerator yang di gunakan berupa dua pipa yang di pasang dengan
ketinggian berbeda dan diameter yang berbeda. Diameter pipa utama adalah 900 mm dan
berada pada ketinggian4,3 m. Diameter pipa kedua adalah 400 mm dan berada pada
ketinggian1 m dari ketinggian pipa utama. Tray Aerator terdiri dari 5 tingkat dengan
ketinggian masing masing tingkat adalah 30 cm berada dibawah pipa semburan dengan luasan
area (12 x 6) m2. Penampang saluran pembawa dari tray aerator memiliki panjang 15, 2 meter
dan lebar 9,2 meter. Bangunan aerator dibangun 1,2 meter diatas permukaan tanah dan tinggi
(kedalaman air) sebesar 3,1 meter, freeboard dilapangan sekitar 20 cm. untuk debit pipa utama
sebesar 1100 L/detik dan pipa 2 sebesar 250 L/detik.
Air dari cascade aerator menuju tray aerator tidak mengalir secara merata. Hal ini di
sebabkan karena adanya lumut yang menempel di kayu ( tray aerator ). Selain itu, air yang
turun dari tiap tingkat tidak sesuai dengan yang di rencanakan. Sebagian air dari tingkat
pertama langsung turun ke tingkat terakhir, padahal air direncanakan mengalir secara
bertingkat. Hal ini di sebabkan karena adanya perbedaan debit pada air yang jatuh. Pada
Aerator terjadi oksidasi logam Fe dan Mn, dan removal organik. IPAM Karang Pilang I
menyuplai 5 bak prasedimentasi dengan beban debit pengolahan yang sama. Aliran aerator
melalui kanal yang berukuran 6 m x 4,25 m yang kemudian bercabang menjadi 5 kanal kecil
menuju 5 bak prasedimentasi. Masing-masing kanal yang menuju bak prasedimentasi terdapat
pintu air untuk mengatur bukaan inlet prasedimentasi. Air baku mengalir secara gravitasi
menuju bak prasedimentasi.
Observasi lapangan dilakukan di Bangunan Aerasi (Aerator) Karang pilang 1 untuk
mengetahui kondisi real dari air baku yang masuk ke aerator. Sebelum masuk ke saluran
prasedimentasi air baku tersebut mengalami aerasi menggunakan gravitasi berbentuk cascade
dan multiple tray aerator (Gambar 4.7 (a) ) cascade aerator dan juga pada Gambar 4.7 (b)
multiple tray aerator. Kedua aerator sama-sama menyisihkan polutan organik terlarut namun
memiliki spesifikasi fungsi berbeda. Jika cascade aerator untuk meningkatkan oksigen terlarut
setinggi-tingginya sedangkan multiple tray aerator untuk mendegradasi polutan organik
sebesar-besarnya seperti nitrogen dan phosphat.
(a) (b)
Gambar 5.7 Aerator Karang Pilang 1 (a) Tampak Atas ; (b) Tampak Samping

Berdasarkan hasil uji laboratorium mengenai uji kualitas air pada pengolahan aerasi mengenai
oksigen terlarut yang dibutuhkan. Tekanan udara pada kawasan karang pilang yaitu 1005,2-
1013,9 milibar atau sama dengan 1 atm tercantum dalam Tabel 4.2.

Tabel 5.2 Hasil Kadar Oksigen Terlarut dari Sampel Air

Karang Pilang 1
outlet tiggitra
Air Baku (inlet) Proses Suh tiggicascad
Tanggal aerato y
Aerator u( e aerator
Pengujian r o aerator
C)
DO Suhu DO DO
Meter Meter
(mg/L) (oC) (mg/L) (mg/L)
9 juli 2015 3.6 26 4.5 25 1 1.2
10 juli 2015 3.3 26 4.8 5.6 25 1 1.2
13 juli 2015 3.2 26 4.4 6.15 25 1 1.2
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Karang Pilang 1

Untuk nilai soluble solid dari hasil analisa tidak diketahui namun nilai kandungan organik
terlarut sebesar 9,575 mg/L pada tanggal 13 juli 2015. Seiring dengan penggunaan aerator
sebagai pereduksi zat organik terlarut maka dalam perhitungan dijadikan sebagai acuan
kandungan organik dalam air yang akan diolah.

5.3.2.2 Evaluasi Aerator Karang Pilang 1


Evaluasi pada aerator meliputi perhitungan oksigen terlarut dan solusi untuk
pemakaian efektif. Perhitungan nilai oksigen terlarut (DO) berdasarkan teori yang telah
dipelajari sebelumnya. Apabila sesuai perhitungan maka didapatkan waktu kontak (t) antar
partikel dengan udara selama aerasi yaitu
t=
2xH
g
dimana H yaitu ketinggian (meter) dan g = nilai gravitasi (9,81 m/s2)

t=
2 x 2,2
9,81
= 0,66 detik untuk kontak setiap partikel pada terjunan
maka waktu kontak seluruhnya yaitu setiap partikel dipengaruhi volume dan debit aliran,
sehingga waktu kontanya dapat dihitung dengan rumus.
Waktu = Debit / Volume
Untuk cascade ,
Waktu kontak = Debit pipa tambahan / r2T
= 0,25 m3/detik / (3,14x 0,4 m x 0,4m x 1m)
= 0,49 detik
Namun pada tray aerator diperlukan luasan area dan kecepatan air yang mempengaruhi waktu
kontak dengan udara.
Waktu Kontak = Debit pipa utama + pipa tambahan/ Luas x tinggi
= 1,350m3/detik/(12m x 9m) x 1,2m
= 0,01 detik
Maka totak waktu kontak aerasi sebesar 1,16 detik. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar
oksigen terlarut masing-masing untuk cascade dan tray aerator. Benefield dan Randal (1982)
menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan:
4752.65 S
(Cs)760=
33.5+T
Dimana : (Cs) 760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mmHg (mg/L)
S = konsentrasi padatan terlarut dalam air (gram/L)
T = suhu (C)
4752.65( 9,575)
(Cs)760=
33.5+25
(Cs)760=7,67 mg/Liter
Nilai konsentrasi jenuh oksigen dapat dikoreksi untuk tekanan udara barometrik dengan
pernyataan:
P p
Cs=(Cs)760
760 p
76023,8
Cs=7,67
76023,8
Cs=7,67 mg /L
P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air
pada suhu air yang diaerasi.

a. Cascade Aerator
Perhitungan cascade aerator menurut Masduqi dan Assomadi tahun 2012 sebagai
berikut.
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
Ce2 = Ce1 + (k x (Cs Ce1)
Dimana : k = koefisien kejenuhan oksigen
Co = kelarutan oksigen mula-mula ( mg/L)
Ce1 = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat pertama (mg/L)
Cs = Kejenuhan oksigen (mg/L)
Ce2 = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat kedua (mg/L)
Perbandingan selanjutnya, menurut Popel (1974) mengenai aerasi cascade yaitu
k.Cs = Lihat grafik berdasarkan tingginya
k .cs
kn =
Cs
Ce = Co ( 1 - Kn ) + k.Cs
Dimana : k = koefisien kejenuhan oksigen
Co = kelarutan oksigen mula-mula ( mg/L)
Ce = kelarutan oksigen setelah aerasi (mg/L)
Cs = Kejenuhan oksigen (mg/L)
Kn = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat ke-n (mg/L)
Selanjutnya nilai tersebut di plotkan dalam grafik (Gambar 4.8 )menetukan nilai K
berdasrkan tinggi terjunan.
Gambar 5.8 Grafik untuk Menentukan
Tinggi Terjunan

Untuk perhitungan cascade aerator disesuaikan dari hasil uji laboratorium pada tanggal
10 Juli 2015.
Diketahui : Co = 3,3 mg/L
T = 25oC
H=1m
Cs = 7,67 mg/L
Ditanya : nilai DO berdasarkan teori.
Perhitungan.
a. Berdasarkan Masduqi dan Assomadi(2012)
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
= 0,36 x ( 1 + (0,046 x 25 ) x 1
= 0,774
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
= 3,3 + (0,774 (7,67 3,3))
= 6,68 mg/L
b. Berdasarkan Popel 1974
k. = 5 / Cs
= 5 / 7,67
= 0,65
k .cs
Kn =
Cs
= (0,65 x 7,67)/ 7,67
= 0,652
Ce = Co ( 1 - Kn ) + k.Cs
= 3,3 (1 0,65) + 0,65 x 7,67
= 6,14mg/L
c. Perbandingan Nilai DO
Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO, digunakan beberapa cara dan dibandingkan
untuk mengetahui perbedaan nilai DO tercantum dalam Tabel 4.3.

Tabel 5.3 Tabel Perbandingan Oksigen Terlarut pada Cassade Aerator


Keterangan Nilai DO (mg/L)
Menurut Ali Masduqi dan Assomadi ,2012 6,68
Menurut Popel, 1974 6,14
Uji Lapangan 4,8
Sumber : Hasil Perhitungan

b. Tray Aerator
Menurut Qasim (2000), aerator dengan tipe tray memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Kecepatan : 0,8-1,5 m3/m2.menit
Kebutuhan udara : 7,5 m3/m3 air

Jarak tray : 30-75 cm

Luas : 50-160 m2/m3.detik


Berdasarkan peninjauan lapangan, tray aerator Karang Pilang 1 sesuai yaitu dengan
ukuran 30 antar tray dan luas sebrasar 12 m x 6 m = 72 m 2. Untuk evaluasi tray aerator
dilakukan perhitungan melalui laboratorium dan juga perhitungan sesuai teori. Menurut
Faborode(2010), untuk perhitungan konsentrasi gas yang terjadi di aerator yaitu
Cn = C0 x 10 -kn
Dimana,
Cn= mg/L gas setelah proses aerasi
Co= mg/L gas sebelum didistribusikan pada tray.
n = banyaknya weiar
k = koefisien tray aerasi berdasrkan percobaan (Kla)
untuk mencari nilai konsentrasi oksigen terlarut setiap weir yaitu dapat menggunakan
rumus berikut. (Rahmawati dan Sarwoko,

dinama,
Kla = Koefisien kejenuhan oksigen
Cs = Nilai kejenuhan oksigen (mg/L)
C1 = konsentrasi gas pada percobaan pertama (mg/L)
C2 = Konsentrasi gas pada percobaan kedua (mg/L)
t2-t1 = perbedaan waktu percobaan
Untuk perhitungan tray aerator disesuaikan dari hasil uji laboratorium pada tanggal 10
Juli 2015 dan 13 juli 2015.
Perhitungan
Diketahui : Co =4,8 mg/L
T = 25oC
Cs = 7,67 mg/L
C1 = 4,8 mg/L
C2 = 4,4 mg/L
t2-t1 = 24 jam
Ditanya : nilai DO berdasarkan teori.
Perhitungan.

Kla = (Cs-C1)- (Cs-C2) /(t2-t1)


= (7,67 4,8) ( 7,67- 4,4)/ 24
= - 0,0167
Cn = C0 x 10 kn
= 4,8 x 10 (-0,0167 x 5)
= 5,82 mg/L
Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO, digunakan beberapa cara dan dibandingkan
untuk mengetahui perbedaan nilai DO tercantum dalam Tabel 4.4.

Tabel 5.4 Tabel Perbandingan Oksigen Terlarut pada Tray Aerator


Keterangan Nilai DO (mg/L)
Berdasarkan teori 5,82
Uji Lapangan 5,6
Sumber : Hasil Perhitungan

c. Gabungan Cascade dan Tray Aerator


Perhitungan cascade aerator menggunakan nilai oksigen terlarut minimum untuk
perencanaan terburuk, maka nilai cascade aerator sebesar 6,14 dan dilanjutkan tray
aerator maka didaptkan berdasarkan perhitungan.
Kla = (Cs-C1)- (Cs-C2) /(t2-t1)
= - 0,0167
Cn = C0 x 10 kn
= 6,14 x 10 (-0,0167 x 5)
= 7,44 mg/L
Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO, digunakan beberapa cara dan dibandingkan
untuk mengetahui perbedaan nilai DO tercantum dalam Tabel 4.5.

Tabel 5.5 Tabel Perbandingan Oksigen Terlarut pada Aerator Karang Pilang 1
Keterangan Nilai DO (mg/L)
Berdasarkan teori 7,44
Uji Lapangan 5,6
Sumber : Hasil Perhitungan

d. Jika Tray Aerator dilepas


Untuk perhitungan cascade aerator disesuaikan dari hasil uji laboratorium pada tanggal
10 Juli 2015.
Diketahui : Co = 3,3 mg/L
T = 25oC
H = 2,2 m
Cs = 7,67 mg/L
Ditanya : nilai DO berdasarkan teori.
Perhitungan.
Perhitungan DO dari pipa tambahan
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
= 0,36 x ( 1 + (0,046 x 25 ) x 1
= 0,774
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
= 3,3 + (0,774 (7,67 3,3))
= 6,68mg/L
Pipa utama, proses aerasi bercamur dengan debit pipa tambahan maka DO yang
diambil yaitu nilai DO rata-rata = (6,68+3,3)/2 = 4,9
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
= 0,36 x ( 1 + (0,046 x 25 ) x 1,2
= 0,86
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
= 4,9 + (0,86 (7,67 4,9))
= 7,2mg/L
Berikut perbandingan oksigen (Tabel 4.6) terlarut di lapangan dan berdasarkan perhitungan
dengan nilai inlet yang sama, dan saran untuk pengembangan aerator kedepannya.

Tabel 5.6 Perbandingan Nilai Oksigen Terlarut


No Keterangan Nilai DO (mg/L)
1 Hasil pengukuran Outlet Cascade Aerator 4,8
lapangan Outlet Tray Aerator 5,6
2 Hasil perhitungan Outlet Cascade Aerator 6,14-6,8
Outlet Tray Aerator 5,82-7,44
3 Rencana apabila tray aerator dilepas 7,2
Sumber : Hasil Perhitungan
Maka dapat disimpulkan apabila design aerator karang pilang 1 memenuhi standar, namun
hasil yang diperoleh dengan efisiensi kecil. Untuk rencana perubahan dengan hanya
menggunakan cascade dari pipa air tidak efektif karena kontak udara sangat sedikit dan debit
yang diolah cukup besar sehingga untuk mengkontakkan dengan udata hnya sedikit.
Sehingga, masih lebih abaik menggunakan double aerator yaitu cascade aerator dari semburan
pipa dan tray aerator.Untuk memperbesar nilai efisiensi kinerja bangunan/unit aerator maka
terdapat beberapa saran diantaranya.
Untuk meratakan debit aerator agar kontak udara dengan air lebih banyak
maka, lubang besar pada aerator diperbaiki dengan dibuat lubang-lubang kecil yang
tersebar sama rata untuk mengalirkan air yang sama.
Membersihkan lumut yang terdapat dalam unit aerator karena mempengaruhi
debit dan perluasan kontak dengan udara.
Mengganti kayu-kayu penyangga yang sudah patah dengan yang baru.

5.3.3 Bangunan Prasedimentasi


Prasedimentasi adalah proses pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan benda-
benda yang tersuspensi (suspended matter) yang terdiri dari pasir kasar, pasir halus, dan
lumpur yang sangat halus(silt)dari air baku. Proses ini merupakan proses pendahuluan
(preliminary treatment ), sehingga dapat mengurangi beban pengolahan pada proses proses
selanjutnya. Proses ini sangat efektif untuk air baku dengan kekeruhan tinggi, sebagai contoh
Kali Surabaya pada waktu musim penghujan.

5.3.3.1 Hasil Observasi Lapangan


IPAM Karang Pilang I memiliki 5 unit bak prasedimentasi yang masing masing unit
memiliki beban produksi sama yaitu 270 L/detik.
Dimensi dari unit prasedimentasi :
Panjang per bak : 15 m
Lebar bak : 80 m
Kedalaman :3m
Observasi lapangan dilakukan di Bangunan Prasedimentasi Karang Pilang 1 untuk
mengetahui kondisi real dari air baku yang masuk ke prasedimentasi. Air baku tersebut
mengalami pengendapan dalam bak prasedimentasi berbentuk kolam persegi panjang yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.9.

Gambar 5.9 Bangunan Prasedimentasi


Pada bangunan prasedimentasi terdapat 4 zona yaitu zona inlet, zona lumpur, zona
pengendapan, dan zona outlet. Zona outlet dan zona inlet berupa perforated wall (dinding
berlubang). Zona lumpur terjadi di bagian dasar bangunan dan bangunan bagian dasar dibuat
dengan kemiringan sebesar 60o guna mempermudah pengerusan lumpur.Desain Perforated
wall berupa pipa dengan diameter 100 mm dan jarak antar lubang yaitu 0,25 m. Jumlah
perforated baffle pada zona inlet adalah 42 buah. Hal ini di ketahui dengan cara sebagai
berikut :
Diketahui : L = 15 m
D = 0,1 m
Jarak antar lubang = 0,25 m
Perhitungan.
L(n x d)
Jarak antar lubang =
n+1
15( n x 0,1)
0,25 =
n+ 1
0,25 n + 0,25 = 15 0,1n
0,25 n + 0,1 n = 15 0,25
0,35 n = 14,75
n = 42 buah
Pengendapan yang terjadi pada bak prasedimentasi memanfaatkan aliran sepanjang
lintasan bak dan terjadi di sepanjang bak sehingga seluruh bagian atas bak menjadi zona
pengendapan dan bagian dasar bak menjadi zona lumpur. Dasar saluran yang menuju ruang
lumpur berbentuk miring untuk memudahkan dalam pengurasan lumpur prasedimentasi.
Desain zona outlet sama dengan zona inlet yaitu berupa perforated wall (dinding berlubang)
yang tersusun atas pipa berdiameter 100 mm. Jumlah perforated baffle pada zona outlet sama
dengan zona inlet yaitu 42 buah. Pada tanggal 10 sampai 15 juli dilakukan pengambilan
sampel air prasedimentasi guna mengetahui tingkat keefektifan bangunan prasedimentasi
dalam meremoval kekeruhan pada musim kemarau. Pada musim kemarau nilai kekeruhan air
baku mencapai 11,8 NTU sedangkan pada musim kemarau (bulan desember) nilai kekeruhan
mencapai 758 NTU.Berdasarkan hasil percobaan bangunan prasedimentasi mampu
meremoval kekeruhan sampai 41 %. Data kekeruhan dan besarnya removal pada bangunan
prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Data Kekeruhan Bangunan Prasedimentasi


Inlet Outlet Presentase Removal
Tanggal pH
(NTU) (NTU) (%)
10 Juli 2015 11.65 8.4 7,67 28
13 Juli 2015 10.05 8.605 7,76 14
14 Juli 2015 11.85 6.95 7,78 41
15 Juli 2015 11.1 9.665 7,57 13
Sumber : Hasil Uji di Laboratorium Karang Pilang I

Pengurasan lumpur dilakukan setiap satu bulan sekali secara bergantian di setiap bak
agar tidak mengganggu proses produksi di IPAM Karang Pilang I. Proses pengurasan bak
prasedimentasi dilakukan secara bertahap. Tahap awal adalah menutup pintu inlet dan outlet
bak prasedimentasi yang akan dikuras. Kemudian operator akan memperlebar bukaan valve
pintu inlet dan outlet bak prasedimentasi yang tidak dikuras. Hal ini bertujuan untuk
menampung beban bak prasedimentasi yang sedang dikuras sehingga kuantitas produksi tetap
terjaga. Selanjutnya outlet drain dibuka untuk mengalirkan air didalam bak menuju sludge
lagoon. Outlet drain di tutup kembali setelah air di dalam bak habis. Pekerja borongan akan
membersihkan lumpur didalam bak dengan cara mendorongnya menggunakan air bertekanan
menuju outlet drain pengurasan hingga bersih. Pekerja juga akan mendorong lumpur secara
manual yaitu dengan menggunakan papan. Sludge ( lumpur ) dibuang melalui saluran terbuka
menuju Sludge Lagoon. Kemudian dilakukan pembilasan bak dengan air bersih hingga bak
bersih. Setelah pembersihan selesai operator membuka pintu inlet bak prasedimentasi yang
dikuras hingga air baku mengisi bak mencapai level air maksimal. Setelah bak penuh, pintu
outlet bak prasedimentasi yang dikuras dibuka untuk mengalirkan air menuju unit flash mix.
Tahap terakhir yaitu mengembalikan valve pintu inlet dan outlet bak prasedimentasi yang
tidak dikuras ke posisi semula agar proses kembali berjalan normal.

5.3.3.2 Evaluasi Bangunan Prasedimentasi


IPAM Karang Pilang I memiliki 5 unit bak prasedimentasi yang masing masing unit
memiliki beban produksi sama yaitu 270 L/detik. Dimensi unit prasedimentasi adalah sebagai
berikut :
Panjang per bak : 15 m
Lebar bak : 80 m
Kedalaman :3m
Volume
Td :
Q
15 m x 80 m x 3 m
:
0,27 m3 /detik
: 13.333 detik 3,7 jam
Waktu detensi yang dimiliki bangunan prasedimentasi Karang Pilang I sebesar 3,7 jam
bukan berarti tidak memenuhi kriteria desain 1,5 3 jam dalam SNI 6774/2008, akan tetapi
perencanaan awal bangunan prasedimentasi telah disesuaikan dengan karakteristik partikel
diskritair baku. Kinerja ini sudah dapat dikatakan bagus apabila disesuaikan dengan
karakteristik air baku yang digunakan.Rata-rata removal kekeruhan pada bangunan
prasedimentasi yang ada di IPAM Karang Pilang Imencapai 41 %Table 4.8. Kinerja ini masih
dinyatakan dibawah kriteria desain yang berlaku, namun apabila dilihat dari kondisi di
lapangan hal ini sudah dapat dinyatakan baik karena nilai kekeruhan pada musim kemarau
kecil. Bangunan ini perlu dilakukan evaluasi pada aspek desain dengan menghitung luasan
bangunan menggunakan presentase removal sebesar 41 % guna melihat kesesuaian dengan
desain awal atauguna mengetahui tingkat removal yang sudah direncanakan. Langkah awal
yang dilakukan adalah mengambil sampel air inlet prasedimentasi dan di analisis
menggunakan imhoff count. Analisis dilakukan dengan memasukkan sampel air ke dalam
kerucut imhoff sebanyak 1 Liter, sampel air dalam imhoff count didiamkan dan diamati.
Jumlah lumpur yang mengendap sebanyak 5 ml dan membutuhkan waktu untuk mengendap
selama 6 menit. Hasil pengamatan terhadap volume lumpur yang mengendap secara lebih
lengkap dapat dilihat di bawah ini.
Perhitungan
Volume = 5 ml
Tinggi lumpur = 0,3 cm
Waktu = 6 menit
Tinggi total imhoff count = 65 cm
Dari data di atas maka luas bangunan prasedimentasi dapat dihitung, perhitungan
selengkapnya adalah sebagai berikut.
Debit pengolahan total = 1350 liter/detik = 1,35 m3/detik
h = 35 0,3
= 34,7 cm = 0.347 m
T = 6 menit
= 360 detik
0,347
V0 =
360
= 0,00096 m/detik
V0 yang sudah diketahui pada percobaan di atas tidak bisa digunakan dalam perencanaan
karena aliran yang terjadi adalah laminer sedangkan aliran pada perencanaan alirannya adalah
turbulen. Oleh karena itu di cari nilai V0/Vs menggunakan grafik performance. Berdasarkan
data percobaan Tabel 4.7 didapatkan efesiensi removal untuk kekeruhan pada bangunan
prasedimentasi sebesar 41 % . Berikut Gambar 4.10 Grafik performance dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 5.10 Kurva Good Performance
Dari kurva di atas didapatkan hasil V0/Vs yaitu 0,5 , sehingga dapat di cari nilai Vs
dengancara.
V0 V0
= = 0,5
Vs Q / As
V0
VS=
0,5
0,00096
=
0,5
= 0,0019 m/detik
Q
As =
Vs
1,35
= = 700 m2
0,0019
Perhitungan diatas tidak sesuai dengan luas bangunan prasedimentasi yang ada di
lapangan, yaitu seluas 6000 m2. Hal ini disebabkan karena analisis imhoff count di lakukan
pada saat musim kemarau. Kondisi air baku pada musim kemarau nilai kekeruhannya kecil
(< 50 NTU) dan Sifat partikel sangat ringan atau berukuran kecil karena tidak terjadi
resuspensi didasar sungai yang alirannya tenang. Oleh karena itu, pada musim kemarau
pengendapan partikel diskrit tidak terjadi maksimal dan bangunan prasedimentasi tidak begitu
berfungsi. Sementara kekeruhan pada saat musim hujan dapat mencapai >150 NTU dan
pengendapan dapat terjadi maksimal sehingga % removal kekeruhan pada saat itu tinggi.
Kecepatan aliran hidrolis (Vh) = Q/(L x H )
= 0,27 m3/detik / (80 m x 3 m )
= 0,0012 m/detik
Jari-jari hidrolis ( R ) = (L x H) / (L + 2H)
= 15 x 3 / 15 + 6
= 2,14 m
Nre = Vh x R /
= 0,0012 x 2,14 / 0,89 x 10-6
= 2.885,4>> 2000 (TIDAK OK)
Nfr = Vh2 / g x R
= 0,00122 / 9,81 x 2,14
= 6,8 x 10-8<< 10-6 (TIDAK OK)
Sehingga bak prasedimentasi ini belum memenuhi kriteria perencanaan untuk waktu tinggal
dan alirannya. Waktu tinggal untuk bak prasedimentasi tidak bisa ditentukan berdasarkan
kriteria perencanaan saja, perlu penelitian mengenai lamanya waktu pengendapan yang
sempurna pada air baku. Sehingga acuan waktu tinggal disini dapat diabaikan, yang
terpenting adalah kriteria aliran airnya.
Aliran air pada bak prasedimentasi harus berupa aliran laminer dengan nilai Nre dan
Nfr seperti yang telah ditetapkan pada kriteria perencanaan. Jika tidak sesuai dengan kriteria
tersebut, berarti aliran dalam keadaan turbulen. Jika ingin meningkatkan persentase
pengendapan, maka dapat ditambahkan baffle sebagai penghalang aliran sehingga alirannya
dapat lebih pelan (laminer) namun hal ini jarang sekali digunakan pada bak prasedimentasi.
Jika debit yang masuk diturunkan menjadi 950 lt/detik nilai Nre dapat mencapai 1900,
sehingga jika ingin mengoptimalkan pengendapan pada bak prasedimentasi dapat diturunkan
debit yang masuk pada setiap bak. Jika pengurangan debit tidak bisa dilakukan, karena
permintaan produksi air minum, maka dapat dilakukan dengan menambah jumlah bak
prasedimentasi menjadi 6 buah.
Jika penurunan nilai Nre tidak dilakukan, maka outlet dari bak prasedimentasi masih
memiliki nillai kekeruhan yang tinggi sehingga menyebabkan konsumsi penggunaan bahan
koagulan lebih banyak.Pada bangunan prasedimentasi terdapat 4 zona yaitu zona inlet, zona
lumpur, zona pengendapan, dan zona outlet. Evaluasi untuk zona inlet dan outlet
selengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Zona Inlet
Peletakan dan pemasangan perforated baffle pada bangunan prasedimentasi IPAM
karang pilang 1 sudah tepat sehingga mampu meremoval kekeruhan sampai 41 % . Hal ini
sesuai dengan penelitian yang sudah di lakukan oleh Tamayol dkk (2008) bahwa penempatan
baffle pada posisi yang tepat dapat meningkatkan kinerja bak. Hal ini juga berkaitan dengan
hasil penelitian Kawamura (2000) tentang perforated baffle. Perforated baffle merupakan
modifikasi dari baffle yang memiliki lubang-lubang pada dindingnya adanya lubang-lubang
dengan ukuran seragam pada dinding baffle menyebabkan terjadinya perataan aliran, sehingga
dapat meminimalisasi terjadinya dead zone. Perataan aliran yang terjadi menyebabkan
kecepatan aliran hampir merata di semua titik, sehingga kecepatan air yang terjadi seragam di
semua titik pada lubang perforated baffle.
b. Zona Outlet
Zona Outlet unit prasedimentasi karang pilang I menggunakan perforated baffle
karena pada dasarnya outlet berfungsi untuk mengalirkan air yang telah terendapkan di zona
lumpur. Bukaan perforated baffle sudah efektif yaitu diletakkan 90 cm dari permukaan. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh pradita cancerita yulianti(2012), yang
menyatakan bahwa bukaan di letakkan 30-90 cm dari permukaan dan tidak di letakkan terlalu
di bawah, sebab apabila bukaan di letakkan terlalu bawah, partikel yang telah terendapkan
dapat ikut terbawa ke outlet. pelimpah pada bangunan prasedimentasi pada IPAM
Karangpilang 1 sudah baik karena tidak hanya terdiri dari satu pelimpah,sehingga weir
loading yang terjadi tidak terlalu besar. Desain zona lumpur yang tepat untuk unit
prasedimentasi bentuk rectangular adalah dengan adanya kemiringan pada dasar bak menuju
hopper. hopper diletakkan di dekat zona inlet.
Desain yang seperti ini memungkinkan adanya short sircuit, yaitu air yang masuk
langsung keluar melalui outlet tanpa mengalami pengendapan terlebih dahulu. Outlet bak
prasedimentasi yang baik adalah berupa gutter di bagian permukaan bak. Sehingga partikel-
partikel yang berat tidak dapat keluar dari bak.Bak prasedimentasi dikuras selama satu bulan
sekali, tidak ada perbedaan intensitas pengurasan antara musim penghujan dengan musim
kemarau. Padahal ketika musim penghujan, air baku akan mengandung kekeruhan yang tinggi
yang menyebabkan volume lumpur lebih besar dibandingkan ketika musim kemarau.
Sehingga seharusnya intensitas pengurasan lumpur pada saat musim penghujan lebih sering
daripada musim kemarau.
Unit IPA Karang Pilang I PDAM Surya Sembada Surabaya menggunakan pihak ketiga
dalam pembersihan bangunan pengolah air termasuk didalamnya pengurasan bak. Volume
pekerjaan sudah ditetapkan dalam kontrak kerja, untuk menanggulangi adanya penumpukan
lumpur yang berlebih pada saat musim penghujan dan pengurasan lumpur yang belum saatnya
pada musim kemarau maka perlu diadakan penjadwalan pengurasan yang disesuaikan dengan
kondisi musim dan volume lumpur yang terbentuk. Pada saat musim kemarau dimungkinkan
bak akan mampu menampung lumpur lebih dari satu bulan, namun pada saat musim
penghujan tentunya rentang pengurasan lebih pendek. Hal ini akan membantu mengurangi
resiko yang diakibatkan dari pengurasan.
c. Pengurasan
Menurut data log seet yang diperoleh, pengurasan bak prasedimentasi akan
mengakibatkan outlet bak prasedimentasi memiliki kekeruhan yang lebih besar dibandingkan
dengan biasanya. Hal ini akan menyebabkan konsumsi bahan kimia lebih besar.

5.3.4 Pengadukan Cepat dan Pengadukan Lambat


Pengaduk cepat berfungsi untuk melakukan pengadukan atau pencampuran bahan-bahan
kimia (misalnya koagulan) sehingga merata dalam air baku dan dimaksudkan untuk
mengurangi gaya tolak-menolak antara partikel-partikel koloid yang mempunyai muatan
sama.Bangunan pengaduk lambat berfungsi untuk mengikat kumpulan koloid sehingga
membentuk flok-flok yang lebih besar dan dapat dengan mudah mengendap dalam bak
pengendap selanjutnya

5.3.4.1 Hasil Observasi Lapangan


Unit flash mix dan slow mix pada Instalasi Penjernihan Air Minum Karang Pilang I
berfungsi sebagai pengaduk koagulan yang ditambahkan pada air baku yang keluar dari outlet
prasedimentasi. Koagulan yang digunakan dalam pengolahan ini adalah Alumunium sulfat
(Al2(SO4)3). Pada unit ini, hanya digunakan pengadukan secara hidrolik, karena pengaduk
mekanik yang ada rusak. Kerusakan yang terjadi pada pengaduk dikarenakan pengaduk tidak
kuat menahan turbulensi dari aliran air, sehingga diperkirakan unit ini mampu berjalan tanpa
adanya tambahan pengaduk mekanik.
Instalasi Karang Pilang I memiliki 1 bak flash mix spesifikasi sebagai berikut:
Panjang (P) =1m
Lebar (L) = 1,75 m
tinggi (H) =2m
Volume (V) = 3,5 m3
Debit (Q) = 1,45 m / dt
Waktu tinggal (td) = V/Q
= 3,5 m3/ 1,45 m3/dt
= 2,4 dt
Observasi lapangan dilakukan di flash mix (pengadukan cepat) untuk mengetahui
kondisi real dari air baku yang masuk ke flash mix. Sebelum masuk ke saluran slow mix, air
baku tersebut mengalami pemecahan flok dan pencampuran dengan koagulan menggunakan
alum dengan koagulasi gravitasi atau terjunan seperti Gambar 4.11. terdapat injeksi zat
koagulan dan pengadukan cepat secara gravitasi.
Gambar 5.11 Bangunan Pengaduk Cepat
Unit slow mix pada instalasi pengolahan air Karang Pilang 1 menggunakan model
hydrolik jet flokulator. Air dari flash mix langsung menuju bak slow mix melalui outlet yang
berupa kanal. Unit ini tersusun dari 3 bak yang disusun secara seri yang dipisahkan dengan
perforated baffle untuk menahan laju aliran agar aliran air semakin lambat, sehingga
pembentukan flok dapat maksimal. Pada bak pertama ada penambahan polielektrolit yang
berfungsi untuk menambah kekuatan alum dalam mengikat partikel-partikel koloid.
Observasi lapangan juga dilakukan di slow mis (pengadukan lambat) untuk
mengetahui kondisi real dari air baku yang masuk ke slow mix. Sebelum masuk ke saluran
clarifier, air baku tersebut mengalami pembentukan flok akibat penggumpalan dan aliran yang
lebih rendah sehingga berbentu flok yang nantinya diendapkan di bak sedimentasi. Berikut
bak slow mix seperti Gambar 4.12. terdapat sisa zat koagulan yang mengalami flotasi.

Gambar 5.12 Pengaduk Lambat


5.3.4.2 Evaluasi Bangunan Pengadukan Cepat dan Lambat
Evaluasi bangunan pengadukan berdasrkan hasil observasi dan pehitungan. Sesuai
dengan fungsinya, pengadukan cepat harus dapat mengaduk bahan koagulan (tawas) dengan
air secara merata sehingga syarat bangunan ini harus dapat menciptakan aliran yang turbulen.
Aliran yang turbulen memiliki nilai Nre > 10.000 dan nilai gradien kecepatannya adalah
diatas 700/detik. Jika dihitung berdasarkan kondisi eksisting bak flash mix, maka perhitungan
nilai Nre nya adalah sebagai berikut:
Kecepatan aliran hidrolis (Vh) = Q/(L x H )
= 1,35 m3/detik / (1,75 m x 2 m )
= 0,38 m/detik
Jari-jari hidrolis ( R ) = (L x H) / (L + 2H)
= (1,75 x 2) / (1,75 + 4)
= 0,6 m
Nre = Vh x R /
= 0,38 x 0,6 / 0,89 x 10-6
= 256179>> 10.000 (memenuhi)

Perhitungan gradien kecepatan (G)

Dimana,
G =
Q . . g . h
.V

G= Gradien kecepatan (1/detik)


Q = Debit aliran (m3/detik)
= Viskositas absolut (0,89x10-3 kg/m.detik)
= massa jenis air (997kg/cm)
td = Waktu detensi (detik)
V = Volume bak (m3)
h = Kehilangan tekanan (m)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
G =
Q . . g . h
.V


m3 kg m
1,35 .997 3 .9,81 2 .0,33 m
dt m dt
=
kg
0,89.103 2
.3,5 m3
m. dt
= 1182,72/detik (OK) , G > 700/detik (memenuhi)
Menurut Wahyono, 2012 yang terpenting dalam unit flashmix adalah nilai Gtd yaitu
bayaknya tumbukan imajiner. Jika nilai Gtd tidak memenuhi maka pencampuran antara
koagulan dengan air tidak sempurna sehingga perlu diperbaiki nilai G nya dengan
memindahkan titik pencampuran ke aliran yang memiliki turbulensi lebih besar atau dengan
mempersempit inlet agar timbul headloss yang besar.
Unit slow mix pada IPA Karang Pilang ada 5 unit dengan 2 kompartemen dengan
evaluasi bak sebagai berikut.
a. Kompartemen 1
Bentuk potongan = trapezium
Panjang (P) = 9,5 m
Lebar (L) =2,4 m
Tinggi 1 (h1) = 2,4 m
Tinggi 2 (h2) = 3,15 m
Volume = x (3,15 + 2,4) x 2,4
= 6,66 m3
Debit setiap unit (Qn)= 1,35/5 = 0,27 m3/detik
Waktu tinggal = Volume /Qn
= 6,66/0,27
= 24,67
= 25 detik
Jumlah lubang = 13 x 3
= 39
Diameter lubang (d)= 0,075 m
Jumlah A lubang = 39 x x x 0,0752
= 0,156 m2
A = Q/v
V = Q/A
= 0,27/0,156
= 1,73 m/s
V2 xk
Hf =
2x g
1,73 2 x 0,8
=
2 x 9,81
= 0,12 m
Q x xg xh
G2 =
xv
0,27 x 997 x 9,81 x 0,14
=
0,89. 103 x 1,86
G = 240/detik< 700/detik (memenuhi)
b. Kompartemen 2
Bentuk potongan = trapezium
Panjang (P) = 9,5 m
Lebar (L) = 4,2 m
Tinggi 1 (h1) = 3,15 m
Tinggi 2 (h2) = 5,15 m
Volume = x (3,15 + 5,15) x 4,2= 17,43 m3
Debit setiap = 0,27 m3/detik
Waktu tinggal = Volume /Qn
= 17,43/0,27
= 65detik
Jumlah lubang =8x4
= 32
Diameter lubang (d)= 0,3 m
Jumlah A lubang = 32 x x x 0,32
= 2,3 m2
A = Q/v
V = Q/A
= 0,27/2,3
= 0,12 m/s
V2 xk
Hf =
2x g
0,122 x 0,8
=
2 x 9,81
= 0,06.10-3 m
Q x xg xh
G2 =
xv
0,27 x 997 x 9,81 x 0,06.103
=
0,89.103 x 1,86
G = 97/detik< 100/detik (memenuhi)
Berdasarkan hasil evaluasi bak pengadukan masih memenuhi untuk proses pengolahan dari
desain dan kenyataan di lapangan.
5.3.5 Clarifier
Setelah melalui pengadukan lambat (slow mix), pengendapan flok-flok yang terjadi
diendapkan dalam unit yang bernama clarifier.

5.3.5.1 Hasil Observasi Lapangan


Berdasarkan hasil observasi lapangan di Instalasi Penjernihan Air Minum Karang
Pilang I Surabaya, clarifier berbentuk persegi panjang sehingga kualitas air baku di ujung
menjadi lebih baik daripada kualitas air baku di dekat inlet. Bak Clarifier dibagi lagi menjadi
beberapa sekat dimana di dalam sekat tersebut terdapat tube settler sebagai penghalang flok-
flok untuk lewat.
Jumlah clarifier pada Instalasi Penjernihan Air Minum Karang Pilang 1 Surabaya lima
buah, dengan tiap unit terdapat tiga buah kotak drainase, yang berfungsi sebagai tempat
lumpur. Pengurasan lumpur menggunakan klep otomatis yang diatur sesuai dengan keadaan
lumpur, jika diperkirakan lumpur yang diproduksi banyak maka intensitas pengurasan akan
lebih cepat. Lumpur hasil olahan ini kemudian dialirkan menuju lagoon untuk diolah dalam
pengolahan lumpur.Spesifikasi unit clarifier pada IPAM Karang Pilang I adalah sebagai
berikut.
Jumlah unit filtrasi = 5 unit
Tipe unit = rectangular
Panjang = 18,25 meter
Lebar = 8,9 meter
Kedalaman = 6,5 meter
Jumlah weir tiap bak = 200 buah untuk bak 1 dan 240 buah untuk bak 2-5
Observasi lapangan dilakukan di clarifier untuk mengetahui kondisi real dari air baku
yang masuk ke clarifier. Sebelum masuk ke saluran filter, air baku tersebut mengalami
pengendapat partikel koloid di clarifer dengan bantuan tube setler dan gutter untuk mengukur
debit dari clarifier. Berikut gambar sedimentasi atau clarifier di Karang Pilang 1 ditunjukkan
pada Gambar 4.13.

Gambar 5.13 Bangunan Clarifier


Gutter sebagai outlet clarifier berbentu canal dengan V-notch sebagai pengatur keluarnya air.
V-notch akan menahan air yang akan memasuki gutter, sehingga flok yang berat tidak akan
masuk ke gutter. Berdasarkan hasil percobaan bangunan clarifier mampu meremoval
kekeruhan sampai 65 %. Data kekeruhan dan besarnya removal pada bangunan
prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Data Kekeruhan Bangunan Clarifier
Inlet Outlet Presentase Removal
Tanggal pH
(NTU) (NTU) (%)
9 Juli 2015 11,6 4,02 7,64 65,34
10 Juli 2015 11,2 4,36 7,48 61,07
13 Juli 2015 11,8 4,75 7,57 59,75
14 Juli 2015 11,85 4,17 7,48 64,48
Sumber : Hasil Uji di Laboratorium Karang Pilang I

5.3.5.2 Evaluasi Bangunan Clarifier


Berdasarkan tabel di atas presentase removal pada bangunan clarifier IPAM Karang
Pilang I sudah bisa dikatakan baik karena mencapai 65,34 %. Akan tetapi, hal ini tidak
menunjukkan bahwa proses pengendapan partikel flokulen pada bak sudah efektif karena
untuk mengetahui keefektifan proses pengendapan juga harus dilihat dari berbagai faktor,
yaitu overflow rate dan waktu detensi. Adapun penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Waktu Detensi
Waktu detensi air secara teoritis di dalam tangki adalah sebagai berikut :
Volume
Td :
Q
18,25 x 8,9 x 6,5
:
0,27 m3 /detik
: 1.055,76 detik
: 0,29 jam (tidak memenuhi criteria desain < 2- 4 jam)
b. Over Flow Rate
Over flow rate ditentukan oleh surface area, dimana semakin besar surface area, maka
kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisiensi semakin baik. Perhitungan over
flow rate adalah sebagai berikut :
Q
= As
So
972
= 162 , 43
So

= 5,98 m3/m2.jam (tidak memenuhi criteria desain > 0,85 2 m3/m2.jam)

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa proses pengendapan pada

bangunan clarifier masih kurang efektif. Hal ini disebabkan karena pengendapan partikel

flok, unit yang rusak maupun sistem pengurasan dari bak.

Permaslahan pada outlet yang Diharapkan dari unit clarifier memiliki kadar turbidity 4-5
NTU sehingga siap dialirkan menuju filter. Hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi keadaan
filter yang sudah tidak bisa menyaring kekeruhan dengan optimum. Jika beban filter melebihi
4 NTU, maka hasil outlet filter tidak bisa memenuhi target yang diharapkan, yaitu dibawah 1
NTU.Permasalahan ini menyebabkan penggunaan tawas IP Karang Pilang I menjadi berlebih.
Penggunaan tawas yang berlebih menyebabkan kandungan alum dalam air yang diproduksi
menjadi lebih tinggi.
Jartest yang dilakukan untuk menentukan kadar tawas yang optimum tidak bisa
langsung digunakan sebagai acuan. Hal ini karena adanya perbedaan beberapa faktor antara di
laboratorium dengan yang ada di lapangan. Perbedaan itu antara lain pada penentuan kadar
tawas yang menggunakan persen berat, sedangkan penerapannya dilapangan menggunakan
persen volume. Selain itu, sistem jartests merupakan sistem batch sedangkan dilapangan
merupakan sistem continue. Maka untuk menanggulangi perbedaan antara sistem di lab
dengan yang ada di lapangan diperlukan scale factor yang tepat sehingga penentuan kadar
tawas dapat benar-benar tepat.
Penambahan tawas yang tidak tepat akan mengakibatkan kegagalan pembentukan
flok, peningkatan nilai ph dan alum pada air produksi, serta pemborosan tawas. Penambahan
tawas adalah hal yang sangat penting dalam pengolahan air minum, oleh karenanya perlu
dilakukan pengawasan dan pemantauan agar dalam pengoperasiannya tidak terjadi selisih
yang sangat besar. Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk jartest dan pengaturan dosis
tawas perlu diadakan sehingga operator yang bekerja mempunyai acuan yang jelas.
Menurut acuan kerja yang ada di operator jartest harus dilakukan setiap 2 jam sekali,
namun pada kenyataannya operator yang bertugas tidak setiap 2 jam sekali melakukan jartest.
Hal ini karena operator hanya melihat turbidity air yang masuk ke pengolahan, dan
memperkirakan dosis tawas berdasarkan kebiasaan. Perlakuan yang seperti ini jelas tidak
sesuai dengan SOP yang ada, namun hal ini dapat ditanggulangi dengan mencatat hasil jartest
yang ada dan kekeruhan kedalam tabel yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk
menentukan dosis tawas. Tapi hal ini tentu tidaklah seakurat jika melakukan jartest, karena
dengan cara seperti ini hanya memperhatikan turbidity saja padahal yang membutuhkan tawas
tidak hanya turbidity tapi juga zat organic dan warna.
Outlet clarifier berupa Gutter yang berbentuk canal dengan V-notch sebagai pengatur
keluarnya air. V-notch akan menahan air yang akan memasuki gutter, sehingga flok yang berat
tidak akan masuk ke gutter. Pada clarifier juga terdapat tiga buah kotak drainase, yang
berfungsi sebagai tempat lumpur. Lumpur di kuras setiap satu bulan sekali. Pengurasan
lumpur menggunakan klep otomatis yang diatur sesuai dengan keadaan lumpur, jika
diperkirakan lumpur yang diproduksi banyak maka intensitas pengurasan akan lebih cepat.
Pengurasan lumpur dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah di tentukan. Hal ini merupakan
metode pengurasan yang kurang tepat karena kekeruhan pada musim kemarau dan musim
berbeda, sehingga di khawatirkan pada saat waktu pengurasan lumpur yang mengendap masih
sedikit atau terlalu banyak.
Pengurasan seharusnya dilakukan berdasarkan jumlah volume lumpur yang
mengendap. Kondisi bak yang terlalu dalam tidak memungkinkan untuk melakukan
penggukuran secara manual atau secara langsung. Alternatif yang bisa dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini yaitu dengan menambahkan sensor di bawah bak guna
mengetahui jumlah lumpur yang mengendap.Pengurasan bak clarifier berpengaruh terhadap
outlet clarifier. Ketika dilakukan pengurasan nilai kekeruhan air outlet clarifier meningkat
karena kotoran seperti lumut yang melekat di clarifier ikut terhanyut bersama air dan keluar
dari clarifier. Pemeliharaan unit clarifier pada IPA Karang Pilang I adalah pada pembersihan
lumut yang tumbuh di permukaan settler. Pembersihan ini dilakukan setiap satu minggu
sekali. Selain pembersihan lumut, dilakukan juga pengurasan bak setiap satu bulan sekali.

5.3.6 Bangunan Filter


Filter merupakan bangunan inti dari sistem pengolan air dikarenakan pada filter
terdapa 3 proses yaitu fisika, kimia dan biologis. Proses fisika dari air yang terjadi
pengendapan secara gravitasi, biologis menggunakan media dan kimia terjadi transfer
senyawa dalam air.

5.3.6.1 Hasil Observasi Lapangan


Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid. Pada
pengolahan air minum, filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil dari proses koagulasi
flokulasi sedimentasi di clarifiersehingga dihasilkan air minum dengan kualitas
tinggi.Selain mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat pula mereduksi kandungan bakteri,
menghilangkan warna, rasa, bau, besi, dan mangan.
Unit filtrasi yang digunakan pada IPAM Karang Pilang I adalah rapid sand filter
dengan pengaliran down flow. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di Instalasi PDAM
Karang Pilang I menggunakan system penyaringan permukaan (surface filter). Bak filter
berjumlah 12 yang disusun secara paralel. Media yang digunakan adalah pasir silika dan
antrasit yang disangga dengan gravel. Fungsi setiap media adalah sebagai berikut:
Antrasit berfungsi untuk menahan flok flok partikel dengan ukuran yang cukup besar.
Pasir silika berfungsi menahan partikel yang lolos dari saringan antrasit.
Gravel berfungsi sebagai media penyangga yang akan menahan media pasir agar tidak
masuk ke nozle
Tebal media filter 90 cm, dengan susunan lapisan sebagi berikut :
Pasir silika dengan ketebalan 50 cm( diameter pasir sebesar 0,8 1,2 mm)
Antrasit dengan ketebalan 40 cm2.
Kerikil sedang dengan ketebalan 10 cm.
Observasi lapangan dilakukan di filter karang pilang untuk mengetahui kondisi real
dari air baku yang masuk ke filter. Pada filter terjadi penyaringan dengan 3 media . Berikut
Gambar 4.14 menunjukan filter yang sedang di back wash dan filter yang sedang
berlangsung untuk proses penyaringan.

Gambar 5.14 Bangunan Filter

Spesifikasi unit filtrasi pada IPAM Karang Pilang I adalah sebagai berikut :
Jumlah unit filtrasi = 12 unit
Tipe media = dual media
Arah aliran = down flow
Kecepatan aliran = 8 m3/m2.jam
Panjang bak = 10 meter
Lebar bak = 7,15 meter
Kedalaman = 3,2 meter
Media Filter :
Media Antrasit
Ketebalan antrasit = 40 cm
Specific gafity (Ss) = 1,5 g/cm3 (Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,7
Porositas (f) = 0,48
Diameter media = 0,8-1,6 mm
Media Pasir Silika
Ketebalan silika = 50 cm
Specific gafity (Ss) = 2,6 g/cm3(Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,83
Porositas (f) = 0,4
Diameter media = 1,0-2,8 mm
Media Gravel
Ketebalan silika = 10 cm
Specific gafity (Ss) = 2,6 g/cm3(Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,38
Porositas (f) = 0,98
Diameter media = 3,4-13,2 mm
Nozzle
Diameter pipa nozzle = 0,2 cm
Berdasarkan hasil percobaan bangunan filter mampu meremoval kekeruhan sampai 81,5 %.
Data kekeruhan dan besarnya removal pada bangunan prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel
4.9 berikut ini.

Tabel 5.9 Data Kekeruhan Bangunan Filter


Inlet Outlet Presentase Removal
Tanggal pH
(NTU) (NTU) (%)
27 Juli 2015 4,925 0,965 7,55 80,4
28 Juli 2015 4,4 1,065 7,46 75,71
29 Juli 2015 5,05 0,93 7,64 81,58
30 Juli 2015 4,89 0,94 7,68 80,77
Sumber : Hasil Uji di Laboratorium Karang Pilang I
Untuk backwash, pada karang pilang menggunakan sistem tekanan udara yang di semprot
kemudian dicuci dengan air dengan kisaran waktu saat di blower dengan udara selama 10
menit dan dicuci dengan air selama 15 menit. Hal ini kurang efisien dari segi pemakaian air
dan pencucian. Sebaiknya dilakukan backwash denga blower selama satu hingga dua menit
kemudian di cuci dengan air selama dua hingga 3 menit yang diulang selama tiga kali
pencucian. Pemakaian ini dapat menekan pemakaian air dan efektifitas pencucian lebih baik
karena partikel yang besar dibersihkan terlebih dahulu, hingga hanya sisa partikel kecil saat
pencucian terakhir.
5.3.6.2 Evaluasi Bangunan Filter
Evaluasi pada bangunan filter meliputi perhitungan media, headloss dan backwash
dari filter untuk pemakaian efektif.
a. Perhitungan Kecepatan Filtrasi
Kedalaman =3,2 meter
Debit total (Q) =1350Lt/detik
= 1,35 m3/detik
Jumlah bak = 12 unit (yang terbangun)
= 12 (Q)0,5
= 12 x (1,35)0,5
= 13,95 ~ 14 unit (menurut kriteria SNI 6774/2008)
Q 1,35
Q per bak (Qn) = = = 0,1125 m3/detik
n 12
Q 1,35
Q jika 2 bak dicuci = = = 0,135 m3/detik
n 10
P bak =10 meter
Lbak = 7,15 meter
Luas Perm (As) =p x l
= 10 x 7,15
= 71,5 m2
Qn 0,112
Kecepatan (Vf) = =
As 71,5
-3
=1,57 x 10 m/detik
= 6 m/jam(memenuhi, 6-11 m/jam)
Qn 0,135
Kecepatan (Vf) = =
As 71,5
-3
Saat 2 bak dicuci = 1,8 x 10 m/detik
= 6,79 m/jam (memenuhi, 6-11 m/jam)

b. Headloss media eksisting


Untuk melakukan perhitungan terhadap headloss pada media filter, dilakukan
perhitungan headloss sebagai berikut .
A. Headloss Media Pasir Filter
Viskositas kinematis pada suhu 270 C = 0,8581.10-6m2/dtk
Kecepatan filtrasi semua bak beroperasi (12 buah) = 6m/jam = 0,157 cm/dtk
Kecepatan filtrasi saat dua bak dicuci (10 buah) = 6,79 m/jam x 10 = 0,18 cm/dtk
D rerata = (d1 x d2)0.5 = (1 x 2,8)0,5 = 1,67 mm = 1,67 x 10-3 m
Porositas media () :
- Pasir = 0,4
Ketebalan media :
- Pasir = 50 cm
Shape factor
- Pasir = 0,83
Perhitungan:
1. Saat Semua Bak Beroperasi (12 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,83 x 0,167 x 0,167 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 2,69
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut.
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/2,69 + 3/(2,69)0.5 + 0.34
= 8,92+ 1,82+ 0.34
= 11,09
CDx/d= 11,09 x 100% / 1,67 x 10-3 m
= 6641,347

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.83 x 0.167/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.44 x 6641,357
= 0.0158 m 1,58cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,83 x 0,167 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 2,9
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/2,9 + 3/(2,9)0.5 + 0.34
= 8,27 + 1,76+ 0.34
= 10,37
CDx/d= 10,37 x 100% / 1,8 x 10-3 m
= 5761,1

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.83 x 0.167/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.44 x 5761,1
= 0.0108 m 1,08 cm
B. Headloss Media Antrasit Filter
Viskositas kinematis pada suhu 270 C = 0,8581.10-6m2/dtk
Kecepatan filtrasi semua bak beroperasi (12 buah) = 6m/jam = 0,157 cm/dtk
Kecepatan filtrasi saat dua bak dicuci (10 buah) = 6,9 m/jam x 10 = 0,18 cm/dtk
D rerata = (0,8 x 1,6)0.5= 1,13 mm = 1,13 x 10-3 m
Porositas media () :
- Antrasit = 0,48
Ketebalan media :
- Antrasit= 40 cm
Shape factor
- Pasir = 0,7
Perhitungan:
1. Saat Semua Bak Beroperasi (12 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,7 x 0,113 x 0,167 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 1,53
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/1,53 + 3/(1,53)0.5 + 0.34
= 15,68 + 2,42+ 0.34
= 18,45
CDx/d = 18,45 x 100% / 1,67 x 10-3 m
= 11048,88

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.7 x 0.113/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.484 x 11048,88
= 0.0101 m 1,01 cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,7 x 0,113 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 1,67
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/1,67 + 3/(1,67)0.5 + 0.34
= 14,37 + 1,076+ 0.34
= 15,786
CDx/d = 15,786 x 100% / 1,8 x 10-3 m = 8770

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.7 x 0.113/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.484 x 8770
= 0.0093 m 0,93 cm
C. Headloss Media Filter Gravel
Viskositas kinematis pada suhu 270 C = 0,8581.10-6m2/dtk
Kecepatan filtrasi saat 12 unit beroperasi = 6 m/jam = 0,167 cm/dtk
Kecepatan filtrasi saat 10 unit beroperasi = 6,9 m/jam = 0,18 cm/dtk
D rerata = (d1 x d2)0.5 = (3,4 x 13,2)0.5 = 6,69 mm = 6,69 x 10-3 m
Porositas media () :
- Gravel = 0,38
Ketebalan media :
- Gravel = 15 cm
Shape factor
- Gravel = 0,98
Perhitungan:
1. Saat 12 Unit Beroperasi:
Nre = x d x Va /
= 0,98 x 0,669 cm x 0,167 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 12,75
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/12,75 + 3/(12,75)0.5 + 0.34
= 3,06
CDx/d = 3,06 x 100% / 6,69 x 10-3 m
= 457

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.98 x 0.669/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.384 x 457
= 0,0045 m 0.45 cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,98 x 6,69 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 13,7
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/13,7 + 3/(13,7)0.5 + 0.34
= 1,75 + 0,81 + 0,34
= 2,9
CDx/d = 2,9 x 100% / 1,8 x 10-3 m
= 1611

( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.98 x 0.669/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.384 x 1611
= 0.0185 m 1,85 cm
Total headloss media filter saat semua bak beroperasi
1,58 cm + 1,01 cm + 0.45 cm = 3,04 cm
Total headloss media filter saat dua bak dibackwash 10 bak beroperasi
1,08 cm + 0,93 cm + 1,85 cm = 3,86 cm
c. Sistem Backwash
1. Kontrol Intermixing
Setelah backwash ada kemungkinan terjadi pencampuran antara antrasit dan
pasir.Untuk itu harus dilakukan kontrol intermixing atau pencampuran dengan
membandingkan kecepatan mengendap (Vs) dari kedua media tersebut.Pencampuran
media tidak akan terjadi jika:Vs antrasit terbesar < Vs pasir terkecil
Media Antrasit
= 0,7
Ss = 1,5g/cm3
terbesar = 1,6 mm = 0,16 cm
x Vs x d
Nre =

0.7 x Vs x 0,16
=
0,8394. 102
= 13,34 Vs
18,5
Cd =
(13,34 Vs)0,6
= 3,91 vs-0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd
x Ss1 x d
)) 1 /2
0,6
= (4 981 x vs
3
x
3,91 )
x ( 1,51 ) x 0,16
Vs = 8,65Vs0,3cm/detik
Vs0,7 = 8,65cm/detik
Vs =21,8cm/detik
Media Pasir
= 0,83
Ss = 2,6 g/cm3
terkecil = 1,0 mm ~ 0,1 cm (d)
Perhitungan:
0,83 x Vs x 0,1
Nre =
0,8394. 102
= 9,88 Vs
18,5
Cd = 0,6
(9,88 Vs)
4,68
=
(Vs)0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1/ 2
4 981

( x
= 3 4,68
Vs 0,6
)
x ( 2,61 ) x 0,1

Vs = 8,35Vs0,3
Vs = 20,76cm/detik
Karena Vs antrasit terbesar > Vs pasir terkecil = 21,8 cm/detik>20,76cm/detik
(tidak memenuhi kriteria), terjadi pencampuran. Berdasarkan hasil wawancara,
memang dikatakan bahwa saat terjadi backwash terjadi pencampuran setinggi 10 cm
setelah dilakukan proses backwash. Pencampuran media tidak akan terjadi jikaVs
antrasit terbesar < Vs pasir terkecil. Sehingga ukuran diameter pasir yang
dijadikan media yaitu sesuai kriteria design daari SNI dengan rentang sebesar 1,2 mm
2,8 mm (SNI 6674 : 2008) yang dijelaskan dibawah ini.
Media Antrasit
= 0,7
Ss = 1,5 g/cm3(Data IPAM Karang Pilang I)
terbesar = 1,6 mm = 0,16 cm (Data IPAM Karang Pilang I)
x Vs x d
Nre =

0.7 x Vs x 0,16
=
0,8394. 102
= 13,34 Vs
18,5
Cd =
(13,34 Vs)0,6
= 3,91 vs-0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1 /2
0,6
= ( 4 981 x vs
3
x
3,91 )
x ( 1,51 ) x 0,16
Vs = 8,65 Vs0,3cm/detik
Vs0,7 = 8,65 cm/detik
Vs = 21,8 cm/detik
Media Pasir
= 0,83
Ss = 2,6 g/cm3(Data IPAM Karang Pilang I)
terkecil = 1,2 mm ~ 0,12 cm (d) (SNI 6774:2008)
Perhitungan:
0,83 x Vs x 0,12
Nre =
0,8394.102
= 11,86 Vs
18,5
Cd =
(11,86 Vs)0,6
4,19
= 0,6
(Vs)
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1 /2
4 981

( x
= 3 4,19
Vs 0,6
)
x ( 2,61 ) x 0,12

Vs = 9,67 Vs0,3
Vs = 25,59 cm/detik
Karena Vs antrasit terbesar < Vs pasir terkecil = 21,8 cm/detik<25,59 cm/detik
(memenuhi kriteria), sehingga dengan diameter sesuai kriteria design maka tidak akan
terjadi pencampuran.
2. Kecepatan Backwash
d terbesar pasir = 2,8 mm = 0,28 cm
0,83 x Vs x 0,28
Nre =
0,8394. 102
= 27,68 Vs
18,5
Cd =
(27,68 Vs)0,6
2,52
= 0,6
Vs
0,6 1/ 2
Vs = ( 4
3
x 981 x
Vs
2,52 )
x ( 2,61 ) x 0,28
Vs = 15,24cm/detik
Syarat terjadinya ekspansi :
Vvp 0,22
F < ( ) Vs
atau Vvp > Vs x f 4,5
dimana Vvp = Vbw (V backwash), maka :
Vbw > Vs x f4,5
Vbw >15,24 x 0,44,5
Vbw > 0,24 cm/detik
Karena syarat Vbw harus > 0,24 cm/detik, maka dibutuhkan Vbw = 0,25 cm/detik.
3. Ekspansi Media Filter
Persamaan-persamaan yang digunakan:
Porositas Ekspansi
0,22
Vbw
Fe = ( )Vs
Tinggi Media Terekspansi
Li (1f )
Le =
1fe
Di
=
1fe
Prosentase Ekspansi
Li
H = x 100
Li
Keterangan =
Fe = porositas ekspansi
Vbw = kecepatan backwash
Vs = keceptan pengendapan media
Le = tinggi media terekspansi
Li = ketebalan media
F = porositas media
Fe = porositas media terekspansi
Di = diameter rata-rata media
H = prosentase ekspansi
Ekspansi Media Antrasit
d terbesar = 0,16 cm
Vs = 15,24 cm/detik
f = 0,48
Kontrol terjadi ekspansi:
Vbw 0,22
Fe ( )
=
Vs
0,22
0,25
= ( )
15,24
= 0,404
Fe > f
0,404 > 0,4 (memenuhi kriteria)
Tinggi media terekspansi:
Li (1f )
Le =
1fe
40(10,4)
Le =
10,404
= 40,26
Prosentase media antrasit terekspansi:
5040
H = x 100
40
= 25%
Ekspansi Media Pasir Silika
d terbesar = 2,8mm
porositas (f) = 0,4
Kecepatan pengendapan untuk diameter 0,08 cm =
Nre = 7,91 Vs
5,35
Cd =
Vs 0,6
Vs = 11,96 cm/detik
Kontrol terjadi ekspansi:
Vbw 0,22
Fe ( )
=
Vs
>f
0,22
0,3
( 11, 96 ) =0, 44 > 0,4
(memenuhi kriteria)
Tinggi media terekspansi:
Li (1f )
Le =
1fe
40(10,4)
Le = = 40,26 cm
10,404
Waktu pembackwashan = Le/Vbw
= 40,26 cm/ 0,25 cm/detik
= 161,07 detik
= 2,68 menit
Presentase media antrasit terekspansi:
40,2640
H = x 100
40
= 0,65 %
Ekspansi Media Penyangga
Kerikil sebagai media penyangga tidak akan terekspansi, karena V backwash
yang digunakan adalah kecepatan untuk menaikkan pasir dengan diameter terbesar dan
tidak berlaku untuk kerikil berdiameter lebih besar dari pasir.
Kontrol terjadinya ekspansi:
Syarat: Vvp < Vs x f4,5
terkecil kerikil = 3,4 mm = 0,34
f = 0,38
Ss = 2,65 gr/cm3
= 0,98

Perhitungan:
0,98 x Vs x 0,34
Nre = 2
0,8394. 10
= 39,7 Vs
1,85
Cd =
Nre 0,6
0,2
=
Vs 0,6
1/ 2
Vs0,6
Vs = ( 4
3
x 981 x
0,2
x ( 2,651 ) x 0,34 )
Vs = 60,57 cm/detik
Maka:
Vvp = 60,57 x (0,38)4,5
= 0,778 cm/detik
0,4 cm/detik <0,778 cm/detik (memenuhi kriteria Vbw < Vvp)
Karena Vbw < Vvp, maka pada media kerikil tidak terjadi ekspansi, dimana syarat
ekspansi adalah Vvp < Vbw.
Headloss saat backwash:
Hf = 2 x Hf kerikil saat bersih
= 2 x 0,07
= 0,14 cm
4. Kebutuhan Backwash
V backwash hitungan = 0,25. 10-2m/detik
Dimensi bak = L = 7,15 m ; P = 10 m
Periode pencucian = 1 hari sekali, setiap 24 jam
Qbw = Vbw x A
= 0,25. 10-2m/detik x (10 m x 7,15 m)
= 0,179 m3/detik
Volume air backwash untuk 1 bak (t = 3 menit)
Vol = Qbw x t
= 0,179 m3/detik x 180 detik
= 32,2 m3
Volume total 12 bak = 32,2 m3 x 12 = 386,4 m3
5. Produksi 1 filter dalam 1 hari:
Produksi = Qn bak x 1 hari x 86400 detik/hr
= 0,179 m3/detik x 1 hari x 86400 detik/hr
= 15465,6 m3
386,4
Prosentase volume air backwash = x 100 %
15465,6
= 2,5 %
6. Operasional Filter di Karang Pilang I
Air yang digunakan untuk sekali backwash = 32,2 m3
Q pompa Backwash =300 lt/detik
= 0,3 m3/dtk
Lama Backwash (t) = 15 menit
= 900 dtk
Volume air BW = Q pompa BW x t
= 0,3 m3/dtk x 900 dtk
= 270 m3
Volume BW dalam sehari = 270 x12
= 3.240 m3
Terjadi pemborosan air untuk backwash filter, sebesar :
Pemborosan air BW sehari = 27032,2= 237,8 m3(untuk satu kali backwash)
Kec. BW = Q pompa bw / A
V bw = 0,3m3/dt / (10 x 7,15)
= 4,2 . 10-3m/dt
= 0,42 x cm/detik
Kebutuhan debit backwash berdasarkan perhitungan sebesar 0,2145
m3/detikselama 3 menit, sementara di lapangan SOP pencucian filter (backwash) selama 8
menit dengan debit 0,3m3/detik. Menurut Wahyono (2012) air backwash yang terlalu
deras atau debit yang besar dapat merusak susunan dari media kerikil dan pasir.
Kerusakan susunan terjadi karena debit yang besar membuat kecepatan air yang melalui
media juga semakin besar. Hal ini dapat membuat media bergesekan yang dapat merubah
porositas dan efective size dari media yang ada. Perubahan porositas dan efective size dari
media mengurangi kemampuan media dalam menyaring partikel sehingga kemungkinan
clogging terjadi lebih cepat.
Penggunaan udara (blower) sebelum pencucian dapat memperburuk kondisi dari
media tersebut. Blower yang dilakukan sebelum backwash selama 10 menit harus
dipastikan tidak berlebih karena dengan blower yang terlalu lama akan membuat media
rusak hingga mencapai pecahnya media menjadi butiran yang lebih kecil. Media yang
hancur dan menjadi lebih ringan inilah yang akan terbawa saat backwash dan turun
hingga ke nozzle sehingga menyebabkan berkurangnya ketebalan media pada filter.
Ketebalan media yang semakin berkurang dan kondisi yang tidak baik membuat beban
kerja filter semakin berat dan menyebabkan clogging terjadi lebih cepat atau dibutuhkan
backwash lebih sering.
Untuk mengurangi dampak yang terjadi dari terbawanya media ke nozzle dapat
dilakukan penyusunan media penyangga secara bergradasi dengan urutan dari dasar filter
kerikil kasar, kerikil halus, lalu kerikil kasar. Hal ini dilakukan untuk memberikan
kestabilan media penunjang sehingga media halus diatasnya dapat tertahan dan tidak
terbawa menuju nozzle. Secara kasat mata media penyangga berupa kerikil tidak
ditemukan lagi. Kemungkinan besar kerikil telah hancur menjadi diameter yang lebih
kecil dan bercampur dengan pasir. Kerikil hancur ini juga akan menghambat proses
filtrasi karena porositasnya yang kecil sehingga cepat clogging dalam media.
Media yang ada saat ini perlu dilakukan uji ulang untuk mengetahui kelayakan
media dalam beroperasi. Dalam hal ini perlu dilakukan penggantian media dengan media
baru yang lebih ideal agar kerja filter lebih bagus dan tidak terjadi pemborosan air
backwash. Selain itu volume media juga sudah berkurang kurang lebih 20 cm, yang
menyebabkan kinerja filter menurun. Apabila kinerja filter menurun maka beban yang
dimasukkan pada inlet filter harus ringan sehingga meningkatkan beban Clearator dan
memperbanyak penggunaan bahan kimia Alum.
Backwash yang dilakukan pada setiap filter tidak dijadwalkan, penentuan waktu
backwash didasarkan pada kondisi masing-masing filter. Jika muka air diatas media
sudah meninggi dan turbulensi di pintu air inlet filter besar, maka disaat itulah perlu
dilakukan backwash. Karena tidak terjadwal, maka ada saat pembackwashan bersamaan
dengan jam puncak pelanggan. Disaat itulah operator harus menentukan pilihan antara
mempertahankan pasokan air pada reservoir atau menjaga kondisi filter. Jika filter
dibackwash hingga bersih maka, pasokan air di reservoir akan berkurang, maka pada
kondisi ini operator memilih untuk menempuh jalan pertengahan. Backwash tetap
dilakukan, tapi dengan tidak membilasnya secara maksimal untuk mempertahankan
pasokan air di reservoir. Akibatnya kondisi filter tidak seoptimal seperti yang biasanya.
Hal ini dapat dilihat pada kondisi fisik air di atas media filter yang menjadi berbusa,
seperti pada Gambar 4.15
Gambar 5.15 Air di Filter Akibat Pencucian yang Tidak Maksimal

Kondisi filter yang tersumbat parah dan nozle yang sudah rusak terkadang
menyebabkan proses backwash berbeda dari yang biasanya. Backwash yang biasanya hanya
menggunakan air dari reservoar yang belum diinjeksikan gas chlor, perlu tambahan air dari
clarifier untuk membantu menggelontor kotoran dari atas.
5.3.7 Desinfeksi
Desinfeksi merupakan proses untuk mendestruksi mikroorganisme yang patogen. Pada
penyediaan air minum, desinfeksi bermanfaat untuk melindungi pemakai air dari penularan
penyakit yang dapat disebarkan melalui air antara lain disentri, kolera, tipus, poliomyelitis,
hepatitis, dan sebagainya. Penyakit penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri, virus, dan
kista amoeba. Mikroorganisme ini dapat dimatikan dengan proses desinfeksi.Metoda yang
dugunakan untuk desinfeksi adalah dengan menginjeksikan gas chlor, yang biasa disebut
metode kimiawi.
Faktor yang berpengaruh untuk proses desinfeksi diantaranya adalah :
Waktu Kontak
Jenis Desinfektan
Konsentrasi Desinfektan
Temperatur
Jumlah Mikroorganisme
Jenis Mikroorganisme
Spesifikasi ruang chlorinasi pada IPAM Karang Pilang I adalah sebagai berikut :
Jumlah tabung chlor = 4 unit
Tipe chlor = liquid (cair)
Panjang = 10,1 meter
Lebar = 5,9 meter
Kedalaman = 5 meter
Observasi lapangan dilakukan di clorinasi karang pilang untuk mengetahui kondisi real
dari air baku yang yang akan dilakukan desinfektan. Sebelum dilakukan klorinasi, ditentukan
terlebih dahulu dosis gasm klor yang dibutuhkan. Berikut Gambar 4.16 tabung gas klor yang
digunakan untuk proses berlangsungnya klorinasi pada IPAM Karang Pilang 1.
Gambar 5.16 Tabung Desinfeksi

Kebutuhan gas chlor berdasarkan hasil sisa chlor yang ada di air. Sisa chlor berkisar
antara 0,8 ppm. Biasanya kadar yang digunakan 12 kg/jam. Sehingga jika dihitung dalam
bentuk ppm adalah sebagai berikut:
Dosis yang dibubuhkan = 12 kg/jam
Debit air distribusi = 1300 lt/detik = 4.680.000 lt/jam
Dosis gas chlor = 12 kg/jam x 1.000.000 / 4.680.000 lt/jam
= 2,56 mg/liter
= 2,56 ppm
Penyedia gas chlor berada dalam satu wilayah provinsi, sehingga biaya akomodasinya
ringan. Namun, tidak ada cadangan dari penyedia yang lain sehingga produksi IPA Karang
Pilang sangat bergantung pada penyedia gas chlor ini. Untuk mengatasi hal ini, maka dapat
digunakan Ca(OCl)2 (Kalsium hipoklorit/kaporit) dari penyedia yang lain, agar produksi tidak
bergantung pada penyedia gas chlor.

5.3.8 Reservoir dan Pompa


Di IPAM Karang Pilang I terdapat tandon penampungan (Reservoir) berjumlah satu
buah tandon reservoir. Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring
melalui filter dan juga berfungsi tempat penyaluran air kepelanggan. Spesifikasi teknis
reservoir dapat diketahui sebagai berikut :
Panjang : 30 meter
Lebar : 20 meter
Tinggi : 5 meter
Sesuai dengan namanya maka fungsi dari pompa distribusi ini adalah untuk
mengalirkan dan mendistribusikan air ke pelangan sesuai dengan pemetaan wilayah
jangkauan air. Station pompa distribusi ini terdiri dari 4 (empat) ruang letak dimana tempat
pompa distribusi dioperasikan. Air yang berasal dari tandon penampungan ( reservoir)
diditribusikan oleh empat stasiun pompa yang memiliki spesifikasi yang berbeda yaitu
sebagai berikut :
1. POMPA DISTRIBUSI UTAMA :
Jumlah Pompa : 2 Buah -- Kapasitas : 1030 Lt/Det
Merk : Torishima Pump
Dioperasikan : 1 Pompa --- 1 Pompa Stand By
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa reservoir untuk distribusi utama
yang dioperasikan di Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.17 dengan kapasitas
1030 L/detik.

Gambar 5.17 Rumah Pompa Distribusi Utama 1030 L/detik.

2. POMPA DISTRIBUSI UPRATING KAPASITAS 250 L/s :


Jumlah Pompa : 2 Buah -- Kapasitas : 250 Lt/Det
Merk : KSb
Dioperasikan : 1 Pompa --- 1 Pompa Stand By
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa reservoir untuk distribusi utama
yang dioperasikan di Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.18 dengan kapasitas
250 L/detik

Gambar 5.18 Rumah Pompa Distribusi Uprating Kapasitas 250 L/s

3. POMPA DISTRIBUSI UPRATING KAPASITAS 100 L/s :


Jumlah Pompa : 3 Buah -- Kapasitas : 100 Lt/Det
Merk : Ebara Pump
Dioperasikan : 2 Pompa --- 1 Pompa Stand By
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa reservoir untuk distribusi utama
yang dioperasikan di Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.19 dengan kapasitas
100 L/detik

Gambar 5.19 Rumah Pompa Distribusi Uprating Kapasitas 100 L/s


Pompa utama dipasang dengan tipe vertikal sedangkan pompa uprating dipasang
secara horizontal. Hal ini karena pompa dengan tipe vertikal pengoperasian dan
pemeliharannya lebih mudah dibandingkan dengan pompa dengan tipe horizontal. Pada
pompa horizontal terdapat klep di pipa suctionnya, klep ini sangat rawan rusak. Pada saat
rusak, maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk memancing air agar dapat keluar.
Selain itu pompa dengan tipe horizontal juga rawan terjadi kavitasi, yang menyebabkan
pompa sering mengalami kerusakan.

5.3.9 Ruang Bahan Kimia


Ruang bahan kimia merupakan tempat bahan kimia yang akan dibubuhkan dan
diencerkan sebelum dialirkan menuju flash mix dan slow mix. Spesifikasi teknis ruang bahan
kimia dapat diketahui sebagai berikut :
Panjang : 16 meter
Lebar : 14 meter
Tinggi : 4,7 meter

5.3.9.1 Pembubuhan Alum


Bangunan pembubuh koagulan ini berfungsi untuk membuat larutan yang akan
diinjeksikan ke saluran yang menuju bangunan pengaduk cepat. Koagulan yang biasa
digunakan dalam pengolahan air minum adalah alumunium sulfat dan garam besi.
Alumunium sulfat biasanya lebih sering digunakan dibandingkan garam besi karena lebih
murah dan lebih efektif. Selain itu, Alumunium sulfat tidak meninggalkan efek warna dalam
air.

5.3.9.1.1 Hasil Observasi Lapangan


Bak pembubuhan Al2(SO4)3berada di ruang bahan kimia.Al2(SO4)3 dipasok dalam
bentuk cair yang kemudian diencerkan hingga kadar tertentu dalam 4 bak. Dari bak pengencer
ini, alum menuju bak penyeduh untuk pengaturan kadar ppm Al2(SO4)3 yang akan dipompa
menuju flash mixPembubuhan ini berdasarkan hasil jar test yang dilakukan oleh operator
yang dilakukan setiap 2 jam sekali. Spesifikasi teknis bak pembubuh Al2(SO4)3 dan pompa
pendorongnya dapat diketahui sebagai berikut :
Panjang : 4 meter
Lebar : 2 meter
Tinggi : 2,5 meter
Jumlah Pompa: 3 Buah
Kapasitas tiap pompa : 52 Lt/menit
Merk : Metz
Head : 35 mm
Penggunaaan alum tidak boleh sembarangan karena dapat membahayakan kesehatan.
Sehingga harus dilakukan observasi langsung untuk mengevaluasi dosis alum yang
digunakan. Observasi lapangan dilakukan di Bangunan Pembubuh Alum Karang pilang 1
untuk mengikat partikel dari air baku yang terbawa masuk hingga di pengadukan cepat.
Sebelum larutan alum dgunakan, dilakukan uji jar test untuk penentuan dosis alum yang
digunakan. Sehingga alum murni diseduh di bak penyeduh alum (Gambar 4.20 (a)) agar
konsentrasi alum lebih rendah dan kemudian di didtribusikan melalui bak pembubuh alum
yang terdapat alat ukur debit alum yang digunakan, pada Gambar 4.20 (b). Bangunan
penyeduh alum dan pembubuh alum berada ditempat yang bebeda. Untuk bangunan
pembubuh berada lebih tinggi agar dapat mengalir secara gravitasi pada bangunan pengaduk
cepat.

(a) (b)
Gambar 5.20 (a) Bak penyeduh dan (b) Pembubuh Al2(SO4)3,

5.3.9.1.2 Evaluasi Pembubuh Alum


Tawas yang dibubuhkan pada IPAM Karang Pilang I dalam bentuk larutan dengan
berat jenis 1,31 kg/liter. Penggunaan tawas dihitung setiap satuan beratnya (Kg), hal ini
dikarenakan pembelian tawas dalam bentuk larutan adalah dengan satuan Kg. Berikut ini
merupakan contoh perhitungan kadar tawas yang digunakan dalam pembubuhan:
Volume bak alum = 4m x 2 m x 2,5 m
= 20 m3
= 20.000 liter
Debit pompa air baku = 52 lt/menit = 3120 lt/jam
tawas = 1,31 kg/lt
air = 1 kg/lt
volume/cm tinggi = 400 cm x 200 cm x 1 cm / cm
= 80.000 cm3/cm
= 80 lt/cm
volume tawas kadar 8 % = 8 % x 20.000 liter
= 1600 liter
volume air = 9600 liter
(volume tawas x tawas)+(volume air x air)
campuran =
volume campuran
(1600 x 1,31)+(9.600 x 1)
=
20.000
= 0,58 kg/lt
berat tawas / cm tinggi = campuran x volume/cm tinggi
= 0,58 kg/lt x 80 lt/cm
= 46,78 kg/cm
jika kadarnya 15 ppm = 15 mg/lt
= 15 kg/1.000.000 lt
Penurunan muka air ketika dosis 15 ppm selama 1 jam yang terjadi pada bak adalah
ppm x Q air yang masuk
=
campuran x volume /cmtinggi
1.000 .000<
kg
15 x (3120 )
= jam



= 0,001 cm/jam

5.3.9.2 Pembubuhan Polielektrolit (Polimer)


Polyelektrolit merupakan bahan kimia yang berat molekulnya lebih besar sehingga
lebih mudah untuk mengikat kotoran yang terlatur dalam air.

5.3.9.2.1 Hasil Observasi Lapangan


Pembubuhan Polielektrolit dilakukan pada proses flokulasi yang berfungsi untuk
menambah daya ikat alum dalam mengikat partikel-partikel koloid. Polimer ini berbentuk
serbuk dan kadarnya diatur dalam Kg/jam. Kadar pada saat observasi berkisar 0,1 Kg/jam.
Bahan kimia yang dipilih pada saat observasi adalah polyelektrolit yang bermuatan positif
(anionik). Polielektrolit ini efektif digunakan pada saat musim penghujan, sedangkan pada
saat musim kemarau lebih cocok menggunakan polielektrolit yang bermuatan negative atau
kationik. Akan tetapi dari pihak distributor yang tersedia hanya anionik, maka polimer inilah
yang digunakan pada proses flokulasi. Spesifikasi teknis bak pembubuh polielektrolit dan
pompa pendorongnya dapat diketahui sebagai berikut :
Panjang : 2 meter
Lebar : 1 meter
Tinggi : 1 meter
Jumlah Pompa : 2 Buah
Kapasitas : 52 Lt/menit
Merk : Metz
Head : 35 mm
Observasi lapangan dilakukan di bangunan pembubuh polyelektrolit Karang pilang 1
untuk mengetahui kondisi real dari dosis yang dibubuhkan pada air baku. Bahan kimia ini
jarang digunakan, hanya ketika dibutuhakan. Berikut Gambar 4.21 merupakan Alat Pembubuh
Polyelektrolit yang digunakan.
Gambar 5.21 Pembubuh Polyelektrolit

5.3.9.2.2Evaluasi Pembubuh Alum


Kebutuhan polimer berdasarkan hasil jar test, biasanya berkisar 0,1 ppm. Dosis ini jika
dihitung dalam kg/jam adalah sebagai berikut:
0,1 ppm = 0,1 mg/liter
Debit air pengolahan = 1350 lt/detik
= 4.860.000 lt/jam
Dosis polimer = 0,1 mg/liter x 4.860.000 lt/jam
= 486.000 mg/jam
= 0,486 kg/jam
Harga 1 kg polimer = Rp 40.000
Biaya polimer tiap bulan = 0,486 kg/jam x Rp 40.000/kg
= Rp 10.440/jam
= Rp 13.996.800/bulan
Penggunaan polimer akan membantu mengurangi penggunaan tawas tapi jika
digunakan secara berlebih akan meningkatkan intensitas backwash filter. Hal ini dikarenakan
partikel polimer dapat lolos dari clarifier dan menyumbat filter. Keuntungan penggunaan
polimer dari segi penghematan tawas adalah sebagai berikut:
0,1 ppm polimer 10 ppm tawas
10 ppm tawas = 10 mg/liter
Debit air pengolahan = 4.860.000 liter/jam
Penghematan tawas = 4.860.000 liter/jam x 10 mg/liter
= 48.600.000 mg/jam
= 48,6 kg/jam
Harga 1 kg tawas = Rp 923,-/kg
Penghematan tawas = 48,6 kg/jam x Rp 923,-/kg
= Rp 44.857,8 /jam
= Rp 32.297.616/bulan
Maka penghematan akibat penggunaan polimer ini adalah Rp 32.297.616 Rp 13.996.800
= Rp 19.000.000/bulan
Perhitungan diatas belum dikurangi dengan kelebihan penggunaan energi untuk backwash
akibat penggunaan polimer.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari Studi Kinerja Unit Instalasi Penjernihan Air
MinumKarang Pilang I Surabaya adalah:
1. Sistem pengolahan air menggunakan sistem konvensional yang dimulai dari intake, surge
well, aerasi, prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi (clarifier), filter, desinfeksi,
dan berakhir di reservoir. Bahan kimia yang digunakan adalah alumunium sulfat (tawas),
polyelectrolite(polimer), kaporit, karbon aktif, kaolin, dan gas klor. Semua bahan kimia
telah dibubuhkan sesuai dosis yang telah ditentukan dan sesuai dengan karakteristik air
baku, kecuali kaporit, karbon aktif, kaolin,polyelectrolite(polimer), karena ditambahkan
sesuai keadaan air baku yang akan diolah.
2. Standar baku mutu yang digunakan oleh Instalasi Penjernihan Air MinumKarang Pilang I
adalah PP RI No. 82 Tahun 2001 dan PERMENKES No. 492 Tahun 2010. Mengacu
standar baku mutu yang digunakan, diketahui bahwa kualitas air baku tidak memenuhi
standar, sedangkan air produksi yang telah diolah dengan sistem konvensional telah
memenuhi standar baku mutu.

6.2 Saran
Saran yang dapat direkomendasikan, yaitu :
1. Memasang alat ukur (flow meter) debit pada tiap unit, agar mengetahui debit air baku yang
akan diolah sehingga kebutuhan bahan kimia yang akan dibubuhkan dapat berlangsung
secara optimal tanpa terjadi pemborosan penggunaan bahan kimia.
2. Melakukan perbaikan pada aerasi dengan membersihakan lumut dan menutup lubang besar
pada bak penampung aerator menjadi lubang yang lebih kecil dengan persebaran yang
tepat untuk mendapatkan debit air dan kntak udara yang lebih merata.
3. Melakukan perbaikan terhadap valve pompa backwash yang mengalami kerusakan
sehingga performa check valve kembali normal.
4. Gutter yang terdapat dalam clarifier sebaiknya diperbaiki, agar dapat memenuhi nilai
WLR, sehingga flok flok yang mengendap tidak terganggu dan tidak mengurangi kinerja
unit unit selanjutnya.
5. Penggunaan pompa untuk back wash filter yang seharusnya tiap menit dengan udara dan
air agar pemebersihan lebih baik dan efisien tanpa harus 10 15 menit untuk cuci filter.

Anda mungkin juga menyukai