BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Manfaat Kerja Praktik kali ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang unit produksi pada IPAM Karang Pilang I PDAM
Surabaya mulai dari intake hingga reservoir.
2. Memberikan usulan solusi agar kinerja unit IPAM Karang Pilang I PDAM Surya
Sembada Surabaya lebih efisien.
BAB II
GAMBARAN UMUM
1890 : Pengadaan air minum Kota Surabaya berasal dari sumber mata air dari Desa
Purut Kabupaten Pasuruan dan dimulai pada zaman Hindia Belanda.
Pengankutan air ke Kota Surabya dilakukan dengan perahu oleh pihak swasta,
kemudian pengankutan selanjutnya menggunakan kereta api.
1900- 1903 ` : Pemasangan pipa untuk menyalurkan air bersih dari Desa Umbulan dan
sumber mata air dari Kecamatan Pandaan menuju Surabaya oleh NV. Biernie
selama tiga tahun.
1903 : Perusahaan didirikan pada jaman pemerintahan Hindia Belanda dengan
maksud untuk teratur dalam penataan administrasi perusahaan air minum
yang sudah berjalan dengan direktur utamanya Ir. Van Beuver.
1906 : Jumlah pelanggan kurang dari 1.500 pelanggan
1922 : Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) Ngagel I dibangun dengan kapsitas
60 L/detik.
1932 : Mata airUbulan ditingkatkan kapsitasnya dengan membangun rumah pompa
baru.
1942 : IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitasnya menjadi 180L/detik.
1950 :Perurasahaan Air Minum diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia
atau Kota Praja Surabaya.
1954 : IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitas produksinya menjadi 350L/detik.
1976 :Perusahaan Air Minum disahkan menjadi perusahaan daerah dan dituangkan
dalam Perda No.7 tanggal 30 Maret 1976.
1977 : Peningkatan kapsitas IPAM Ngagel I menjadi 500L/detik.
1978 : Pengalihan status menjaadi Perusahaan Daerah Air Minum dari Dinas Air
Minum berdasarkan Surat Keputusan Wali Kotamadya Dati II Surabaya
No.657/WK/77 tanggal 30 Desember 1978.
1980 :Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I dengan kapasitas menjadi 1000L/detik.
1982 :Pembangunan IPAM Ngagel II dengan kapsitas 1000L/detik dengan lisensi
dari Neptune Microfloc (Amerika Serikat).
1990 :Pembangunan IPAM Karang Pilang I dengan kapsitas 1000L/detik dengan
dana pinjaman Bank Dunia Loan No. 2361 IND
1991 :Pembangunan gedung kantor PDAM yang terletak di Jl. Mayjen Prof.Dr.
Moestopo No.2 Surabaya yang dibiayai PDAM murni.
1994 :Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I dari 1500L/detik menjadi 1800L/detik
dan kapsitas IPAM Karang Pilang I dari 1000L/detik menjadi 1200L/detik.
1996 :Dimulainya pembangunan IPAM Karang Pilang II dengan kapasitas
2000L/detik, yang didanai Loan IBRD No.3726 IND.
1997 : Peningkatan Kapasitan IPAM Ngagel III menjadi 1500L/detik. Produksi awal
500L/detik IPAM Karang Pilang I didistribusikan ke pelanggan.
1999 :Pembangunan IPAM Karang Pialng II dengan Kapasitas 2000L/detik telah
selesai.
2001 : Pekerjaan peningkatan IPAM Karang PIlang II menjadi 2500L/detik.
2005 : Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel III menjadi 1750L/detik.
2006 :Peningkatan kapasitas IPAM Karang Pilang I menjadi 1450L/detik.
Peningkatan kapasitas Karang Pilang II menjadi 2750L/detik.
2007 :Rencana pembangunan IPAM Karang Pilang III dengan kapasitas
2000L/detik.
2010 :Pembangunan IPAM Karang Pilang III dengan kapasitas 2000L/detik.
keadaan ini air dialirkan dari sungai melalui pipa yang diletakkan secara horizontal PDAM
Karang Pilang I menggunakan Indirect Intake jenis River Intake. River Intake menggunakan
pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul dan berlanjut ke sumur penyeimbang. Intake
dibuat dengan mempertimbangkan perbedaan level muka air pada musim hujan dan musim
kemarau sehingga kontinuitas air tetap terjaga. Intake PDAM Karang Pilang I dilengkapi
dengan bar screen mekanis dan pelampung untuk menahan sampah agar tidak masuk ke
instalasi pengolahan. Pada instalasi pengolahan air minum Karang Pilang I Surabaya
menggunakan unit pengolahan dengan diagram alir sebagai berikut :
Klorinasi
Berikut detail penjelasan unit pengolahan pada IPAM Karang Pilang III Surabaya :
1. Bangunan Intake ( Bangunan Penangkap Air )
Sumur pembagi/Penyeimbang diletakkan setelah bangunan intake untuk
mengumpulkan air baku dan dibagi ke beberapa bak penyeimbang. Bak penyeimbang
berfungsi untuk meratakan debit air yang masuk ke instalasi sehingga bebean
pemompaan air ke intalasi menjadi sama dan seimbang. Rumah pompa berisi pompa
untuk memompa air dari sumur penyeimbang ke instalasi pengolahan. Terdapat 4
pompa dengan kapasitas pemompaan 1100 L/s dimana dioperasikan secara bergantian
setiap seminggu sekali dan setiap seminggu digunakan 2 pompa saja yang aktif. Untuk
pengoperasian dan pengontrolan pompa dilakukan secara otomatis sehingga lebih
mudah dan efisien. Perawatan pompa dilakukan 6 bulan- 1 tahun sekali sesuai dengan
kebutuhan.
2. Bangunan Aerasi
Aerator merupakan alat untuk aerasi yang digunakan untuk menyisihkan
kandungan organik dan gas yang terlarut diair permukaan atau untuk menambah
oksigen ke air untuk mengubah substansi yang dipermukaan menjadi suatu oksida.
Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan
larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2dan Mn+2. Ketika
kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi
valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ketingkat yang
cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan
setelah aerasi.
Fungsi dari proses aerasi adalah menyisihkan kandungan organik terlarut,
menyisihkan methana (CH4 ), menyisihkan karbon dioksida (CO2 ), menyisihkan
H2S,menyisihkan bau dan rasa, menyisihkan gas-gas lain ( Fair, 1968 ). Aerasi
dilakukan karena kualitas air baku Sungai Surabaya sangat rendah sehingga dilakukan
aerasi untuk memaksimalkan proses pengolahan. Aerasi yang digunakan pada instalasi
PDAM Karang Pilang I memiliki prinsip seperti air mancur dimana air baku dipompa
keatas kemudian dilewatkan stage-stage yang disusun keatas kemudian pada
ketinggian tertentu air jatuh kebawah dan terdapat proses masuknya oksigen. Aerator
berbentuk multiple tray aerator dengan dimensi 300 mm antar tray, dengan semburan
pipa berdiameter 1100 mm. Desain aerator dibuat agar air tejatuh dan membentur
stage sehingga proses aerasi dapat berlangsung berkali-kali sehingga dapat menaikkan
nilai DO yang awalnya 2-4 ppm menjadi 5-6 ppm.
3. Bangunan Prasedimentasi
Kekeruhan pada air baku yang berasal dari Sungai Surabaya mempunyai
fluktuasi, dimana kekeruhan yang tinggi dapat terjadi pada saat musim hujan yang
berasal dari aliran air yang membawa lumpur. Kekeruhan ini dapat diminimalisasi
dengan menggunakan bantuan bangunan prasedimentasi. Bak Prasedimentasi
berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel diskrit, seperti lempung,pasir, dan zat
padat lainnya yang dapat mengendap secara gravitasi (memiliki spesific gravity 1,2
dan diameter 0.05 mm).
Partikel diskrit adalah partikel yang selama proses pengendapannya tidak
berubah ukuran, bentuk, dan beratnya. Dalam pengoperasiannya,Prasedimentasi dapat
mengurangi zat padat (SS) sampai sebesar 50 75 %. Dalam pengoperasiannya, terjadi
pemisahan dimana zat padat tersuspensi sebagian akanmenjadi lumpur dan sebagian
lagi menjadi fluida yang sudah terklarifikasi . UnitPrasedimentasi dapat dibagi ke
dalam empat zone, yaitu:
Inlet Zone, sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran dari
influen ke aliran steady yang terjadi di settling zone. Fungsi dari inlet zone ini
agar proses settling yang terjadi disettling zone tidak terganggu.
Settling Zone, sebagai tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit sehingga
terpisah dari airbaku.
Sludge Zone, tempat penampungan sementara dari material yang diendapkan di
settling zone.
Outlet Zone, sebagai tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari settling
zone ke aliranefluen.
Bangunan Prasedimentasi PDAM Karang Pilang I mempunyai 5 bak sedimentasi
dengan dimensi 80 m x 15 m x 3 m.Dimana untuk mengendapkan partikel diskrit
dibutuhkan waktu detensi 2,1 jam. Lumpur yang dihasilkan dari unit prasedimentasi
merupakan lumpur kasar yang akan dibuang disludge drying bed. Lumpur yang
dihasilkan sebanyak 160 m/bulan. Pengurasan dilakukan setiap satu bulan sekali
dngan memperhatikan gelembung-gelembung yang muncul dari dasar bak. Untuk
pengumpulan lumpur digunakan scrapper yang terpasang di dasar saluran dengan
kecepatan 1rpm sehingga lumpur lebh mudah terkumpul ke zona lumpur. Pada zona
inlet terdapat perforated baffle untuk meratakan dan meminimalkan aliran turbulen air.
4. Bangunan Flash Mix Slow Mix
Chemical Injection dilakukan setelah proses prasedimentasi, bahan kimia yang
diinjeksikan adalah Larutan Aluminium Sulfat Alum atau alum {Al2(SO4 )3.14H2O}
(tawas). Chemical Injection/Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid
danpartikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang
menyebabkan pembentukan inti gumpalan (presipitat). Pada koagulasi akan terjadi
penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan dan
adsorpsi, presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid.
Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel. (Slamet, 2002) Massa
jenis alum adalah 480 kg/m, dengan kadar air 11-17%. Dosis alum dapat
dikurangidengan cara (a) Penurunan kekeruhan, (b) Filtrasi langsung untuk kekeruhan
< 50 NTU, (c) penambahan polimer, dan (d) penyesuaian pH optimum (6,0-8,0).
Bangunan Chemical Injection pada PDAM Karang Pilang I menggunakan sistem
hidrolis dengan desain perputaran air sehingga aliran semakin turbulen dan koagulan
mudah bercampur. Pembubuhan koagulan menggunakan pipa yang dilubangi sehingga
koagulan akan jatuh menetes ke air yang diolah kemudian air akan bergerak melingkar
dan masuk kedalam clerator. Gradien kecepatan bangunan koagulasi PDAM Karang
Pilang I sebesar > 700/s sehingga koagulan cepat bercampur dengan air.
5. Bangunan Sedimentasi
Bangunan sedimentasi di PDAM Karang Pilang I memiliki dimensi 18,25 m x
8,9 m dan kedalaman 6,5 m. Sedimentasi berfungsi sebagai tempat pemisahan antara
flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil
sedimentasi selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian
dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. Sedimentasi PDAM
Karang Pilang I ini terbuat dari beton berbentuk segi empat yang terdapat tube settler
yang dipasang miring 60 setebal 2 mm diatas permukaan air bak. Tube settler
tersusun atas paket-paket filter yang terbuat dari plastik dimana masing-masing media
plastik dengan ketebalan 0,7 cm dan dimensi 20 x 40 cm. Tube settler dipasang untuk
menyaring effluent yang sudah mengalami pengendapan di sedimentasi terlebih
dahulu. Sehingga sebelum effluent tersebut menuju outlet, air dapat menjadi lebih
jernih. sedimentasi dibagi menjadi 5 sekat diman setiap sekat dibatasi oleh V notch
dan saluranoutlet yang berfungsi untuk meratakan beban air yang ada pada bak. Pada
Sedimentasi juga ditambahkan koagulan lain yaitu Polyelectrolite sesuai dengan
kebutuhan dan kualitas air baku.
6. Filter
Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses
penyaringan flok flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak bertahan (lolos) dari
clearator. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di Instalasi PDAM Karang Pilang
I menggunakan system penyaringan permukaan (surface filter). Media filter tersebut
berjumlah 12 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis
saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika, koral an antrasit. Filter ini
berfungsi untuk menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter. Dimensi tiap
filter yaitu 10 m x 7,15 m x 2 m serta tebal media filter40 cm, dengan susunan lapisan
sebagi berikut :
1. Pasir silika dengan ketebalan 20 cm
2. Antrasit dengan ketebalan 10 cm3.
Kerikil sedang dengan ketebalan 20cm. Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter
akan tersumbat oleh flok yang masih tersisadari proses. Pertambahan ketinggian
permukaan air diatas media filter sebanding denganberlangsungnya penyumbatan
(clogging) media filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses backwash, yaitu
pencucian media filter dengan menggunakan sistem aliran balik dengan menggunakan
air yang di supply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan
kembali fungsi filter. Proses backwash dilakukan 1 jam sekali secarabergantian
tergantung pada lancar tidaknya penyaringan.
7. Desinfeksi
Desinfeksi berfungsi untuk mematikan organisme patogen. Mikroorganisme
dihilangkan dalam berbagai tingkatan selama proses pengendapan, penambahan bahan
kimia dan filtrasi akan tetapi agar air aman dikonsumsi oleh manusia maka air yang
telah melalui beberapa pengolahan tersebut haruslah didesinfeksi terlebih dahulu. Gas
klor dan senyawa klor relatif murah dan umumnya digunakan sebagai desinfektan.
Selain itu, klor mempunyai kemampuan membunuh kuman juga mematikan atau
merusak penghasil rasa dan bau , algae serta membantu meremoval besi, mangan dan
H2S. Desinfeksi dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu:
a. Physical
Desinfeksi secara fisik adalah dengan memanaskan air atau dengan sinar UV.
Airmendidih dapat membunuh organisme penyakit dalam waktu 15 20 menit,
meskipununtuk amannya air harus dipanaskan dalam waktu lebih lama. Sinar
matahari merupakandesinfektan alamiah karena sinar matahari mengandung
sinar UV (ultraviolet) yang mampu bertindak sebagai desinfektan.
b. Chemical
Desinfeksi chemical adalah desinfeksi dengan menambahkan zat-zat kimia
untuk mematikan mikroorganisme dalam air. Klor, brom dan iodida merupakan
kelompok hidrogen yang efektif untuk desinfektan. Agen pengoksidasi pottasium
permanganat,klorin dioksida dan ozon juga dapat digunakan sebagai
desinfektan.Pada proses desinfeksi menggunakan klor, klor bekerja dalam
bentuk hypoklorit atau klorbebas. Desinfeksi dengan klor atau yang biasa
dikenal sebagai klorinasi dapat dilakukan dengan dua cara. (1) PreklorinasiKlor
ditambahkan langsung pada air sebelum diolah. Bakteri terbunuh selama
preklorinasi akan memperkecil kemungkinan digunakannya filter bed.
Preklorinasi memperbaiki koagulasi dan mereduksi rasa dan bau karena oksidasi
bahan organik. (2) Post klorinasi Klor ditambahkan pada air yang telah diolah.
Dosis klor tegantung air baku dan lama kontak yang diperlukan. Pada Instalasi
PDAM Karang Pilang I, desinfeksi dilakukan secara kimia dengan
menambahkan gas klor (klorinasi dan ditambahkan ketika air akan masuk ke
sistem distribusi. Tersedia 4 tabung gas klorida yang masing-masing berisi 1 ton
larutan dan setiap 1 tabung dapat digunakan selama 4 hari berturut-turut. Gas
klorida yang diinjeksikan dibuat dengan konsentrasi 1 ppm.10.
8. Reservoar
Reservoir merupakan bangunan beton yang berfungsi untuk menampung air
minum (air olahan) setelah melewati media filter. IPAM Karang Pilang I memiliki 2
buah reservoir (R1 dan R2) untuk menjaga ketersediaan air yang merata. Reservoir
berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga
berfungsi tempat penyaluran air kepelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir
diinjeksikan klorin cair disebut postchlorination yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme patogen. Terdapat tendon kapsul yang berfungsi untuk mencegah air
yang balik saat produksi melebihi kapasitas.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
kekeruhan, susunan kimianya juga berubah. Saat ini, sudah banyak yang memanfaatkan air
sungai untuk diolah menjadi air minum.
3. Air Tanah Dangkal
Pemanfaatan air tanah (<15 m) untuk memenuhi keperluan rumah tangga akan air
minum, sudah banyak dilakukan. Di daerah dataran, umumnya didapatcukup air tanah
dangkal dan bila tidak ada sumber air minum lainnya menjadi sumber utama. Sebagian besar
mengeksploitirnya dengan jalan membuat sumur.
4. Sumur Artesis
Tidak setiap tempat tanahnya mengandung lapisan sumur artesis. Kedalaman lapisan air
artesis pada setiap tempat berbeda-beda dan tidak dapat ditentukan dengan tepat, kecuali bila
dilakukan pengeboran percobaan.
tanah. Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore intake,intake crib, intake pipe atau
conduit,infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur dalam.
B. Indirect Intake
1. River Intake
River intake menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake ini
lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka air pada musim
hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi. Bentuk river intake dapat dilihat pada
Gambar 3.2 di bawah ini.
2. Canal Intake
Canal intake digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber sebagian
terbuka ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan selanjutnya. Bentuk canal
intake dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini.
(a) (b)
Gambar 3.5 Bar Screen (a)Perforated Buffle; (b) Batang Paralel
Kondisi fisik sungai, berguna untuk penempatan rumah pompa dan pompa agar tidak
terpengaruh gangguan. Contoh : Tidak dibenarkannya penempatan rumah pompa pada
daerah belokan sungai.
air sungai jika ketinggiannya melebihi batas yang diisyaratkan. Jika pompa tidak
terendam air, maka pompa bisa terbakar.
c. Level air yang berubah-ubah menyebabkan perubahan pada karakteristik pompa.
d. Harga pompa submersible lebih mahal daripada pompa sentrifugal biasa.
3. Pompa Non Clogging
Pompa non clogging digunakan jika kandungan padatan tersuspensi air sungai sangat
tinggi dan harus diperhatikan bahwa harga pompa jenis ini mahal.
Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat
dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu:
(1) Gravitasi / jatuhan
(2) Semprotan
(3) Diffuser
(4) Mekanik
Perbandingan untuk pelaksanaan berbagai macam bentuk aerasi disajikan pada Tabel 3.1.
Pada masing-masing anak tangga, air jatuh dengan bebas disebabkan oleh gaya gravitasi.
Kecepatan vertikal awal adalah nol (vo = 0). Waktu untuk jatuh (to) pada suatu anak
tangga dapat di hitung dari ketinggian anak tangga (h).
v = - gt (3.5)
1 2
h =
2 h
(3.6)
th =
Dimana :
2h
g
Konsentrasi DO effluent pada tiap step diturunkan dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
C1 = C0 (1- Kn) + Kn. Cs (3.7)
C2 = C1 (1- Kn) + Kn. Cs (3.8)
Untuk step ke n, dapat di ketahui konsentrasi DOnya pada persamaan 3.9. (popel, 1974)
K 2
Cn = Cs - (Cs - C0) (1- )
n
(3.9)
Dimana :
C0 = konsentrasi DO awal (mg/L)
Cs = konsentrasi DO jenuh (mg/L)
Vivin Sintia Indriani 3312100017 18
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya
Konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dan kandungan klorida = 0 mg/l yang
dipaparkan pada udara dengan kandungan oksigen 21 % tergantung pada suhu air. Kondisi
berlaku apabila enadapan dalam air dalam kondisi minimum. Pengaruh suhu terhadap
konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut pada
Tekanan 1 atm
suhu Air (C) Cs (mg/L)
0 14.62
2 13.84
4 13.13
6 12.48
8 11.87
10 11.33
12 10.83
14 10.37
16 9.95
18 9.54
20 9.17
22 8.83
24 8.53
26 8.22
28 7.92
30 7.63
Sumber : Benefield L. D dan Randall (1982)
3. Karakteristik Air
Dalam praktek ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang
Vivin Sintia Indriani 3312100017 21
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya
Nilai tipikal untuk surface aerator berkisar 0,8 1,2 dan nilai berkisar 0,9 1.
4. Derajat Turbulensi
Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai sebagai berikut:
a. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid film
b. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi
percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada
defisit oksigen (driving-force, C) tetap terjaga konstan.
Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai oksigen (KLa).
Zona Outlet
Tempat memperhalus aliran transisi dari zona settling ke aliran efluen serta mengatur debit
efluen.
Berikut secara umum gambar bangunan prasedimentasi yang ditunjukkan seperti Gambar 3.8.
Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate,
vhorizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran diketahui
dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak dapat dipenuhi
keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan. Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa
acuan yang tepat untuk desain bak prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan
Froude, sedangkan acuan yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe
center feed adalah bilangan Reynolds. Menentukan panjang, lebar, dan kedalaman bak perlu mengacu
pada overflow rate dan kecepatan horizontal.
Kegunaan proses prasedimentasi adalah untuk melindungi peralatan mekanis bergerak
dan mencegah akumulasi grit pada jalur transmisi air baku dan proses pengolahan selanjutnya.
Pertimbangan dasar dalam mendesain bak prasedimentasi.
a. Lokasi perletakan bak prasedimentasi
Penempatan bak prasedimentasi pada lokasi intake akan memaksimalkan
kegunaan bak karena grit tersisihkan lebih awal dan menekan kemungkinan akumulasi
grit padasaluran/pipatransmisi air baku.
b. Jumlah bak yang dibutuhkan
Bak prasedimentasi dibangun dalam bentuk tunggal yang memiliki dua
kompartemen atau dua bakt erpisah, sehingga bila satu kompartemen dibersihkan,
kompartemen yang lain masih dapat beroperasi sehingga supplai air ke instalasi tidak
terganggu.
c. Bentuk bak prasedimentasi
Bentuk bak persegi panjang memiliki kinerja lebih baik dari bentuk bak
bujursangkar karena memiliki kemampuan untuk meredam trjadinya pusaran air yang
akan menurunkan efisiensi pengendapan. Perbandingan panjang dan lebar yang
dianjurkan adalah 4 : 1.
d. Ukuran grit yang disisihkan
Partikel yang disisihkan pada unit prasedimentasi berukuran 1,2 -1,5 mm.
Prasedimentasi akan mengurangi bebanpada proses koagulasi dan flokulasi dan kolams
edimentasi, sama hal nya mengurangi jumlah koagulan kimia yang dibutuhkan untuk
pengolahan air. Sebagai tambahan, prasedimentasi sangat berguna karena air baku
memasuki instalasi dari reservoir biasanya lebih seragam dalam kualitas dari pada air
yang masuk instalasi tanpa kolam penahan.
Q= ( 32 )Cdb 2 gh 3 /2
(3.24)
3
dimana : Q = kapasitas tiap bak (m /det)
Cd = koefisien drag ; b = panjang weir keseluruhan (m)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
h = tinggi air diatas saluran pelimpah (m)
o Dimensi saluran pelimpah
3 /2
Q=1, 84BH (3.25)
dimana : B = lebar pelimpah / gutter (m)
H = kedalaman gutter (m)
Sludge zone
o Ruang lumpur berbentuk limas terpancung,
1
V = t( A 1 + A 2 + ( A 1 A 2 )1/2 )
3 (3.26)
Vivin Sintia Indriani 3312100017 25
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya
1/2
Rumus lainnya :
G=
hf y
T [ ] (3.31)
dimana : y = densitas air
hf = kehilangan tekanan
T = waktu detensi (td)
2. Waktu kontak (td)
Waktu kontak adalah nilai kontak antara partikel kimia dengan air baku yang dipengaruhi
oleh volume bak dan debit air baku.
volume V
td= =
Rumus : debit Q (3.32)
Jumlah benturan partikel sebanding dengan nilai gradien kecepatan dan waktu detensi
(td).Putaran rotasi pengaduk (n)
P gc
Dt 5 Kt
3
n =
Rumus : (3.33)
dimana : n = putaran rotasi pengaduk (rps)
P = power pengaduk
gc = kecepatan gravitasi
Dt = diameter pengaduk
= densitas air
Kt = konstanta pengaduk untuk turbulensi
Bilangan Reynolds adalah bilangan untuk menentukan apakah aliran itu laminer, turbulen
atau transisi.
2
Dt n
N Re=
Rumus : (3.34)
dimana : Nre = bilangan Reynolds
n = putaran rotasi pengaduk (rps)
dt = diameter pengaduk
= densitas air
sesuai dengan tipe sehingga kedalaman filtrasi dapat dicapai dengan filter bed bertingkat
yang berlawanan. Tercapainya tujuan kualitas air juga mempengaruhi derajat flokulasi.
Jumlah zat yang berlebihan dalam air baku dapat diremoval secara efektif dengan
meningkatkan tahapan flokulasi dan sedimentasi dalam rangkaian proses, antara lain
warna sebagai pelopor THM, alga sebagai sumber rasa dan bau, serat asbes (terbatas),
dan logam/senyawa beracun tertentu.
c. Tersedianya Headloss Hidrolik dan Variasi Aliran Rencana
Faktor lainnya yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan proses flokulasi adalah
headloss yang diperbolehkan dalam proses flokulasi dan besarnya variasi aliran rencana.
Jika headloss yang diperbolehkan terbatas, metode flokulasi hidrolik dapat diabaikan.
Sehingga, perencana diharuskan menggunakan merode mekanik.Demikian pula dengan
laju aliran rencana, merupakan faktor yang penting pula. Jika fluktuasinya relatif minor
sepanjang tahun, yaitu 50% variasi dari laju aliran rata-rata harian, flokulasi hidrolik
dapat diaplikasikan dan akan berjalan efektif.
d. Kondisi Lokal
Kondisi lokal harus dianalisa ketika memilih tipe dari proses flokulasi yang sesuai. Lima
faktor utama yang harus dievaluasi antara lain topografi, kondisi iklim, ketersediaan
layanan, kemampuan petugas dalam pengoperasian, dan level dari teknologi lokal.
e. Biaya
Biaya selalu menjadi pertimbangan penting. Modal dan biaya operasi serta perawatan
harus diperhitungkan.
f. Hubungan Fasilitas Pengolahan yang Ada
Hal rencana pengembangan, hubungan antara proses flokulasi baru dengan proses yang
telah ada merupakan masalah nyata. Peraturan dasar adalah untuk membuat semua unit
flokulasi serupa, sehingga prosedur pelaksanaan, pengoperasian, dan perawatan dapat
dipertahankan.
g. Faktor Lainnya
Faktor lainnya seperti karakteristik hidrolik dari tangki flokulasi dan removal lumpur
harus tergabung selama fase perencanaan.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi, karena:
1. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk bergabung
membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.
2. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok flok kecil.
3. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.
Proses agitasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat alat mekanis, yaitu paddle, turbin atau
impeller yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara kerjanya sama
dengan alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat, hanya saja nilai gradien
kecepatnnya jauh lebih kecil.
2. Cara Hidrolis
Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2 jenis aliran
yaitu aliran horizontal dan vertikal.
Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.
Gravel bed flocculator
Vivin Sintia Indriani 3312100017 29
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya
Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai untuk
pengolahan air minum skala kecil.
Sistem Orifice
Menggunakan pipa pipa orifice yang dipasang pada dinding dinding beton dimana
pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang lubang orifice tersebut.
Pengadukan lambat ini dimana titik akhir flok flok yang telah terbentuk karena proses
koagulasi, diperbesar sehingga flok tersebut dapat bergabung dan akan diendapkan dalam bak
sedimentasi. Proses ini memanfaatkan ketidakstabilan dari partikel partikel koloid sehingga
flok flok tersebut dapat berikatan satu dengan yang lain. Dua mekanisme yang penting
dalam proses flokulasi ini adalah:
1. Perikinesis, diman apengumpulan dihasilkan dari pengadukan lambat dalam air dan
sangat signifikan untuk partikel lebih kecil dari 1 2 mm.
2. Orthokinesis, berhubungan dengan gradien kecepatan (G), dimana dengan G tertentu
diharapkan terjadi pengadukan yang membantu pengumpulan flok dan tidak
menyebabkan flok flok yang sudah terbentuk pecah.
Faktor faktor yang berpengaruh pada flokulator sama dengan yang berpengaruh pada
bangunan flash mix, diantaranya yaitu :
1. Waktu detensi
2. Gradien kecepatan (G)
1/2
P
Rumus :
G=
V ( ) (3.35)
Untuk baffle channel dan sistem orifice
gh
G2 =
td (3.36)
dimana : v = viskositas kinematis; t = waktu detensi
g = percepatan gravitasi; h = headloss
Untuk pengaduk mekanis dengan paddle
1/2
G= [
Cd Av 3
2 V ] (3.37)
dimana : Cd = koefisien drag (tergantung dari bentuk paddle dan arah aliran)
A = luas permukaan paddle; v = viskositas kinematis
v = kecepatan relatif paddle; 9V = Volume bak flokulasi
2 1/3
n=
{[2t
( 1, 44+f . )][
HLG
Q ]} (3.39)
dimana : n = jumlah sekat
H = kedalaman air (m);
L = panjang bak (m)
G = gradien kecepatan (det-1);
Q = debit (m3/det)
t = waktu fluktuasi (det);
= viskositas dinamis (kg/m.det)
= densitas air (kg/m3);
f = koefisien friksi dari sekat
w = lebar bak (m)
Menurut Hadi (2000), bangunan pengaduk lambat merupakan tempat terjadinya flokulasi
yaitu proses yang bertujuan untuk menggabungkan flok flok kecil yang ttitik akhir
pembentukannya terjadi di flash mix agar ukurannya menjadi lebih besar sehingga cukup
besar untuk dapat mengendapkan secara gravitasi.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi, karena:
a. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk bergabung
membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.
b. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok flok kecil.
c. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.
Proses agitasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat alat mekanis, yaitu paddle, turbin atau impeller
yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara kerjanya sama dengan
alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat, hanya saja nilai gradien
kecepatnnya jauh lebih kecil.
2. Cara Hidrolis
a. Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2 jenis aliran
yaitu aliran horizontal dan vertikal.
b. Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.
c. Gravel bed flocculator
Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai untuk
pengolahan air minum skala kecil.
d. Sistem Orifice
Menggunakan pipa pipa orifice yang dipasang pada dinding dinding beton dimana
pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang lubang orifice tersebut.
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi aliran dari aliran influen ke aliran steady
uniform di settling zona.
b. Zona Outlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi dari settling zona ke aliran effluen.
c. Zona Settling (pengendapan)
Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pengendapan partikel dari air.
d. Zona lumpur
Berfungsi sebagai tempat untuk menampung lumpur hasil dari proses pengendapan.
Jenis jenis bangunan sedimentasi yang biasanya terdapat di lapangan terdiri atas 4 jenis.
1. Konvensional
2. Menggunakan plate settler, plate settler digunakan untuk meningkatkan efisiensi
pengendapan karena plate memiliki kemiringan tertentu (45o 60o), sehingga lumpur tidak
menumpuk diplate tetapi meluncur ke bawah dan flok dapat lebih mudah dipisahkan.
Efisiensi pengendapan partikel flokulen dipengaruhi oleh overflow rate, waktu detensi, dan
kedalaman bak pengendap.
3. Tube settler, Mempunyai fungsi sama dengan plate settler, hanya saja modelnya yang
berbentuk tube. Ada yang dipasang secara horizontal maupun vertikal dengan kemiringan
tertentu terhadap garis horizontal.
4. Mekanis
Bangunan prasedimentasi secara mekanis ini menggunakan scrapper dalam
pembersihannya yang mempunyai fungsi ntuk mempercepat pengendapan flok-flok yang
telah terbentuk akibat adanya penambahan koagulan pada proses sebelumnya. Bangnan
sedimentasi secara mekanis ini biasanya digunakan untuk Instalasi Penjernihan Air Minum
yang besar.
Perencanaan desain sedimentasi biasanya terdapat beberapa aturan umum yang nantinya dapat
digunakan sebagai acuan untuk penentuan kapasitas bangunan. Berikut acuan desain
sedimentasi yang biasa diergunakan dalam perencanaan sedimentasi tercantum dalam Tabel
3.5. Namun, kriteria terbsebut hanya dapat digunakan dengan kualitas air tertentu, dan sangat
disarankan apabila telah dilakukan uji kualitas air yang akan diproduksi. Sehingga dapa pula
digunakan untuk melakukan evalusi desain dari bak sedimentasi.
butir, sedimentasi antar butir, dan proses biologis. Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi
dapat digolongkan menjadi saringan pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan
saringan pasir lambat (Martin,2001).
Bangunan filter berfungsi untuk menyaring flok flok halus yang masih terdapat
didalam air yang tidak terendapkan pada sedimentsi II dan juga menyaring bakteri atau
mikroorganisme lain yang ada dalam air.Rapid filtration adalah proses filtrasi yang dilakukan
setelah adanya proses koagulasi. Bentuk rapid filtration dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Flokulasi dan sedimentasi media yang bisa dipakai yaitu.
- Single media , contoh : pasir
- Dual media, contoh : pasir dan antrasit yang terpisah
- Mixed media, contoh : pasir dan antrasit yang tercampur
Secara umum, media yang sering dipakai adalah antrasit, pasir dan kerikil. Susunan media
yang baik untuk filtrasi adalah bagian atas kasar dan semakin kebawah semakin halus. Hal
tersebut dilakukan adalah untuk menghindari terjadinya penyumbatan (clogging) dilapisan
atas dan selain itu agar seluruh media dapat dimanfaatkan sebagai filter. Berikut gambar
penampang dari filter yang ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Unit Kriteria
sistem pencucian tanpa/dengan blower & atau surface wash
Kecepatan (m/jam) 36-50
Lama pencucian (menit) 10-15
Periode antara dua penccucian (jam)18-24
ekspansi (%) 30-50
Media pasir
tebal (mm) 300-700
singel media 600-700
media ganda 300-600
ukuran efektif, ES (mm) 0,3-0,7
Koefisien keseragaman, UC 1,2-1,4
Berat jenis (Kg/dm3) 2,5-2,65
Porositas 0,4
Kadar SiO2 >95%
Media Antrasit
tebal (mm) 300-700
ES (mm) 1,2-1,8
UC 1,5
Berat jenis (Kg/dm3) 1,35
Porositas 0,5
Filter botom/dasar saringan
1) lapisan penyangga dari atas ke bawah
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 2-5
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 5-10
kedalaman (m) 80-100
ukuran butiran (mm) 10-15
kedalaman (m) 80-150
ukuran butiran (mm) 15-30
2) Filter Nozel
Lebar slot nozel (mm) <0,5
Prosentase luas slot nozel terhadap luas
>4%
filter (%)
3.5.8 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:pemanasan, penyinaran antara
lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa,
senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi (Sutrisno, 2002). Desinfeksi berfungsi untuk
mematikan organisme patogen. Mikroorganisme dihilangkan dari dalam berbagai tingkatan
selama proses pengendapan, penambahan bahan kimia dan filtrasi akan tetapi agar air aman
dikonsumsi oleh manusia maka air yang telah melalui beberapa pengolahan tersebut haruslah
di desinfeksi terlebih dahulu. Gas klor dan senyawa klor relatif murah dan umumnya
digunakan sebagai desinfektan. Selain itu, klor mempunyai kemampuan membunuh kuman
juga mematikan atau merusak penghasil rasa dan bau , algae serta membantu meremoval besi,
mangan dan H2S.Desinfeksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Physical
Air mendidih dapat membunuh organisme penyakit dalam waktu 15 20 menit,
meskipun untuk amannya air harus dipanaskan dalam waktu lebih lama. Sinar matahari
merupakan desinfektan alamiah karena sinar matahari mengandung sinar UV (ultraviolet)
yang mampu bertindak sebagai desinfektan.
2. Chemical
Klor, brom dan iodida merupakan kelompok hidrogen yang efektif untuk desinfektan.
Agen pengoksidasi pottasium permanganat, klorin dioksida dan ozon juga dapat digunakan
sebagai desinfektan.Desinfeksi dengan klor atau yang biasa dikenal sebagai klorinasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu.
a. Preklorinasi
Klor ditambahkan langsung pada air sebelum diolah. Bakteri terbunuh selama
preklorinasi akan memperkecil kemungkinan digunakannya filter bed. Preklorinasi
memperbaiki koagulasi dan mereduksi rasa dan bau karena oksidasi bahan organik.
b. Post klorinasi
Klor ditambahkan pada air yang telah diolah. Dosis klor tegantung air baku dan lama
kontak yang diperlukan.
Schulz (1984) menyebutkan bahwa unit pembubuh klor ini berfungsi sebagai
tempat pembubuhan klor agar terjadi kontak antara air yang telah diolah dengan klor untuk
membunuh bakteri, sehingga terpenuhi syarat bakteriologis. Periode yang dibutuhkan
untuk reaksi antara desinfektan dan kandungan dalam air (waktu kontak) sangat penting
dalam merencanakan sistem desinfeksi. Waktu kontak minimum untuk klorinasi antara 10-
15 menit. Faktor faktor yang mempengaruhi klorinasi adalah sebagai berikut :
1. Suspended solid yang terkandung dalam air dapat digunakan sebagai pelindung
bagi bakteri dari klorin.
2. Desinfecting power menurun akibat kehadiran organic matter (senyawa organik).
3. Klorinasi berlangsung efektif pada air yang mempunyai pH dan alkalinitas rendah.
4. Keefektifan klorin menurun akibat kehadiran nitrit, besi, dan mangan.
3.5.9 Reservoir
Reservoir pada Instalasi Penjernihan Air Minum mempunyai fungsi untuk menampung
air hasil olahan IPAM sebelum didistribusikan ke konsumen. Bangunan ini selain digunakan
untuk keperluan konsumen juga digunakan untuk keperluan instalasi. Maksud dari keperluan
instalasi disini misalnya untuk proses backwash, pembersihan instalasi, pelarutan bahan kimia
dll.
Reservoir diperlukan dalam distribusi air minum karena konsumsi air yang
berfluktuasi pada konsumen. Pada saat pemakaian air di bawah konsumsi air rata-rata, maka
suplai air yang berlebih akan ditampung dalam reservoir yaitu untuk mengimbangi
pemakaian air yang besar dari pemakaian rata-rata (kebutuhan konsumen). Berdasarkan
keadaan topografinya, terdapat dua jenis reservoir, yaitu Ground Reservoir yang letaknya di
bawah permukaan tanah dan Elevated Reservoir yang letaknya di atas permukaan tanah.
Kapasitas dan volume Reservoir dapat ditentukan berdasarkan analisa fluktuasi pemakaian air
dan pengalirannya (supplay and demand analysis) yang terjadi dalam satu hari.
Untuk menganalisa bangunan air minum dan kualitas ir minum dibutuhkan babarapa
rumus dan reaksi kimianya. Berikut ini adalah rumus-rumus dan reaksi kimia yang terdapat
Vivin Sintia Indriani 3312100017 35
Nur Aini Febriyana 3312100025
Laporan Kerja Praktek
Evaluasi Unit Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum Karang
Pilang I PDAM Surya Sembada
Kota Surabaya
dalam pengolahan air minum (Tabel 3.7). Rumus-rumus berikut dapat dipergunakan untuk
mengihitung kapasitas dan evaluasi bangunan serta berdasrkan hasil reaksi dari unsur kima
dalam air.
Tabel 3.7 Rumus dan Reaksi Kimia dalam Pengolahan Air Minum
PROSES REAKSI KIMIA DAN RUMUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Removal H2S 1. Karakteristik volatil material yang
H2 + O2 H2O + S akan diremoval
Removal CO2 2. Temperatur
CO2 + CO2 CO3 3. Gas transfer resisten
Oksidasi Mn 4. Partial pressure gas
Mn + O2 MnO2 5. Turbulensi di fase gas dan liquid
Oksidasi Fe 6. Area : volume ratio
Fe2+ + O2 + 5 H2O Fe(OH)3 + 7. Time of exposure
4H+ Cek konsentrasi
Aerasi V = Cv (2gh)1/2
Q = Cd.A.(2gh)1/2
t = 2.Cv.Sin.(2h/g)1/2
dimana :
h : total head di nozzle
A : luas bukaan
Cv : koefisien dari velocity
Cd : koefisien dari discharge
: sudut antara vekor initial velocity
dan horisontal
t : waktu exposure
Al2(SO4)3.14,3H2O + Ca(HCO3)2 1. Konsentrasi koloidal kontaminan
Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14,3H2O + 6CO2 2. Tipe dan dosis koagulan
a. Backwash
L.A.(1- ) p = LE.A.(1- E) p
L(1 )
LE = [ 1(V B /V S )0,22 ]
dimana :
Vv : total volume rongga
: porositas media
Np : jumlah partikel
Vp : volume partikel media
Filtrasi H : kehilangan tekanan 1 media
H : kehilangan tekanan satu ukuran
media
Cd : koefisien drag
L : panjang limpahan
Q : debit (luas area)
: faktor kebulatan
d : diameter partikel
g : percepatan gravitasi
: viskositas kinematis
L : kedalaman media
LE : tinggi eksponen media
E : porositas saat terekspansi
A : luas permukaan bak
p : densitas partikel
VB : kecepatan upflow backwash
Vs : kecepatan mengendap
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
BAB V
EVALUASI DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Data Kualitas Air Baku (di Sungai) IPAM Karang Pilang1
Tanggal Nilai DO (mg/L) pH Kekeruhan Suhu (0C)
(NTU)
8 Juli 2015 3,5 7,66 10,82 26,0
9 Juli 2015 2,9 7,64 14,50 25,7
10 Juli 2015 3,1 7,05 11,65 25,5
13 Juli 2015 3,4 7,73 10,05 25,0
14 Juli 2015 3,5 7,77 11,85 26,0
15 Juli 2015 3,9 7,65 11,10 28,0
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Karang Pilang 1
unsure kimia yang tidak dikehendaki yang terdapat di dalam air dengan menggunakan
bahan kimia. Proses pengolahan kimiawi ini antara lain koagulasi dan flokulasi.
c. Pengolahan Biologis
Pengolahan bakteriologis adalah pengolahan yang ditujukan untuk memusnahkan
bakteri pathogen yang terdapat dalam air dengan cara pembubuhan desinfektan. Berikut
urutan proses pengolahan air di IPAM Karang Pilang I.
a. Intake
b. Surge Well
c. Pompa Air Baku
d. Aerator
e. Prasedimentasi
f. Koagulasi dan Flokulasi(Flash Mix dan Slow Mix)
g. Clarifier
h. Filter
i. Desinfeksi
j. Reservoir Penampungan
k. Pompa Distribusi
(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Floating boom; (b) Bar Screen
Penggunaan screen double bertujuan agar tidak sering terjadi penyumbatan oleh sampah
pada screen sehingga lebih efisien dalam hal pembersihan screen. Pembersihan screen
dilakukan setiap hari secara manual dan penggosokan lumut. Hasil pembersihan sampah
berupa plastik, dedaunan, dan lainnya dengan kuantitas relatif kecil.
Inlet intake berada pada 1,5 meter di bawah permukaan air. Desain seperti ini bertujuan
untuk mencegah masuknya sampah dan lumpur yang mengapung pada permukaan air. Level
muka air Kali Surabaya memiliki HWL mencapai 6,4 m dan LWL 4,7 m, level muka air dapat
terbaca dengan adanya papan ukur. Inlet intake memiliki panjang 23 m dan lebar 1 m. Inlet
intake berupa 3 saluran/kanal yang nantinya terhubung dengan 3 pipa yang masing-masing
berdiameter 1000 mm. Pipa ini menuju sumur penyeimbang (surge well) bercabang menjadi 4
pipa yang bertujuan sebagai persiapan pembangunan IPAM Karang Pilang IV. Didalam sumur
penyeimbang pipa intake 1000 mm diberi lubang sejumlah 12 lubang tiap pipa agar
mengurangi beban tekanan dalam pipa sehingga tidak berubah bentuk
Berikut dimensi dari instalasi IPAM dengan unit surge well Karang Pilang memiliki
spesifikasi sebagai berikut.
Panjang : 10,6 m
Lebar : 6,6 m
Dalam : 7,5 m
Diameter pipa : 1400 mm
Volume : 524,7 m3
Fungsi surge well adalah menstabilkan debit air yang diangkat oleh pompa, sehingga pipa
akan terisi penuh oleh air. Hal ini untuk menghindari pipa menyerap udara (kavitasi) jika
terjadi pengurangan debit. Terdapat juga sensor elektris yang akan menentukan nyala atau
tidaknya pompa. Sensor ini terdapat di dalam pompa, sehingga apabila air yang terdapat di
dalam suge well kurang memenuhi otomatis pompa akan mati.
dialirkan. intake besar berukuran 11,5 m x 12 m dan terdiri dari tiga buah pompa dengan
kapasitas masing-masing 1.100 l/dt (2 pompa beroperasi dan 1 pompa sebagai cadangan).
intake kecil 5,1 m x 11,5 m dan terdiri dari 4 pompa dengan kapasitas masing-masing 125
lt/detik. Pompa intake kecil beroperasi jika kapasitas air baku kurang dari kapasitas
pengolahan.
Pipa intake Karang Pilang I dan II menggabung jadi satu, sehingga pemompaan IPAM
Karang Pilang I dan II dijadwal bersamaan untuk jalan 4 pompa setiap kali
pengoperasian,dimana pompa yang beroperasi untuk IPAM Karang Pilang I adalah 1 pompa
yang berkapasitas 1100 liter/detik dan 1 pompa dengan kapsitas 125 liter/ detik. Berikut
adalah data spesifikasi pompa yang digunakan di IPAM Karang Pilang I.
1. Pompa dengan kapasitas 1100 liter/detik
Elektro motor
Merk : MEZ FRENSTAT Rpm : 1465
TYPE : C200KK04310H S :1
Voltage: / Y 380/ 660 V Ins Class :F
A : / Y 56/ 32,5 Serial : CSN 350000 M
Freq : 50 Hz Amb : 300oC
KW : 30 IP : 55
Cos : 0,89
Weight : 225
Pompa
Merk : KSB Speed : 1450 rpm
Size dan type : MEGA G 150 Capacity : 125 l/dt
250 Motor : 30 hp
Serial : 049 7050 64-001 Bearing : 6310 CI
Total head : 15 m
Berdasarkan spesifikasi pompa diatas, Gambar pompa intake yang dioperasikan di
Karangpilang 1 ditunjukkan pada Gambar 4.4 dengan kapastas 1100 L/s.
Gambar 5.4 Pompa Intake Kapasitas 1100 L/s Merk MEZ FRENSTAT
Pengoperasian dan perawatan pompa yang dipasang secara vertikal lebih mudah
dibandingkan dengan pompa yang dipasang secara horizontal. Hal ini karena pompa
horizontal perlu dipancing dengan air agar bisa beroperasi, kadang pemancingan ini
membutuhkan waktu yang lama. Selain itu klep untuk menahan air dalam pipa suctionnya
juga sering mengalami kerusakan sehingga perlu penggantian secara berkala.
5.3.1.2 Evaluasi
Evaluasi intake dalam kerja praktik pada IPAM Karang Pilang I tidak terdapat alat
pengukur debit air yang masuk ke dalam instalasisehingga sulit menjaga kuantitas air yang
masuk ke dalam instalasi. Alat pengukur debit berguna untuk menentukan waktu detensi air
dalam setiap bak dan menentukan dosis koagulan, serta bahan kimia lain yang diperlukan
dalam proses pengolahan air. Tidak terdapatnya alat ukur debit menyebabkan penggunaan
bahan-bahan kimia tidak bisa tepat sesuai dengan dosis yang diperlukan.
Terdapat empat cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain :
1. Menyediakan alat pengukur debit sehingga kuantitas air yang masuk ke intake dapat
dijaga dan dikontrol
2. Menyediakan pompa otomatis yang bekerja apabila debit yang masuk ke IPAM Karang
Pilang I mengalami penurunan yang cukup besar
3. Bekerja sama dengan Jasa Tirta untuk menentukan level minimum air dari pintu air
Mlirip, Mojokerto
4. Membuat saluran pelimpah pada sisi intake agar debit air yang masuk ke intake dapat
dikontrol
Evaluasi pada surge well atau sumur pengumpul yaitu tidak ada pengaman selaian sekat
penyangga atas sehingga menyulitkan operator untuk meninjau langsung, kondisi penyangga
sudah berkarat dan jarang dibersihkan oleh operator.Kurang penjaan di daerah sumur
pegumpul. Terdapat sekat yang tidak tertutup rapat sehingga ada aliran air cross dari sisa air
olahan IPAM Karang pilang yang masuk pada air baku mutu, tetapi hal itu tidak terlalu
bermaslah karena air sisa olahan masih dari prasedimentasi, filter yang hanya mengandung
sedikit lumpur.
Berdasarkan teori yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 untuk ukuran sumur pengumpul
intake ini ini merupakan ukuran minimal untuk pembuatan bangunan sumur pengumpul dan
pipa sadap yang nantinya akan dilanjutkan pada instalasi pengolahan air minum (IPAM).
3/2 D
Berdasarkan hasil uji laboratorium mengenai uji kualitas air pada pengolahan aerasi mengenai
oksigen terlarut yang dibutuhkan. Tekanan udara pada kawasan karang pilang yaitu 1005,2-
1013,9 milibar atau sama dengan 1 atm tercantum dalam Tabel 4.2.
Karang Pilang 1
outlet tiggitra
Air Baku (inlet) Proses Suh tiggicascad
Tanggal aerato y
Aerator u( e aerator
Pengujian r o aerator
C)
DO Suhu DO DO
Meter Meter
(mg/L) (oC) (mg/L) (mg/L)
9 juli 2015 3.6 26 4.5 25 1 1.2
10 juli 2015 3.3 26 4.8 5.6 25 1 1.2
13 juli 2015 3.2 26 4.4 6.15 25 1 1.2
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Karang Pilang 1
Untuk nilai soluble solid dari hasil analisa tidak diketahui namun nilai kandungan organik
terlarut sebesar 9,575 mg/L pada tanggal 13 juli 2015. Seiring dengan penggunaan aerator
sebagai pereduksi zat organik terlarut maka dalam perhitungan dijadikan sebagai acuan
kandungan organik dalam air yang akan diolah.
t=
2 x 2,2
9,81
= 0,66 detik untuk kontak setiap partikel pada terjunan
maka waktu kontak seluruhnya yaitu setiap partikel dipengaruhi volume dan debit aliran,
sehingga waktu kontanya dapat dihitung dengan rumus.
Waktu = Debit / Volume
Untuk cascade ,
Waktu kontak = Debit pipa tambahan / r2T
= 0,25 m3/detik / (3,14x 0,4 m x 0,4m x 1m)
= 0,49 detik
Namun pada tray aerator diperlukan luasan area dan kecepatan air yang mempengaruhi waktu
kontak dengan udara.
Waktu Kontak = Debit pipa utama + pipa tambahan/ Luas x tinggi
= 1,350m3/detik/(12m x 9m) x 1,2m
= 0,01 detik
Maka totak waktu kontak aerasi sebesar 1,16 detik. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar
oksigen terlarut masing-masing untuk cascade dan tray aerator. Benefield dan Randal (1982)
menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan:
4752.65 S
(Cs)760=
33.5+T
Dimana : (Cs) 760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mmHg (mg/L)
S = konsentrasi padatan terlarut dalam air (gram/L)
T = suhu (C)
4752.65( 9,575)
(Cs)760=
33.5+25
(Cs)760=7,67 mg/Liter
Nilai konsentrasi jenuh oksigen dapat dikoreksi untuk tekanan udara barometrik dengan
pernyataan:
P p
Cs=(Cs)760
760 p
76023,8
Cs=7,67
76023,8
Cs=7,67 mg /L
P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air
pada suhu air yang diaerasi.
a. Cascade Aerator
Perhitungan cascade aerator menurut Masduqi dan Assomadi tahun 2012 sebagai
berikut.
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
Ce2 = Ce1 + (k x (Cs Ce1)
Dimana : k = koefisien kejenuhan oksigen
Co = kelarutan oksigen mula-mula ( mg/L)
Ce1 = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat pertama (mg/L)
Cs = Kejenuhan oksigen (mg/L)
Ce2 = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat kedua (mg/L)
Perbandingan selanjutnya, menurut Popel (1974) mengenai aerasi cascade yaitu
k.Cs = Lihat grafik berdasarkan tingginya
k .cs
kn =
Cs
Ce = Co ( 1 - Kn ) + k.Cs
Dimana : k = koefisien kejenuhan oksigen
Co = kelarutan oksigen mula-mula ( mg/L)
Ce = kelarutan oksigen setelah aerasi (mg/L)
Cs = Kejenuhan oksigen (mg/L)
Kn = kelarutan oksigen setelah aerasi tingkat ke-n (mg/L)
Selanjutnya nilai tersebut di plotkan dalam grafik (Gambar 4.8 )menetukan nilai K
berdasrkan tinggi terjunan.
Gambar 5.8 Grafik untuk Menentukan
Tinggi Terjunan
Untuk perhitungan cascade aerator disesuaikan dari hasil uji laboratorium pada tanggal
10 Juli 2015.
Diketahui : Co = 3,3 mg/L
T = 25oC
H=1m
Cs = 7,67 mg/L
Ditanya : nilai DO berdasarkan teori.
Perhitungan.
a. Berdasarkan Masduqi dan Assomadi(2012)
K = 0,36 x (1 + (0,046 X T) x H
= 0,36 x ( 1 + (0,046 x 25 ) x 1
= 0,774
Ce1 = Co + (k x (Cs Co)
= 3,3 + (0,774 (7,67 3,3))
= 6,68 mg/L
b. Berdasarkan Popel 1974
k. = 5 / Cs
= 5 / 7,67
= 0,65
k .cs
Kn =
Cs
= (0,65 x 7,67)/ 7,67
= 0,652
Ce = Co ( 1 - Kn ) + k.Cs
= 3,3 (1 0,65) + 0,65 x 7,67
= 6,14mg/L
c. Perbandingan Nilai DO
Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO, digunakan beberapa cara dan dibandingkan
untuk mengetahui perbedaan nilai DO tercantum dalam Tabel 4.3.
b. Tray Aerator
Menurut Qasim (2000), aerator dengan tipe tray memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Kecepatan : 0,8-1,5 m3/m2.menit
Kebutuhan udara : 7,5 m3/m3 air
dinama,
Kla = Koefisien kejenuhan oksigen
Cs = Nilai kejenuhan oksigen (mg/L)
C1 = konsentrasi gas pada percobaan pertama (mg/L)
C2 = Konsentrasi gas pada percobaan kedua (mg/L)
t2-t1 = perbedaan waktu percobaan
Untuk perhitungan tray aerator disesuaikan dari hasil uji laboratorium pada tanggal 10
Juli 2015 dan 13 juli 2015.
Perhitungan
Diketahui : Co =4,8 mg/L
T = 25oC
Cs = 7,67 mg/L
C1 = 4,8 mg/L
C2 = 4,4 mg/L
t2-t1 = 24 jam
Ditanya : nilai DO berdasarkan teori.
Perhitungan.
Tabel 5.5 Tabel Perbandingan Oksigen Terlarut pada Aerator Karang Pilang 1
Keterangan Nilai DO (mg/L)
Berdasarkan teori 7,44
Uji Lapangan 5,6
Sumber : Hasil Perhitungan
Pengurasan lumpur dilakukan setiap satu bulan sekali secara bergantian di setiap bak
agar tidak mengganggu proses produksi di IPAM Karang Pilang I. Proses pengurasan bak
prasedimentasi dilakukan secara bertahap. Tahap awal adalah menutup pintu inlet dan outlet
bak prasedimentasi yang akan dikuras. Kemudian operator akan memperlebar bukaan valve
pintu inlet dan outlet bak prasedimentasi yang tidak dikuras. Hal ini bertujuan untuk
menampung beban bak prasedimentasi yang sedang dikuras sehingga kuantitas produksi tetap
terjaga. Selanjutnya outlet drain dibuka untuk mengalirkan air didalam bak menuju sludge
lagoon. Outlet drain di tutup kembali setelah air di dalam bak habis. Pekerja borongan akan
membersihkan lumpur didalam bak dengan cara mendorongnya menggunakan air bertekanan
menuju outlet drain pengurasan hingga bersih. Pekerja juga akan mendorong lumpur secara
manual yaitu dengan menggunakan papan. Sludge ( lumpur ) dibuang melalui saluran terbuka
menuju Sludge Lagoon. Kemudian dilakukan pembilasan bak dengan air bersih hingga bak
bersih. Setelah pembersihan selesai operator membuka pintu inlet bak prasedimentasi yang
dikuras hingga air baku mengisi bak mencapai level air maksimal. Setelah bak penuh, pintu
outlet bak prasedimentasi yang dikuras dibuka untuk mengalirkan air menuju unit flash mix.
Tahap terakhir yaitu mengembalikan valve pintu inlet dan outlet bak prasedimentasi yang
tidak dikuras ke posisi semula agar proses kembali berjalan normal.
Dimana,
G =
Q . . g . h
.V
m3 kg m
1,35 .997 3 .9,81 2 .0,33 m
dt m dt
=
kg
0,89.103 2
.3,5 m3
m. dt
= 1182,72/detik (OK) , G > 700/detik (memenuhi)
Menurut Wahyono, 2012 yang terpenting dalam unit flashmix adalah nilai Gtd yaitu
bayaknya tumbukan imajiner. Jika nilai Gtd tidak memenuhi maka pencampuran antara
koagulan dengan air tidak sempurna sehingga perlu diperbaiki nilai G nya dengan
memindahkan titik pencampuran ke aliran yang memiliki turbulensi lebih besar atau dengan
mempersempit inlet agar timbul headloss yang besar.
Unit slow mix pada IPA Karang Pilang ada 5 unit dengan 2 kompartemen dengan
evaluasi bak sebagai berikut.
a. Kompartemen 1
Bentuk potongan = trapezium
Panjang (P) = 9,5 m
Lebar (L) =2,4 m
Tinggi 1 (h1) = 2,4 m
Tinggi 2 (h2) = 3,15 m
Volume = x (3,15 + 2,4) x 2,4
= 6,66 m3
Debit setiap unit (Qn)= 1,35/5 = 0,27 m3/detik
Waktu tinggal = Volume /Qn
= 6,66/0,27
= 24,67
= 25 detik
Jumlah lubang = 13 x 3
= 39
Diameter lubang (d)= 0,075 m
Jumlah A lubang = 39 x x x 0,0752
= 0,156 m2
A = Q/v
V = Q/A
= 0,27/0,156
= 1,73 m/s
V2 xk
Hf =
2x g
1,73 2 x 0,8
=
2 x 9,81
= 0,12 m
Q x xg xh
G2 =
xv
0,27 x 997 x 9,81 x 0,14
=
0,89. 103 x 1,86
G = 240/detik< 700/detik (memenuhi)
b. Kompartemen 2
Bentuk potongan = trapezium
Panjang (P) = 9,5 m
Lebar (L) = 4,2 m
Tinggi 1 (h1) = 3,15 m
Tinggi 2 (h2) = 5,15 m
Volume = x (3,15 + 5,15) x 4,2= 17,43 m3
Debit setiap = 0,27 m3/detik
Waktu tinggal = Volume /Qn
= 17,43/0,27
= 65detik
Jumlah lubang =8x4
= 32
Diameter lubang (d)= 0,3 m
Jumlah A lubang = 32 x x x 0,32
= 2,3 m2
A = Q/v
V = Q/A
= 0,27/2,3
= 0,12 m/s
V2 xk
Hf =
2x g
0,122 x 0,8
=
2 x 9,81
= 0,06.10-3 m
Q x xg xh
G2 =
xv
0,27 x 997 x 9,81 x 0,06.103
=
0,89.103 x 1,86
G = 97/detik< 100/detik (memenuhi)
Berdasarkan hasil evaluasi bak pengadukan masih memenuhi untuk proses pengolahan dari
desain dan kenyataan di lapangan.
5.3.5 Clarifier
Setelah melalui pengadukan lambat (slow mix), pengendapan flok-flok yang terjadi
diendapkan dalam unit yang bernama clarifier.
bangunan clarifier masih kurang efektif. Hal ini disebabkan karena pengendapan partikel
Permaslahan pada outlet yang Diharapkan dari unit clarifier memiliki kadar turbidity 4-5
NTU sehingga siap dialirkan menuju filter. Hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi keadaan
filter yang sudah tidak bisa menyaring kekeruhan dengan optimum. Jika beban filter melebihi
4 NTU, maka hasil outlet filter tidak bisa memenuhi target yang diharapkan, yaitu dibawah 1
NTU.Permasalahan ini menyebabkan penggunaan tawas IP Karang Pilang I menjadi berlebih.
Penggunaan tawas yang berlebih menyebabkan kandungan alum dalam air yang diproduksi
menjadi lebih tinggi.
Jartest yang dilakukan untuk menentukan kadar tawas yang optimum tidak bisa
langsung digunakan sebagai acuan. Hal ini karena adanya perbedaan beberapa faktor antara di
laboratorium dengan yang ada di lapangan. Perbedaan itu antara lain pada penentuan kadar
tawas yang menggunakan persen berat, sedangkan penerapannya dilapangan menggunakan
persen volume. Selain itu, sistem jartests merupakan sistem batch sedangkan dilapangan
merupakan sistem continue. Maka untuk menanggulangi perbedaan antara sistem di lab
dengan yang ada di lapangan diperlukan scale factor yang tepat sehingga penentuan kadar
tawas dapat benar-benar tepat.
Penambahan tawas yang tidak tepat akan mengakibatkan kegagalan pembentukan
flok, peningkatan nilai ph dan alum pada air produksi, serta pemborosan tawas. Penambahan
tawas adalah hal yang sangat penting dalam pengolahan air minum, oleh karenanya perlu
dilakukan pengawasan dan pemantauan agar dalam pengoperasiannya tidak terjadi selisih
yang sangat besar. Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk jartest dan pengaturan dosis
tawas perlu diadakan sehingga operator yang bekerja mempunyai acuan yang jelas.
Menurut acuan kerja yang ada di operator jartest harus dilakukan setiap 2 jam sekali,
namun pada kenyataannya operator yang bertugas tidak setiap 2 jam sekali melakukan jartest.
Hal ini karena operator hanya melihat turbidity air yang masuk ke pengolahan, dan
memperkirakan dosis tawas berdasarkan kebiasaan. Perlakuan yang seperti ini jelas tidak
sesuai dengan SOP yang ada, namun hal ini dapat ditanggulangi dengan mencatat hasil jartest
yang ada dan kekeruhan kedalam tabel yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk
menentukan dosis tawas. Tapi hal ini tentu tidaklah seakurat jika melakukan jartest, karena
dengan cara seperti ini hanya memperhatikan turbidity saja padahal yang membutuhkan tawas
tidak hanya turbidity tapi juga zat organic dan warna.
Outlet clarifier berupa Gutter yang berbentuk canal dengan V-notch sebagai pengatur
keluarnya air. V-notch akan menahan air yang akan memasuki gutter, sehingga flok yang berat
tidak akan masuk ke gutter. Pada clarifier juga terdapat tiga buah kotak drainase, yang
berfungsi sebagai tempat lumpur. Lumpur di kuras setiap satu bulan sekali. Pengurasan
lumpur menggunakan klep otomatis yang diatur sesuai dengan keadaan lumpur, jika
diperkirakan lumpur yang diproduksi banyak maka intensitas pengurasan akan lebih cepat.
Pengurasan lumpur dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah di tentukan. Hal ini merupakan
metode pengurasan yang kurang tepat karena kekeruhan pada musim kemarau dan musim
berbeda, sehingga di khawatirkan pada saat waktu pengurasan lumpur yang mengendap masih
sedikit atau terlalu banyak.
Pengurasan seharusnya dilakukan berdasarkan jumlah volume lumpur yang
mengendap. Kondisi bak yang terlalu dalam tidak memungkinkan untuk melakukan
penggukuran secara manual atau secara langsung. Alternatif yang bisa dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini yaitu dengan menambahkan sensor di bawah bak guna
mengetahui jumlah lumpur yang mengendap.Pengurasan bak clarifier berpengaruh terhadap
outlet clarifier. Ketika dilakukan pengurasan nilai kekeruhan air outlet clarifier meningkat
karena kotoran seperti lumut yang melekat di clarifier ikut terhanyut bersama air dan keluar
dari clarifier. Pemeliharaan unit clarifier pada IPA Karang Pilang I adalah pada pembersihan
lumut yang tumbuh di permukaan settler. Pembersihan ini dilakukan setiap satu minggu
sekali. Selain pembersihan lumut, dilakukan juga pengurasan bak setiap satu bulan sekali.
Spesifikasi unit filtrasi pada IPAM Karang Pilang I adalah sebagai berikut :
Jumlah unit filtrasi = 12 unit
Tipe media = dual media
Arah aliran = down flow
Kecepatan aliran = 8 m3/m2.jam
Panjang bak = 10 meter
Lebar bak = 7,15 meter
Kedalaman = 3,2 meter
Media Filter :
Media Antrasit
Ketebalan antrasit = 40 cm
Specific gafity (Ss) = 1,5 g/cm3 (Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,7
Porositas (f) = 0,48
Diameter media = 0,8-1,6 mm
Media Pasir Silika
Ketebalan silika = 50 cm
Specific gafity (Ss) = 2,6 g/cm3(Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,83
Porositas (f) = 0,4
Diameter media = 1,0-2,8 mm
Media Gravel
Ketebalan silika = 10 cm
Specific gafity (Ss) = 2,6 g/cm3(Data Kantor Pusat PDAM)
Shape faktor () = 0,38
Porositas (f) = 0,98
Diameter media = 3,4-13,2 mm
Nozzle
Diameter pipa nozzle = 0,2 cm
Berdasarkan hasil percobaan bangunan filter mampu meremoval kekeruhan sampai 81,5 %.
Data kekeruhan dan besarnya removal pada bangunan prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel
4.9 berikut ini.
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.83 x 0.167/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.44 x 6641,357
= 0.0158 m 1,58cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,83 x 0,167 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 2,9
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/2,9 + 3/(2,9)0.5 + 0.34
= 8,27 + 1,76+ 0.34
= 10,37
CDx/d= 10,37 x 100% / 1,8 x 10-3 m
= 5761,1
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.83 x 0.167/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.44 x 5761,1
= 0.0108 m 1,08 cm
B. Headloss Media Antrasit Filter
Viskositas kinematis pada suhu 270 C = 0,8581.10-6m2/dtk
Kecepatan filtrasi semua bak beroperasi (12 buah) = 6m/jam = 0,157 cm/dtk
Kecepatan filtrasi saat dua bak dicuci (10 buah) = 6,9 m/jam x 10 = 0,18 cm/dtk
D rerata = (0,8 x 1,6)0.5= 1,13 mm = 1,13 x 10-3 m
Porositas media () :
- Antrasit = 0,48
Ketebalan media :
- Antrasit= 40 cm
Shape factor
- Pasir = 0,7
Perhitungan:
1. Saat Semua Bak Beroperasi (12 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,7 x 0,113 x 0,167 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 1,53
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/1,53 + 3/(1,53)0.5 + 0.34
= 15,68 + 2,42+ 0.34
= 18,45
CDx/d = 18,45 x 100% / 1,67 x 10-3 m
= 11048,88
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.7 x 0.113/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.484 x 11048,88
= 0.0101 m 1,01 cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,7 x 0,113 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 1,67
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/1,67 + 3/(1,67)0.5 + 0.34
= 14,37 + 1,076+ 0.34
= 15,786
CDx/d = 15,786 x 100% / 1,8 x 10-3 m = 8770
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.7 x 0.113/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.484 x 8770
= 0.0093 m 0,93 cm
C. Headloss Media Filter Gravel
Viskositas kinematis pada suhu 270 C = 0,8581.10-6m2/dtk
Kecepatan filtrasi saat 12 unit beroperasi = 6 m/jam = 0,167 cm/dtk
Kecepatan filtrasi saat 10 unit beroperasi = 6,9 m/jam = 0,18 cm/dtk
D rerata = (d1 x d2)0.5 = (3,4 x 13,2)0.5 = 6,69 mm = 6,69 x 10-3 m
Porositas media () :
- Gravel = 0,38
Ketebalan media :
- Gravel = 15 cm
Shape factor
- Gravel = 0,98
Perhitungan:
1. Saat 12 Unit Beroperasi:
Nre = x d x Va /
= 0,98 x 0,669 cm x 0,167 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 12,75
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/12,75 + 3/(12,75)0.5 + 0.34
= 3,06
CDx/d = 3,06 x 100% / 6,69 x 10-3 m
= 457
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.98 x 0.669/9.81 x (0,00167 m/s2)2/ 0.384 x 457
= 0,0045 m 0.45 cm
2. Saat duabak dibackwash, 10 Operasi (10 buah):
Nre = x d x Va /
= 0,98 x 6,69 cm x 0,18 cm/s / 0,8581 x 10-2
= 13,7
Nilai Nre lebih dari 1, maka CD dapat dicari dengan persamaan berikut :
CD = 24/ Nre + 3/(Nre)0.5 + 0.34
= 24/13,7 + 3/(13,7)0.5 + 0.34
= 1,75 + 0,81 + 0,34
= 2,9
CDx/d = 2,9 x 100% / 1,8 x 10-3 m
= 1611
( Cdx
d )
Hl = 1.067/ x D/g x Vz2/f4 x
= 1.067/0.98 x 0.669/9.81 x (0,0018 m/s2)2/ 0.384 x 1611
= 0.0185 m 1,85 cm
Total headloss media filter saat semua bak beroperasi
1,58 cm + 1,01 cm + 0.45 cm = 3,04 cm
Total headloss media filter saat dua bak dibackwash 10 bak beroperasi
1,08 cm + 0,93 cm + 1,85 cm = 3,86 cm
c. Sistem Backwash
1. Kontrol Intermixing
Setelah backwash ada kemungkinan terjadi pencampuran antara antrasit dan
pasir.Untuk itu harus dilakukan kontrol intermixing atau pencampuran dengan
membandingkan kecepatan mengendap (Vs) dari kedua media tersebut.Pencampuran
media tidak akan terjadi jika:Vs antrasit terbesar < Vs pasir terkecil
Media Antrasit
= 0,7
Ss = 1,5g/cm3
terbesar = 1,6 mm = 0,16 cm
x Vs x d
Nre =
0.7 x Vs x 0,16
=
0,8394. 102
= 13,34 Vs
18,5
Cd =
(13,34 Vs)0,6
= 3,91 vs-0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd
x Ss1 x d
)) 1 /2
0,6
= (4 981 x vs
3
x
3,91 )
x ( 1,51 ) x 0,16
Vs = 8,65Vs0,3cm/detik
Vs0,7 = 8,65cm/detik
Vs =21,8cm/detik
Media Pasir
= 0,83
Ss = 2,6 g/cm3
terkecil = 1,0 mm ~ 0,1 cm (d)
Perhitungan:
0,83 x Vs x 0,1
Nre =
0,8394. 102
= 9,88 Vs
18,5
Cd = 0,6
(9,88 Vs)
4,68
=
(Vs)0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1/ 2
4 981
( x
= 3 4,68
Vs 0,6
)
x ( 2,61 ) x 0,1
Vs = 8,35Vs0,3
Vs = 20,76cm/detik
Karena Vs antrasit terbesar > Vs pasir terkecil = 21,8 cm/detik>20,76cm/detik
(tidak memenuhi kriteria), terjadi pencampuran. Berdasarkan hasil wawancara,
memang dikatakan bahwa saat terjadi backwash terjadi pencampuran setinggi 10 cm
setelah dilakukan proses backwash. Pencampuran media tidak akan terjadi jikaVs
antrasit terbesar < Vs pasir terkecil. Sehingga ukuran diameter pasir yang
dijadikan media yaitu sesuai kriteria design daari SNI dengan rentang sebesar 1,2 mm
2,8 mm (SNI 6674 : 2008) yang dijelaskan dibawah ini.
Media Antrasit
= 0,7
Ss = 1,5 g/cm3(Data IPAM Karang Pilang I)
terbesar = 1,6 mm = 0,16 cm (Data IPAM Karang Pilang I)
x Vs x d
Nre =
0.7 x Vs x 0,16
=
0,8394. 102
= 13,34 Vs
18,5
Cd =
(13,34 Vs)0,6
= 3,91 vs-0,6
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1 /2
0,6
= ( 4 981 x vs
3
x
3,91 )
x ( 1,51 ) x 0,16
Vs = 8,65 Vs0,3cm/detik
Vs0,7 = 8,65 cm/detik
Vs = 21,8 cm/detik
Media Pasir
= 0,83
Ss = 2,6 g/cm3(Data IPAM Karang Pilang I)
terkecil = 1,2 mm ~ 0,12 cm (d) (SNI 6774:2008)
Perhitungan:
0,83 x Vs x 0,12
Nre =
0,8394.102
= 11,86 Vs
18,5
Cd =
(11,86 Vs)0,6
4,19
= 0,6
(Vs)
1/ 2
4 g (
Vs = ( x
3 Cd )
x Ss1 ) x d
1 /2
4 981
( x
= 3 4,19
Vs 0,6
)
x ( 2,61 ) x 0,12
Vs = 9,67 Vs0,3
Vs = 25,59 cm/detik
Karena Vs antrasit terbesar < Vs pasir terkecil = 21,8 cm/detik<25,59 cm/detik
(memenuhi kriteria), sehingga dengan diameter sesuai kriteria design maka tidak akan
terjadi pencampuran.
2. Kecepatan Backwash
d terbesar pasir = 2,8 mm = 0,28 cm
0,83 x Vs x 0,28
Nre =
0,8394. 102
= 27,68 Vs
18,5
Cd =
(27,68 Vs)0,6
2,52
= 0,6
Vs
0,6 1/ 2
Vs = ( 4
3
x 981 x
Vs
2,52 )
x ( 2,61 ) x 0,28
Vs = 15,24cm/detik
Syarat terjadinya ekspansi :
Vvp 0,22
F < ( ) Vs
atau Vvp > Vs x f 4,5
dimana Vvp = Vbw (V backwash), maka :
Vbw > Vs x f4,5
Vbw >15,24 x 0,44,5
Vbw > 0,24 cm/detik
Karena syarat Vbw harus > 0,24 cm/detik, maka dibutuhkan Vbw = 0,25 cm/detik.
3. Ekspansi Media Filter
Persamaan-persamaan yang digunakan:
Porositas Ekspansi
0,22
Vbw
Fe = ( )Vs
Tinggi Media Terekspansi
Li (1f )
Le =
1fe
Di
=
1fe
Prosentase Ekspansi
Li
H = x 100
Li
Keterangan =
Fe = porositas ekspansi
Vbw = kecepatan backwash
Vs = keceptan pengendapan media
Le = tinggi media terekspansi
Li = ketebalan media
F = porositas media
Fe = porositas media terekspansi
Di = diameter rata-rata media
H = prosentase ekspansi
Ekspansi Media Antrasit
d terbesar = 0,16 cm
Vs = 15,24 cm/detik
f = 0,48
Kontrol terjadi ekspansi:
Vbw 0,22
Fe ( )
=
Vs
0,22
0,25
= ( )
15,24
= 0,404
Fe > f
0,404 > 0,4 (memenuhi kriteria)
Tinggi media terekspansi:
Li (1f )
Le =
1fe
40(10,4)
Le =
10,404
= 40,26
Prosentase media antrasit terekspansi:
5040
H = x 100
40
= 25%
Ekspansi Media Pasir Silika
d terbesar = 2,8mm
porositas (f) = 0,4
Kecepatan pengendapan untuk diameter 0,08 cm =
Nre = 7,91 Vs
5,35
Cd =
Vs 0,6
Vs = 11,96 cm/detik
Kontrol terjadi ekspansi:
Vbw 0,22
Fe ( )
=
Vs
>f
0,22
0,3
( 11, 96 ) =0, 44 > 0,4
(memenuhi kriteria)
Tinggi media terekspansi:
Li (1f )
Le =
1fe
40(10,4)
Le = = 40,26 cm
10,404
Waktu pembackwashan = Le/Vbw
= 40,26 cm/ 0,25 cm/detik
= 161,07 detik
= 2,68 menit
Presentase media antrasit terekspansi:
40,2640
H = x 100
40
= 0,65 %
Ekspansi Media Penyangga
Kerikil sebagai media penyangga tidak akan terekspansi, karena V backwash
yang digunakan adalah kecepatan untuk menaikkan pasir dengan diameter terbesar dan
tidak berlaku untuk kerikil berdiameter lebih besar dari pasir.
Kontrol terjadinya ekspansi:
Syarat: Vvp < Vs x f4,5
terkecil kerikil = 3,4 mm = 0,34
f = 0,38
Ss = 2,65 gr/cm3
= 0,98
Perhitungan:
0,98 x Vs x 0,34
Nre = 2
0,8394. 10
= 39,7 Vs
1,85
Cd =
Nre 0,6
0,2
=
Vs 0,6
1/ 2
Vs0,6
Vs = ( 4
3
x 981 x
0,2
x ( 2,651 ) x 0,34 )
Vs = 60,57 cm/detik
Maka:
Vvp = 60,57 x (0,38)4,5
= 0,778 cm/detik
0,4 cm/detik <0,778 cm/detik (memenuhi kriteria Vbw < Vvp)
Karena Vbw < Vvp, maka pada media kerikil tidak terjadi ekspansi, dimana syarat
ekspansi adalah Vvp < Vbw.
Headloss saat backwash:
Hf = 2 x Hf kerikil saat bersih
= 2 x 0,07
= 0,14 cm
4. Kebutuhan Backwash
V backwash hitungan = 0,25. 10-2m/detik
Dimensi bak = L = 7,15 m ; P = 10 m
Periode pencucian = 1 hari sekali, setiap 24 jam
Qbw = Vbw x A
= 0,25. 10-2m/detik x (10 m x 7,15 m)
= 0,179 m3/detik
Volume air backwash untuk 1 bak (t = 3 menit)
Vol = Qbw x t
= 0,179 m3/detik x 180 detik
= 32,2 m3
Volume total 12 bak = 32,2 m3 x 12 = 386,4 m3
5. Produksi 1 filter dalam 1 hari:
Produksi = Qn bak x 1 hari x 86400 detik/hr
= 0,179 m3/detik x 1 hari x 86400 detik/hr
= 15465,6 m3
386,4
Prosentase volume air backwash = x 100 %
15465,6
= 2,5 %
6. Operasional Filter di Karang Pilang I
Air yang digunakan untuk sekali backwash = 32,2 m3
Q pompa Backwash =300 lt/detik
= 0,3 m3/dtk
Lama Backwash (t) = 15 menit
= 900 dtk
Volume air BW = Q pompa BW x t
= 0,3 m3/dtk x 900 dtk
= 270 m3
Volume BW dalam sehari = 270 x12
= 3.240 m3
Terjadi pemborosan air untuk backwash filter, sebesar :
Pemborosan air BW sehari = 27032,2= 237,8 m3(untuk satu kali backwash)
Kec. BW = Q pompa bw / A
V bw = 0,3m3/dt / (10 x 7,15)
= 4,2 . 10-3m/dt
= 0,42 x cm/detik
Kebutuhan debit backwash berdasarkan perhitungan sebesar 0,2145
m3/detikselama 3 menit, sementara di lapangan SOP pencucian filter (backwash) selama 8
menit dengan debit 0,3m3/detik. Menurut Wahyono (2012) air backwash yang terlalu
deras atau debit yang besar dapat merusak susunan dari media kerikil dan pasir.
Kerusakan susunan terjadi karena debit yang besar membuat kecepatan air yang melalui
media juga semakin besar. Hal ini dapat membuat media bergesekan yang dapat merubah
porositas dan efective size dari media yang ada. Perubahan porositas dan efective size dari
media mengurangi kemampuan media dalam menyaring partikel sehingga kemungkinan
clogging terjadi lebih cepat.
Penggunaan udara (blower) sebelum pencucian dapat memperburuk kondisi dari
media tersebut. Blower yang dilakukan sebelum backwash selama 10 menit harus
dipastikan tidak berlebih karena dengan blower yang terlalu lama akan membuat media
rusak hingga mencapai pecahnya media menjadi butiran yang lebih kecil. Media yang
hancur dan menjadi lebih ringan inilah yang akan terbawa saat backwash dan turun
hingga ke nozzle sehingga menyebabkan berkurangnya ketebalan media pada filter.
Ketebalan media yang semakin berkurang dan kondisi yang tidak baik membuat beban
kerja filter semakin berat dan menyebabkan clogging terjadi lebih cepat atau dibutuhkan
backwash lebih sering.
Untuk mengurangi dampak yang terjadi dari terbawanya media ke nozzle dapat
dilakukan penyusunan media penyangga secara bergradasi dengan urutan dari dasar filter
kerikil kasar, kerikil halus, lalu kerikil kasar. Hal ini dilakukan untuk memberikan
kestabilan media penunjang sehingga media halus diatasnya dapat tertahan dan tidak
terbawa menuju nozzle. Secara kasat mata media penyangga berupa kerikil tidak
ditemukan lagi. Kemungkinan besar kerikil telah hancur menjadi diameter yang lebih
kecil dan bercampur dengan pasir. Kerikil hancur ini juga akan menghambat proses
filtrasi karena porositasnya yang kecil sehingga cepat clogging dalam media.
Media yang ada saat ini perlu dilakukan uji ulang untuk mengetahui kelayakan
media dalam beroperasi. Dalam hal ini perlu dilakukan penggantian media dengan media
baru yang lebih ideal agar kerja filter lebih bagus dan tidak terjadi pemborosan air
backwash. Selain itu volume media juga sudah berkurang kurang lebih 20 cm, yang
menyebabkan kinerja filter menurun. Apabila kinerja filter menurun maka beban yang
dimasukkan pada inlet filter harus ringan sehingga meningkatkan beban Clearator dan
memperbanyak penggunaan bahan kimia Alum.
Backwash yang dilakukan pada setiap filter tidak dijadwalkan, penentuan waktu
backwash didasarkan pada kondisi masing-masing filter. Jika muka air diatas media
sudah meninggi dan turbulensi di pintu air inlet filter besar, maka disaat itulah perlu
dilakukan backwash. Karena tidak terjadwal, maka ada saat pembackwashan bersamaan
dengan jam puncak pelanggan. Disaat itulah operator harus menentukan pilihan antara
mempertahankan pasokan air pada reservoir atau menjaga kondisi filter. Jika filter
dibackwash hingga bersih maka, pasokan air di reservoir akan berkurang, maka pada
kondisi ini operator memilih untuk menempuh jalan pertengahan. Backwash tetap
dilakukan, tapi dengan tidak membilasnya secara maksimal untuk mempertahankan
pasokan air di reservoir. Akibatnya kondisi filter tidak seoptimal seperti yang biasanya.
Hal ini dapat dilihat pada kondisi fisik air di atas media filter yang menjadi berbusa,
seperti pada Gambar 4.15
Gambar 5.15 Air di Filter Akibat Pencucian yang Tidak Maksimal
Kondisi filter yang tersumbat parah dan nozle yang sudah rusak terkadang
menyebabkan proses backwash berbeda dari yang biasanya. Backwash yang biasanya hanya
menggunakan air dari reservoar yang belum diinjeksikan gas chlor, perlu tambahan air dari
clarifier untuk membantu menggelontor kotoran dari atas.
5.3.7 Desinfeksi
Desinfeksi merupakan proses untuk mendestruksi mikroorganisme yang patogen. Pada
penyediaan air minum, desinfeksi bermanfaat untuk melindungi pemakai air dari penularan
penyakit yang dapat disebarkan melalui air antara lain disentri, kolera, tipus, poliomyelitis,
hepatitis, dan sebagainya. Penyakit penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri, virus, dan
kista amoeba. Mikroorganisme ini dapat dimatikan dengan proses desinfeksi.Metoda yang
dugunakan untuk desinfeksi adalah dengan menginjeksikan gas chlor, yang biasa disebut
metode kimiawi.
Faktor yang berpengaruh untuk proses desinfeksi diantaranya adalah :
Waktu Kontak
Jenis Desinfektan
Konsentrasi Desinfektan
Temperatur
Jumlah Mikroorganisme
Jenis Mikroorganisme
Spesifikasi ruang chlorinasi pada IPAM Karang Pilang I adalah sebagai berikut :
Jumlah tabung chlor = 4 unit
Tipe chlor = liquid (cair)
Panjang = 10,1 meter
Lebar = 5,9 meter
Kedalaman = 5 meter
Observasi lapangan dilakukan di clorinasi karang pilang untuk mengetahui kondisi real
dari air baku yang yang akan dilakukan desinfektan. Sebelum dilakukan klorinasi, ditentukan
terlebih dahulu dosis gasm klor yang dibutuhkan. Berikut Gambar 4.16 tabung gas klor yang
digunakan untuk proses berlangsungnya klorinasi pada IPAM Karang Pilang 1.
Gambar 5.16 Tabung Desinfeksi
Kebutuhan gas chlor berdasarkan hasil sisa chlor yang ada di air. Sisa chlor berkisar
antara 0,8 ppm. Biasanya kadar yang digunakan 12 kg/jam. Sehingga jika dihitung dalam
bentuk ppm adalah sebagai berikut:
Dosis yang dibubuhkan = 12 kg/jam
Debit air distribusi = 1300 lt/detik = 4.680.000 lt/jam
Dosis gas chlor = 12 kg/jam x 1.000.000 / 4.680.000 lt/jam
= 2,56 mg/liter
= 2,56 ppm
Penyedia gas chlor berada dalam satu wilayah provinsi, sehingga biaya akomodasinya
ringan. Namun, tidak ada cadangan dari penyedia yang lain sehingga produksi IPA Karang
Pilang sangat bergantung pada penyedia gas chlor ini. Untuk mengatasi hal ini, maka dapat
digunakan Ca(OCl)2 (Kalsium hipoklorit/kaporit) dari penyedia yang lain, agar produksi tidak
bergantung pada penyedia gas chlor.
(a) (b)
Gambar 5.20 (a) Bak penyeduh dan (b) Pembubuh Al2(SO4)3,
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari Studi Kinerja Unit Instalasi Penjernihan Air
MinumKarang Pilang I Surabaya adalah:
1. Sistem pengolahan air menggunakan sistem konvensional yang dimulai dari intake, surge
well, aerasi, prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi (clarifier), filter, desinfeksi,
dan berakhir di reservoir. Bahan kimia yang digunakan adalah alumunium sulfat (tawas),
polyelectrolite(polimer), kaporit, karbon aktif, kaolin, dan gas klor. Semua bahan kimia
telah dibubuhkan sesuai dosis yang telah ditentukan dan sesuai dengan karakteristik air
baku, kecuali kaporit, karbon aktif, kaolin,polyelectrolite(polimer), karena ditambahkan
sesuai keadaan air baku yang akan diolah.
2. Standar baku mutu yang digunakan oleh Instalasi Penjernihan Air MinumKarang Pilang I
adalah PP RI No. 82 Tahun 2001 dan PERMENKES No. 492 Tahun 2010. Mengacu
standar baku mutu yang digunakan, diketahui bahwa kualitas air baku tidak memenuhi
standar, sedangkan air produksi yang telah diolah dengan sistem konvensional telah
memenuhi standar baku mutu.
6.2 Saran
Saran yang dapat direkomendasikan, yaitu :
1. Memasang alat ukur (flow meter) debit pada tiap unit, agar mengetahui debit air baku yang
akan diolah sehingga kebutuhan bahan kimia yang akan dibubuhkan dapat berlangsung
secara optimal tanpa terjadi pemborosan penggunaan bahan kimia.
2. Melakukan perbaikan pada aerasi dengan membersihakan lumut dan menutup lubang besar
pada bak penampung aerator menjadi lubang yang lebih kecil dengan persebaran yang
tepat untuk mendapatkan debit air dan kntak udara yang lebih merata.
3. Melakukan perbaikan terhadap valve pompa backwash yang mengalami kerusakan
sehingga performa check valve kembali normal.
4. Gutter yang terdapat dalam clarifier sebaiknya diperbaiki, agar dapat memenuhi nilai
WLR, sehingga flok flok yang mengendap tidak terganggu dan tidak mengurangi kinerja
unit unit selanjutnya.
5. Penggunaan pompa untuk back wash filter yang seharusnya tiap menit dengan udara dan
air agar pemebersihan lebih baik dan efisien tanpa harus 10 15 menit untuk cuci filter.