Disusun Oleh :
1. Oriesta Dhea Budi Utamy (7101415038)
2. Nely Afsari (7101415226)
3. Asti Wigiatin (7101415227)
4. Tanti Vidayanti (7101415343)
1
SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA PENDIDIKAN DI SANGGAR
KEGIATAN BELAJAR (SKB) KOTA SEMARANG
Oleh
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan komponen penting dalam memajukan serta
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai hal
tersebut perlu adanya unsur-unsur penunjang kegiatan dalam pendidikan, salah
satunya adalah unsur biaya yang diperlukan bagi pengelolaan pendidikan secara
efisien untuk mencapai tujuan. Menurut Martin (2014; 01) biaya merupakan salah
satu unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Penentuan
biaya akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas kegiatan dalan sebuah
organisasi.
Pembiayaan pendidikan tidak hanya diberikan, digunakan, dan dikelola
untuk sekolah formal, namun juga sekolah non formal. Salah satu sekolah non
formal di Kota Semarang adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang
yang merupakan suatu sarana pembelajaran atau tempat pembelajaran dan pusat
informasi kegiatan pendidikan non formal, khususnya di Kota Semarang. Sanggar
Kegiatan Belajar (SKB) pada umumnya, sebagai salah satu program pemerintah
dalam pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan non formal atau Sanggar
Kegiatan Belajar (SKB) menyediakan pelatihan keterampilan khusus (kursus) yang
sangat dibutuhkan tidak hanya oleh masyarakat yang tidak memiliki keterampilan
2
dan putus sekolah, tetapi juga oleh masyarakat terdidik yang membutuhkan
keterampilan tertentu agar bisa bersaing dalam dunia kerja. Selain program
pendidikan PAUD, kejar paket A, B, dan C, terdapat program kursus yang
disediakan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang diantaranya adalah
kursus komputer, kursus menjahit, kursus tata rias atau kecantikan, kursus
membatik dan pramuka. Agar program-program tersebut dapat terlaksana dengan
baik dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka pendidikan non formal
juga membutuhkan pembiayaan seperti halnya pada sekolah formal pada umumnya.
Fokus mini riset ini adalah:
1. mengidentifikasi sumber dana pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Kota Semarang.
2. Mengidentifikasi penggunaan dana pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar
(SKB) Kota Semarang.
Berdasarkan fokus mini riset yang mengacu pada konteks mini riset,
maka tujuan dari mini riset ini adalah:
1. Mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis sumber-sumber dana
pendidikan yang diperoleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang.
2. Mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis penggunaan dana pendidikan
di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang.
3
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah bagaimana secara berurut suatu penelitian yang
dilakukan yaitu dengan alat apa dan prosedur bagimana suatu penelitian dilakukan
(Nazir, 2005:44).
Adapun metode yang dilakukan dalam mini riset ini adalah metode
kualitatif. Teknik pengumpulan yang kelompok kami lakukan adalah metode
wawancara. Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan
mendapatkan informasi dengan bertanya langsung dengan responden (Yuniawan,
2012: 60).
Dalam metode wawancara ini, penulis membuat pedoman wawancara
sebelum melaksanakan kegiatan wawancara dengan tahapan berikut:
1. Persiapan, dengan menentukan tujuan, menentukan pertanyaan, menentukan
responden, menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara, dan mengadakan
hubungan dengan responden.
2. Pelaksanaan, dengan memberikan pertanyaan kepada responden yang dibutuhkan
dan berkaitan dengan sumber dan penggunaan dana pendidikan non formal di
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang dalam rangka mengumpulkan
informasi dan mengadakan wawancara.
3. Penutup, dengan menyusun laporan wawancara, evaluasi tentang pelaksanaan
wawancara dan mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari
pelaksanaan wawancara.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah sumber dan penggunaan dana
pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu wawancara langsung dengan
narasumber Bapak Suryana, S.IP
Informan
Informan pada observasi kami adalah Suryana, S. IP. Beliau adalah Kasubag
TU di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Sumber Dana Pendidikan
Sumber pembiayaan merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan
jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan
(Hamadah, 2009: 2). Menurut Sagala, data mengenai pembiayaan dipresentasikan
dalam tiga hal, yaitu :
1. Keseluruhan biaya pendidikan di Indonesia yang terdiri atas :
Dana pemerintah diluar anggaran pemerintah pusat, yaitu anggaran rutin
dan anggaran pembangunan
Pembayaran atau kontribusi dari siswa/keluarga
Sumber-sumber pembiayaan lain yang tidak selalu disediakan oleh
sekolah.
2. Biaya sistem pendidikan yaitu suatu kombinasi dana-dana pemerintah dan
ketersediaannya untuk memenuhi kontribusi bagi pengeluaran sekolah yang
bersumber dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, keluarga siswa atau
sumber-sumber lain.
3. Dana yang dibelanjakan untuk proses pengajaran, termasuk pengeluaran
sekolah untuk gaji, barang-barang lain, dan berbagai pelayanan di SD, SLTP,
dan SMA.
Sumber biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional) menurut Dedi
Supriadi berasal dari;
a) pendapatan negara dari sektor pajak (yang beragam jenisnya),
b) pendapatan dari sektor non-pajak, misalnya dari pemanfaatan sumber daya
alam dan produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam gas
dan non-migas,
c) keuntungan dari ekspor barang dan jasa,
d) usaha-usaha negara lainnya, termasuk dari investasi saham pada perusahaan
negara (BUMN),
e) bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari
lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, ADB, IMF,
IDB, JICA) maupun pemerintah, baik melalui kerjasama multilateral maupun
bilateral.
Sedangkan pembiayaan di tingkat mikro (satuan pendidikan) menurut Dedi
Supriadi diperoleh dari subsidi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, iuran siswa,
dan sumbangan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XIII Pendanaan Pendidikan (Kemenag,
2003)
Bagian Kedua, Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.
5
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya
yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga, Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat, Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan
pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam
bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
6
(2) Persyaratan khusus satuan pendidikan formal yang dapat memperoleh bantuan
adalah sebagai berikut:
a. untuk sekolah mempunyai akreditasi paling tinggi C atau yang belum
diakreditasi paling tinggi status diakui;
b. untuk perguruan tinggi mempunyai akreditasi paling tinggi C;
c. tidak sedang direkomendasikan untuk digabung atau ditutup;
d. mempunyai anggaran dasar/statuta dan anggaran rumah tangga;
e. mempunyai program kerja;
f. mempunyai struktur organisasi dan susunan pengurus;
g. mempunyai sumber biaya dan rencana anggaran belanja.
Pasal 6
Persyaratan satuan pendidikan nonformal yang dapat memperoleh bantuan adalah
sebagai berikut:
a. mempunyai izin pendirian dari pejabat yang berwenang khusus untuk lembaga
pelatihan dan lembaga kursus;
b. memiliki domisili yang jelas;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
d. mempunyai struktur organisasi;
e. memiliki sekurang-kurangnya 90% peserta didik yang berkewarga-negaraan
Indonesia;
f. mempunyai program kerja; dan
g. sanggup mempertanggungjawabkan bantuan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
Persyaratan lembaga kemasyarakatan yang dapat memperoleh bantuan adalah
sebagai berikut:
a. memiliki penyelenggara yang berbentuk organisasi;
b. memiliki domisili yang jelas;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
d. mempunyai struktur organisasi;
h. pemanfaatan sarana dan prasarana diperuntukkan bagi warga negara Indonesia;
i. penyelenggara mempunyai program kerja; dan
j. penyelenggara sanggup mempertanggungjawabkan bantuan sesuai ketentuan
yang berlaku.
BAB V
MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN
Pasal 8
(1) Penyelenggara atau satuan pendidikan menyampaikan proposal permohonan
bantuan yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan Nasional u.p. Sekretaris
Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. latar belakang;
b. tujuan;
c. maksud dan rencana kegiatan;
7
d. hambatan dan permasalahan;
e. kesimpulan; dan
f. penutup.
(3) Proposal permohonan bantuan untuk pendidikan formal ditanda tangani oleh
kepala satuan pendidikan yang diketahui oleh pemimpin penyelenggara satuan
pendidikan.
8
Macam-Macam Sumber Dana
Sumber-sumber pembiayaan pendidkan dan alokasinya telah dicantumkan
dalam suatu rencana lima tahunan atau repelita, berupa Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Sumber dana pemerintah berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, orangtua siswa, maasyarakat, yayasan, perusahaaan, dan
bantuan luar negeri.
Sumber dana dari pemerintah pusat adalah berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) baik untuk membiayai kegiatan rutin yang
tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK) maupun untuk membiayai kegiatan
pembangunan yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP). Selain itu juga
terdapat bantuan dana dari pemerintah pusat berupa Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) yang sudah ditentukan jumlahnya berdasar pada kaarkteristik siswa dan
jenjang pendidikanya.
Dana dari pemerintah daerah berasal dari APBD tingkat kabupaten /kota.
Dana dari APBD digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan bidang
pendidikan yang ada didaerah yang bersangkutan baik untuk kegiatan rutin maupun
untuk kegiatan pembangunan. Pemerintah juga memberikan bantuan dana
pendidikan berupa BOS (Biaya Operasional Sekolah). Biaya Operasional Sekolah
(BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya
nonpersonalia bagi satuan pendiidkan dasar sebagai pelaksana program wajib
belajar. Tujuan dari program BOS sendiri adalah
1. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban
biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.
2. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya
operasional sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
3. Meringankan beban biaya opersional sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Hal
tersebut menggambarkan bahwa program BOS bermanfaat pada penuntasan
wajib belajar 9 tahun, yakni sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
negeri maupun swasta. Sekolah program kejar Paket A dan B serta SMP
terbuka tidak termasuk dalam sasaran dari PKPS-BBM (Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak) bidang pendidikan, karena hampir
semua komponen dari ketiga program tersebut dibiayai oleh pemerintah.
9
perlu disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi
anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal.
Prinsip Penyusunan RAPBS, antara lain:
1. RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid
secara jujur, bertanggung jawab, dan transparan.
2. RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di
tempat terbuka di sekolah.
3. Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama memprioritaskan
pembelanjaan dana sejalan dengan rencana pengembangan sekolah.
4. Proses Penyusunan RAPBS meliputi:
a) Menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang
ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah,
b) Menghimpun, merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan masalah
utama ke dalam berbagai bidang yang luas cakupannya,
c) Menyelesaikan analisis kebutuhan,
d) Memprioritaskan kebutuhan,
e) Mengonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan / dipaparkan dalam
rencana pengembangan sekolah,
f) Mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan,
g) Menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab,
pelaporan, dsb) dan
h) Mengawasi serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju tahap
penerapan hingga evaluasi.
10
a. Selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan Bendahara mengirimkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) kepada Walikota/Bupati melalui Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah.
b. Apabila tanggal 10 bulan berikutnya SPJ belum diterima oleh Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah maka tanggal 11 dikirimkan Surat Peringatan I.
c. Apabila sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya SPJ juga belum dikirimkan
pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, maka dibuatkan Surat Peringatan II.
11
PEMBAHASAN
12
sosial. Dari pernyataan tersebut berarti sumber pendanaan pendidikan juga
diperoleh dari dana APBD. Termasuk pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota
Semarang yang mendapatkan pendanaan pembiayaan pendidikan dari dana APBD
yang digunakan untuk pembiayaan operasional, termasuk gaji guru non PNS dan
pembiayaan investasi dari Sanggar Kegiatan Belajar.
Pembiayaan pendidikan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Semarang
selain dari dana APBN dan APBD juga didapatkan dari siswa atau orang tua siswa.
Sanggar Kegiatan Belajar merupakan sekolah non formal yang terdiri dari tingkat
PAUD, SLTP dan SLTA. Proses kegiatan belajar mengajar pada SKB terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok regular dan kelompok kerja. Pada
kelompok reguler siswa melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti halnya
siswa sekolah pada umumnya, yaitu dari pagi hingga siang atau sore hari.
Sedangkan untuk kelas kerja atau sering disebut Paket B atau C siswa tidak
melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti siswa pada umumnya, namun
disesuakan dengan jadwal kerja dari setiap siswa, namun siswa pada kelas kerja
harus mengikuti ujian sesuai dengan waktu yang tela ditentukan. SPP (sumbangan
Pembinaan Pendidikan) yang dibayar oleh siswa PAUD yaitu Rp. 50.000/bulan,
siswa regular Rp.25.000/bulan, Paket B gratis, dan Paket C Rp.50.000/bulan. Dana
yang didapat dari siswa tersebut dialokasikan untuk kegiatan kesiswaan seperti
pramuka, osis, ekstrakurikuler dll.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber pendanaan
pendidikan dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yaitu dana APBN, APBD, dan
orang tua siswa. Sumber pendanaan pendidikan yang berasal dari orang tua siswa
jumlahnya tidak banyak atau lebih murah dari sekolah pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena siswa yang bersekolah di Sanggar Kegiatan Belajar sebagian
besar berasal dari keluarga dengan ekonomi kelas menengah kebawah. Sehingga
pihak sekolah tidak ingin memberatkan orang tua siswa dengan membayar biaya
sekolah yang mahal.
13
perencanaan yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan Sanggar Kegiatan Belajar,
pengeloalaan pembiayaan pendidikan harus dilakukan secara efisien untuk
mengantisipasi masalah keterbatasan sumber dana. Selain itu, dana yang diperoleh
dari orang tua siswa hanya bisa digunakan untuk kegiatan kesiswaan dari siswa
yang bersaangkutan.
Pengeloaan pembiayaan pendidikan pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Kota Semarang pada biaya operasional sekolah digunakan untuk tenaga pendidik,
peningkatan profesi, penyelenggaraan KBM, penilaian, pemeliharaan, kesiswaan,
dan supervisi.
Pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) tenaga pendidik dibagi menjadi dua,
yaitu pamong belajar dan tutor belajar. Pamong belajar merupakan guru tetap yang
sudah menjadi PNS yang bekerja di Sanggar Kegiatan Belajar. Sedangkan Tutor
merupakan guru tidak tetap yang belum menjadi PNS yang bekerja di SKB.
Pengelolaan pembiayaan pendidikan yang digunakan untuk tenaga pendidik yaitu
dana yang berasal dari APBN ditujukan untuk pamong belajar atau guru yang sudah
PNS yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar dan pemberian gaji untuk
tutor didapatkan dari dana APBD yang dihitung sesuai dengan jam mengajar dari
tutor yang bersangkutan. Dana APBN juga dialokasikan untuk insentif tambahan
bagi guru PNS sesuai dengan golongan guru atau tenaga administrasi yang
bersangkutan. Untuk kesejahteraan tenaga pendidik dana APBN juga memberikan
hadiah hari raya serta pakaian seragam bagi tenaga pendidik dan administrasi pada
Sanggar Kegiatan Belajar. Selain itu, untuk peningkatan profesi atau diklat
dilakukan setiap tahun yang dilakukan bergilir untuk masing-masing tenaga
pendidik dan administrasi. Untuk peningkatan profesi tenaga pendidik
menggunakan dana dari pusat (APBN) sedangkan untuk bagian administrasi
menggunakan dana dari APBD.
Pengalokasian dana APBN juga digunakan untuk penyediaan buku bahan
ajar siswa. Pendanaan pada Sanggar Kegiatan Belajar yang berkaitan dengan
penyelenggaraan KBM ditanggung seluruhnya oleh dana APBN pada tahun ini,
walaupun dana itu sebenarnya belum mencukupi untuk meningkatkan mutu dan
kualitas sekolah. Namun belum diketahui apakah pada tahun depan akan
mendapatkan dana APBN untuk penyelenggaraan KBM atau tidak. Hal ini
disebabkan karena SKB masih belum menjadi satuan pendidikan.
Proses penilaian siswa seperti ulangan umum atau ujian akhir pihak sekolah
masih mengandalkan dana dari dinas pendidikan Kota Semarang. Dana yang
didapat dari APBD dirasa masih kurang cukup karena tidak seperti satuan
pendidikan, SKB tidak mendapatkan dana BOS sehingga dana yang ada harus
dikelola dengan efisien agar tidak terjadi kekurangan dana untuk sekolah. Selain
digunakan untuk pendanaan penilaian dana APBD juga digunakan untuk
pemeliharaan dan perawatan sekolah.
Kegiatan kesiswaan siswa didanai dari dana APBN dengan dibantu dana
dari orang tua siswa yang menyekolahkan anaknya di SKB. Dana kesiswaan
14
tersebut digunakan untuk pembinaan pramuka, olah raga, OSIS, dan ekstrakurikuler
lain seperti menjahit dll.
Pembanguanan sarana prasarana yang ada di SKB Kota Semarang didanai
oleh dan APBN, namun pendanaan untuk pembangunan sekolah tidak dapat
dilakukan setiap tahun. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dana yang
didapatkan SKB dari pemerintah pusat. Sedangkan untuk perawatan gedung
sekolah dilakukan setiap tahun dengan menggunakan dani dari APBN. Investasi
dalam bentuk buku pelajaran didapatkan dari dana pemerintah pusat. Sedangkan
biaya investasi untuk LCD dan komputer didapatkan dari dana APBD.
3. Pertanggungjawaban Dana Pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar
(SKB) Kota Semarang
Hasil penelitian yang didapat dari hasil wawancara dan observasi tentang
pertanggungjawaban pendidikan meliputi: kepala sekolah sebagai pengguna
dana diwajibkan untuk menyusun Surat Pertanggungjawaban (SPJ) keuangan
kepada sumber dana baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pelaporan disertai dengan kelengkapan dan berbagai data pendukung, yang
beupa bukti pengeluaran, dan perincian pengeluaran. Pelaporan
pertanggungjawaban yang dibuat selain untuk mempertanggungjawabkan dana
yang telah digunakan juga berguna untuk mendapatkan dana untuk tahun yang
akan datang. Hal ini karena apabila sekolah belum melaporkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) kepada sumber dana maka pihak sekolah tidak akan
mendapatkan dana untuk tahun yang akan datang sampai pelaporan
pertanggungjawaban tahun yang bersangkutan selesai. Selain itu, untuk
mendapatkan dana investasi seperti buku, LCD, dan pembangunan sekolah
didapatkan dengan cara mengajukan proposal agar mendapatkan dana. Apabila
proposal yang dibuat tersebut tidak diterima/ ditolak maka pada tahun tersebut
sekolah tidak mendapatkan dana dari pemerintah.
15
PENUTUP
KESIMPULAN
16
Lampiran
17
DAFTAR PUSTAKA
Depkeu. 2016. Buku 1 undang-undang no 18 tahun 2016 tentang anggaran dan
belanja negara. www.djpk.depkeu.go.id/wp-content/uploads/2017/01/UU-
APBN-2017.pdf.
Depkeu. 2015. PP no 58 tetang pengelolaan keuangan daerah.
http://www.djpk.depkeu.go.id.
Harsono. 2007. Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: Surayajaya Press.
Kemenag.2003.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. http://pendis.kemenag.go.id.
file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf
Martin. 2014. Manajemen pembiayaan pendidikan. Jakarta: PT Raja Graffindo
Persada.
Nazir, Moh. 2005.Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Supriadi D. 2006. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sagala 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: PT Nimas
Multima.
Yuniawan, Tommi. 2012. Terampil Retorika Berbicara. Semarang: Unnes Press.
Widodo. 2015. Pengelolaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) pada Era Otonomi
Daerah. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 2
Nomor 1, Maret 2015, (94-106). Available online at JPPM
website:http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm
18