Hepatitis A Dan Hepatitis B
Hepatitis A Dan Hepatitis B
Hepatitis A Dan Hepatitis B
HEPATITIS A dan B
Pembimbing
dr. Nugroho Budi Santoso, Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
Prakata
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
sehingga saya dapat melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur.
A. Latar Belakang
Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit
HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai
karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan.1
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah
produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen,
melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau
cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian
hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik,
chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.2
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBV
persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
Vietnam, Korea, dimana 5070 % dari penduduk berusia antara 30 40 tahun
pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 15 % menjadi pengidap Hepatitis B
Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah
dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 20 %).1
2
Hasil pengobatan Hepatitis B sampai saat ini masih mengecewakan,
sebagian berlanjut menjadi komplikasi. Vaksin memberikan harapan, tetapi
dampaknya bagi masyarakat baru akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian,
apalagi dengan biaya vaksinasi yang belum terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat kita.1
B. Tujuan Penulisan
Penulisan Refrat ini bertujuan untuk mengetahui infeksi virus Hepatitis A dan
B yang mencakup definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis
serta tatalaksana. Selain itu juga sebagai bahan pembelajaran dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan
scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.5
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam
lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid.6
Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan
endotel yang meliputinya terediri dari
sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel
kupfer lebih permeabel yang artinya
mudah dilalui oleh sel-sel makro
dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.
Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan
sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-
lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari
vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian
tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus
5
portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta,
A.hepatika, ductus biliaris.6
Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya
langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari
canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu.6
Fisiologi Hepar
Fungsi utama hati yaitu: 2
1. Metabolisme nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka dari saluran pencernaan
2. Detoksifikasi/degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lain
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein protein yang penting
untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroud
dan kolesterol dalam darah
4. Penyimpanan glikogen , lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.
6
1. Ikterus prahepatik (masalah terjadi sebelum hati)
Penyebabnya :
Hemolisis intravaskuler ( anemia hemolitik,anemia sickle cell,
thalasemia mayor anemia defisiensi vit B 12 dan anemia def as.folat)
Penyakit infeksi : Malaria, Leptospirosis, Tifus
Toksin eksogen : obat-obatan , bahan kimia -> ikatan albumin-bilirubin
I dapat melemah dalam keadaan asidosis atau penggunaan obatt-obatan
seperti salisilat dan antibiotic
Toksin endogen : reaksi transfuse, eritroblastosis fetalis
Akibatnya terjadi :
- Pengeluaran bilirubin yang tidak sempurna melalui duktus hepatikus
- Regurgitasi pada duktuli empedu intrahepatik yang mengalami obstruksi
karena sel hepatosit yang terinfeksi mengalami udem
7
Penyebab : Sirosis bilier primer, Kolestasis, Kolelitiasis, Tumor, Virus,
Obat-obatan.
HEPATITIS A
DEFINISI
Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan
menyerang hati akibat masuknya virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A
ditransmisikan melalui rute fekal-oral, penyebaran orang perorang, sangat
berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk. Penyebaran
yang hebat terjadi akibat kontaminasi pada air minum, makanan, susu dan buah-
buahan. Penyebaran dapat terjadi pula dalam keluarga atau institusi.
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahun
Di Indonesia sendiri insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,8-63,8%
kasus. Dapat terjadi sepanjang tahun dan umumnya bersifat endemis. Berkaitan
dengan sanitasi dan kesehatan lingkungan yang kurang baik. Di Afrika, Amerika
Selatan, Asia Tengah dan Asia Tenggara hampir 100% anak berusia 10 tahun
terkena penyakit hepatitis A. Sedangkan di kota Jakarta, Bandung, dan Makassar
berkisar antara 35%-45% pada usia 5 tahun.
8
oral.Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti
replikasi di usus.
9
Masa Inkubasi
Virus Hepatitis A :
Masa inkubasi : 18-50 hari, dengan rata-rata kurang lebih 28 hari.
Masa prodromal : 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah
fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak
nyaman di daerah kanan atas, demam (biasanya < 39C), merasa dingin,
sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge, sakit tenggorok, dan
batuk.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah
sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati
disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi
hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan
terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak
teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan
septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.2
10
MANIFESTASI KLINIS
1. Fase inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda lamanya untuk setiap vrus hepatis.
2. Fase pre-ikterik (prodromal)
Berlangsung 2-7 hari Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama
dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious
ditandai dengan malaise umum, mialgia, mudah lelah, gejala saluran nafas
atas, anoreksia, mual , muntah demam derajat rendah, nyeri abdomen
biasanya ringan dan menetap dikuadran kanan atas atau epigastrium,
kadang diperberat dengan aktifitas tapi jarang menyebabkan kolesistisis.
3. Fase Ikterik
Ikterus muncul setelah 5-10 hari tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan timbulnya gejala. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan
gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan hilangnya ikterus dan keluhan lain , tetapi hepatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat
dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik
dalam 2-3 minggu . Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium
lengkap terjadi dalam 9 minggu.
11
Terdapat 5 macam gejala klinis;
Hepatitis A Klasik : timbul secara mendadak didahului gejala prodromal
sekitar 1 minggu sebelum jaundice.
Hepatitis A relaps : Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya dinyatakan
sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala
relaps lebih ringan daripada bentuk pertama.
Hepatitis A kolestatik : Terjadi pada 10% penderita simtomatis. Ditandai
dengan pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas,
gatal-gatal dan jaundice.
Hepatitis A protracted : Pada biopsi hepar ditemukan adanya inflamasi
portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan lobular
hepatitis.
Hepatitis A fulminan : paling berat dan dapat menyebabkan kematian,
ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan
waktu protrombin.
12
5. Demam
6. Urine berwarna gelap
7. Nyeri otot
8. Menguningnya kulit dan mata (jaundice).
DIAGNOSIS
Berdasarkan tanda atau gejala pasien dan diperkuat dengan pemeriksaan
penunjang, seperti tes darah yang menunjukkan antibodi IgM terhadap hepatitisA.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM anti-HAV.
Antibodi ini ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan
dalam waktu 3-6 bulan.
IgG anti-HAV dapat dideteksi 5-6 minggu setelah terinfeksi, bertahan
sampai beberapa dekade, memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup.
SGPT/SGOT, bilirubin meningkat
Lekosit normal atau lekopeni
Bilirubin indirek dan direk meningkat jarang melebihi 10 mg/dl pada
minggu pertama fase ikterik dan normal pada fase penyembuhan
Alkali fosfatase meningkat sedikit
Albumin dan globulin normal
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis karena obat
Hepatitis karena penyakit saluran empedu
KOMPLIKASI
Hepatitis A berat (fulminan) jarang terjadi.
PENATALAKSANAAN
A. Terapi umum
1. Istirahat
Istirahat 3-6 minggu , pulang bila bilirubin < 1,5 mg%
13
2. Diet
3. Medikamentosa
C. Terapi komplikasi
PENCEGAHAN
Untuk mencegah hepatitis A. Semua orang harus selalu mencuci tangan
dengan baik dengan sabun dan air mengalir selama sekurang-kurangnya 10
detik dan dikeringkan dengan handuk bersih.
Cuci tangan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Setelah menggunakan kakus
2. Sebelum makan
3. Sebelum menyiapkan makanan atau minuman
14
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh penderita hepatitis A, di samping
mencuci tangan dengan bersih adalah harus menjauhi dari kegiatan berikut
sekurang-kurangnya seminggu setelah timbulnya penyakit, tanda dan gejala:
1. Jangan menyiapkan makanan atau minuman untuk orang lain
2. Jangan menggunakan alat makan atau alat minum yang sama dengan
orang lain
3. Jangan menggunakan seprai dan handuk yang sama dengan orang lain
4. Jangan berhubungan kelamin
5. Cuci alat makan dalam air bersabun, dan cuci seprai dan handuk dengan
mesin cuci.
Orang berikut yang menderita hepatitis A harus tidak menghadiri tempat kerja
atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit:
1. Orang yang mengendalikan makanan atau minuman dirumah tangga atau
restoran.
2. Orang yang pekerjaannya melibatkan hubungan pribadi secara dekat,
misalnya petugas penitipan anak dan petugas kesehatan.
3. Staf, anak-anak dan kaum remaja harus tidak menghadiri fasilitas
penitipan anak atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit
4. Semua pasien harus berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang
menanganinya sebelum kembali bekerja, sekolah atau melakukan aktivitas
harian.
Tidak ada perawatan khusus untuk penderita hepatitis A. Kontak di rumah den
gan pasanganseksual dapat menularkan penyakit, biasanya memerlukan sunti
kan Imunoglobulin. Obat tersebut dapat mencegah atau mengurangi penyakit
jika diberikan dalam waktu dua minggu setelah kontak dengan orang yang
dapat menularkan penyakit.
Pencegahan Umum
- Perbaikan higiene makanan-minuman
- Perbaikan higiene sanitasi lingkungan dan pribadi
- Isolasi pasien
15
Pencegahan Khusus
- Imunisasi pasif dengan imunoglobulin normal manusia
- Imunisasi aktif dengan vaksin HAV yang diinaktivasi
Imunisasi:
Pasif
Imune serum globulin , proteksi : 3-6 bulan
Aktif
Efektifitas tinggi, aman , toleransi baik, efektifitas proteksi 20-50 tahun
Vaksin hep A 2x dengan jarak 2-4 minggu dilanjutkan dengan booster
bulan ke-6 atau ke -12
Efek samping : Nyeri lokal di tempat penyuntikan
Dosis : >19 tahun 2 dose of HARVIX dengan interval 6-12 bulan. Anak .
2thn 3 dose of HARVIX pada bulan 0,1 dan 6-12
PROGNOSIS
Perawatan yang legeartis prognosis baik
HEPATITIS B
DEFINISI
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan
infeksi virus hepatitis B.3 Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah
ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.4
Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang
dan kerusakan pada hepar.7
EPIDEMIOLOGI
Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi
carier virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya.. Di
area dengan prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari
setengah populasi pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam
16
kehidupan mereka, dan lebih dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus
ini. Setiap tahun satu juta orang mati karena infeksi virus hepatiis B yang menjadi
sirosis dan karsinoma hepatoseluler. Keadaan ini merupakan akibat infeksi VHB
yang terjadi pada usia dini.3,4,10,13
Prevalensi HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%,
dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini
lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%.
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B secara
universal. Berdasarkan data di atas, menurut klasifikasi WHO, Indonesia
tergolong dalam Negara dengan prevalensi infeksi VHB sedang sampai tinggi,
sehingga strategi yang dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi
sedini mungkin.3,4,17
Tingginya angka prevalensi hepatitis B di Indonesia terkait dengan
terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB
ini diduga mendapatkan infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan
sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat
pada usia dini. Tingginya angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari
tingginya angka pengidap VHB pada ibu hamil pada beberapa rumah sakit di
Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk memutuskan rantai
penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila memungkinkan
diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).3,4,11
17
inflamasi adalah reaksi antigen antibodi dan tergantung bagaimana imunitas
hospes saat itu.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti
terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan
perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B
mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.2
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut.
Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein
bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini
dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi
imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
18
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi
virus. Selanjutnya sel sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. VHB merangsang respon imun tubuh, yang pertama
kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel sel NK dan NK T. 1,17
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB
MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan
dinding Antigen Precenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang
sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB MHC
kelas II pada dinding APC.
Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan
menjadi antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau
HbeAg. Sel CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel
hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis
hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik.
Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati
19
yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor
(TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik). 1,17
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel T CD 4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti HBs, anti HBc dan anti HBe. Fungsi anti
HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel. Dengan demikian anti HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel
ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti HBs.
bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg. 1,17
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu. Faktor virus antara lain:
terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
berfungsi melakukan lisis sel sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak
memproduksi HBeAg, integrasi genom VHB dalam genom sel hati. Faktor
pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi
terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respon antiidiotipe,
faktor kelamin atau hormonal. 1,17
Masa inkubasi:
Virus Hepatitis B : 1
Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah
infeksi akut
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang
menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten
Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker
hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret serviko vaginal, saliva, cairan
tubuh lain.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Host (Penjamu)
20
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi
dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan
bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada
anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. 8 Hal ini berkaitan
dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari
hepatitis kronis.2
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.2
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama
pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem
imun belum berkembang sempurna.2
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas
seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan,
pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.2
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter,
dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan
penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).2
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtype
ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia,
Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.2
Faktor Lingkungan
21
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B.
Yang termasuk faktor lingkungan adalah:2
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam
22
MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibagi 2 yaitu :
1.
Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :2
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air
kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak
kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose
alkali, meningkat).2
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.2
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
laboratorium menjadi normal.2
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil
yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran
cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,
dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.2
2.
Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
23
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-
kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik.
Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.2
Gambar 2. Gambaran Serologi dari Hepatitis B Akut Sumber: (Kasper H, et al, 2006)
Teori lainnya
1,3
Gejala hepatitis virus akut terbagi dalam 4 tahap:
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase ini berbeda - beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini
tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin
besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
24
kuadran kanan atas atau epigatrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolesistisis.
3. Fase Ikterus
Fase ini muncul setelah 5 10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali
dna abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul persaaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan.keadaan akt biasanya akan membaik dalam 2 3
minggu. Pada B perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 16
minggu .Pada 5 10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani,
hanya < 1 % yang menjadi fulminan.
DIAGNOSIS
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis
seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala
baru dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk
pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.4
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
c. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein
yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg
positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita
hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu
infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih
dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien
menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.
d. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg
menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai
positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun
25
immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat
kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu
tersebut pernah terinfeksi VHB.
e. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai
positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut.
Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut
menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam
keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang
lain maupun janinnya.
f. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh.
Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-
replikatif.
26
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging),
untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien
calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.
27
meningkat serta gambaran histology hati menunjukkan proses nekroinflamasi
yang aktif.
28
Tabel 1: Interpretasi tes-tes darah (serologi) virus hepatitis B
29
Tabel Evaluasi pasien hepatitis B kronis
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi 1-
antitrypsin,tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolisme asam amino
atau gangguan metabolism karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak.
Penyebab lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit Wilsons,
hepatitis autoimun, dan pengobatan yang hepatotoksik. 1,4,7,5
KOMPLIKASI
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah
perjalanan penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini
dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10%
pasien. Akan tetapi meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga
10% pasien. Meskipun terlambat, pasien pasien hepatitis kronik persisten
akan sembuh kembali. Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami
30
kekambuhan setelah serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan
dengan kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus
biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan
dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera di ikuti
penyembuhan yang tidak sempurna. 1,4,7
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna
adalah perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering
ditemukan, selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor
penyebab utama yang berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus
hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi
kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati. 1,4,6,7,12,14
PENATALAKSANAAN
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk hepatitis virus B akut.
1,3,4,13,15,17
Penatalaksanaan Hepatitis Akut B adalah sebagai berikut :
1.Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi.
31
Penatalaksanaan Hepatitis B kronik
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B Kronik yaitu :
I. Kelompok Imunomodulasi
Interferon
Timosin alfa 1
Vaksinasi terapi
32
menetap (HbeAg dan DNA VHB). Pada umumnya serokonversi HbeAg
menjadi anti Hbe disertai hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya
penyakit hati. 1
33
Konsentrasi DNA VHB yang rendah
Timbulnya flare-up selama terapi
IgM anti-HBc yang positif
Kontra indikasi :
Sirosis dekompensata
Depresi
Penyakit jantung berat
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif
adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Untuk hepatitis B dengan
HBeAg negative diberikan selama 12 bulan. 1
Terapi Antivirus
1. Lamivudin
Lamivudin adalah analog nucleoside, dimana nukleosid berfungsi sebagai
bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan
nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase
yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi
dalam replikasi VHB . Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan
mencegah terjadinya infeksi hepaosit sehat yang belum terinfeksi. setelah obat
dihentikan , titer DNA VHB akan kembali seperti semula karena sel-sel yang
terinfeksi akhirnya memproduksi virus baru lagi. Karena itu strategi
pengobatan yang tepat adalah dengan melakukan pengobatan jangka panjang.
Sayangnya strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh munculnya virus
yang kebal terhadap lamivudin, yang biasa disebut mutan YMDD. 1
Kekebalan terhadap lamivudin
34
Mutan VHB yang kebal terhadap lamivudin biasanya muncul setelah
terapi selama 6 bulan dan terdapat kecendrungan peningkatan dengan
berjalannya waktu. Mutan YMDD mengalami replikasi yang lebih lambat
dibandingkan dengan VHB tipe liar, dan karena itu konsentrasi DNA VHB
pada pasien dengan infeksi mutan masih lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi sebelum terapi.1
Kekambuhan akut (flare up ) setelah penghentian terapi lamivudin.
Sekitar 16% pasien hepatitis B yang mendapatkan pengobatan lamivudin
dalam jangka lama mengalami kenaikan konsentrasi ALT 8-24 minggu setelah
lamivudin dihentikan. Pada umumnya reaktivasi VHB tersebut tidak disertai
dengan ikterus dan kebanyakan akan hilang sendiri. Karena itu pada semua
pasien hepatitis b kronik yang mendapat terapi lamivudin perlu dilakukan
monitoring seksama setelah pengobatan dihentikan. 1
2. Adefoir Dipivoksil
Adalah suatu nekleosid oral yang menghambat enzim reverse
transcriptase. Mekanisme khasiat adefoir hamper sama dengan lamivudin.
Pada saat ini adefoir baru dipakai pada kasus-kasus yang kebal terhadap
lamivudin karena memperhatikan segi keuntungan dan kerugian dari adefoir.
Dimana keuntungannya adalah adefoir jarang sekali mengalami kekebalan
serta merupakan terapi yang ideal untuk terapi hepatitis B kronik dengan
penyakit hati yang parah. Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan
masih kurangnya data mengenai khasiat dan keamanan dalam penggunaan
jangka panjang.
3. Analog Nukleosid yang lain
Fanciclovir
emtericitabine (FTC)
Indikasi terapi antivirus
35
Lama terapi antivirus
Dalam keadaan biasa IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan lamivudin
sampai 3 bulan setelah serokonversi HBeAg
Kriteria respon terhadap terapi antivirus
Respon antivirus yang biasa dipakai adalah hilangnya DNA VHB dalam
serum (non PCR), hilangnya HBeAg dengan atau tanpa munculnya anti-HBe.
Normalnya ALT, serta turunnya nekroinflamasi dan tidak adanya progresi
fibrosis pada biopsy hati yang dilakukan secara seri.
Standarisasi respon terapi :
Respon Biokimiawi (BR) adalah penurunan konsentrasi ALT/ SGPT
menjadi normal
Respon virologik (VR) , negatifnya DNA VHB dengan metode
nonamplifikasi (<105 kopi/ml) dan hilangnya HBeAg pada pasien yang
sebelum terapi HBeAg positif
Respon histologik (HR) menurunnya indeks aktivitas histologik
sedikitnya 2 poin dibandingkan biopsy hati sebelum terapi
Respon komplit (CR) adanya respon biokimiawi dan virologik yang
disertai negatifnya HBsAg
36
globulin (HBG0 dengan lamivudin kekambuhan infeksi VHB pasca
1
transplantasi dapat ditekan sampai kurang dari 10%.
Monitoring Pengobtan Hepatitis B kronik dengan menggunakan konsep
roadmap
PENCEGAHAN
Upaya pencegahan merupakan hal terpenting karena merupakan upaya
yang paling cost effective. Secara garis besar, upaya preventif dibagi dua
yaitu upaya yang bersifat umum dan upaya yang lebih spesifik (imunisasi
VHB). 1,11
Kebijakan preventif umum
1.Uji tapis donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif.
2.Sterilisasi instrumen secara adekuat akurat. Alat dialisis digunakan secara
individual. Untuk pasien dengan VHB disediakan mesin tersendiri. Jarum
disposabledibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum.
3.Tenaga medis senantiasa mempergunakan sarung tangan.
37
4.Perilaku seksual yang aman.
5.Penyuluhan agar para penyalah-gunaan obat tidak memakai jarum secara
bergantian.
6.Mencegah kontak mikrolesi, menghindar dari pemakaian alat yang dapat
menularkan VHB (sikat gigi, sisir), berhati - hati dalam menangani luka terbuka.
7.Skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ke 3 kehamilan, terutama ibu
yang berisiko terinfeksi VHB. Ibu hamil dengan VHB (+) ditangani terpadu.
Segera setelah lahir bayi diimunisasi aktif dan pasif terhadap VHB.
8.Skrining populasi resiko tinggi tertular VHB (lahir di daerah hiperendemis,
homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti ganti, tenaga medis,
pasien dialisis, keluarga dari penderita VHB kronis, kontak seksual dengan
1,11
penderita VHB).
Kebijakan Preventif Khusus
Imunisasi Pasif
Hepatitis B immune globuline (HBIg) dibuat dari plasma yang
mengandung anti HBs titer tinggi (> 100.000 IU/ml) sehingga dapat
memberikan proteksi secara tepat meskipun hanya utnuk jangka waktu yang
terbatas (3 6 bulan). Pada orang dewasa, HBIg diberikan dalam waktu 48
jam pasca paparan VHB. Pada bayi dari ibu pengidap VHB, HBIg diberikan
bersamaan dengan vaksin VHB di sisi tubuh berbeda dalam waktu 12 jam
setelah lahir. Kebijakan ini terbukti efektif (85 95%) dalam mencegah
infeksi VHB dan mencegah kronisitas (19 20 %) sedangkan dengan vaksin
VHB saja memiliki tingkat efektivitas 75 %. Bila HbsAg ibu baru diketahui
beberapa hari kemudian, HBIg dapat diberikan bila usia bayi 7 hari. 1,11
38
HBV sehingga selain memberikan proteksi secara cepat, kombinasi ini juga
memberikan proteksi jangka panjang. 11
Imunisasi Aktif
Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi
bayi baru lahir dan kelompok tinggi resiko tertular VHB. Tujuan akhirnya
adalah:
39
Anak :
Diberikan dengan dosis 10 g IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. 3
Vaksin Kombinasi
Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua
infeksi virus hepatitis A dan B.
Twinrix untuk hepatitis A dan B.
Usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval bulan
ke 0 dan ke 6.Orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis
penyuntikan vaksin ini dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan
dan 6 bulan kemudian. 1
Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan
ringan dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun.
Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif
berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis.
Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap
asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati. Infeksi Hepatitis B dikatakan
mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari 1.675 kasus dalam satu
kelompok, ternyata satu dari delapan pasien yang menderita hepatitis karena
tranfusi (B dan C) meninggal. Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang
menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia. 1,3
40
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo. Hepatitis Virus Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid I.2007. Jakarta:
FKUI
Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2006.
Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrisons :Principles of Internal
Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical PublishingDivision, 2005.
I s s e l b a c h e r , K u r t . H e p a t o l o g y. T h o m a s D B o y e r M D , Te r e s a L W r i g h t
M D , M i c h a e l P M a n n s M D A Te x t b o o k o f L i v e r Disease. Fifth Edition.
S a u n d e r s Elsevier. Canada. 2006
J u l fi na Bi s a nt o. H ep a t i t i s v i r us Di agno s i s d a n Tat al ak s a na
P e n y a k i t A n a k dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Jakarta.2007
Sastroasmoro,Sudigdo. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM
41
Artikel Bedah Anatomi dan Fisiologi Hepar. Avaliable from: http://ilmubedah.info/anatomi-dan-fisiologi-
hepar-20110202.html. Di akses pada hari jumat tanggal 1 agustus 2012
Poernomo Budi Setiawan. Panduan Tatalaksana Infeksi Hepatitis B Kronik. Jakarta: Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia. 2006
Elgouhari HM, Abu-Rajab Tamimi T, Carey WD. Hepatitis B virus infection: understanding its
epidemiology, course, and diagnosis. Cleve Clin J Med 2008; 75:881889.
Lesley Tilson. 2007. Cost effectiveness of hepatitis B vaccination strategies in Ireland: an economic
evaluation. European Journal of Public Health, Vol. 18, No. 3, 275282
Patrizia Farci. 2010 . B cell gene signature with massive intrahepatic production of antibodies to hepatitis
B core antigen in hepatitis B virusassociated acute liver failure. | PNAS Journal, Vol. 107 ,No. 19, 8766
8771
Jules L. Dienstag, M.D. 2008. Drug Therapy Hepatitis B Virus Infection. The new england journal of
medicine , No. 359:1486-500.
H W Zhang. 2008. Risk factors for acute hepatitis B and its progression into chronic hepatitis in Shanghai,
China. BMJ Journals ;57:17131720
Elgouhari HM, Abu-Rajab Tamimi T, Carey WD. 2009. Hepatitis B: A strategy for evaluation and
management. Cleveland Clinic Journals of Medicine Vol. 76, No. 1
McQuillan GM, Coleman PJ, Kruszon-Moran D, Moyer LA, Lambert SB, Margolis HS. Prevalence of
hepatitis Bvirus infection in the United States: the National Health and Nutrition Examination Surveys,
1976 through 1994. Am J Public Health 1999; 89:1418.
42