Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS

Nama Umur Agama

: Tn.T : 38 Tahun : Islam

Pekerjaan : TNI Alamat Suku : Tanggerang : Jawa

II.

ANAMNESIS Dilakukan secara Autoanamnesis, tanggal 17 Februari 2011, pukul 13:45

Keluhan Utama

: Bercak kemerahan pada daerah

kemaluan, lipat siku bagian dalam lengan kiri Keluhan Tambahan : nyeri, panas dan gatal

Riwayat Penyakit Sekarang Dua hari SMRS pasien demam, badan ngilu serta flu lalu pasien berobat dan diberikan obar ciprofloxacin 500 mg, thiamfenikol 500 mg dan antalgin lalu
1|Page

pasien meminum obat tersebut sebanyak satu kali, keesokan harinya timbul bercak kemerahan pada kemaluan, lipat siku bagian dalam lengan kiri yang disertai rasa nyeri, panas seperti terbakar yang dirasakan terus menerus. Setelah itu pasien memberikan bioplacenton pada bercak kemerahan yang timbul didaerah lipat siku lengan kiri. Pasien mengatakan keluhan seperti ini pernah dialami lebih dari tiga kali, dan keluhan tersebut selalu muncul sehabis pasien meminum obat (ciprofloxacin) dan selalu muncul keluhan yang sama pada tempat yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi makanan seperti telur, udara dingin diakui pasien. Riwayat Penyakit Keluarga Kakak kandung pasien menderita asma.

III.

STATUS GENERALIS Kesadaran : Kompos Mentis

Keadaan Umum : Baik Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu Kepala Mata Telinga : 130/80 mmHg : 80 x /Menit : 18 x /menit : Afebris : Deformitas (-) : Konjungtiva tidak pucat, Sclera tidak ikterik : Bentuk normal, serumen (-)
2|Page

Hidung Tenggorokan Jantung Paru Abdomen Ekstremitas

: Bentuk simetris, sekret (-) : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang : Bunyi jantung I-II (N), Murmur (-), Gallop (-) : Vesikuler, Rhonki (-) , Wheezing (-) : Datar, Bising usus (+)normal, nyeri tekan (-) : Akral hangat, edema (-)

IV.

STATUS DERMATOLOGIKUS Lokasi Efloresensi : Genitalia :

Pada Glans penis dan Corpus penis: Terdapat bercak-bercak eritematosa berbatas tegas dengan ukuran 3 x 2 cm yang disertai edema, sebagian tampak erosi dan lesi madidans. Pada Skrotum : Terdapat bercak-bercak eritematosa ukuran 2 x 2 cm batas tidak tegas yang disertai skuama.

3|Page

4|Page

5|Page

Regio Cubiti Sinistra: Terdapat bercak eritematosa berukuran 10 x 6 cm berbatas tegas.

6|Page

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan

VI.

RESUME Tn. T usia 38 tahun, datang dengan keluhan terdapat bercak merah pada daerah kemaluan dan lipat siku bagian dalam lengan kiri. Yang disertai nyeri, panas seperti terbakar dan gatal. Keluhan ini dirasakan satu hari setelah pasien meminum obat ciprofloxacin, thiamfenikol dan antalgin. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama di tempat yang sama sebanyak tiga kali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas normal, pada status dermatologikus terdapat bercak-bercak eritematosa berbatas tegas ukuran 3 x 2 cm yang disertai edema, sebagian tampak erosi dan lesi madidans pada regio glans penis dan corpus penis. Pada regio skrotalis terdapat bercakbercak eritematosa ukuran 2 x 2 cm batas tidak tegas yang disertai skuama. Kemudian pada regio cubiti sinistra ditemukan bercak eritematosa berukuran 10 x 6 cm berbatas tegas.

7|Page

VII.

DIAGNOSIS KERJA Fixed Drug Eruption suspect e.c ciprofloxacin

VIII. DIAGNOSIS BANDING Tidak ada

IX.

PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Sistemik : Prednison 3 x 10 mg


Loratadine 1 x 1 tab

Topikal : Gentamicin sulfat cream 2 % Kompres Nacl 0,9%

Non Medikamentosa : Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menganjurkan agar pasien berhenti meminum obat antibiotik ciprofloxacin Jaga Kebersihan Kulit Jangan menggaruk lesi

X.

ANJURAN PEMERIKSAAN
8|Page

Tes Provokasi Oral dengan Ciprofoxacin Tes alergi : Patch Test

XI.

PROGNOSIS Qua Vitam : ad Bonam

Qua Functionam : ad Bonam Qua Sanactionam : Dubia ad Bonam

9|Page

TINJAUAN PUSTAKA FIXED DRUG ERUPTION

DEFINISI Fixed drug eruption merupakan reaksi hipersensitivitas yang ditandai oleh satu atau lebih makula yang berbatas tegas, berbentuk bulat atau oval dengan ukuran lesi yang bervariasi dengan gambaran yang khas kecenderungan untuk berulang dengan tempat lesi yang sama bila terpapar ulang dengan obat yang sama. Daerah kulit yang mengalami kelainan dapat meluas. Biasanya hanya satu macam obat yang menjadi penyebab, namun dapat juga oleh beberapa obat.1

Gambar 1. Fixed drug eruption.3

10 | P a g e

EPIDEMIOLOGI Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah usia 8 bulan. Kajian oleh Noegrohotawati (1999) mendapatkan FDE (63%), sebagai manifestasi kilns erupsi alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak, disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria (12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan terhadap obat yang bertambah.6 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling sering dilaporkan adalah phenolphthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone dan obat antiinflamasi non steroid.1 Patogenesis FDE sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga karena reaksi imunologi. Berdasarkan reaksi imunologi yang terjadi pada reaksi obat dapat berupa IgE mediated drug eruption, immunocomplex dependent drug reaction, cytotoxic drug induce reaction, dan cell mediated reaction.4 Penelitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa lesi FDE terjadi peningkatan kadar histamine dan komplemen yang sangat bermakna. Keadaan ini diduga sebagai penyebab timbulnya reaksi eritema, lepuh dan rasa gatal.2 Obat-obat yang dapat menimbulkan FDE antara lain : . Parasetamol / phenacetin dan analgesik lain. . Tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, panmycin. . Sulfonamid termasuk kotrimoxazol, sulfasalazin. . Asam asetilsalisilat / aspirin.
11 | P a g e

. Anti-inflamasi termasuk ibuprofen. . Penenang termasuk barbiturat, benzodiazepin dan chlordiazepoxide. . Hyosin butylbromida. . Dapson . Fenolfthalin (pencahar untuk sembelit) . Kina . Lain - lain. Obat-obatan dapat menimbulkan erupsi pada lokasi tertentu, seperti thrimethoprim

sulfamethoxazole menimbulkan lesi pada daerah genital terutama pada pria, naproxen dan oxicam di bibir. Tetrasiklin dan kotrimoxazol umumnya menyebabkan lesi yang terbatas di glans penis.

Gambar 1 Vesikuler FDE pada glans penis.7

12 | P a g e

Gambar 2 Hiperpigmentasi FDE sisi kanan atas bibir.6

Pada beberapa pengguna flukonazol lokasi yang paling sering terlibat adalah daerah ekstremitas, palmar, dan plantar, serta rongga mulut dan bibir. Meskipun mekanisme pasti FDE tidak diketahui, penelitian terbaru menunjukkan sebuah proses sel mediasi yang memulai baik lesi aktif dan tenang. Proses ini mungkin melibatkan antibody dependent cellular cytotoxicity. Efektor CD8 + / sel T memori berperan penting dalam reaktifasi lesi dengan paparan ulang obat yang berkaitan. 7 Obat yang diperkirakan sebagai penyebab berfungsi sebagai hapten yang secara khusus mengikat basal keratinosit, yang menyebabkan respons inflamasi. Melalui pembebasan sitokin seperti TNF-a, keratinosit secara lokal meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi interseluler-1 (ICAM1). Peningkatan ICAM1 membantu sel T (CD4 dan CD8) bermigrasi ke lokasi lesi. Selsel CD8 yang ini mendukung terjadinya kerusakan jaringan oleh produksi sitokin inflamasi interferon-gamma dan TNF-a. Sel CD8 yang terisolasi dari lesi aktif tampaknya akan mengekspresikan aE7, sebuah ligan untuk E-cadherin, yang akan memberikan kontribusi pada kemampuan limfosit untuk melokalisasi ke epidermis. Molekul permukaan sel lain, seperti CLA/alpha4beta1/CD4a, yang mengikat E-selektin/molekul adhesi seluler vaskular-2/ICAM1 membantu untuk lebih menarik sel CD8 ke lokasi. 7 Perubahan pada struktur permukaan sel memungkinkan endothelium vaskular untuk memilih sel CD4 untuk berpindah ke lesi aktif. Pengaturan CD4 ini cenderung menghasilkan IL-10, yang
13 | P a g e

telah terbukti membantu menekan fungsi kekebalan tubuh, sehingga lesi tampak dalam fase nonaktif. Selama respon inflamasi menghilang, ekspresi IL-15 dari keratinosit diduga membantu kelangsungan hidup sel-sel CD8, membantu mereka memenuhi fenotip memori efektor mereka. Jadi, ketika terpapar kembali terhadap obat yang sama, terjadi respon yang lebih cepat berkembang di lokasi yang sama dari lesi sebelumnya. Dipikirkan keterlibatan genetik, yaitu HLA-B22 berperan dalam terjadinya FDE. 2

GEJALA KLINIS Diagnosis FDE ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan bila diperlukan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang lengkap dan mendalam diperlukan untuk menentukan diagnosis, adanya konsumsi berulang dari obat resep dokter dan obat-obat yang dijual di pasaran penting untuk mendukung diagnosis. 1 FDE biasanya muncul dalam bentuk soliter, eritematous, atau makula merah kehitaman yang dapat berkembang menjadi plak edematosa, dan bula. FDE umumnya lebih sering muncul di daerah genital dan perianal, meskipun mereka dapat muncul dimana saja pada permukaan kulit. FDE dapat muncul setelah 30 menit sampai 8-16 jam setelah penggunaan obat-obatan. Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas tegas. Seiring dengan waktu, lesi bias menjadi bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Setelah fase inisiasi akut yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, muncul bercak hiperpigmentasi. Pada keadaan berulang, tidak hanya lesi yang timbul di tempat yang sama tetapi juga muncul lesi baru. 6

14 | P a g e

Gambar 3. FDE simetris pada fossa poplitea.6

Gejala lokal dapat meliputi pruritus, rasa terbakar, dan rasa nyeri. Gejala sistemik jarang terjadi, tetapi dapat muncul demam, malaise, mual, diare, kram perut, anoreksia, dan disuria telah dilaporkan. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Uji tempel Uji tempel dan provokasi oral dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi agen

penyebab timbulnya reaksi silang obat. Periode refrakter dilaporkan terjadi pada FDE, sehingga dapat ditunda uji tempel dan provokasi oral. Salah satu penelitian menggunakan waktu 8 minggu setelah lesi sembuh kemudian dilakukan uji tempel, untuk mendapatkan hasil uji positif. Uji tempel harus dilakukan di lokasi lesi, jika tidak, hasilnya negatif palsu. Setelah uji tempel selesai, harus diikuti oleh uji provokasi oral. Uji provokasi oral dianggap satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis FDE.7

2. Pemeriksaan histologi Pemeriksaan histologis lesi akut menunjukkan dermatitis dengan perubahan vakuolar dan Civatte bodies. Secara keseluruhan mirip dengan pola yang terlihat pada eritema multiforme. Diskeratosis dan nekrotik keratinosit dalam epidermis merupakan gambran yang menonjol. Pada
15 | P a g e

peristiwa ini, infiltrasi limfositik dapat mengaburkan dermoepidermal junction. Spongiosis, edema dermal, eosinofil, neutrofi kadang-kadang tampak. Inkontinensia pigmen dalam papiler dermis merupakan gambaran khas dan mungkin satu-satunya gambaran yang tampak berupa lesi non inflamasi. Lesi kronis atau tidak aktif menunjukkan akantosis ringan, hiperkeratosis, dan beberapa sel inflamasi.7

DIAGNOSIS BANDING Nekrolisis epidermal

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, yang disertai dengan gejala konstitusional berupa demam tinggi, malaise, mialgia, artralgia, dan eritema multiforme yang luas pada badan, berupa kulit melepuh dan terdapat erosi kurang dari 10% dari luas permukaan tubuh. SSJ merupakan penyakit sistemik prodromal yang berlangsung 1-13 hari sebelum terjadi erupsi. Lesi kulit bervariasi, berupa lesi mukopapular yang khas pada eritema multiforme, bula, atau kadang-kadang pustul. Pada membran mukosa oral tampak bula yang luas disertai erosi dan tampak putih keabu-abuan, sehingga pada mulut dan bibir menunjukkan krusta hemoragik. Perubahan yang paling umum pada mata adalah konjungtivitis kataralis atau konjungtivitis purulen. Obat-obat yang bisa menyebabkan SSJ adalah amitiozon, barbiturat, kloroquin, klorpropamid, litium, fenobarbital, sulfadiazin, sulfonamid.4

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET).

Pada penyakit ini melibatkan lebih dari 30% luas permukaan tubuh yang ditandai dengan erosi dan makula purpura yang tersebar luas.8 NET onsetnya tiba-tiba berupa erupsi plak urtikaria dan eritema pada leher. Timbul bula yang dapat berukuran seperti telapak tangan. Lemas, diare, angina, dan muntah adalah gejala prodromal, dalam beberapa jam kondisi tersebut dapat menjadi sangat serius. Pasien bisa timbul demam, bula dengan dasar eritema dan purpura yang sangat kongestif, fissura pada bibir, erosi mukosa mulut, dan konjungtivitis, bahkan bisa terjadi koma. Hasilnya bisa fatal dalam waktu beberapa hari. Biasanya tampak tanda Nikolsky positif. Faktor
16 | P a g e

yang mempengaruhi prognosis meliputi usia, tingkat nekrolisis dan peningkatan serum urea. Obat-obat yang dapat menimbulkan penyakit ini yaitu asetazolamid, allopurinol, aminopirin, antihistamin, barbiturat, karbamazepin, kloramfenikol, dapson, fansidar, metilsalisilat, NSAIDs, penisilin, sulfonamid, tetrasiklin dan tolbutamid. 4

Eritema multiforme

Eritema multiforme dibagi menjadi 2 tipe yaitu eritema multiforme mayor dan eritema multiforme minor. Pada eritema multiforme mayor lesi kulit tidak melibatkan membran mukosa, sedangkan eritema multiforme minor lesi kulit melibatkan membran mukosa. Ruam kulit muncul secara tiba-tiba. Kebanyakan lesi muncul secara simetris pada permukaan ekstensor ekstremitas (tangan, kaki, siku dan lutut), wajah dan leher, dan lebih sering pada paha, pantat, dan badan. Lesi khas yang sangat teratur, sirkuler, berupa papul eritematous atau plak yang bertahan selama 1 minggu atau lebih. Walaupun tepinya eritematous dan edematous, pusatnya menjadi keunguan dan gelap, sehingga menimbulkan warna cincin konsentris. Seringkali, pusatnya berubah menjadi purpura, dan/atau nekrotik atau berubah menjadi kumpulan vesikel atau bula yang disebut target khas atau lesi iris. Makula eritematous atau bula, dengan lesi iris, dapat terjadi pada penggunaan sulfonamid kerja panjang. Lesi biasanya muncul setelah satu atau dua minggu terapi, dan sering disertai demam. Obat-obatan yang menghasilkan reaksi ini adalah sulfonamid, allopurinol, penisilin, dipenilhidantoin, dan penilbutazon. 1

Pitiriasis rosea

Pada keadaan akut tampak erupsi papuloskuamous yang menetap 4 sampai 10 minggu. Sering dimulai dengan munculnya lesi berbentuk oval berukuran 2 sampai 4 cm disertai skuama halus di pinggiran lesi (herald patch). Lamanya beberapa hari sampai minggu. Lesi menyerupai pohon cemara. Biasanya asimptomatik, tapi kadang-kadang disertai pruritus. Penyebabnya virus yang berhubungan dengan reaktivasi human herpesvirus 7 dan kadang-kadang human herpesvirus 6. Penyakit ini diberikan terapi suportif dan kortikosteroid topikal. Obat-obatan yang dapat
17 | P a g e

menimbulkan pitriasis rosea yaitu arsen, barbiturat, kaptopril, klonidin, metoksipromazin, dan metronidazol.1

PENGOBATAN Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengidentifikasi agen penyebab dan menghindarinya. Pengobatan untuk FDE dilakukan secara simptomatik. Antihistamin sistemik dan kortikosteroid topikal sangat diperlukan. Lesi erosi multipel berpotensi untuk terjadinya infeksi, sehingga disarankan pemberian antibiotik dan perawatan luka. 1 Lesi FDE dapat dihentikan secara spontan dengan menghindari obat-obat yang dapat mencetuskan lesi. Obat-obatan tambahan harus digunakan untuk meredakan gejala yang berhubungan dengan kondisi penderita. Secara umum, antihistamin oral (misalnya, Hidroksizin) dan kortikosteroid topikal mungkin sudah cukup. Mungkin diperlukan waktu beberapa bulan untuk menyembuhkan hiperpigmentasi.2 Lesi kulit non erosif dapat diobati dengan glukokortikoid topikal, sedangkan lesi erosif dapat diobati dengan antimikroba misalnya basitrasin. Untuk lesi mukosa yang luas, generalisata, dan sangat nyeri, diberikan prednison oral 1 mg/KgBB dan dosisnya diturunkan perlahan-lahan selama 2 minggu.2

PROGNOSIS Prognosis sangat baik, meskipun terdapat hiperpigmentasi. Tidak ada kematian akibat FDE yang pernah dilaporkan.1

18 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, dkk. 2004. Ilmu Penyakit kulit Kelamin Ed. 3. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta 2. Siregar, R. S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, EGC. Jakarta 3. Roujeau JC. Erythema Multiforme. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, etc. Editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 7th Edition. New York: Mc Graw-Hill. 2008. p. 343-6. 4. Waikato Health, Department of Dermatology. Fixed Drug Eruption. [online] 20 th. Aug 2009. Available from: URL: http://www.dermnetnz.com/topic/fixeddrugeruption.html 5. Wolff K, Richard AJ, Dick S. Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology 5th Edition. New York: Mc Graw-Hill. 2007 6. http://emedicine.medscape.com/article/1336702-overview 7. http://www.medscape.com/fixed_drugs_eruptions/viewarticle/1336207

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai